Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang kehidupan sebagian besar


masyarakatnya adalah ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan di
segala bidang industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi
bahan jadi. Proses pembangunan di Indonesia mendorong tumbuhnya industri
yang berbahan baku hasil kehutanan. Indonesia adalah negara penghasil kertas
yang kontribusinya tidak dipandang sebelah mata oleh dunia. Kekayaan alam
Indonesia berupa hutan hujan tropis merupakan satu modal penting dalam
pertumbuhan industri di Indonesia. Dewasa ini isu krisis energi adalah isu yang
hangat diperbincangkan oleh dunia, oleh karena itu Indonesia sebagai salah satu
negara yang berpotensi mengalami krisis energi harus tanggap terhadap isu
tersebut (Purwanti, 2005)
Kebutuhan akan sumber energi semakin meningkat seiring dengan
perkembangan zaman. Namun hal ini tidak diimbangi dengan ketersediaan yang
ada. Manusia masih sangat bergantung dengan bahan bakar minyak sebagai
sumber energi. Minyak bumi terus menerus dicari dan diambil demi memenuhi
kebutuhan, akibatnya persediaan minyak bumi menurun, krisis energi terjadi pada
saat ini. Untuk mengantisipasinya, manusia beralih kepada biomassa.
Biomassa merupakan bahan-bahan organik yang berumur relatif muda dan
dan berasal dari tumbuhan, hewan, produk dan limbah industri budidaya
(pertanian, perkebunan, peternakanan, kehutanan dan perikanan).
Kristanto (2013) meyatakan bahwa biomassa merupakan salah satu sumber energi
yang paling umum dan mudah diakses yang dapat diolah menjadi bioenergi.
Biomassa memiliki jumlah melimpah karena dihasilkan dari aktivitas manusia
ataupun proses alam dan juga memiliki potensi sumber energi yang besar. Salah
satu contoh limbah biomassa adalah limbah sludge dari industri pulp and paper.
Industri pulp and paper merupakan salah satu jenis industri terbesar di dunia
dengan menghasilkan 178 juta ton pulp, 278 juta ton kertas dan karton, dan
menghabiskan 670 juta ton kayu (Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Basah,
2002). Industri pulp and paper pada saat ini dihadapkan pada masalah
penanganan limbah padat yang jumlahnya cukup besar. Kontribusi terbesar
berasal dari lumpur hasil pengolahan air limbah. Di lokasi pabrik limbah padat
tersebut hanya ditumpuk dan belum dimanfaatkan sehingga selain menimbulkan
gangguan terhadap estetika, juga menyebabkan pencemaran tanah, air tanah, dan
menimbulkan bau bagi masyarakat sekitar.
Salah satu potensi pencemaran lingkungan yang harus dikelola oleh industri
kertas ialah asal lumpur (sludge). Sludge adalah material padat yang dipisahkan
dari suspensi dalam cairan. Sludge yang dihasilkan oleh industri pulp and paper
berasal dari proses pengolahan limbah cair kemudian dilanjutkan menuju kolam
aerasi dan menuju clarifier, umumnya sludge mengacu pada bahan residu yang
semi-padat tersisa dari limbah cair industri. Hal inilah yang menyebabkan industri
membuang sludge dan tidak mempergunakannya lebih lanjut. Untuk mengurangi
pencemaran lingkungan, limbah sludge pulp and paper dapat diolah menjadi
bahan bakar alternatif berupa briket.
Pemanfaatan sebagai briket didasarkan atas potensi yang dimiliki sludge,
yaitu mempunyai kadar organik total minimal 60% dan nilai panas minimal 3000
kal/gram. Efisiensi pembakaran tergantung pada kadar abu sludge yang relatif
tinggi, yaitu >30% dan kadar air sludge yang masih terlalu tinggi untuk dibakar.
Kadar air sludge sebagai briket sebaiknya maksimal 60%, sedangkan pada
umumnya sludge keluaran belt press masih mengandung kadar air sekitar 70-80%
sehingga perlu rancangan proses pengeringan lumpur (Setiadji, 2001).
Briket adalah bahan bakar alternatif yang paling murah dan dapat
dikembangkan secara massal dalam waktu yang relatif singkat mengingat
teknologi dan peralatan yang sederhana. Briket merupakan bahan bakar padat
dengan nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan sebagai alternatif dari
penggunaan minyak tanah dan gas. Secara luas briket menjadi solusi yang dapat
mengatasi permasalah krisis energi (Yusuf, 2014).
Pembuatan briket umumnya memerlukan penambahan bahan perekat untuk
meningkatkan sifat fisik dari briket. Adanya penambahan kadar perekat yang
sesuai pada pembuatan briket akan meningkatkan nilai kalor briket tersebut. Pada
penelitian ini jenis perekat yang digunakan adalah lindi hitam.

2
Limbah cair dari proses pengolahan pulp dengan proses soda dikenal
sebagai lindi hitam yang mengandung polutan organik cukup tinggi. Kandungan
bahan organik dalam limbah cair tersebut sebagian besar merupakan lignin
terlarut dengan tingkat pH yang relatif tinggi (>7), sedangkan sisanya merupakan
komponen karbohidrat yang lebih mudah diuraikan secara biologis. Lignin
merupakan komponen terbesar yang memberikan warna coklat-hitam pada lindi
hitam dan biasanya sulit atau hampir tidak dapat diolah secara bio-oksidasi.
Lindi hitam (black liquor) yang merupakan sumber limbah cair dari industri
pulp, selama ini dimanfatkan dalam proses pemulihan bahan kimia. Pada pabrik
skala kecil, lindi hitam hanya dibuang tanpa pemulihan bahan kimia karena
nilainya tidak ekonomis lagi. Menurut Faizul Falah (2007) lindi hitam memiliki
komponen utama air serta senyawa organik yang berasal dari sisa cairan pemasak
serpih kayu dari hasil reaksi yang terjadi selama proses pemasakan berlangsung.
Lindi hitam yang merupakan hasil sampingan pabrik pulp merupakan bahan
bakar cair dalam industri pulp dan kertas. Lindi hitam terdiri dari bahan-bahan
sisa proses pemasakan pulp. Lignin dan bahan organik lainnya yang mencapai
setengah dari massa kayu keluar dari digester sebagai lindi hitam. Lindi hitam
mengubah energi kimia yang dikandungnya menjadi energi panas melalui proses
pembakaran yang menghasilkan abu inorganik dan gas (Marklund, 2008). Dalam
pengelolaan limbah padat ini lindi hitam digunakan sebagai perekat maupun
subtitusi pada pembuatan briket dari limbah padat industri pulp dan kertas.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh komposisi bahan baku
dan suhu karbonisasi dalam pembuatan briket sludge pulp and paper dengan lindi
hitam sebagai subtitusi maupun perekat yang akan dijadikan bahan bakar padat
melalui proses karbonisasi sebelum diolah menjadi briket.

1.2 Rumusan Masalah

Mokhamad Khanafi, (2004) telah melakukan penelitian limbah padat berupa


serpihan kertas dan lumpur menjadi briket. Serpihan kertas dan lumpur yang
masih basah tersebut dikeringkan dengan sinar matahari. Serpihan kertas dan
lumpur yang kering selanjutnya di pirolisis untuk mendapatkan arang. Variasi
komposisi briket adalah briket A (serpihan kertas 100%), briket B (serpihan kertas

3
70%, lumpur 30%), briket C (serpihan kertas 60%, lumpur 40%), briket D
(serpihan kertas 50%, lumpur 50%), briket E (serpihan kertas 40%, lumpur 60%),
briket F (serpihan kertas 30%, lumpur 70%). Pembriketan yaitu peneetakan
adonan arang dan perekat pada alat eetak dengan tekanan 30 kg/em. Briket hasil
cetakan dikeringkan dengan suhu 50°C di oven. Briket yang sudah kering ditandai
dengan berat briket yang konstan. Variasi komposisi campuran briket yang
menghasilkan nilai kalor tertinggi adalah model D dengan variasi campuran 50%
serpihan kertas, 50% lumpur. Briket yang dihasilkan memiliki kandungan energi
6670,64 kal/gr, suhu bara 150°C, lama membara 30 menit, tidak berasap, tidak
berjelaga, aman polusi, bentuk menarik. Briket yang dihasilkan memiliki harga
yang lebih murah dibandingkan briket yang lain. Briket ini dijual dengan harga <
Rp. 300; sedangkan briket lain dijual > Rp. 300;. Maka briket dapat digunakan
sebagai energi alternatif serta mampu membantu mengatasi masalah peneemaran
tanah dengan biaya murah.
Sissar & Euis, (2019) mengadakan penelitian briket dengan bahan baku
utama berupa lumpur IPAL kawasan industri di jawa timur, serbuk gergaji kayu,
tetes tebu dengan konsentrasi 15% sebagai bahan perekat. Dilakukan pengeringan
terhadap lumpur IPAL pada sinar matahari selama 3 hari/menggunakan oven
dengan suhu 105ºC selama 6 jam. Dilakukan uji pendahuluan terhadap lumpur
IPAL diantaranya berupa uji kalor, kadar abu dan kadar air. Serbuk gergaji kayu
ditumbuk hingga halus kemudian diayak dengan variasi ukuran butir (mesh) =
20,40, dan 60. Lumpur IPAL ditumbuk hingga halus kemudian diayak dengan
variasi ukuran butir (mesh) = 20,40, dan 60. Lumpur IPAL dicampur dengan
serbuk gergaji kayu dan perekat (molase) dengan variasi perbandingan antara
lumpur IPAL dan serbuk gergaji kayu (%) = (100:0) ; (90:10) ; (80:20) ; (60:40) ;
(50:50) ; (40:60) ; (20:80). Serbuk gergaji kayu, lumpur dan tetes tebu dicampur
menjadi adonan sehingga mencapai berat total 150 gram. Kemudian adonan
tersebut dicetak dengan diameter 6 cm, tinggi cetakan briket 8 cm. Dipress dengan
alat press yang menggunakan dongkrak hidrolik, selanjutnya didiamkan beberapa
saat. Mengoven dengan suhu 105ºC selama 12 jam untuk menghilangkan kadar
air pada briket. Lumpur yang digunakan sebagai sampel memiliki kadar air yang
sangat tinggi. Pengeringan menjadi hal penting dalam penggunaan bahan baku

4
lumpur ini. Tinggi nya kadar air dapat mempengaruhi terhadap analisi nilai kalor,
oleh karna itu perlakuan awal terhadap sampel lumpur berupa pengeringan dengan
suhu yang konstan (105ºC) perlu dilakukan. Hasil analisi briket terbaik terdapat
pada perbandingan 20:80 dengan menggunakan ayakan 60 mesh, memiliki nilai
kalor 4366,8 kal/g, kadar air 1,26% dan kadar abu 1,32%. Nilai kalor pada briket
masih belum memenuhi baku mutu dari SNI 4931 Tahun 2010, minimnya nilai
kalor yang dihasilkan bisa juga karena variabel perlakuan, dengan perbandingan
yang dilakukan terhadap lumpur dan serbuk gergaji serta menggunakan ukuran
ayakan yang berbeda.
Pratiwi, Utama & Said, (2014) mengadakan penelitian menganalisi sifat
fisik briket batubara sub-bituminus dan Black Liquor (lindi hitam) dari proses
digester pulp limbah yang jarang digunakan masyarakat sebagai perekat. Analisis
dilakukan untuk menghitung nilai kalor, kadar air lembab, kadar abu, jumlah
karbon padat, dan kadar zat terbang. Black Liquor memiliki kandungan resin yang
tinggi sehingga dapat menjadi perekat dan agglomerator pada proses briquetting.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rasio yang barvariasi, yaitu
0,5;1;1,5;2. Black Liquor (lindi hitam) dijemur dibawah matahari agar bentuk nya
lebih keras tetapi masih berbentuk liquid sehingga saat dicampurkan dengan
batubara dapat merata sempurna. Bahan- bahan seperti batubara dan Black Liquor
dicampurkan di dalam beker gelas sesuai dengan rasio komposisi. Diduk sampai
benar - benar homogen. Bahan-bahan yang sudah tercampur dicetak dengan
proses hydrolik. Cetakan briket ini adalah berbentuk selinder, tekanan yang
diberikan pada cetakan adalah sebesar 4.000 Kpa. Lama penekanan selama 30
detik. Hasil cetakan dikeringkan di dalam oven dengan suhu ± 80ºC selama ± 7
jam. Suhu dijaga agar tidak terlalu tinggi karena suhu yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan hasil cetakan menjadi retak. Hasil analisa yang didapat
memperlihatkan bahwa sifat fisik briket batubara yang memenuhi standar briket
(SNI) adalah briket dengan rasio 0,5 dan 1. Briket batubara dengan rasio 0,5
memiliki nilai kalor 6032 kal/gr, kadar air lembab 5,05% adb, kadar abu 13.25%
adb, kadar zat terbang 45,44% adb, dan fixed carbon 36,26 % adb. Briket batubara
dengan rasio 1 memiliki nilai kalor 4720 cal/gr, kadar air lembab 10,49% adb,

5
kadar abu 18,61 % adb, kadar zat terbang 49,67 % adb, dan fixed carbon 21,23 %
adb.
Gunamantha, (2015) melakukan penelitian pengaruh penambahan sludge
terhadap data analisa proksimat dan nilai kalor briket arang limbah biomassa.
Sampel sludge diperoleh dari fasilitas pengolahan lindi ditempat penimbunan
akhir (TPA) Bengkala Singaraja. Limbah bambu dan jerami yang digunakan
diperoleh dari pengerajin bambu dan lahan pertanian disekitar kota Singaraja.
Sampel sludge dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 (tiga) hari, ditumbuk
hingga halus, dan diayak dengan saringan 25 mesh. Limbah bambu dipotong
kecil-kecil hingga panjang dan lebar maksimal 3 x 3 cm sedangakan jerami
dipotong-potong hingga panjang maksimalnya 10 cm. Selanjutnya kedua limbah
biomassa tersebut diarangkan secara terpisah. Arang yang diperoleh ditumbuk dan
diayak dengan saringan 25 mesh. Briket dibuat dengan masing-masing arang
tersebut dengan variasi penambahan sludge 0%, 4%, 8%, 12%, 16%, 20%, 24%,
28%, 32%, 36%, dan 40%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
penambahan sludge mengakibatkan peningkatan kadar abu pada briket dan
penurunan pada kadar volatile matter dan nilai kalornya.
Syamsudin, (2007) melakukan penelitian pemanfaatan campuran limbah
padat industri pulp and paper dengan lindi hitam sebagai bahan biobriket. Lumpur
A berasal dari pabrik pulp dan kertas terpadu dengan bahan baku non kayu, dan
lumpur B yang berasal dari pabrik kertas dengan bahan baku kertas bekas melalui
proses deinking. Lindi hitam digunakan sebagai bahan pensubtitusi pada
pembuatan biobriket berasal dari larutan pekat sisa pemasakan pabrik pulp proses
soda. Proses pertama yaitu penyiapan bahan baku lumpur IPAL lalu dihaluskan
sampai 40 mesh partikel yang lolos, lumpur dikeringkan di udara terbuka
kemudian dihancurkan dan dihomogenkan. Lumpur yang sudah halus dan
homogen dengan berat 55 gram dicampurkan dengan lindi hitam, variasi
komposisi lindi hitam terhadap lumpur adalah 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40%
berat. Dicetak dengan alat press dengan penekanan 500, 1000, dan 1500 Kpa
selama ± 2 menit, dengan dimensi diameter ± 5 cm dan panjang ± 2,5 cm, lalu
dikeringkan dengan sinar matahari selama 3 hari. Hasil pengujian menunjukkan
Lumpur A mempunyai nilai panas 2712 kal/g dan kadar abu 29,8%; Lumpur B

6
mempunyai nilai panas 2331 kal/g dan kadar abu 25,9%; dan Lindi Hitam dari
larutan pekat sisa pemasakan pulp proses soda mempunyai nilai panas 7759 kal/g
dan kadar abu 12,1%. Pada variasi lindi hitam 0 - 40% nilai panas meningkat
menjadi 3711 dan 3513 kal/g, masing-masing untuk lumpur A dan B. Penambahan
lindi hitam menurunkan kadar abu sehingga memberi pengaruh positif terhadap
efisiensi pembakaran tetapi menaikkan kandungan logam berat pb, cd, cr, dan na.
Pada penambahan lindi hitam 30 – 40 % kuat tekan biobriket meningkat 19 – 26
kg menjadi 50 – 54 kg. Hal ini berarti kuat tekan biobriket lebih besar
dibandingkan batu bara yang memiliki kuat tekan 37 kg.
Penelitian Zhang dan Guo, (2014) menunjukkan bahwa ukuran partikel
merupakan faktor paling utama yang mempengaruhi sifat fisis briket, diikuti
kandungan air dan suhu. Briket berkualitas adalah briket yang mempunyai ukuran
partikel kecil, kandungan air rendah dan memiliki nilai kalor tinggi. Penelitian ini
sejalan dengan Saptoadi (2008), tentang dimensi dan ukuran partikel pada
biobriket terbaik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi briket harus
sekecil mungkin, tetapi partikel penyusun briket harus yang paling kasar.
Berdasarkan penelitian sebelumnya maka peneliti akan menggunakan bahan
baku limbah sludge IPAL dan lindi hitam sebagai bahan tambahan serta sebagai
perekat dalam pembuatan briket. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan
komposisi biomassa lumpur IPAL dan lindi hitam 100:0%, 90:10%, 80:20%,
70:30%, 60:40%, dengan lama karbonisasi limbah padat lumpur IPAL 15 menit,
30 menit, 45 menit,dan 60 menit. Semakin lama waktu karbonisasi maka kualitas
briket yang dihasilkan akan semakin baik pula, darikadar air sedikit, kadar volatile
yang sedikit, kuat tekan yang baik, serta lama nyala briket yang panjang.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilaksanakan adalah :


1. Menganalisi pengaruh variasi komposisi Sludge Pulp and Paper dengan
Lindi Hitam dan suhu karbonisasi terhadap nilai kalor briket yang
dihasilkan dengan uji proximat, densitas, serta uji nyala briket.
2. Membandingkan kualitas briket yang dibuat dengan briket standar SNI
NO.1/6235/2000.

7
3. Menganalisi kandungan CO, NO, dan SO pada bahan baku Sludge Pulp
and Paper sebelum dan sesudah menjadi briket.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Manfaat untuk ilmu pengetahuan sebagai bahan masukan dalam
melakukan kajian ilmiah tentang pemanfaatan limbah lumpur IPAL
produksi pulp and paper untuk mengurangi ketergantungan terhadap
batubara sebagai bahan bakar padat utama industri.
2. Memberikan informasi tentang potensi limbah lumpur IPAL produksi
pulp and paper dengan penambahan lindi hitam sebagai bahan baku
pembuatan briket.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup pada penelitian ini adalah :


Lumpur IPAL produksi limbah padat dari unit proses di industri pulp and
paper dari PT. X yang terletak di jalan Raya Minas Perawang, kecamatan
Tualang, kabupaten Siak.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN
Berisikan uraian tentang latar belakang masalah yang mendasari
pentingnya diadakan penelitian, perumusan, masalah yang akan
diteliti, tujuan dan manfaat dilakukan penelitian karbonisasi lindi
hitam dan lumpur IPAL produksi pulp and paper, serta sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan tentang uraian teori pengertian biomassa, limbah lumpur
produksi pulp and paper, limbah lindi hitam sebagai perekat,
briket, serta syarat pembuatan briket.
BAB III METODOLOGI

8
Berisikan mengenai metode yang digunakan dalam penulisan
usulan penelitian, seperti alat dan bahan penelitian, variabel
penelitian, prosedur penelitian, skema penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomassa

Pohon nipah (Nypa fruticans) merupakan tumbuhan asli pesisir Samudera


Hindia bagian timur dan Samudera Pasifik bagian barat laut. Tumbuhan ini
tersebar mulai dari Sri Lanka, Bangladesh, Brunei Darussalam, Kamboja, China

9
(Pulau Hainan), India, Indonesia, Jepang (Pulau Iriomote), Malaysia, Myanmar,
Singapura, Thailand, Vietnam, Australia bagian barat laut dan timur laut,
Mikronesia, Guam, Palau, Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon.
Habitatnya adalah daerah rawa yang berair payau atau daerah pasang surut di
dekat pantai (Febrianto, 2013).
Buah nipah memiliki sebutan yang berbeda dibeberapa negara. Di Indonesia
dan Malaysia tanaman ini disebut nipah, di Filipina disebut losa sedangkan di
Inggris disebut palm. Di Indonesia salah satu daerah terluas yang ditumbuhi oleh
tanaman nipah adalah Provinsi Riau. Hutan nipah seluas 41.530,09 ha terdapat di
sepanjang pesisir pantai Kabupaten Rokan Hilir serta Kabupaten Indragiri Hilir
(Tim BPDAS, 2006).
Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh dilingkungan hutan bakau
atau daerah pasang-surut air laut atau daerah rawa yang berair payau. Nipah
umumnya tumbuh di belakang formasi hutan mangrove di sepanjang sungai
menuju muara, di tempat tersebut banyak terdapat endapan tanah yang berasal
dari hulu sungai sehingga habitat nipah menjadi subur dan berlumpur dalam,
dengan keadaannya yang relatif lebih baik dibandingkan dengan di hulu sungai
(Subiandono et al., 2011).
Tumbuhan nipah pada umumnya tidak begitu tinggi, mempunyai buah yang
bertandan-tandan dengan berat sekitar 20-25 kg dan bersifat musiman. Masing-
masing tandan mempunyai sekitar 40-60 buah nipah yang kulit luarnya berwarna
coklat tua. Menurut Rahman dan Sudarto (1992) buah nipah yang terhimpun
dalam bentuk tandan dibagi atas 4 kelompok berdasarkan perkembangannya,
yaitu: pertama buah putik, yaitu buah yang masih berukuran sangat kecil, sebesar
kelereng. Kedua buah muda, yaitu buah yang sedang aktif menimbun cadangan
makanan dalam bentuk gula di dalam bakal buah. Tandan buah ini biasanya
disadap oleh masyarakat untuk mendapatkan air nira atau untuk pembuatan gula
aren. Ketiga buah matang, yaitu buah yang mengandung isi yang bertekstur liat,
berwarna putih seperti agar. Daging buah ini terasa manis dan biasa digunakan
oleh masyarakat untuk membuat bahan makanan yang dikenal dengan kolang–
kaling. Keempat buah tua, yaitu buah yang sudah cukup umur dan terasa ringan.
Kulitnya keras dan biasanya berwarna coklat tua sampai kehitaman. Buah inilah

10
yang biasanya banyak terbuang dan sulit untuk dimanfaatkan, karena bagian
kulitnya terlalu tebal dan keras.
Nipah memiliki buah berbentuk tipis berusuk 2-3 buah berwarna coklat
kemerahan berdiameter kisaran 13 cm. Struktur buahnya mirip dengan buah
kelapa dimana terdapat eksokarp halus, mesokarp sabut, dan endocarp keras
layaknya tempurung. Biji buah dilindungi tempurung dengan panjang 8-13 cm
dan berbentuk kerucut. Buah nipah yang terhimpun dalam bentuk tandan dibagi
atas 4 kelompok berdasarkan perkembangannya. Bagian-bagian nipah yang dapat
dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk antara lain: daging buah nipah
dapat digunakan sebagai bahan makanan, nira nipah umumnya disadap hanya
untuk diminum, sedangkan daun nipah dimanfaatkan sebagai bahan pembuat atap,
dinding, aneka keranjang anyaman dan untuk pembungkus rokok. Sedangkan
kulit nipah belum dimanfaatkan secara maksimal (Mirad, S et al., 2008) dalam
(Faujiah, 2016).
Klasifikasi ilmiah tumbuhan nipah (Natsir, 2013) dalam (Faujiah, 2016).
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Nypa
Spesies : Nypa fruticans

2.2 Perekat

Perekat merupakan suatu bahan yang mampu menggabungkan bahan


dengan cara perpautan antara permukaan yang dapat diterangkan dengan prinsip
kohesi dan adhesi. Tujuan pemberian perekat (bahan pengikat) adalah untuk
memberikan lapisan tipis pada permukaan briket sebagai upaya memperbaiki
konsistensi atau kerapatan dari briket yang dihasilkan. Perekat yang biasa
digunakan untuk membuat briket dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu:

11
1. Perekat organik, merupakan perekat yang efektif, tidak terlalu mahal dan
menghasilkan abu yang relatif sedikit. Contoh perekat organik adalah kanji, sagu
dan tar
2. Perekat anorganik, merupakan perekat yang dapat menjaga ketahanan briket
dalam proses pembakaran, sehingga briket menjadi tahan lama. Selain itu, perekat
ini juga memiliki daya lekat yang kuat dibandingkan perekat organik, akan tetapi
biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dan menghasilkan abu yang lebih banyak
dibandingkan perekat organik. Perekat pabrik seperti lem yang tersedia di pasaran
merupakan salah satu perekat anorganik. Contoh lain dari pengikat anorganik
antara lain semen, lempung dan natrium silika (Putra et al., 2013).
Terdapat dua golongan perekat dalam pembuatan briket, yaitu perekat yang
berasap (tar, pitch, clay, molasses) dan perekat yang kurang berasap (pati, dekstin,
dan tepung beras). Pemakaian pitch, clay dan molasses sebagai bahan perekat
menghasilkan briket yang berkekuatan tinggi tetapi mengeluarkan banyak asap
jika dibakar yang disebabkan adanya komponen yang mudah menguap. Bahan
perekat pati, dekstrin dan tepung beras akan menghasilkan briket yang tidak
berasap dan tahan lama tetapi nilai kalornya tidak tinggi. Jenis perekat yang
digunakan adalah salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan saat
pembriketan dengan tujuan agar briket akan melepaskan panas maksimum. Dan
tujuan pembuatan briket adalah untuk menghasilkan sumber bahan bakar yang
baik dan efisien energi yang tinggi maka penggunaan persentase bahan perekat
adalah salah satu campuran yang harus dipertimbangkan (Rezvani, 2016).
Tapioka adalah salah satu pengikat organik yang memiliki kadar karbohidrat
cukup tinggi. Mempunyai kadar amilosa 17% dan amilopektin 83%. Amilosa
memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket.
Sumber-sumber karbohidrat lain yang mengandung amilum dan amilopektin
adalah gandum, kentang, sagu, jagung dan beras. Masing-masing mempunyai
rasio amilosa atau amilopektin yang berbeda, biasanya mendekati perbandingan
1:3. Kanji adalah perekat tapioka yang dibuat dari tepung tapioka dicampur air
dalam jumlah tidak melebihi 70% dari berat serbuk arang dan kemudian
dipanaskan sampai menjadi jeli. Pencampuran kanji dengan serbuk arang harus
tercampur dengan merata. Pencampuran tersebut dapat dilakukan dengan dua

12
cara, yaitu: pertama dengan cara manual, pencampuran dilakukan dengan
meremas-remas menggunakan tangan sedangkan cara kedua pencampuran dapat
dilakukan oleh mixer (Lubis, 2015).
Bahan perekat dari tumbuh-tumbuhan seperti pati (tapioka) memiliki
keuntungan dimana jumlah perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan menggunakan bahan perekat hidrokarbon. Bahan
perekat tapioka memiliki kelemahan yaitu sifatnya dapat menyerap air dari udara
sehingga tidak baik apabila berada dalam kelembaban udara yang tinggi.
Karakteristik bahan baku perekat untuk pembuatan briket adalah memiliki gaya
kohesi yang baik bila dicampurkan dengan bioarang, mudah terbakar, tidak
berasap, mudah didapat dalam jumlah banyak, murah harganya, tidak
mengeluarkan bau, menghasilkan kekuatan rekat kering yang tinggi,
tidak beracun dan tidak berbahaya (Rezvani, 2016).

2.3 Proses Karbonisasi

Teknologi karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran dengan udara


terbatas tanpa kehadiran oksigen terhadap material-material organik yang
menghasilkan arang dan mengubah kadar fixed carbon yang rendah menjadi
tinggi dengan meningkatkan nilai kalor (Nurma, 2012). Hasil karbonisasi adalah
berupa arang yang tersusun atas karbon dan berwarna hitam. Pada umumnya
proses ini dilakukan pada temperatur 500-800oC. Kandungan zat yang mudah
menguap akan hilang sehingga terbentuk struktur pori awal (Widowati, 2003).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses karbonisasi yaitu:
1. Ukuran Partikel
Ukuran partikel yang semakin kecil dapat membentuk briket yang baik
sehingga akan menghasilkan rongga yang lebih kecil pula, sebaliknya dengan
ukuran partikel yang cukup besar akan sulit dilakukan perekatan sehingga
mempengaruhi kuat tekan.
2. Waktu Karbonisasi
Waktu karbonisasi, tergantung pada jenis bahan baku yang akan diolah,
misalnya sekam padi memerlukan waktu 1-2 jam dan kayu memerlukan waktu 2-
5 jam.

13
3. Suhu Karbonisasi
Karbonisasi dilakukan pada temperatur diatas 170oC akan menghasilkan
CO, CO2 dan asam asetat. Pembentukan karbon akan terjadi pada temperatur
400oC-600oC selama 1-2 jam dalam suatu sistem yang sedikit mungkin
berhubungan dengan udara. Untuk mempertinggi daya serap karbon perlu
dilakukan tahapan selanjutnya yaitu proses aktivasi (Ony, 2011).
Tahapan-tahapan dalam pembakaran bahan bakar padat adalah sebagai
berikut:
1. Pengeringan proses pembakaran bahan bakar mengalami proses kenaikan
temperatur yang akan mengakibatkan menguapnya kadar air yang berada pada
permukaan bahan bakar, sedangkan untuk kadar air yang berada di dalam akan
menguap melalui pori-pori bahan bakar padat
2. Devolatilisasi yaitu proses bahan bakar mulai mengalami dekomposisi setelah
terjadi pengeringan
3. Pembakaran arang, sisa dari pirolisis adalah arang dan sedikit abu, kemudian
partikel bahan bakar mengalami tahapan oksidasi arang yang memerlukan 70-80%
dari total waktu pembakaran.
Selama proses karbonisasi, gas-gas yang bisa terbakar seperti, CO, CH4, H2,
formaldehid, methana, asam formiat dan asam asetat serta gas-gas yang tidak bisa
terbakar seperti CO2, H2O dan tar cair dilepaskan. Gas-gas yang dilepaskan pada
proses ini mempunyai nilai kalor yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan kalor pada proses karbonisasi (Surono, 2010) dalam (Rezvani, 2016).
Arang merupakan bahan padat yang berpori dan merupakan hasil
pengarangan bahan yang mengandung karbon. Sebagian besar pori-pori arang
masih tertutup oleh hidrokarbon, tar dan senyawa organik lain yang komponennya
terdiri dari karbon tertambang (Fixed Carbon), abu, air, nitrogen dan sulful.
Sedangkan bioarang, merupakan arang yang diperoleh dengan membakar
biomassa kering dengan udara terbatas. Biomassa adalah bahan organik yang
dihasilkan melalui proses fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan.
Contohnya adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah
hutan, tinja dan kotoran ternak (Astuti, 2016).

14
2.4 Briket dan Bioarang

(Nuriana et al., 2014) dalam (Rezvani, 2016) menjelaskan bahwa briket


merupakan bahan bakar padat dari bahan organik yang mengandung karbon,
memiliki nilai kalor yang tinggi, dan dapat menyala dalam waktu yang lama.
Sedangkan bioarang, merupakan arang yang diperoleh dengan membakar
biomassa misalnya kayu, ranting, dedaunan, rumput, jerami ataupun limbah
pertanian dengan udara terbatas. Dan yang dimaksud dengan briket bioarang
adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan arang yang terbuat dari
bioarang (Rezvani, 2016).
Menurut Fachry et al., (2010), syarat briket yang baik adalah yang
permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam ditangan. Sebagai
bahan bakar briket harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mudah menyala
2. Tidak mengeluarkan asap
3. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun
4. Kedap air dan hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu
lama
5. Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu laju pembakaran dan suhu
pembakaran yang baik).
Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik pembakaran briket, antara
lain: (Jamilatun, 2011)
1. Laju pembakaran briket semakin tinggi dengan semakin tingginya kandungan
senyawa yang mudah menguap (volatile matter)
2. Briket dengan nilai kalor yang tinggi dapat mencapai suhu pembakaran yang
tinggi dan pecampaian optimumnya cukup lama
3. Semakin besar kerapan (density) briket, maka semakin lambat laju
pembakaran yang terjadi. Namun semakin besar kerapatan briket
menyebabkan semakin tinggi pula nilai kalornya.
Keuntungan dari briket bioarang adalah sebagai berikut: (Thoha dan Fajrin,
2010)
1. Ukuran dapat disesuaikan dengan kebutuhan
2. Porositas dapat diatur untuk memudahkan pembakaran

15
3. Mudah dipakai sebagai bahan bakar.
Secara umum beberapa spesifikasi briket yang dibutuhkan oleh konsumen
adalah sebagai berikut: (Fachry et al., 2010)
1. Daya tahan briket
2. Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk penggunaannya
3. Bersih (tidak berasap), terutama untuk sektor rumah tangga
4. Bebas gas-gas berbahaya
5. Sifat pembakaran yang sesuai dengan kebutuhan (kemudian dibakar, efisiensi
energi pembakaran yang stabil).
Faktor jenis bahan baku sangat mempengaruhi besarnya nilai kalor bakar
briket bioarang yang dihasilkan. Kadar karbon terikat yang tinggi akan
menyebabkan tingginya nilai kalor bakar briket bioarang. Tiap bahan baku
memiliki kadar karbon terikat yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan nilai
kalor bakar yang berbeda-beda pula untuk tiap jenis bahan baku briket bioarang.
Bahan baku yang memiliki kadar karbon terikat yang tinggi akan menghasilka
nilai kalor bakar briket bioarang yang tinggi pula. Semakin tinggi kadar karbon
terikat akan semakin tinggi pula nilai kalornya, karena setiap ada reaksi oksidasi
akan menghasilkan kalori (Hendra dan Winarni, 2010). Selain nilai kalor, sebuah
briket juga memiliki standar mutu lainnya. Adapun standar mutu briket bioarang
di beberapa negara dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu Briket Arang di Negara Jepang, Inggris, Amerika dan
Indonesia
SNI
Sifat arang briket Jepang Inggris Amerika No.1/6235/2
000

Kadar Air (%) 6-8 3,6 6,2 8


Kadar zat menguap (%) 15-30 16,4 19–28 15
Kadar Abu (%) 3-6 5,9 8,3 8
Kadar karbon terikat (%) 60–80 75,3 60 77
Kerapatan (gr/ cm3 ) 1,0-1,2 0,46 1 -
Keteguhan tekan (Kg/ cm2) 60-65 12,7 62 -
Nilai Kalor (kal/ gr) 6000–7000 7289 6230 5000

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (1994) dalam Wijayanti (2009)

16
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakasanakan di Laboratorium Kehutanan Fakultas

Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Anorganik Fakultas Matematika dan

17
Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Konversi Energi Fakultas Teknik

Universitas Riau, penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2019.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah nipah, tepung

tapioka, tepung sagu dan air. Alat yang digunakan adalah tabung pembakaran,

lesung dan alu sebagai alat penghalus, kompor, panci, alat pengaduk, cetakan

briket berbentuk silinder dengan ukuran diameter 3 cm dan tinggi 6 cm yang telah

dimodifikasi, timbangan analitic, saringan dengan ukuran 60 mesh, alat press

hidrolic, oven, bomb calorimeter, kamera sebagai alat dokumentasi, alat tulis dan

stopwatch.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor yang terdiri dari enam perlakuan dan

empat kali ulangan. Berikut adalah faktor yang digunakan dalam penelitian:

1. Faktor I: Jenis perekat

H1 = Perekat tapioka
H2 = Perekat sagu

2. Faktor II: Konsentrasi perekat

P1 = 20% perekat dari berat campuran bahan baku


P2 = 25% perekat dari berat campuran bahan baku
P3 = 30% perekat dari berat campuran bahan baku

Adapun kombinasi perlakuan jenis perekat yang akan digunakan dalam

pembuatan briket bioarang dapat dilihat pada Tabel 2.


Tabel 2. Kombinasi dan Ulangan Perlakuan

18
Konsentrasi Perekat
Jenis Perekat
P1 P2 P3

H1P11 H1P21 H1P31


H1P12 H1P22 H1P32
H1 H1P13 H1P23 H1P33

H1P14 H1P24 H1P34

H2P11 H2P21 H2P31


H2P12 H2P22 H2P32

H2 H2P13 H2P23 H2P33


H2P14 H2P24 H2P34

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Pengumpulan Bahan

Bahan penelitian dalam pembuatan briket bioarang ini diperoleh dari

Kepenghuluan Bagan Punak Meranti, Kecamatan Bangko, Kabupaten Rokan

Hilir, Provinsi Riau. Buah nipah yang dipilih adalah buah yang sudah matang atau

tua (dapat dipisahkan dari tandannya) dan dapat dibedakan bagian endosperm dan

pericarpnya. Bagian kulit buah nipah yang digunakan meliputi bagian pericarp

(endocarp, mesocarp dan exocarp).

19
Gambar 1. Contoh bahan baku (dokumentasi pribadi)

Gambar 2. Buah nipah (dokumentasi pribadi)

Gambar 3. Buah nipah yang telah dibelah (dokumentasi pribadi)

3.4.2 Proses Karbonisasi Kulit Buah Nipah

Buah nipah yang telah terkumpul terlebih dahulu dibelah dua, kemudian

daging buah nipah dibuang dan dibersihkan dari kotoran yang menempel lalu kulit

buah nipah dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari atau sampai benar-benar

kering. Selanjutnya yaitu proses karbonisasi, kulit buah nipah yang telah kering

20
diarangkan dengan cara memasukkan kulit buah nipah ke dalam tabung

pembakaran kemudian tabung ditutup lalu membakarnya. Kemudian bioarang dari

tabung pembakaran dikeluarkan dan dipisahkan dengan yang menjadi abu, lalu

bioarang dihaluskan. Terakhir bioarang yang telah dihaluskan diayak

menggunakan ayakan 60 mesh sampai diperoleh bioarang halus yang siap dicetak

menjadi briket.

3.4.3 Pembuatan Perekat

Pembuatan perekat berupa larutan tepung tapioka dan tepung sagu

dilakukan dengan cara yaitu masing-masing tepung diencerkan menggunakan air

dengan perbandingan 3:1. Campuran ini kemudian dipanaskan sampai matang

(selama ±15 menit pada suhu 70ºC). Atau matangnya perekat dapat ditandai

dengan perubahan warna campuran dari putih keruh menjadi bening.

3.4.4 Pembuatan Briket

Serbuk bioarang kulit buah nipah ditimbang sebanyak ±30 gr kemudian

dicampur dengan perekat larutan tepung tapioka sesuai dengan konsentrasi

perekat (20, 25, dan 30%), perlakuan yang sama dilakukan pada perekat larutan

tepung sagu sehingga didapatkan adonan briket. Adonan briket dicetak pada

cetakan silinder yang telah dimodifikasi dan ditekan dengan alat press hidrolic.

Adapun untuk mengetahui massa setiap 1 unit briket bioarang kulit buah nipah

yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Briket bioarang yang telah dibuat kemudian dikeringkan. Pengeringan

dilakukan dalam oven pada suhu 105 ±2oC selama ±2 jam. Lalu briket bioarang

21
dikeringkan lagi selama ±3 hari didalam ruangan. Pengeringan ini diberikan agar

briket kering kadar airnya berkisar antara 7-15 %. Adapun diagram alur proses

pembuatan briket bioarang dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.5 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan berdasarkan SNI No.1/6235/2000 diantaranya

yaitu pengujian kadar air, kerapatan, nilai kalor, kadar abu, kadar zat menguap dan

kadar karbon terikat. Dengan cara sebagai berikut:

1. Kadar Air (SNI 01-6235-2000)

Cawan kosong ditimbang hingga konstan, kemudian dimasukkan sampel

kedalam cawan sebanyak dua gram. Sampel diratakan dan dimasukkan kedalam

oven pada suhu 105 ±2oC selama 3 jam dan didinginkan dalam desikator.

Selanjutnya ditimbang sampai bobotnya konstan. Kadar air dihitung dengan

menggunakan persamaan :

Kadar Air (%) = x 100%

Keterangan: w1 = Berat contoh sebelum oven (gram)


w2 = Berat contoh setelah oven (gram)

2. Kerapatan (SNI 01-6235-2000)

Kerapatan pada umumnya dinyatakan dalam perbandingan berat dan

volume, yaitu dengan cara menimbang dan mengukur volume dalam keadaan

kering udara. Kerapatan briket dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

22
Kerapatan (g/cm3) = 𝑚/V

Keterangan : m = Bobot briket (g)


V = Volume (cm3)

3. Nilai Kalor (SNI 01-6235-2000)

Nilai kalor mempengaruhi kualitas briket bioarang, briket yang berkualitas

tinggi memiliki nilai kalor yang tinggi. Pengukuran nilai kalor bakar dihitung

berdasarkan kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun dilepaskan

oleh suatu benda. Nilai kalor diukur dengan alat bomb kalorimeter dan dihitung

dengan rumus (Argandamulya, 2007):

Q = m × Cv (t2 – t1 )

Keterangan : Q = Nilai kalor (K/g)


m = Berat bahan yang dibakar (g)
Cv = Panas jenis bomb kalorimeter (kJ/kg °C)
t1 = Suhu mula-mula (°C)
t2 = Suhu setelah pembakaran(°C)

4. Kadar Abu (SNI 01-6235-2000)

Cawan porselin yang telah bersih diovenkan pada suhu 115 ±2 oC selama 2

jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama ½ jam selanjutnya ditimbang

(A gram). Kedalam cawan porselin ditimbang lebih kurang 1 gram contoh (B

gram). Selanjutnya ditanurkan pada suhu 900 ±2oC selama 3 jam lalu didinginkan

dalam desikator selama ½ jam kemudian ditimbang (C gram). Menghitung kadar

abu dengan rumus:

Kadar abu (%) = x 100%

23
5. Kadar Zat Menguap (SNI 01-6235-2000)

Cawan Porselin yang telah bersih diovenkan pada suhu 105 ±2oC selama 2

jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama ½ jam selanjutnya ditimbang

(A gram). Kedalam cawan porselin ditimbang lebih kurang 1 gram contoh (B

gram). Selanjutnya ditanurkan pada suhu 950 ±2oC selama 7 menit lalu

didinginkan dalam desikator selama ½ jam kemudian ditimbang (C gram).

Menghitung kadar zat menguap dengan rumus:

Kadar zat menguap (%) = x 100%

6. Kadar Karbon Terikat (SNI 01-6235-2000)

Karbon terikat adalah fraksi karbon (C) dalam briket, selain fraksi zat

mudah menguap dan abu. Kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut :

Kadar karbon terikat (%) = 100 – ( V + A) %

Keterangan : V = Kadar zat mudah menguap (%)


A = Kadar Abu (%)

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik

menggunakan Analisis Of Variance (ANOVA) dan dianalisis lebih lanjut

menggunakan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. BPDAS. 2006. Penyebaran Luas dan Jenis Mangrove/Asosiasi


Mangrove Wilayah Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II.
BPDAS Indragiri Rokan. Riau. http://bphm-
ii.simrlps.dephut.go.id/index.php?opt ion=com_content&view=articl
e&id=50:penyebaran-luas-danjenis-mangrove-asosiasimangrove-
wilayah-balaipengelolaan-hutan-mangrovewilayah-ii-
&catid=47:laporan&Itemid= JOM Faperta Vol.3 No. 1Februari 2016 72.
[Diakses pada tanggal 23 Januari 2019].
Argandamulya. 2007. Pemanfaatan Tandan Kosong dan Cangkang Kelapa Sawit
Sebagai Briket Arang. [tesis]. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Astuti, J., Defri Yoza dan Rudianda Sulaeman. 2016. Potensi Biomassa Nipah
(Nypa Fruticans Wurmb.) Di Desa Lubuk Muda Kecamatan Siak Kecil
Kabupaten Bengkalis. JOM Faperta. Vol 3No 1.
Fachry, R., Tuti Indah Sari, Arco Yudha Dipura dan Jasril Najamudin. 2010.
Mencari Suhu Optimal Proses Karbonisasi dan Pengaruh Pencampuran

25
Batu Bara Terhadap Kualitas Briket Eceng Gondok. Jurnal Teknik Kimia.
17 no. 2.
Faujiah, 2016. Pengaruh Konsentrasi Perekat Tepung Tapioka Terhadap Kualitas
Briket Arang Kulit Buah Nipah (Nyfa fruticans wurmb). Skripsi
(Dipublikasikan). UIN Alauddin Makassar: Makassar.
Febrianto, M. Arie, Ika Atsari Dewi dan Panji Deoranto. 2013. Pemanfaatan Kulit
Buah Nipah Untuk Pembuatan Briket Bioarang Sebagai Sumber Energi
Alternatif. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 14 No. 1 [April 2013] 65-72
Hendra, D dan I. Winarni. 2003. Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang Campuran
Limbah Kayu Gergajian dan Sabetan Kayu. Badan Penelitian dan
Pengembang.
Jamilatun, S. 2011. Kualitas Sifat-Sifat Penyalaan dari Pembakaran Briket
Tempurung Kelapa, Briket Serbuk Gergaji Kayu Jati, Briket Sekam Padi
dan Briket Batubara. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Kejuangan ISSN 1693-4393.
Kristanto, P. 2013. Ekologi Industri Edisi Kedua. ANDI Offsct: Yogyakarta.
Lestari, L., Aripin, Yanti, Zainudin, Sukmawati dan Marliani. 2010. Analisis
Kualitas Briket Arang Tongkol Jagung yang Menggunakan Bahan
Perekat Sagu dan Kanji. Jurnal Fisika. 6(2), 93-96.
Lubis AS. 2015. Pengaruh Torefaksi dan Komposisi Bahan Terhadap Kualitas
Biopelet Bagas daKulit Kacang Tanah. [tesis]. Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Nurma, W. Kindriari, Retno Dewati, Rezy Putri Regilia dan Tieka Kharisma .
2013. Briket Arang Kulit Kacang Tanah Dengan Proses Karbonisasi.
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industry UPN “Veteran”:
Surabaya.
Ony. 2011. Briket Arang Energi Alternatif, http://onyhts.blogspot.com/2011/05/
briket-arang-energi-alternatif_5716.html. [Diakses pada tanggal 23
Januari 2019].
Putra HP, Mokodompit M, Kutari, Adik P. 2013. Study Karakteristik Briket
Berbahan Dasar Limbah Bambu dengan Menggunakan Perekat Nasi.
Jurnal Teknologi. 6(2):116-123.
Rahman, A. K. dan Y. Sudarto. 1992. Nipah Sumber Pemanis Baru. Kanisius:
Yogyakarta.
Rezvani, A. Ika. 2016. Produksi Biopelet Dan Biobriket Dari Ampas Seduhan Dan
Cangkang Biji Kopi Dengan Dan Tanpa Pra Perlakuan Bahan Pada
Berbagai Komposisi Perekat Bogor. Skripsi (Dipublikasikan). Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
Samsinar, 2014. Penentuan Nilai Kalor Briket Dengan Memvariasikan Berbagai
Bahan Baku. Skripsi (Dipublikasikan). UIN Alauddin Makassar.
Makassar.

26
Subiandono, E.,Heriyanto, N.M., Endang, K. 2011. Potensi dan Sebaran Nipah
(Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb.) sebagai Sumber Daya Pangan.
[Jurnal]. Bogor.
Suryani, I., M. Yusuf Permana U., M. Hatta Dahlan. 2012. Pembuatan Briket
Arang Dari Campuran Buah Bintaro dan Tempurung Kelapa
Menggunakan Perekat Amilum. Jurnal Teknik Kimia. 18 no 1.
Thoha, Yusuf dan Dian Ekawati Fajrin. 2010. Pembuatan Briket Arang Dari Daun
Jati dengan Sagu Aren sebagai Pengikat. Jurnal Teknik Kimia. 17 no.1.
Widowati, S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan
Olahan dalam Upaya Menunjang Divertifikasi Pangan. Makalah Pribadi
Pengantar ke Falsafah Sains. Program Sarjan a S3. Institut Pertanian
Bogor: Bogor.
Wijayanti, Diad Sundari. 2009. Karakteristik Briket Arang dari Serbuk Gergaji
dengan Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit. Skripsi
(Dipublikasikan). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku

Diketahui: Tinggi tabung = 6 cm

Diameter = 3 cm

Kerapatan briket = 0,7

Ditanya: Massa briket ?

Dijawab:

Volume = π × r2 × t

= 3,14 × 1,52 × 6

= 42,4

Massa = Kerapatan × volume

= 0,7 × 42,4

= 29,68

27
= 30

Jadi, massa 1 unit briket adalah 30 gr terdiri dari bioarang kulit buah nipah

dan perekat. Berikut adalah berat perekat yang digunakan dalam setiap perlakuan:

P1 = 20% perekat dari berat campuran bahan baku

= 20% × 30 gr

= 6 gr

P1 = perekat + bioarang

= 6 gr + 24 gr

P2 = 25% perekat dari berat campuran bahan baku

= 25% × 30 gr

= 7,5 gr

P2 = perekat + bioarang

= 7,5 gr + 22,5 gr

P3 = 30% perekat dari berat campuran bahan baku

= 30% × 30 gr

= 9 gr

P3 = perekat + bioarang

= 9 gr + 21 gr

28
Lampiran 2. Diagram alur proses pembuatan briket bioarang kulit buah nipah

Kulit buah
nipah

Dibersihkan

Pengeringan

Karbonisasi

Bioarang kulit
buah nipah
penghalusan

Penggilingan &
pengayakan

Ayakan 60 mesh

Bioarang halus 29
Perekat tapioka Perekat sagu
20%, 25%, 30% Pembuatan
Briket
Pencetakan
bioarang
adonan
& 20%, 25%, 30%
kulit
pengeringan
buah
briketnipah
30

Anda mungkin juga menyukai