Anda di halaman 1dari 22

1

PEMBUATAN BIO-COKE DARI KULIT BUAH JARAK PAGAR


(Jatropha curcas L.) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
DENGAN MENGGUNAKAN METODE PIROLISIS

Proposal Penelitian
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Oleh:

SURIANTI HERU
F1B1 15 047

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan energi selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun..

Semakin hari, persediaan bahan bakar di muka bumi semakin menipis. Sementara

itu, manusia terus bertambah sehingga kebutuhan energi justru semakin

meningkat dengan adanya perkembangan teknologi. Oleh sebab itu, diperlukan

macam macam energi alternatif untuk mengganti bahan bakar yang memang

merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Berbagai penelitian pun

dilakukan untuk mendapatkan sumber energi alternatif. Untungnya, ternyata di

sekitar kita terdapat macam-macam energi alternatif yang dapat dimanfaatkan

sebagai pengganti energi minyak yang tentunya tidak merusak lingkungan

(Sudradjat, 2003)

Berbicara tentang sumber energi, biomassa merupakan salah satu alternatif.

Biomassa mengandung energi tersimpan dalam jumlah cukup banyak

Kenyataannya, pada saat kita makan, tubuh kita mampu mengubah energi yang

tersimpan di dalam makanan menjadi energi atau tenaga untuk tumbuh dan

berkembang. Pada saat kita bergerak, bahkan ketika kita berpikir pun, energi

dalam makanan akan terbakar (Anonim, 2013)

Salah satu biomassa berbentuk padatan yang dapat dikembangkan sebagai

pengganti batubara adalah bio-coke. Bio-coke hampir sama dengan briket tetapi

siklus pembuatannya lebih pendek. Briket adalah suatu bahan yang berupa serbuk

atau potongan-potongan kayu kecil yang dipadatkan dengan menggunakan mesin

2
3

press dengan dicampur bahan perekat sehingga menjadi bentuk yang solid

(Sudiana dkk., 2017). Sedangkan bio-coke itu sendiri merupakan bahan bakar

biomassa padat baru yang memiliki kepadatan dan kekuatan yang tinggi

dibandingkan dengan bahan bakar biomassa padat konvensional (Naniwa Roki

Co, 2013) dan dapat digunakan sebagai pengganti batubara kokas. Struktur

kerangka bio-coke terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Satoru Mizuno,

2011).

Pembuatan bio-coke telah dilakaukan oleh beberapa peneliti diantaranya

(Sutoru Mizuno, 2011) untuk membuat bio-coke dari limbah brokoli, daun

cerimati dan biji mangga yang sudah dikeringkan, yang dihasilkan melalui proses

pirolisis (300-500K). Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa ketika temperatur

pirolisis meningkat dari 300K ke 370K, maka terjadi pengurangan berat seberat

10% untuk semua bahan. Kemudian dari hasil pengurangan kekuatan (strength)

bio-coke yang diproduksi limbah brokoli mempunyai kekuatan 2,5 kali lebih kuat

dari biji mangga dan 5 kali lebih kuat dari daun ceri mati. Pada suhu dan

kelembaban yang sama yaitu 413K untuk 5% kelembaban. Kekuatan dari masing-

masing bio-coke menurun dengan meningkatnya kandungan karbon (Sutoru

Mizuno, 2011).

Menurut hasil riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),

Indonesia memiliki banyak jenis tanaman yang berpotensi menjadi energi bahan

bakar alternatif, antara lain : Kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, sirsak, srikaya,

kapuk : sebagai sumber bahan bakar alternatif pengganti solar (minyak diesel)
4

Tebu, jagung, sagu, jambu mete, singkong, ubi jalar, dan ubi-ubian yang lain :

sebagai sumber bahan bakar alternatif pengganti premium (Ketaren, 1986).

Berdasarkan hasil penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

(BPPT) maka penulis memanfaatkan kulit buah jarak pagar (Jatropha curcas L.)

dalam penelitian untuk pembuatan bio-coke yang digunakan untuk bahan bakar.

Dimana diketahui bahwa kulit buah jarak pagar hanya dimanfaatkan sebagai

bahan pengobatan dan setelah itu limbahnya dibuang begitu saja. Padahal kulit

buah jarak bisa diperoleh hasil suatu produk-produk yang sangat berguna sebagai

makanan maupun sebagai bahan industri. Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas

L.) sejak lama dikenal sebagai tanaman konservasi karena sifatnya yang sangat

toleran terhadap jenis tanah dan iklim. Tanaman ini terutama memberikan nilai

ekonomis, karena bijinya menghasilkan minyak sebagai bahan baku pembuatan

biodisel (Heyne, 1987). Di sisi lain hasil biomasa dari jarak pagar cukup

melimpah, seperti daging buah maupun bungkil dari hasil samping pemerasan biji

jarak dan kulit buah. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi kulit luar

adalah 29-32% dari buah, biji adalah 71% dari buah. Cangkang adalah 36,5-

44,9% dari biji dan inti biji (kernel) 58,0-65,7% (Martinez et al., 2006).

Penelitian ini menggunakan metode pirolisis. Proses pirolisis merupakan

proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari

tumbuhan, hewan maupun barang tambang menghasilkan arang (karbon) dan asap

yang dapat dikondensasi menjadi destilat. Karbon hasil pirolisis dapat

dimanfaatkan menjadi bahan bakar padat (Widiya, 2005). Pada proses pirolisis

energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang


5

kompleks terurai sebagian besar menjadi karbon atau arang. Istilah lain dari

pirolisis adalah destructive distillation atau destilasi kering, dimana merupakan

suatu proses yang tidak teratur dari bahan-bahan organik disebabkan oleh

pemanasan yang tidak berhubungan dengan udara luar (Suryawan, 2013 )

Berdasarkan gagasan di atas, maka penulis akan melakukan penelitian yang

berjudul “Pembuatan Bio-coke Dari Kulit Buah Jarak Pagar (Jatropha

Curcas L.) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Dengan Metode Pirolisis”.

B. Batasan Masalah

Pada dasarnya cakupan masalah dalam penelitian ini cukup luas, namun

penelitian ini hanya dibatasi pada:

1. Pengaruh temperatur proses pirolisis terhadap nilai kalor dalam pembuatan

bio-coke kulit buah jarak pagar (Jatropha Curcas L.) sebagai bahan bakar

alternatif.

2. Pengaruh waktu proses pirolisis terhadap nilai kalor dalam pembuatan bio-

coke kulit buah jarak pagar (Jatropha Curcas L.) sebagai bahan bakar

alternatif.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh temperatur proses pirolisis terhadap nilai kalor dalam

pembuatan bio-coke kulit buah jarak pagar (Jatropha Curcas L.) sebagai

bahan bakar alternatif?


6

2. Bagaimana pengaruh waktu proses pirolisis terhadap nilai kalor dalam

pembuatan bio-coke kulit buah jarak pagar (Jatropha Curcas L.) sebagai

bahan bakar alternatif?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh temperatur proses pirolisis terhadap nilai kalor

dalam pembuatan bio-coke kulit buah jarak pagar (Jatropha Curcas L.)

sebagai bahan bakar alternatif

2. Untuk mengetahui pengaruh waktu proses pirolisis terhadap nilai kalor dalam

pembuatan bio-coke kulit buah jarak pagar (Jatropha Curcas L.) sebagai

bahan bakar alternatif.

E. Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1. Dengan penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian dan pengembangan ilmu

pengetahuan dalam bidang energi terbaharukan (bahan bakar alternatif) serta

menambah wawasan keilmuan peneliti dibidang material serta dapat

digunakan sebagai rujukan peneliti selanjutnya.

2. Menambah pengetahuan mahasiswa dan masyarakat tentang manfaat lain dari

kulit buah jarak pagar (Jatropha Curcas L.) yang hanya dijadikan sebagai

bahan Pengobatan. Namun, melalui penelitian ini dapat dibuktikan bahwa

ternyata kulit buah jarak pagar(Jatropha Curcas L.) juga dapat dijadikan

sebagai bahan baku energi alternatif yang ramah lingkungan.


7

3. Dengan adanya pembuatan bio-coke dari buah kulit buah jarak pagar

(Jatropha Curcas L.) sebagai bahan bakar alternatif membuat masyarakat

agar tetap menanam dan memelihara serta melindungi tanaman jarak pagar

(Jatropha Curcas L.) serta sebagai pedoman dalam pemanfaatan kulit buah

jaran pagar (Jatropha Curcas L.) sebagai bahan bakar energi alternatif dan

membantu mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biomasa

Biomassa adalah bahan bakar yang dapat diperbaharui dan secara umum

berasal dari makhluk hidup (non-fosil) yang didalamnya tersimpan energi atau

dalam definisi lain, biomassa merupakan keseluruhan materi yang berasal dari

makhluk hidup, termasuk bahan organik yang hidup maupun yang mati, baik di

atas permukaan tanah maupun yang ada di bawah permukaan tanah. Biomassa

merupakan produk fotosintesa dimana energi yang diserap digunakan untuk

mengkonversi karbon dioksida dengan air menjadi senyawa karbon, hidrogen, dan

oksigen. Biomasa bersifat mudah didapatkan, ramah lingkungan dan terbarukan.

Secara umum potensi energi biomassa berasal dari limbah tujuh komoditif yang

berasal dari sektor kehutanan, perkebunan dan pertanian. Potensi limbah biomassa

terbesar adalah dari limbah kayu hutan, kemudian diikuti oleh limbah padi,

jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan tebu. Secara keseluruhan potensi energi

limbah biomassa Indonesia diperkirakan sebesar 49.807,43 MW. Dari jumlah

tersebut, kapasitas terpasang hanya sekitar 178 MW atau 0,36% dari potensi yang

ada. Biomassa merupakan bahan energi yang dapat diperbaharui karena dapat

diproduksi dengan cepat. Karena itu bahan organik yang diproses melalui proses

geologi seperti minyak dan batubara tidak dapat digolongkan dalam kelompok

biomassa. Biomassa umumnya mempunyai kadar volatile relatif tinggi, dengan

kadar karbon tetap yang rendah dan kadar abu lebih rendah dibandingkan

batubara. Biomassa juga memiliki kadar volatil yang tinggi (sekitar 60-80%)

8
9

dibanding kadar volatile batubara, sehingga biomass lebih reaktif dibandingkan

batubara (Hendrison, 2003; Agustina, 2004).

Biomassa adalah sumber energi yang berasal dari tumbuhan atau bagian-

bagiannya seperti bunga, biji, buah, daun, ranting, batang, dan akar, termasuk

tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan, dan hutan.

Biomassa adalah campuran material organik yang kompleks, biasanya terdiri dari

karbohidrat, lemak, protein dan beberapa mineral lain yang jumlahnya sedikit

seperti sodium, fosfor, kalsium dan besi. Komponen utama tanaman biomassa

adalah karbohidrat (berat kering kira-kira sampai 75%), lignin (sampai dengan

25%), dimana dalam beberapa tanaman komposisinya berbeda-beda (Thoha dan

Diana, 2010).

Biomassa juga merupakan suatu limbah benda padat yang bisa

dimanfaatkan kembali sebagai sumber bahan bakar. Energi biomassa dapat

menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil, karena beberapa

sifatnya menguntungkan yaitu dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya

yang dapat diperbaharui. Sumber energi ini relatif tidak mengandung sulfur

sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan juga dapat meningkatkan

efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan peratanian (Jamilatun, 2011).

Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk menghasilkan

produk-produk biomassa mengingat begitu besarnya sumber daya hayati yang ada

baik di darat maupun di perairan. Menurut hasil riset Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT), Indonesia memiliki banyak jenis tanaman yang

berpotensi menjadi energi bahan bakar alternatif, antara lain :


10

 Kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, sirsak, srikaya, kapuk : sebagai sumber

bahan bakar alternatif pengganti solar (minyak diesel)

 Tebu, jagung, sagu, jambu mete, singkong, ubi jalar, dan ubi-ubian yang lain :

sebagai sumber bahan bakar alternatif pengganti premium.

 Nyamplung, algae, azolla : kemungkinan besar dapat dijadikan sebagai

sumber pengganti kerosene, minyak bakar atau bensin penerbangan.

Beberapa diantara tumbuhan penghasil energi dengan potensi produksi

minyak dalam liter per hektar dan ekivalen energi yang dihasilkan adalah sebagai

berikut:

Jenis Tumbuhan Penghasil Energi

Ekuivalen
Produksi Minyak
Jenis Tumbuhan Energi (kWh per
(Liter per Ha)
Ha)

Elaeis guineensis (kelapa sawit) 3.600-4.000 33.900-37.700

Jatropha curcas (jarak pagar) 2.100-2.800 19.800-26.400

Aleurites fordii (biji kemiri) 1.800-2.700 17.000-25.500

Saccharum officinarum (tebu) 2.450 16.000

Ricinus communis (jarak 1.200-2.000 11.300-18.900


kepyar)

Manihot esculenta (ubi kayu) 1.020 6.600


Sumber : Business Week edisi 15 Maret 2006 (Atmasari, 2010)
Sumber energi biomassa pun mempunyai kelebihan sebagai sumber energi

yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat menjadi sumber energi dalam

jangka waktu yang sangat lama dan berkesinambungan (sustainable). Kandungan

utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Rumus kimia dari
11

biomassa diwakili oleh CxHyOz, nilai koefisien dari x, y, dan z ditentukan dari

jenis biomassa. Menentukan sistem energi biomassa, dimana kandungan energi

setiap jenisnya harus ditentukan terlebih dahulu. Nilai kalor seringkali digunakan

sebagai indikator kandungan energi yang dimiliki setiap jenis biomassa. Nilai

kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan saat bahan menjalani pembakaran

sempurna atau dikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan melalui

rasio komponen dan jenisnya serta rasio unsur di dalam biomassa itu sendiri

(terutama kadar karbon) (K. Raveendran et al, 1995).

B. jarak pagar (Jatropha Curcas L.)

Gambar 1. Tanaman Jarak pagar (Jatropha Curcas L.)

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman penghasil

minyak nabati. Komoditas ini mendapat perhatian pemerintah maupun para ahli

dalam ikut mendukung kebijakan energi nasional melalui pengembangan bahan

bakar nabati. Kendala pengembangan jarak pagar diantaranya adalah masih

rendahnya produktivitas hasil, sehingga apabila petani hanya memanfaatkan

minyaknya, maka pendapatan dari usahatani jarak pagar sangat terbatas. Di sisi
12

lain, hasil biomasa dari jarak pagar cukup melimpah, seperti daging buah maupun

bungkil dari hasil samping pemerasan biji jarak dan kulit buah. Dari hasil

penelitian diperoleh bahwa proporsi kulit luar adalah 29-32% dari buah, biji

adalah 71% dari buah. Cangkang adalah 36,5-44,9% dari biji dan inti biji (kernel)

58,0-65,7%. Kandungan unsur K dalam setiap bahan berbeda-beda tergantung

dari asal bahannya. Limbah kotoran sapi menunjukkan kandungan K sebesar

0,10% sedangkan domba dan kambing lebih tinggi masing-masing sebesar 0,45%

dan 0,40% (Martinez et al., 2006).

Tanaman jarak di Indonesia, sebenarnya sudah dikenal sejak masa

penjajahan. Petani jarak pada waktu itu, pada umumnya merupakan petani yang

menanam jarak karena mengikuti nenek moyangnya dulu. Pada masa penjajahan

Jepang, minyak yang diperoleh dari biji jarak telah dipakai untuk pelumas

pesawat terbang milik Dai Nippon. Saat ini, tanaman jarak dikembangkan dengan

varietas baru dengan produksi dan kadar minyak yang lebih banyak (Anindito,

2002).

Tanaman jarak memiliki kandungan senyawa kimia atau metabolit

sekunder di seluruh bagian tubuhnya mulai dari akar hingga daun. Akar tanaman

tersebut mengandung metiltrans-2-dekena-4,6,8-trinoat dan 1-tridekena-

3,5,7,9,11-pentin-beta-sitosterol. Daun tanaman jarak juga mengandung senyawa

flavonoida antara lain kaempferol, kaempferol-3-rutinosida, nikotiflorin,

kuersetin, isokuersetin dan rutin. Selain itu, daun jarak juga mengandung

astragalin, reiniutrin dan vitamin C. Batang tanaman jarak mengandung sponin,

flavonoid, tannin dan senyawa polifenol. Biji tanaman jarak, mengandung 40 – 50


13

minyak jarak (castor oil) yang mengandung bermacam-macam trigliserida, asam

palmitat, asam risinoleat, asam isorisinoleat, asam oleat, asam linoleat, asam

linolenat, asam stearat, dan asam dihidroksistearat. Selain itu, biji tanaman jarak

juga mengandung alkaloida risinin, beberapa macam toksalbumin yang

dinamakan risin (risin D, risin asam, dan risin basa) dan beberapa macam enzim

diantaranya lipase (Sinaga, 2001).

Kandungan kalium kulit jarak pagar cukup tinggi yaitu sebesar 8,67%

(Muhammad dkk., 2009). Kandungan K yang cukup tinggi maka kulit jarak pagar

sangat berpotensi untuk mengurangi penggunaan pupuk kalium. Setelah dilakukan

pengomposan dihasilkan pupuk organik, pada akhir proses pengomposan tampak

bahwa persentase kandungan unsur K pasa kompos kulit jarak pagar kandungan

unsur K cukup tinggi yaitu sebesar 11,36% dibanding dengan kandungan unsur K

pada pupuk kandang (Muhammad dkk., 2009).

Salah satu tanaman potensial yang diharapkan dapat beradaptasi dengan cepat di

lahan bekas tambang timah adalah jarak pagar. Sebagai salah satu tanaman pionir jarak

pagar mempunyai potensi kandungan minyak tinggi, yang dapat dimanfaatkan sebagai

tanaman penghasil minyak alternatif untuk subtitusi solar sebagai biodiesel.

C. Bio-Coke

Gambar 2. Biocoke
14

Bio-coke adalah bahan bakar biomassa ramah lingkungan yang bisa dibuat

dari hampir semua pabrik fotosintesis, termasuk yang selama ini dianggap sebagai

bahan limbah, seperti daun teh dan bubuk kopi bekas. Bentuk pengelolaan limbah

yang efektif, bio-coke juga dipandang sebagai cara untuk melawan

ketergantungan berlebihan pada bahan bakar fosil dan risiko yang terkait dengan

fluktuasi harga impor bahan bakar fosil. Suatu hari nanti, bio-coke bisa

menggantikan batu bara yang saat ini digunakan industri sebagai bahan bakar

padat untuk peleburan besi, yang menyebabkan pengurangan emisi CO2 secara

signifikan. Lembaga ini bekerja untuk membawa bio-coke ke produksi komersial

untuk digunakan di seluruh dunia dan baru-baru ini memulai sebuah proyek di

Malaysia untuk membuat bio-coke dari potongan-potongan pohon palem. Bio-

coke mengacu pada kokas yang dihasilkan dengan penambahan arang ke

campuran batubara. Dalam penelitian ini, karakteristik gasifikasi bio-coke dengan

cara bereaksi dengan CO2 diperiksa dengan menggunakan Thermal Gravimetric

Analysis. Sampel bio-kokas dengan berbagai jenis penambahan arang ke

campuran batubara disiapkan dalam oven kokas skala pilot CanmetENERGY.

Sampel ini dipanaskan di CO2 untuk identifikasi suhu gasifikasi minimum.

Tingkat gasifikasi sampel pada suhu 1000 ° C juga diukur. Telah diamati bahwa

kandungan mineral memegang peranan penting dalam karakteristik gasifikasi bio-

cokes. Mereka yang memiliki kandungan mineral rendah berperilaku sangat mirip

dengan coke referensi. Kandungan bio-kokas mineral yang lebih tinggi bereaksi

dengan CO2 pada suhu yang lebih rendah. Ditemukan bahwa karakteristik
15

gasifikasi bio-kokas dijelaskan dengan baik oleh indeks alkalinitas (Naniwa Roki

Co, 2013).

Bio-coke adalah jenis bahan bakar padat yang diproduksi dengan menerapkan

panas dan kompresi. Biocoke adalah biomassa bahan bakar baru yang

dikembangkan oleh Dr. Tamio IDA, Profesor, Lembaga Penelitian Biocoke,

Universitas Kinki, Jepang. Bio-coke memiliki kekuatan tinggi dan durasi

pembakaran yang panjang - dua dari sifat-sifat yang dimiliki dianggap sulit

dicapai dengan bahan bakar biomassa tradisional. Biocoke juga memiliki

keuntungan besar dapat dihasilkan dari hampir semua jenis biomassa tanaman,

termasuk yang jarang digunakan saat ini. Bio-coke memiliki keuntungan besar

yang dapat disimpan dan dibakar dengan cara yang berbeda dari biomassa tersebut

biocoke diproduksi melalui transformasi properti melalui proses-proses

pengolahan. Proses produksi bio – coke sebagai berikut:

Gambar 3. Proses produksi Bio – coke (Mizuho, 2015)

Pada akhir tahun 2000an, Bio-coke (BIC) dikembangkan oleh Universitas

Kinki (paten domestik nomor 4089933) di Jepang [5]. Karena memiliki kepadatan
16

energi yang tinggi, ia dapat digunakan sebagai pengganti batu bara dalam proses

industri skala besar [6, 7]. Karakteristik BIC dapat diringkas sebagai berikut [6,

8]: (1) tidak ada bahan baku yang hilang dalam proses pembuatan BIC; (2) 100%

energi dalam bahan baku dipertahankan; (4) BIC adalah bahan bakar padat yang

sesuai untuk penyimpanan dan pengangkutan, dan (5) pembakaran yang stabil

dimungkinkan pada suhu tinggi, membuat BIC alternatif yang cocok untuk bahan

bakar fosil. Selanjutnya, BIC tidak hanya bisa memanfaatkan biomassa yang tidak

terpakai dan kayu yang menipis, tapi juga sampah konstruksi dan residu makanan.

Dengan kata lain, ini bisa menjadi dasar bagi sistem daur ulang kaskade untuk

limbah kayu industri. Namun secara umum, biaya pemeliharaan hutan melebihi

keuntungan yang dihasilkannya. Padahal, operasi kehutanan tidak bisa

dipertahankan tanpa mengandalkan subsidi. Masalah ini telah menghambat

penipisan hutan dan promosi penggunaan kayu yang tidak terpakai. Produksi BIC

berpotensi memecahkan masalah ini dengan tidak hanya memanfaatkan biomassa

kayu yang tidak terpakai, namun juga dengan merangsang permintaan industri

(Satoru Mizuno, dkk,2011).

Pada tahun 2014, hanya ada satu pabrik BIC komersial di Jepang, yang

dikelola oleh asosiasi pemilik hutan prefektur Osaka (OFOA). Produksi BIC

memasok satu perusahaan manufaktur di Prefektur Aichi, di mana ia digunakan

sebagai alternatif untuk kokas batubara. Salah satu bahan baku pembuatan BIC

adalah menebal kayu dari kegiatan pengelolaan hutan di OFOA. Namun,

permintaan BIC masih terbatas dan produksi BIC saat ini belum tentu mendorong

pemanfaatan kayu yang tidak terpakai di kawasan ini. Kami berpendapat bahwa
17

tidak mengetahui manfaat sebenarnya dari memproduksi dan menggunakan BIC

menghalangi diseminasi teknologi BIC. Meskipun BIC digunakan sebagai

alternatif netral karbon untuk kokas batubara, keseluruhan manfaatnya, termasuk

dampak lingkungan yang terkait dengan proses produksinya seperti emisi CO2,

tetap tidak diketahui. Faktanya, penelitian terdahulu hanya berfokus pada aspek

lingkungan menggunakan bahan baku untuk membuat produk bioenergi [9, 10,

11, 12] dan karakteristik fisik dan ilmiah BIC sebagai bahan bakar [13, 14, 15].

Misalnya, Uchiyama dkk. [16] memperkirakan pengurangan emisi CO2 dapat

dicapai dengan menggunakan BIC sebagai bahan bakar pengganti. Karakteristik

bio-coke (BIC):

1. Tidak ada bahan baku yang hilang dalam proses pembuatan bio-coke,

2. 100% energi dalam bahan baku dipertahankan,

3. Bio-coke memiliki kepadatan energi yang tinggi sehingga efisiensi

transportasinya lebih tinggi.

4. Pembakaran yang lebih stabil dimungkinkan pada suhu tinggi membuat bio-

coke alternatif yang cocok untuk bahan bakar fosil (Satoru Mizuno, 2011).

D. Pirolisis

Pirolisis adalah proses dekomposisi termokimia dari material organik, yang

berlangsung tanpa udara atau oksigen. Menurut Basu (2010), pirolisis biomassa

umumnya berlangsung pada rentang temperatur 300 oC sampai dengan 600 oC.

Produk dari proses pirolisis ini tergantung dari beberapa faktor diantaranya
18

temperatur pirolisis dan laju pemanasan. Secara umum produk pirolisis dapat

diklasifikasi menjadi tiga jenis yaitu :

1. Produk padat : berupa residu padat yang kaya kandungan karbon (char)

2. Produk cair : berupa (tar, hidrokarbon, dan air)

3. Produk gas (CO, H2O, CO2, C2H2, C2H4, C2H6, C6H6 dll)

Proses dekomposisi pada pirolisis ini juga sering disebut dengan

devolatilisasi. Pirolisis atau bisa di sebut thermolisis adalah proses dekomposisi

kimia dengan menggunakan pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Proses pirolisis

menghasilkan produk berupa bahan bakar padat yaitu karbon, cairan berupa

campuran tar dan beberapa zat lainnya. Produk lain adalah gas berupa karbon

dioksida (CO2), metana (CH4) dan beberapa gas yang memiliki kandungan kecil.

Hasil pirolisis berupa tiga jenis produk yaitu padatan (charcoal atau arang), gas

(fuel gas) dan cairan (bio-oil). Dan umumnya proses pirolisis berlangsung pada

suhu di atas 300°C dalam waktu 4-7 jam. Namun keadaan ini sangat bergantung

pada bahan baku dan cara pembuatannya (Demirbas, 2005).

Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi. Reaksi-reaksi yang

terjadi selama pirolisis adalah :

1. Penghilangan air pada suhu 120-150°C,

2. Pirolisis hemiselulosa pada suhu 200-250°C

Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti

pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan menghasilkan

furfural, furan dan turunannya beserta satu seri panjang asam-asam karboksilat.

Pirolisis heksosan terutama menghasilkan asam asetat dan homolognya.


19

3. Pirolisis selulosa pada suhu 280-320°C

Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linier

struktur heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100-1000 unit glukosa.

Girrard (1992), menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam dua

tahap, yaitu :

a. Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa.

b. Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan

homolognya, bersama-sama air dan sejumlah kecil furan dan fenol.

4. Pirolisis lignin pada suhu 400°C.

Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat

molekul tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang

diperoleh dari pirolisis struktur lignin berperan penting dalam memberikan aroma

asap produk asapan. Senyawa ini adalah fenol, eter fenol seperti guaiokol, siringol

dan homolog beserta turunannya (Danarto, 2010).

Gambar 3. Alat Pirolisis


20

Keterangan :

1. Pengatur suhu 9. Statif

2. Aluminium foil 10. Air

3. Elemen pemanas 11. Pipa kondensor (spiral)

4. Reaktor 12. Selang air

5. Penampung tar 13. Wadah LVM

6. Penutup reaktor 14. Karet

7. Pipa tempat mengalirnyaasap15. Pompa air

8. Wadah tar (aluminium) 16. Kabel penghubung (M.Jahiding, 2015).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pirolisis adalah sebagai berikut:

1. Waktu

Semakin lama waktu proses pirolisis berlangsung, produk yang

dihasilkannya (residu, tar, dan gas) akan semakin naik. kenaikan ini sebatas

dengan waktu tak hingga (t) yaitu waktu yang diperlukan sampai dengan hasil

padatan residu, gas, tar mencapai konstan. Tetapi jika melebihi waktu optimal

maka karbon akan teroksidasi oleh oksigen (terbakar) menjadi karbondioksida dan

abu.

2. Suhu

Sesuai dengan persamaan Arhenius semakin tinggi suhu maka nilai

konstanta dekomposisi termal akan semakin besar akibatnya, laju pirolisis

bertambah dan konversi naik.

3. Kadar air
21

Kadar air umpan besar sekali pengaruhnya. Hal ini disebabkan karena uap

air yang diusir akan makin banyak, sedangkan kadar air untuk bermacam-macam

zat tidak sama.

4. Ukuran bahan

Ukuran bahan berpengaruh sekali pada perataan panas. Makin kecil ukuran

bahan maka makin cepat perataan keseluruhan umpan sehingga pirolisis berjalan

lebih sempurna.

(E.Mulyadi, 2013).

III. METODE PENELITIAN


22

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan(,,,,,,,,,,,,,,)sampai selesai, yang

bertempat:

1. Laboratorium Fisika Material dan Energi, Fakultas Matematika FMIPA,

Universitas Halu Oleo, Kendari, untuk preparasi sampel.

2. Laboratorium Forensik FMIPA, Universita Halu Oleo, Kendari, untuk analisis

nilai kalor sampel.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang material dan energi yang

berjudul “Pembuatan Bio-coke Dari Kulit Buah Jarak Pagar (Jatropha

Curcas L.) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Dengan Metode Pirolisis”’

dengan menggunakan metode eksperimen.

Anda mungkin juga menyukai