PENDAHULUAN
2
Limbah cair dari proses pengolahan pulp dengan proses soda dikenal
sebagai lindi hitam yang mengandung polutan organik cukup tinggi. Kandungan
bahan organik dalam limbah cair tersebut sebagian besar merupakan lignin
terlarut dengan tingkat pH yang relatif tinggi (>7), sedangkan sisanya merupakan
komponen karbohidrat yang lebih mudah diuraikan secara biologis. Lignin
merupakan komponen terbesar yang memberikan warna coklat-hitam pada lindi
hitam dan biasanya sulit atau hampir tidak dapat diolah secara bio-oksidasi.
Lindi hitam (black liquor) yang merupakan sumber limbah cair dari industri
pulp, selama ini dimanfatkan dalam proses pemulihan bahan kimia. Pada pabrik
skala kecil, lindi hitam hanya dibuang tanpa pemulihan bahan kimia karena
nilainya tidak ekonomis lagi. Menurut Faizul Falah (2007) lindi hitam memiliki
komponen utama air serta senyawa organik yang berasal dari sisa cairan pemasak
serpih kayu dari hasil reaksi yang terjadi selama proses pemasakan berlangsung.
Lindi hitam yang merupakan hasil sampingan pabrik pulp merupakan bahan
bakar cair dalam industri pulp dan kertas. Lindi hitam terdiri dari bahan-bahan
sisa proses pemasakan pulp. Lignin dan bahan organik lainnya yang mencapai
setengah dari massa kayu keluar dari digester sebagai lindi hitam. Lindi hitam
mengubah energi kimia yang dikandungnya menjadi energi panas melalui proses
pembakaran yang menghasilkan abu inorganik dan gas (Marklund, 2008). Dalam
pengelolaan limbah padat ini lindi hitam digunakan sebagai perekat maupun
subtitusi pada pembuatan briket dari limbah padat industri pulp dan kertas.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh komposisi bahan baku
dan suhu karbonisasi dalam pembuatan briket sludge pulp and paper dengan lindi
hitam sebagai subtitusi maupun perekat yang akan dijadikan bahan bakar padat
melalui proses karbonisasi sebelum diolah menjadi briket.
3
70%, lumpur 30%), briket C (serpihan kertas 60%, lumpur 40%), briket D
(serpihan kertas 50%, lumpur 50%), briket E (serpihan kertas 40%, lumpur 60%),
briket F (serpihan kertas 30%, lumpur 70%). Pembriketan yaitu peneetakan
adonan arang dan perekat pada alat eetak dengan tekanan 30 kg/em. Briket hasil
cetakan dikeringkan dengan suhu 50°C di oven. Briket yang sudah kering ditandai
dengan berat briket yang konstan. Variasi komposisi campuran briket yang
menghasilkan nilai kalor tertinggi adalah model D dengan variasi campuran 50%
serpihan kertas, 50% lumpur. Briket yang dihasilkan memiliki kandungan energi
6670,64 kal/gr, suhu bara 150°C, lama membara 30 menit, tidak berasap, tidak
berjelaga, aman polusi, bentuk menarik. Briket yang dihasilkan memiliki harga
yang lebih murah dibandingkan briket yang lain. Briket ini dijual dengan harga <
Rp. 300; sedangkan briket lain dijual > Rp. 300;. Maka briket dapat digunakan
sebagai energi alternatif serta mampu membantu mengatasi masalah peneemaran
tanah dengan biaya murah.
Sissar & Euis, (2019) mengadakan penelitian briket dengan bahan baku
utama berupa lumpur IPAL kawasan industri di jawa timur, serbuk gergaji kayu,
tetes tebu dengan konsentrasi 15% sebagai bahan perekat. Dilakukan pengeringan
terhadap lumpur IPAL pada sinar matahari selama 3 hari/menggunakan oven
dengan suhu 105ºC selama 6 jam. Dilakukan uji pendahuluan terhadap lumpur
IPAL diantaranya berupa uji kalor, kadar abu dan kadar air. Serbuk gergaji kayu
ditumbuk hingga halus kemudian diayak dengan variasi ukuran butir (mesh) =
20,40, dan 60. Lumpur IPAL ditumbuk hingga halus kemudian diayak dengan
variasi ukuran butir (mesh) = 20,40, dan 60. Lumpur IPAL dicampur dengan
serbuk gergaji kayu dan perekat (molase) dengan variasi perbandingan antara
lumpur IPAL dan serbuk gergaji kayu (%) = (100:0) ; (90:10) ; (80:20) ; (60:40) ;
(50:50) ; (40:60) ; (20:80). Serbuk gergaji kayu, lumpur dan tetes tebu dicampur
menjadi adonan sehingga mencapai berat total 150 gram. Kemudian adonan
tersebut dicetak dengan diameter 6 cm, tinggi cetakan briket 8 cm. Dipress dengan
alat press yang menggunakan dongkrak hidrolik, selanjutnya didiamkan beberapa
saat. Mengoven dengan suhu 105ºC selama 12 jam untuk menghilangkan kadar
air pada briket. Lumpur yang digunakan sebagai sampel memiliki kadar air yang
sangat tinggi. Pengeringan menjadi hal penting dalam penggunaan bahan baku
4
lumpur ini. Tinggi nya kadar air dapat mempengaruhi terhadap analisi nilai kalor,
oleh karna itu perlakuan awal terhadap sampel lumpur berupa pengeringan dengan
suhu yang konstan (105ºC) perlu dilakukan. Hasil analisi briket terbaik terdapat
pada perbandingan 20:80 dengan menggunakan ayakan 60 mesh, memiliki nilai
kalor 4366,8 kal/g, kadar air 1,26% dan kadar abu 1,32%. Nilai kalor pada briket
masih belum memenuhi baku mutu dari SNI 4931 Tahun 2010, minimnya nilai
kalor yang dihasilkan bisa juga karena variabel perlakuan, dengan perbandingan
yang dilakukan terhadap lumpur dan serbuk gergaji serta menggunakan ukuran
ayakan yang berbeda.
Pratiwi, Utama & Said, (2014) mengadakan penelitian menganalisi sifat
fisik briket batubara sub-bituminus dan Black Liquor (lindi hitam) dari proses
digester pulp limbah yang jarang digunakan masyarakat sebagai perekat. Analisis
dilakukan untuk menghitung nilai kalor, kadar air lembab, kadar abu, jumlah
karbon padat, dan kadar zat terbang. Black Liquor memiliki kandungan resin yang
tinggi sehingga dapat menjadi perekat dan agglomerator pada proses briquetting.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rasio yang barvariasi, yaitu
0,5;1;1,5;2. Black Liquor (lindi hitam) dijemur dibawah matahari agar bentuk nya
lebih keras tetapi masih berbentuk liquid sehingga saat dicampurkan dengan
batubara dapat merata sempurna. Bahan- bahan seperti batubara dan Black Liquor
dicampurkan di dalam beker gelas sesuai dengan rasio komposisi. Diduk sampai
benar - benar homogen. Bahan-bahan yang sudah tercampur dicetak dengan
proses hydrolik. Cetakan briket ini adalah berbentuk selinder, tekanan yang
diberikan pada cetakan adalah sebesar 4.000 Kpa. Lama penekanan selama 30
detik. Hasil cetakan dikeringkan di dalam oven dengan suhu ± 80ºC selama ± 7
jam. Suhu dijaga agar tidak terlalu tinggi karena suhu yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan hasil cetakan menjadi retak. Hasil analisa yang didapat
memperlihatkan bahwa sifat fisik briket batubara yang memenuhi standar briket
(SNI) adalah briket dengan rasio 0,5 dan 1. Briket batubara dengan rasio 0,5
memiliki nilai kalor 6032 kal/gr, kadar air lembab 5,05% adb, kadar abu 13.25%
adb, kadar zat terbang 45,44% adb, dan fixed carbon 36,26 % adb. Briket batubara
dengan rasio 1 memiliki nilai kalor 4720 cal/gr, kadar air lembab 10,49% adb,
5
kadar abu 18,61 % adb, kadar zat terbang 49,67 % adb, dan fixed carbon 21,23 %
adb.
Gunamantha, (2015) melakukan penelitian pengaruh penambahan sludge
terhadap data analisa proksimat dan nilai kalor briket arang limbah biomassa.
Sampel sludge diperoleh dari fasilitas pengolahan lindi ditempat penimbunan
akhir (TPA) Bengkala Singaraja. Limbah bambu dan jerami yang digunakan
diperoleh dari pengerajin bambu dan lahan pertanian disekitar kota Singaraja.
Sampel sludge dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 (tiga) hari, ditumbuk
hingga halus, dan diayak dengan saringan 25 mesh. Limbah bambu dipotong
kecil-kecil hingga panjang dan lebar maksimal 3 x 3 cm sedangakan jerami
dipotong-potong hingga panjang maksimalnya 10 cm. Selanjutnya kedua limbah
biomassa tersebut diarangkan secara terpisah. Arang yang diperoleh ditumbuk dan
diayak dengan saringan 25 mesh. Briket dibuat dengan masing-masing arang
tersebut dengan variasi penambahan sludge 0%, 4%, 8%, 12%, 16%, 20%, 24%,
28%, 32%, 36%, dan 40%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
penambahan sludge mengakibatkan peningkatan kadar abu pada briket dan
penurunan pada kadar volatile matter dan nilai kalornya.
Syamsudin, (2007) melakukan penelitian pemanfaatan campuran limbah
padat industri pulp and paper dengan lindi hitam sebagai bahan biobriket. Lumpur
A berasal dari pabrik pulp dan kertas terpadu dengan bahan baku non kayu, dan
lumpur B yang berasal dari pabrik kertas dengan bahan baku kertas bekas melalui
proses deinking. Lindi hitam digunakan sebagai bahan pensubtitusi pada
pembuatan biobriket berasal dari larutan pekat sisa pemasakan pabrik pulp proses
soda. Proses pertama yaitu penyiapan bahan baku lumpur IPAL lalu dihaluskan
sampai 40 mesh partikel yang lolos, lumpur dikeringkan di udara terbuka
kemudian dihancurkan dan dihomogenkan. Lumpur yang sudah halus dan
homogen dengan berat 55 gram dicampurkan dengan lindi hitam, variasi
komposisi lindi hitam terhadap lumpur adalah 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40%
berat. Dicetak dengan alat press dengan penekanan 500, 1000, dan 1500 Kpa
selama ± 2 menit, dengan dimensi diameter ± 5 cm dan panjang ± 2,5 cm, lalu
dikeringkan dengan sinar matahari selama 3 hari. Hasil pengujian menunjukkan
Lumpur A mempunyai nilai panas 2712 kal/g dan kadar abu 29,8%; Lumpur B
6
mempunyai nilai panas 2331 kal/g dan kadar abu 25,9%; dan Lindi Hitam dari
larutan pekat sisa pemasakan pulp proses soda mempunyai nilai panas 7759 kal/g
dan kadar abu 12,1%. Pada variasi lindi hitam 0 - 40% nilai panas meningkat
menjadi 3711 dan 3513 kal/g, masing-masing untuk lumpur A dan B. Penambahan
lindi hitam menurunkan kadar abu sehingga memberi pengaruh positif terhadap
efisiensi pembakaran tetapi menaikkan kandungan logam berat pb, cd, cr, dan na.
Pada penambahan lindi hitam 30 – 40 % kuat tekan biobriket meningkat 19 – 26
kg menjadi 50 – 54 kg. Hal ini berarti kuat tekan biobriket lebih besar
dibandingkan batu bara yang memiliki kuat tekan 37 kg.
Penelitian Zhang dan Guo, (2014) menunjukkan bahwa ukuran partikel
merupakan faktor paling utama yang mempengaruhi sifat fisis briket, diikuti
kandungan air dan suhu. Briket berkualitas adalah briket yang mempunyai ukuran
partikel kecil, kandungan air rendah dan memiliki nilai kalor tinggi. Penelitian ini
sejalan dengan Saptoadi (2008), tentang dimensi dan ukuran partikel pada
biobriket terbaik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi briket harus
sekecil mungkin, tetapi partikel penyusun briket harus yang paling kasar.
Berdasarkan penelitian sebelumnya maka peneliti akan menggunakan bahan
baku limbah sludge IPAL dan lindi hitam sebagai bahan tambahan serta sebagai
perekat dalam pembuatan briket. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan
komposisi biomassa lumpur IPAL dan lindi hitam 100:0%, 90:10%, 80:20%,
70:30%, 60:40%, dengan lama karbonisasi limbah padat lumpur IPAL 15 menit,
30 menit, 45 menit,dan 60 menit. Semakin lama waktu karbonisasi maka kualitas
briket yang dihasilkan akan semakin baik pula, darikadar air sedikit, kadar volatile
yang sedikit, kuat tekan yang baik, serta lama nyala briket yang panjang.
7
3. Menganalisi kandungan CO, NO, dan SO pada bahan baku Sludge Pulp
and Paper sebelum dan sesudah menjadi briket.
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan uraian tentang latar belakang masalah yang mendasari
pentingnya diadakan penelitian, perumusan, masalah yang akan
diteliti, tujuan dan manfaat dilakukan penelitian karbonisasi lindi
hitam dan lumpur IPAL produksi pulp and paper, serta sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan tentang uraian teori pengertian biomassa, limbah lumpur
produksi pulp and paper, limbah lindi hitam sebagai perekat,
briket, serta syarat pembuatan briket.
BAB III METODOLOGI
8
Berisikan mengenai metode yang digunakan dalam penulisan
usulan penelitian, seperti alat dan bahan penelitian, variabel
penelitian, prosedur penelitian, skema penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
9
(Pulau Hainan), India, Indonesia, Jepang (Pulau Iriomote), Malaysia, Myanmar,
Singapura, Thailand, Vietnam, Australia bagian barat laut dan timur laut,
Mikronesia, Guam, Palau, Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon.
Habitatnya adalah daerah rawa yang berair payau atau daerah pasang surut di
dekat pantai (Febrianto, 2013).
Buah nipah memiliki sebutan yang berbeda dibeberapa negara. Di Indonesia
dan Malaysia tanaman ini disebut nipah, di Filipina disebut losa sedangkan di
Inggris disebut palm. Di Indonesia salah satu daerah terluas yang ditumbuhi oleh
tanaman nipah adalah Provinsi Riau. Hutan nipah seluas 41.530,09 ha terdapat di
sepanjang pesisir pantai Kabupaten Rokan Hilir serta Kabupaten Indragiri Hilir
(Tim BPDAS, 2006).
Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh dilingkungan hutan bakau
atau daerah pasang-surut air laut atau daerah rawa yang berair payau. Nipah
umumnya tumbuh di belakang formasi hutan mangrove di sepanjang sungai
menuju muara, di tempat tersebut banyak terdapat endapan tanah yang berasal
dari hulu sungai sehingga habitat nipah menjadi subur dan berlumpur dalam,
dengan keadaannya yang relatif lebih baik dibandingkan dengan di hulu sungai
(Subiandono et al., 2011).
Tumbuhan nipah pada umumnya tidak begitu tinggi, mempunyai buah yang
bertandan-tandan dengan berat sekitar 20-25 kg dan bersifat musiman. Masing-
masing tandan mempunyai sekitar 40-60 buah nipah yang kulit luarnya berwarna
coklat tua. Menurut Rahman dan Sudarto (1992) buah nipah yang terhimpun
dalam bentuk tandan dibagi atas 4 kelompok berdasarkan perkembangannya,
yaitu: pertama buah putik, yaitu buah yang masih berukuran sangat kecil, sebesar
kelereng. Kedua buah muda, yaitu buah yang sedang aktif menimbun cadangan
makanan dalam bentuk gula di dalam bakal buah. Tandan buah ini biasanya
disadap oleh masyarakat untuk mendapatkan air nira atau untuk pembuatan gula
aren. Ketiga buah matang, yaitu buah yang mengandung isi yang bertekstur liat,
berwarna putih seperti agar. Daging buah ini terasa manis dan biasa digunakan
oleh masyarakat untuk membuat bahan makanan yang dikenal dengan kolang–
kaling. Keempat buah tua, yaitu buah yang sudah cukup umur dan terasa ringan.
Kulitnya keras dan biasanya berwarna coklat tua sampai kehitaman. Buah inilah
10
yang biasanya banyak terbuang dan sulit untuk dimanfaatkan, karena bagian
kulitnya terlalu tebal dan keras.
Nipah memiliki buah berbentuk tipis berusuk 2-3 buah berwarna coklat
kemerahan berdiameter kisaran 13 cm. Struktur buahnya mirip dengan buah
kelapa dimana terdapat eksokarp halus, mesokarp sabut, dan endocarp keras
layaknya tempurung. Biji buah dilindungi tempurung dengan panjang 8-13 cm
dan berbentuk kerucut. Buah nipah yang terhimpun dalam bentuk tandan dibagi
atas 4 kelompok berdasarkan perkembangannya. Bagian-bagian nipah yang dapat
dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk antara lain: daging buah nipah
dapat digunakan sebagai bahan makanan, nira nipah umumnya disadap hanya
untuk diminum, sedangkan daun nipah dimanfaatkan sebagai bahan pembuat atap,
dinding, aneka keranjang anyaman dan untuk pembungkus rokok. Sedangkan
kulit nipah belum dimanfaatkan secara maksimal (Mirad, S et al., 2008) dalam
(Faujiah, 2016).
Klasifikasi ilmiah tumbuhan nipah (Natsir, 2013) dalam (Faujiah, 2016).
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Nypa
Spesies : Nypa fruticans
2.2 Perekat
11
1. Perekat organik, merupakan perekat yang efektif, tidak terlalu mahal dan
menghasilkan abu yang relatif sedikit. Contoh perekat organik adalah kanji, sagu
dan tar
2. Perekat anorganik, merupakan perekat yang dapat menjaga ketahanan briket
dalam proses pembakaran, sehingga briket menjadi tahan lama. Selain itu, perekat
ini juga memiliki daya lekat yang kuat dibandingkan perekat organik, akan tetapi
biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dan menghasilkan abu yang lebih banyak
dibandingkan perekat organik. Perekat pabrik seperti lem yang tersedia di pasaran
merupakan salah satu perekat anorganik. Contoh lain dari pengikat anorganik
antara lain semen, lempung dan natrium silika (Putra et al., 2013).
Terdapat dua golongan perekat dalam pembuatan briket, yaitu perekat yang
berasap (tar, pitch, clay, molasses) dan perekat yang kurang berasap (pati, dekstin,
dan tepung beras). Pemakaian pitch, clay dan molasses sebagai bahan perekat
menghasilkan briket yang berkekuatan tinggi tetapi mengeluarkan banyak asap
jika dibakar yang disebabkan adanya komponen yang mudah menguap. Bahan
perekat pati, dekstrin dan tepung beras akan menghasilkan briket yang tidak
berasap dan tahan lama tetapi nilai kalornya tidak tinggi. Jenis perekat yang
digunakan adalah salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan saat
pembriketan dengan tujuan agar briket akan melepaskan panas maksimum. Dan
tujuan pembuatan briket adalah untuk menghasilkan sumber bahan bakar yang
baik dan efisien energi yang tinggi maka penggunaan persentase bahan perekat
adalah salah satu campuran yang harus dipertimbangkan (Rezvani, 2016).
Tapioka adalah salah satu pengikat organik yang memiliki kadar karbohidrat
cukup tinggi. Mempunyai kadar amilosa 17% dan amilopektin 83%. Amilosa
memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket.
Sumber-sumber karbohidrat lain yang mengandung amilum dan amilopektin
adalah gandum, kentang, sagu, jagung dan beras. Masing-masing mempunyai
rasio amilosa atau amilopektin yang berbeda, biasanya mendekati perbandingan
1:3. Kanji adalah perekat tapioka yang dibuat dari tepung tapioka dicampur air
dalam jumlah tidak melebihi 70% dari berat serbuk arang dan kemudian
dipanaskan sampai menjadi jeli. Pencampuran kanji dengan serbuk arang harus
tercampur dengan merata. Pencampuran tersebut dapat dilakukan dengan dua
12
cara, yaitu: pertama dengan cara manual, pencampuran dilakukan dengan
meremas-remas menggunakan tangan sedangkan cara kedua pencampuran dapat
dilakukan oleh mixer (Lubis, 2015).
Bahan perekat dari tumbuh-tumbuhan seperti pati (tapioka) memiliki
keuntungan dimana jumlah perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan menggunakan bahan perekat hidrokarbon. Bahan
perekat tapioka memiliki kelemahan yaitu sifatnya dapat menyerap air dari udara
sehingga tidak baik apabila berada dalam kelembaban udara yang tinggi.
Karakteristik bahan baku perekat untuk pembuatan briket adalah memiliki gaya
kohesi yang baik bila dicampurkan dengan bioarang, mudah terbakar, tidak
berasap, mudah didapat dalam jumlah banyak, murah harganya, tidak
mengeluarkan bau, menghasilkan kekuatan rekat kering yang tinggi,
tidak beracun dan tidak berbahaya (Rezvani, 2016).
13
3. Suhu Karbonisasi
Karbonisasi dilakukan pada temperatur diatas 170oC akan menghasilkan
CO, CO2 dan asam asetat. Pembentukan karbon akan terjadi pada temperatur
400oC-600oC selama 1-2 jam dalam suatu sistem yang sedikit mungkin
berhubungan dengan udara. Untuk mempertinggi daya serap karbon perlu
dilakukan tahapan selanjutnya yaitu proses aktivasi (Ony, 2011).
Tahapan-tahapan dalam pembakaran bahan bakar padat adalah sebagai
berikut:
1. Pengeringan proses pembakaran bahan bakar mengalami proses kenaikan
temperatur yang akan mengakibatkan menguapnya kadar air yang berada pada
permukaan bahan bakar, sedangkan untuk kadar air yang berada di dalam akan
menguap melalui pori-pori bahan bakar padat
2. Devolatilisasi yaitu proses bahan bakar mulai mengalami dekomposisi setelah
terjadi pengeringan
3. Pembakaran arang, sisa dari pirolisis adalah arang dan sedikit abu, kemudian
partikel bahan bakar mengalami tahapan oksidasi arang yang memerlukan 70-80%
dari total waktu pembakaran.
Selama proses karbonisasi, gas-gas yang bisa terbakar seperti, CO, CH4, H2,
formaldehid, methana, asam formiat dan asam asetat serta gas-gas yang tidak bisa
terbakar seperti CO2, H2O dan tar cair dilepaskan. Gas-gas yang dilepaskan pada
proses ini mempunyai nilai kalor yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan kalor pada proses karbonisasi (Surono, 2010) dalam (Rezvani, 2016).
Arang merupakan bahan padat yang berpori dan merupakan hasil
pengarangan bahan yang mengandung karbon. Sebagian besar pori-pori arang
masih tertutup oleh hidrokarbon, tar dan senyawa organik lain yang komponennya
terdiri dari karbon tertambang (Fixed Carbon), abu, air, nitrogen dan sulful.
Sedangkan bioarang, merupakan arang yang diperoleh dengan membakar
biomassa kering dengan udara terbatas. Biomassa adalah bahan organik yang
dihasilkan melalui proses fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan.
Contohnya adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah
hutan, tinja dan kotoran ternak (Astuti, 2016).
14
2.4 Briket dan Bioarang
15
3. Mudah dipakai sebagai bahan bakar.
Secara umum beberapa spesifikasi briket yang dibutuhkan oleh konsumen
adalah sebagai berikut: (Fachry et al., 2010)
1. Daya tahan briket
2. Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk penggunaannya
3. Bersih (tidak berasap), terutama untuk sektor rumah tangga
4. Bebas gas-gas berbahaya
5. Sifat pembakaran yang sesuai dengan kebutuhan (kemudian dibakar, efisiensi
energi pembakaran yang stabil).
Faktor jenis bahan baku sangat mempengaruhi besarnya nilai kalor bakar
briket bioarang yang dihasilkan. Kadar karbon terikat yang tinggi akan
menyebabkan tingginya nilai kalor bakar briket bioarang. Tiap bahan baku
memiliki kadar karbon terikat yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan nilai
kalor bakar yang berbeda-beda pula untuk tiap jenis bahan baku briket bioarang.
Bahan baku yang memiliki kadar karbon terikat yang tinggi akan menghasilka
nilai kalor bakar briket bioarang yang tinggi pula. Semakin tinggi kadar karbon
terikat akan semakin tinggi pula nilai kalornya, karena setiap ada reaksi oksidasi
akan menghasilkan kalori (Hendra dan Winarni, 2010). Selain nilai kalor, sebuah
briket juga memiliki standar mutu lainnya. Adapun standar mutu briket bioarang
di beberapa negara dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu Briket Arang di Negara Jepang, Inggris, Amerika dan
Indonesia
SNI
Sifat arang briket Jepang Inggris Amerika No.1/6235/2
000
Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (1994) dalam Wijayanti (2009)
16
BAB III
METODOLOGI
17
Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Konversi Energi Fakultas Teknik
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah nipah, tepung
tapioka, tepung sagu dan air. Alat yang digunakan adalah tabung pembakaran,
lesung dan alu sebagai alat penghalus, kompor, panci, alat pengaduk, cetakan
briket berbentuk silinder dengan ukuran diameter 3 cm dan tinggi 6 cm yang telah
hidrolic, oven, bomb calorimeter, kamera sebagai alat dokumentasi, alat tulis dan
stopwatch.
Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor yang terdiri dari enam perlakuan dan
empat kali ulangan. Berikut adalah faktor yang digunakan dalam penelitian:
H1 = Perekat tapioka
H2 = Perekat sagu
18
Konsentrasi Perekat
Jenis Perekat
P1 P2 P3
Hilir, Provinsi Riau. Buah nipah yang dipilih adalah buah yang sudah matang atau
tua (dapat dipisahkan dari tandannya) dan dapat dibedakan bagian endosperm dan
pericarpnya. Bagian kulit buah nipah yang digunakan meliputi bagian pericarp
19
Gambar 1. Contoh bahan baku (dokumentasi pribadi)
Buah nipah yang telah terkumpul terlebih dahulu dibelah dua, kemudian
daging buah nipah dibuang dan dibersihkan dari kotoran yang menempel lalu kulit
buah nipah dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari atau sampai benar-benar
kering. Selanjutnya yaitu proses karbonisasi, kulit buah nipah yang telah kering
20
diarangkan dengan cara memasukkan kulit buah nipah ke dalam tabung
tabung pembakaran dikeluarkan dan dipisahkan dengan yang menjadi abu, lalu
menggunakan ayakan 60 mesh sampai diperoleh bioarang halus yang siap dicetak
menjadi briket.
(selama ±15 menit pada suhu 70ºC). Atau matangnya perekat dapat ditandai
perekat (20, 25, dan 30%), perlakuan yang sama dilakukan pada perekat larutan
tepung sagu sehingga didapatkan adonan briket. Adonan briket dicetak pada
cetakan silinder yang telah dimodifikasi dan ditekan dengan alat press hidrolic.
Adapun untuk mengetahui massa setiap 1 unit briket bioarang kulit buah nipah
dilakukan dalam oven pada suhu 105 ±2oC selama ±2 jam. Lalu briket bioarang
21
dikeringkan lagi selama ±3 hari didalam ruangan. Pengeringan ini diberikan agar
briket kering kadar airnya berkisar antara 7-15 %. Adapun diagram alur proses
3.5 Pengamatan
yaitu pengujian kadar air, kerapatan, nilai kalor, kadar abu, kadar zat menguap dan
kedalam cawan sebanyak dua gram. Sampel diratakan dan dimasukkan kedalam
oven pada suhu 105 ±2oC selama 3 jam dan didinginkan dalam desikator.
menggunakan persamaan :
volume, yaitu dengan cara menimbang dan mengukur volume dalam keadaan
22
Kerapatan (g/cm3) = 𝑚/V
tinggi memiliki nilai kalor yang tinggi. Pengukuran nilai kalor bakar dihitung
berdasarkan kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap maupun dilepaskan
oleh suatu benda. Nilai kalor diukur dengan alat bomb kalorimeter dan dihitung
Q = m × Cv (t2 – t1 )
Cawan porselin yang telah bersih diovenkan pada suhu 115 ±2 oC selama 2
gram). Selanjutnya ditanurkan pada suhu 900 ±2oC selama 3 jam lalu didinginkan
23
5. Kadar Zat Menguap (SNI 01-6235-2000)
Cawan Porselin yang telah bersih diovenkan pada suhu 105 ±2oC selama 2
gram). Selanjutnya ditanurkan pada suhu 950 ±2oC selama 7 menit lalu
Karbon terikat adalah fraksi karbon (C) dalam briket, selain fraksi zat
mudah menguap dan abu. Kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan
menggunakan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Batu Bara Terhadap Kualitas Briket Eceng Gondok. Jurnal Teknik Kimia.
17 no. 2.
Faujiah, 2016. Pengaruh Konsentrasi Perekat Tepung Tapioka Terhadap Kualitas
Briket Arang Kulit Buah Nipah (Nyfa fruticans wurmb). Skripsi
(Dipublikasikan). UIN Alauddin Makassar: Makassar.
Febrianto, M. Arie, Ika Atsari Dewi dan Panji Deoranto. 2013. Pemanfaatan Kulit
Buah Nipah Untuk Pembuatan Briket Bioarang Sebagai Sumber Energi
Alternatif. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 14 No. 1 [April 2013] 65-72
Hendra, D dan I. Winarni. 2003. Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang Campuran
Limbah Kayu Gergajian dan Sabetan Kayu. Badan Penelitian dan
Pengembang.
Jamilatun, S. 2011. Kualitas Sifat-Sifat Penyalaan dari Pembakaran Briket
Tempurung Kelapa, Briket Serbuk Gergaji Kayu Jati, Briket Sekam Padi
dan Briket Batubara. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Kejuangan ISSN 1693-4393.
Kristanto, P. 2013. Ekologi Industri Edisi Kedua. ANDI Offsct: Yogyakarta.
Lestari, L., Aripin, Yanti, Zainudin, Sukmawati dan Marliani. 2010. Analisis
Kualitas Briket Arang Tongkol Jagung yang Menggunakan Bahan
Perekat Sagu dan Kanji. Jurnal Fisika. 6(2), 93-96.
Lubis AS. 2015. Pengaruh Torefaksi dan Komposisi Bahan Terhadap Kualitas
Biopelet Bagas daKulit Kacang Tanah. [tesis]. Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Nurma, W. Kindriari, Retno Dewati, Rezy Putri Regilia dan Tieka Kharisma .
2013. Briket Arang Kulit Kacang Tanah Dengan Proses Karbonisasi.
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industry UPN “Veteran”:
Surabaya.
Ony. 2011. Briket Arang Energi Alternatif, http://onyhts.blogspot.com/2011/05/
briket-arang-energi-alternatif_5716.html. [Diakses pada tanggal 23
Januari 2019].
Putra HP, Mokodompit M, Kutari, Adik P. 2013. Study Karakteristik Briket
Berbahan Dasar Limbah Bambu dengan Menggunakan Perekat Nasi.
Jurnal Teknologi. 6(2):116-123.
Rahman, A. K. dan Y. Sudarto. 1992. Nipah Sumber Pemanis Baru. Kanisius:
Yogyakarta.
Rezvani, A. Ika. 2016. Produksi Biopelet Dan Biobriket Dari Ampas Seduhan Dan
Cangkang Biji Kopi Dengan Dan Tanpa Pra Perlakuan Bahan Pada
Berbagai Komposisi Perekat Bogor. Skripsi (Dipublikasikan). Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
Samsinar, 2014. Penentuan Nilai Kalor Briket Dengan Memvariasikan Berbagai
Bahan Baku. Skripsi (Dipublikasikan). UIN Alauddin Makassar.
Makassar.
26
Subiandono, E.,Heriyanto, N.M., Endang, K. 2011. Potensi dan Sebaran Nipah
(Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb.) sebagai Sumber Daya Pangan.
[Jurnal]. Bogor.
Suryani, I., M. Yusuf Permana U., M. Hatta Dahlan. 2012. Pembuatan Briket
Arang Dari Campuran Buah Bintaro dan Tempurung Kelapa
Menggunakan Perekat Amilum. Jurnal Teknik Kimia. 18 no 1.
Thoha, Yusuf dan Dian Ekawati Fajrin. 2010. Pembuatan Briket Arang Dari Daun
Jati dengan Sagu Aren sebagai Pengikat. Jurnal Teknik Kimia. 17 no.1.
Widowati, S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan
Olahan dalam Upaya Menunjang Divertifikasi Pangan. Makalah Pribadi
Pengantar ke Falsafah Sains. Program Sarjan a S3. Institut Pertanian
Bogor: Bogor.
Wijayanti, Diad Sundari. 2009. Karakteristik Briket Arang dari Serbuk Gergaji
dengan Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit. Skripsi
(Dipublikasikan). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Diameter = 3 cm
Dijawab:
Volume = π × r2 × t
= 3,14 × 1,52 × 6
= 42,4
= 0,7 × 42,4
= 29,68
27
= 30
Jadi, massa 1 unit briket adalah 30 gr terdiri dari bioarang kulit buah nipah
dan perekat. Berikut adalah berat perekat yang digunakan dalam setiap perlakuan:
= 20% × 30 gr
= 6 gr
P1 = perekat + bioarang
= 6 gr + 24 gr
= 25% × 30 gr
= 7,5 gr
P2 = perekat + bioarang
= 7,5 gr + 22,5 gr
= 30% × 30 gr
= 9 gr
P3 = perekat + bioarang
= 9 gr + 21 gr
28
Lampiran 2. Diagram alur proses pembuatan briket bioarang kulit buah nipah
Kulit buah
nipah
Dibersihkan
Pengeringan
Karbonisasi
Bioarang kulit
buah nipah
penghalusan
Penggilingan &
pengayakan
Ayakan 60 mesh
Bioarang halus 29
Perekat tapioka Perekat sagu
20%, 25%, 30% Pembuatan
Briket
Pencetakan
bioarang
adonan
& 20%, 25%, 30%
kulit
pengeringan
buah
briketnipah
30