Anda di halaman 1dari 97

1 ton TBS menghasilkan

CPO

160-200 kg

POME (Palm Oil Mill Effluent) /limbah cair

600-700 kg

Serat (Fibre)

130-150 kg

Cangkang

60- 65 kg

TKKS segar (kadar air 65%)

230-250 kg

TKKS = 23% dari TBS (kadar airnya 65%)


sebagai bahan bakar boiler PKS
sebagai mulsa atau kompos
sebagai biogas
sebagai briket arang
sebagai bioetanol
POME (600-700 kg)
Air kondensat rebusan

150-175 kg

Air drab (lumpur) klarifikasi

350-450 kg

Air hidroksiklon

100-150 kg

BIOGAS/Gas Methan (CH4) & Carbon Dioksida (CO2)

20 m3

PKS 30 ton TBS/jam


POME

360-480 ton/hari

Biogas (CH4)

12- 16 ton/hari

Konsentrat BOD

25.000 mg/l

TKKS = pembriketan, pengeringan dan pengarangan


Metode Briket Arang :
1. bahan baku - penggilingan - pengayakan - pembriketan - pengarangan
2. bahan baku - pengarangan -penggilingan - pengayakan - pembriketan (mutu lebih tinggi)
TKKS proses pengarangan dengan tungku vertikal
Cangkang Sawit proses pengarangan dengan tungku horisontal
Rendemen yg dihasilkan proses pengarangan 25-30%
Pabrik CPO memerlukan energi : 20-25 KWh/t atau 0,73 ton uap

Proses TKKS menjadi BioEtanol


Latar Belakang Masalah
Pada masa sekarang kecenderungan penggunaan bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber
bahan bakar minyak bumi yang dipakai semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi
di dunia ini pasti akan habis. Ini disebabkan karena depositnya yang terbatas dan tidak dapat
diperbaharui. Penelitian dan pengembangan mengenai energi terbaharukan terus dikembangkan,
bahkan menjadi salah satu program utama pemerintah. Saat ini produk alternatif yang berpeluang
untuk dikembangkan adalah bioethanol dan biodiesel. Bioethanol memiliki beberapa keunggulan
diantara produk alternatif lainnya, diantaranya memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi (35%)
sehingga terbakar lebih sempurna, bernilai oktan lebih tinggi (118) dan lebih ramah lingkungan karena
mengandung emisi gas CO yang lebih rendah sekitar 19-25% (Indarto,Y., 2005).
Saat ini sedang diusahakan secara intensif pemanfaatan bahan-bahan yang mengandung serat kasar
dengan karbohidrat yang tinggi, dimana semua bahan yang mengandung karbohidrat dapat diolah
menjadi bioethanol. Misalnya umbi kayu, ubi jalar, pisang, dll. Bioethanol dapat dihasilkan dari
tanaman yang banyak mengandung selulosa dengan menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba.

Penelitian ini menggunakan biomassa lignoselulosa yaitu Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
karena tidak berkompetesi dengan pangan maupun pakan, tersedia melimpah, murah dan
terbaharukan. TKKS merupakan bagian dari kelapa sawit yang berfungsi sebagai tempat untuk buah
kelapa sawit. Tandan Kosong Kelapa Sawit merupakan limbah padat terbesar yang dihasilkan oleh
perkebunan kelapa sawit (PKS). Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) dihasilkan TKKS
sebanyak 22 23% atau sebanyak 220 230 kg TKKS. Jika PKS berkapasitas 100 ton/jam maka
dihasilkan sebanyak 22 23 ton TKKS. Jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004
diperkirakan mencapai 18.2 juta ton (Aryafatta, 2008). Tandan kosong kelapa sawit merupakan
limbah berlignoselulosa yang belum termanfaatkan secara optimal. Selama ini pemanfaatan tandan
kosong hanya sebagai bahan bakar boiler, kompos dan juga sebagai pengeras jalan di perkebunan
kelapa sawit.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tulisan ini memiliki tujuan untuk :
1. Memanfaatkan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebagai bahan baku pembuatan
2.
3.
4.
5.

bioethanol
Mengetahui pengaruh penambahan jumlah enzim terhadap ethanol yang dihasilkan
Mengetahui kondisi optimum proses hidrolisis asam dan fermentasi
Mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar ethanol
Sebagai alternatif pembuatan energi terbaharukan

Adapun manfaat dari pembuatan karya tulis ini adalah:

a) Menambah wawasan mengenai proses hidrolisis asam dan fermentasi pembuatan bioethanol
dari limbah TKKS beserta beberapa variabel yang mempengaruhi optimalisasi kadar
ethanolnya.
b) Menjadikan bioethanol sebagai bahan bakar yang dapat mengurangi krisis energi
c) Mengurangi limbah TKKS dan membantu melestarikan lingkungan
d) Menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat

GAGASAN
Kondisi kekinian
Dewasa ini perkebunan kelapa sawit telah menyebar di 22 propinsi, yang pada tahun 2010 luasnya
mencapai 8,3 juta Ha, yang mana sekitar 41% merupakan perkebunan rakyat (Ditjenbun, 2012).
Semakin luasnya perkebunan kelapa sawit akan diikuti dengan peningkatan produksi dan jumlah
limbah kelapa sawit. Dalam proses produksi minyak sawit, TKKS merupakan limbah terbesar yaitu
sekitar 23% tandan buah segar (TBS). Komponen utama limbah pada kelapa sawit ialah selulosa dan
lignin, sehingga limbah ini disebut sebagai limbah lignoselulosa (Widiastuti dan Tri, 2007). Dalam satu
ton kelapa sawit, terdapat 230-250 kg tandan kosong kelapa sawit, 130-150 serat, 65 kg cangkang
dan 55-60 kg biji dan 160-200 kg minyak mentah (Fauzi, 2005).
Contoh gambaran, apabila sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton/jam akan
menghasilkan LCPKS 360 m3/hari dan TKKS 138 m3/hari sehingga hasil perpaduan kedua limbah
tersebut akan diolah menghasilkan kompos TKKS sebesar 70 ton/hari. Limbah sebanyak ini
semuanya dapat diolah sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran, sekaligus mengurangi
biaya pengolahan limbah yang cukup besar (PPKS, 2008).

Gambar 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit yang telah dikeringkan


Kandungan dalam bahan TKKS
Tabel 1. Komposisi senyawa kandungan dalam Tandan Kosong Kelapa Sawit

Senyawa
Presentase (%)
Lignin
17-20
Alfa-selulosa
43-44
Pentosan
27
Hemiselulosa
34
Abu
0,7-4
Silika
0,2
Sumber: Dian Anggraini dan Han Roliadi, 2011
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan salah satu jenis limbah padat yang dihasilkan dalam
industri minyak sawit. Jumlah TKKS ini cukup besar karena hampir sama dengan jumlah produksi
minyak sawit mentah. Limbah tersebut belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Komponen
terbesar dari TKKS adalah selulosa (40-60 %), disamping komponen lain yang jumlahnya lebih kecil
seperti hemiselulosa (20-30 %), dan lignin (15-30 %) (Dekker, 1991). Salah satu alternatif
pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit adalah sebagai pupuk organik dengan melakukan
pengomposan (Fauzi et al., 2002).
Tandan kosong kelapa sawit mengandung serat yang tinggi. Kandungan utama TKKS adalah selulosa
dan lignin. Selulosa dalam TKKS dapat mencapai 54- 60%, sedangkan kandungan lignin mencapai
22-27% (Hambali, 2007).

Dua bagian tandan kosong kelapa sawit yang banyak mengandung

selulosa adalah bagian pangkal dan bagian ujung tandan kosong sawit yang agak runcing dan agak
keras. (Hasibuan, 2010).
Solusi Terdahulu
Menghadapi kondisi masa sekarang yang membutuhkan bahan pengganti BBM yang diperlukan
adalah sikap kritis dan kreatif masyarakat untuk menghadapi kondisi yang ada pada saat ini. Salah
satunya dengan memanfaatkan limbah yang ada di sekitar lingkungan atau perkebunan. Tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sendiri merupakan limbah perkebunan kelapa sawit yang terbesar
yaitu sekitar 23% dari perkebunannya, sebelumnya TKKS sendiri sebelum diketahui khasiatnya
biasanya hanya dijadikan bahan bakar boiler dan pengeras jalan.
Untuk menghadapi kelangkaan energi yang terjadi para peneliti mencari dan menginovasikan bahanbahan ramah lingkungan untuk dikembangkan menjadi bahan baku pembuatan energi.
Gagasan pembuatan bioethanol, biofuel dan biodiesel menjadi alternatif yang paling memungkinkan
manusia untuk menggantikan bahan bakar fosil.
Pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya untuk menanggulangi kelangkaan energi salah
satunya dengan menggalakkan pembangunan bahan bakar nabati berupa bioethanol dari singkong
untuk mengatasi kelangkaan bensin. Saat ini, banyak dikembangkan bahan bakar nabati berupa
bioethanol yang berasal dari singkong. Namun seiring berjalannya waktu ternyata solusi tersebut
menimbulkan masalah.
Bioethanol mengundang pro dan kontra karena bioethanol tersebut berbahan baku pangan
(singkong) dikhawatirkan akan terjadi persaingan antara kebutuhan bahan bakar dan bahan pangan.

Maka dari itu perlu dikembangkan bahan bakar alternatif sumber bioethanol dari bahan non-pangan
agar kepentingannya tidak bertolak belakang dengan kebutuhan pangan.
Solusi yang Ditawarkan
Bioethanol
Bioetanol merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai bahan bakar alternative yang lebih ramah
lingkungan dan sifatnya yang terbarukan. Pada umumnya pembuatan bioetanol menggunakan jagung
dan tebu sebagai bahan baku. Penggunaan kedua bahan baku tersebut bepotensi menimbulkan
kontradiksi terhadap kebutuhan bahan pangan bila diterapkan di Negara berkembang seperti
Indonesia. Oleh sebab itu, selulosa berpotensi menjadi salah satu bahan baku
alternatifnya dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS) memiliki potensi yang besar menjadi sumber
biomassa selulosa ddengan kelimpahan cukup tinggi dan sifatnya terbarukan. (Dea,I.A, 2009).
Bahan baku untuk proses produksi bioetanol diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu gula, pati,
dan selulosa. Sumber gula yang berasal dari gula tebu, gula bit, molase dan buah-buahan, dapat
langsung dikonversi menjadi etanol. Sumber dari bahan berpati seperti jagung, singkong, kentang
dan akar tanaman harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi gula. Sumber selulosa yang berasal dari
kayu, limbah pabrik pulp dan kertas, semuanya harus dikonversi menjadi gula dengan bantuan asam
mineral. Biokonversi glukosa menjadi bioetanol, memerlukan perantara mikroba lain yang umumnya
menggunakan Saccharomyces cereviceae dan zymonas mobilis.
Beberapa hal penting yang perlu diketahui pada proses produksi bioetanol antara lain, komponen
ligniselulosa dan enzim pendegradasinya.(Trisanti Anindyawati, 2009). Bioetanol secara umum dapat
digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran bahan bakar untuk kendaraan.
Grade bioetanol harus berbeda sesuai dengan pengunaanya. Bioetanol yang mempunyai grade 90%
- 96,5% volume digunakan pada industri, grade 96% - 99,5% digunakan dalam campuran untuk miras
dan bahan dasar industri farmasi. Besarnya grade bioetanol yang dimanfaatkan sebagai campuran
bahan bakar untuk kendaraan harus betul betul kering dan anhydrous supaya tidak menyebabkan
korosi, sehingga bioetanol harus mempunyai grade sebesar 99,5% - 100% (Khairani, 2007).
Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya lebih
ramah lingkungan, karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92 lebihtinggi dari premium nilai
oktan 88, dan pertamax nilai oktan 94. Hal ini menyebabkan bioetanol dapat menggantikan fungsi zat
aditif yang sering ditambahkan untuk memperbesar nilai oktan.
Zat aditif yang banyak digunakan seperti metal tersier butil eter dan Pb, namun zat aditif tersebut
sangat tidak ramah lingkungan dan bisa bersifat toksik. Bioetanol juga merupakan bahan bakar yang
tidak mengakumulasi gas karbon dioksida (CO2) dan relatif kompetibel dengan mesin mobil berbahan
bakar bensin. Kelebihan lain dari bioetanol ialah cara pembuatannya yang sederhana yaitu fermentasi
menggunakan mikroorganisme tertentu (Mursyidin, 2007).

Gambar 2. Skema ideal pemanfaatan Lignoselulosa untuk membuat bioetanol


Metode Hidrolisis Asam
Hidrolisis merupakan proses pemecahan polisakarida di dalam biomasa ligniselulosa,yaitu selulosa
dan hemiselulosa menjadi monomer gula yang dapat dilakukan secara kimia ataupun enzimatis.
Dibandingkan proses secara kimia, hidrolisis secara enzimatis lebih menguntungkan karena ramah
lingkungan. (Trisanti Anindyawati, 2009). Didalam metode hidrolisis asam, biomasa ligniselulosa
dipaparkan dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu, dan menghasilkan
monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa asam yang umum digunakan untuk
hidrolisis asam anntara lain asam sulfat (

H 2 SO 4 ), asam perklorat, dan HCl. Asam sulfat

merupakan asam yang paling bannyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam. Hidrolisis
asam dapat dikelompokkan menjadi : hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer.
Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang berikatan melalui ikatan
oksigen. Monomer dari pati yaitu glukosa yang berikatan dengan ikatan yaitu (1,4)-glikosidik, yaitu
ikatan kimia yang menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen terhadap
sesamanya. Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang
terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa
membentuk amilosa dengan (1,4)-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk ikatan
(1,4)-glukosa dan membentuk cabang pada ikatan -(1,6)-glukosida.

Hidrolisis pati dapat dilakukan oleh asam atau enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam akan terurai
menjadi molekul-molekul yang lebih kecil secara berurutan, dan hasil akhirnya adalah glukosa.
(

C6 H 10 O5 )n

Pati

H2O

air

C6 H 10 O6

glukosa

Ada beberapa tingkatan dalam reaksi diatas. Molekul-molekul pati mula-mula pecah menjadi unit-unit
rantaian glukosa yang lebih pendek yang disebut dextrin. Dextrin ini dipecah lebih jauh menjadi
maltose (dua unit glukosa) dan akhirnya maltose pecah menjadi glukosa. (Murdijati Gardjito, 1992).

Pati

dextrin

maltose

glukosa

Metode Fermentasi
Fermentasi merupakan kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang
dikehendaki. Mikroba yang umumnya telibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang..
Contoh bakteri yang digunakan dalam fermentasi adalah Acetobacter xylimnum pada pembuatan
nata de coco, Acetobacter aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi
adalah Saccharomyces cereviseae dalam pembuatan alkohol.
Prinsip dasar fermentasi adalah mengaktifkan kegiatan mikroba tertentu untuk tujuan mengubah sifat
bahan, agar dapat dihasilkan sesuatu yang bermanfaat. Misalnya asam dan alkohol yang dapat
mencegah pertumbuhan mikroba yang beracun.(Widayati E, 1996).
Awalnya, fermentasi adalah pemecahan gula menjadi alkhol dan karbondioksida. Tetapi banyak
proses yang dikatakan fermentasi tidak selalu menggunakan substrat gula dan menghasilkan alkohol
serta karbondioksida, contohnya perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh bakteri Streptococcus
lactis pada kondisi anaerobic. Hasil-hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis substrat, macam
mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba
tersebut. (Winarno F.G,1980).
Menurut Judoamidjojo dkk. (1992), menyatakan bahwa beberapa langkah utama yang diperlukan
dalam melakukan suatu proses fermentasi diantaranya adalah :
a. Seleksi mikroba atau enzim yang sesuai dengan tujuan.
b. Seleksi media sesuai dengan tujuan.
c. Sterilisasi semua bagian penting untuk mencegah kontaminasi oleh mikroba yang tidak
dikehendaki.

Langkah-langkah yang dibutuhkan untuk membuat bioethanol dari TKKS melalui metode fermentasi
adalah :

1. Alat yang digunakan pada proses fermentasi disterilisasi dalam autokalf pada suhu 121

selama 15 menit agar bebas mikroba, lalau dinginkan.


2. Timbang sebanyak 2,4 gram ragi roti ( Saccaromyces cereviseae )
3. Masukan ragi roti ke dalam bubur TKKS yang sudah dihidrolisis, lalau aduk

5 menit.

4. Ukur pH larutan yaitu sekitar 4-5


5. Setelah itu menghubungkan erlenmeyer 500ml yang berisi bubur TKKS dengan selang karet
dan ujung selang dimasukkan kedalam air agar tidak berkontak langsung dengan udara.
6. Selanjutnya larutan difermentasi selama 1 hari, 3 hari, 5 hari dan 7 hari (sesuai perlakuan).
7. Selanjutnya memisahkan larutan dengan bubur TKKS sehingga diperoleh cairan alkohol+air
8. Masukkan campuran alkohol+air tersebut kedalam labu, kemudian pasang labu tersebut
pada alat destilasi (proses destilasi).
9. Proses destilasi dilakukan selama 1,5jam-2jam sampai ethanol tidak menetes lagi
10. Destilat (ethanol) yang dihasilkan lalu ditimbang dan disimpan di dalam botol yang tertutup
rapat.

Pihak-Pihak Terkait
Pihak-pihak yang terkait dalam implementasi gagasan ini antara lain:
1.

Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah berperan sebagai penggalak utama dalam kegiatan pengolahan limbah

2.

TKKS ini menjadi bioethanol dengan memberikan dana riset dan mengatur pelaksanaannya.
Pemilik Perusahaan Kelapa Sawit
Pemilik perusahaan kelapa sawit berperan sebagai pihak yang membantu pemerintah daerah

3.

untuk mengumpulkan, memilah, dan memisahkan limbah TKKS untuk diolah lebih lanjut.
Lembaga Riset dan Penelitian
Lembaga penelitian berperan dalam menguji kandungan lignoselulosa dan keefisienan dalam
menghasilkan bioethanol yang telah diolah dari TKKS menggunakan hidrolisis asam dan
fermentasi ini dan melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang kelebihan dan

4.

kekurangandari TKKS dan mencari solusi yang lebih baik.


Mahasiswa
Mahasiswa berperan sebagai pihak yang memberi himbauan dan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai TKKS dan bioethanol serta bahan bakar ramah lingkungan yang
sebaiknya dipakai.

Langkah-langkah Strategis Implementasi


Untuk mengimplementasikan inovasi pembuatan bioethanol dari tandan kosong kelapa sawit ini perlu
adanya langkah-langkah khusus. Langkah-langkah strategis untuk mengimplementasikan antara lain :
1

Merancang gagasan dan menyediakan alat yang dibutuhkan untuk melakukan pembuatan

bioethanol.
Melakukan kerjasama antara pemerintah dan pemilik perkebunan kelapa sawit untuk

memisahkan limbah tandan kosong kelapa sawit dan bekerjasama mengolahnya.


Melakukan riset dan penelitian lebih lanjut mengenai penelitian pembuatan bioethanol dari
tandan kosong kelapa sawit agar bisa lebih maksimal dengan hasil persen ethanol yang
maksimal.

Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya penghematan penggunaan

bahan bakar energi dan lebih menggunakan energi alternatif.


Menyempurnakan alat dan menguji keefektifan penggunaan alat pemanfaatan dan
pembuatan bioethanol tersebut.

Peluang dan Tantangan dalam Mengaplikasikan Proses Pembuatan Bioethanol dari Tandan
Kosong Kelapa Sawit
Peluang-peluang yang didapat dari pembuatan biogas dari limbah batang pisang adalah:
1.

Bioethanol ini bisa menjadi sumber energi baru yang dapat diaplikasikan menjadi lebih dari
satu jenis energi seperti, energi bahan bakar.

2.

Bioethanol ini mudah diaplikasikan dalam kehidupan di masyarakat serta ramah lingkungan.

3.

Bahan baku bioethanol ini yaitu limbah tandan kosong kelapa sawit sangat melimpah di
Indonesia.

4.

Mengurangi dampak dari pemanasan global dan mengatasi krisis energi yang semakin parah.

Dan tantangan yang akan dihadapi untuk menerapkan pembuatan bioethanol dari tandan kosong
kelapa sawit adalah:
1.

Kurangnya peran serta pemerintah dan dinas perkebunan mengenai tandan kosong kelapa
sawit ini untuk dikembangkan lebih lanjut.

2.

Informasi masyarakat terhadap bioethanol masih sangat minim sehingga dibutuhkan


sosialisasi proses pembuatan bioethanol ini kepada masyarakat luas baik di pedesaan maupun
kota

3.

Kurangnya edukasi dan kemampuan pembuatan bioethanol yang masih tergolong rumit dan
memerlukan biaya alat yang cukup besar membuat masyarakat kurang tertarik.

4.

Dengan kondisi masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan bahan bakar fosil sehingga
mereka enggan menggunakan energi alternatif ini.

KESIMPULAN
Gagasan yang Diajukan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembuatan bioethanol dari TKKS sebagai sumber
energi alternatif merupakan suatau solusi energi yang terbaharukan dimana masyarakat Indonesia
sendiri ketergantungan akan pengunaannya. Masalah ini mendorong terlahirnya PKM ini yaitu
Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menjadi Sumber Energi Terbarukan Bioethanol. Bahan
yang digunakan berasal dari bahan yang selama ini dihambur hamburkan dan menjadi sampah.
Namun, yang paling penting, bahannya berasal dari sumber energi yang terbarukan (khususnya
biomassa). Berdasarkan penelitian yang saya tulis, pembuatannya menggunakan metodologi
hidrolisis asam dan fermentasi yang melalui tahap pretreatment, hidrolisis/fermentasi, dan destilasi.
Pemilihan bahan baku berupa TKKS dikarenakan ketersediaannya yang melimpah di Indonesia
sehingga dapat di jadikan energi alternatif dan kandungan selulosa dan lignoselulosa yang dimilikinya

cukup tinggi. Diharapkan dengan adanya energi alternatif ini krisis energi menghilang, energi fosil
tidak akan habis, dan membantu melestarikan lingkungan.
Teknik Implementasi
Tahapan pengimplementasian dari PKM ini yaitu dengan pertama tama pengambilan bahan yaitu
limbah TKKS dari perkebunan kelapa sawit, lalu tahap penelitian dan pengujian dari produk apakah
sudah sesuai dengan kebutuhan dan standar bahan bakar, kemudian tahap pendistribusian yang
awalnya diawali dengan sosialisasi kepada masyarakat terhadap produk bioetanol dari TKKS ini.
Lalau penyuluhan dan pencerdasan masayarakat mengenai teknik pembuatan bioethanol dari TKKS
tersebut. Langkah strategis utama yang dilakukan, yaitu bekerjasama dengan lembaga penelitian dan
riset untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Dibuat tata tertib dan prosedur pembuatan bioethanol oleh
pemerintah dan Kementerian ESDM. Lalu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat oleh pemerintah
dan lembaga sosial melalui media sosial, cetak dan penyuluhan langsung.
Prediksi Hasil
Inovasi ini memerlukan peran serta mahasiswa sebagai pembawa gagasan dan perubahan,
masyarakat luas sebagai pengguna fasilitas, serta pemerintah bersama dinas energi dan sumber
daya alam terkait, sehingga dapat diperkirakan bahwa inovasi ini memiliki peluang dan tantangan
tersendiri untuk mengimplementasikan. Berdasarkan hasil wawancara dan penelitian yang dilakukan,
inovasi ini memiliki peluang diantaranya adalah inovasi ini dapat diterima dengan mudah oleh
masyarakat karena pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sebagai bioethanol dapat dijadikan
energi alternatif menggantikan energi bahan bakr fosil. Selain itu bahan-bahan yang digunakan juga
mudah ditemukan, berlimpah dan murah, yaitu limbah tandan kosong kelapa sawit yang porsinya
sangat besar di perkebunan kelapa sawit. Selain itu dengan menggunakan limbah tersebut kita juga
turut mengupayakan pelestarian lingkungan dan membuat sumber energi alternatif yang ramah
lingkungan. Dibutuhkan kerja sama dengan pihak pemerintah dan perusahaan untuk menghimbau
kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit ini. Semua
inovasi yang dibuat tentunya diawali dengan suatu hipotesa mengenai hasil. Rencana mengenai hasil
yang dicapai adalah suatu penerapan dan penggunaan produk hasil inovasi yang bertujuan untuk
meningkatkan minat dan kesadaran masyarakat dalam pemanfaatandan pembuatan bioethanol dari
tandan kosong kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Bioetanol Sebagai Energi Alternatif Yang Kompetitif.
http://skadrongautama.blogspot.com Diakses 28 Oktober 2014.
Isroi. 2008. Potensi Biomassa Lignoselulosa di Indonesia Sebagai Bahan Baku Bioetnaol: Tandan
Kosong Kelapa Sawit. http://isro.wordpress.com Diakses 29 Oktober 2014

Kusuma, Betaria. 2012. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Sabut Kelapa dengan Metodologi
Fermentasi Ragi Tape. http://www.slideshare.net/riabetaria/proposal-penelitian-pkm-1 Diakses 29
Oktober 2014
Manurung, M 2012, Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan (SFS) dari Limbah Ekstraksi Alginat untuk
Pembuatan Bioetanol, Skripsi, Institut Pertanian Bogor,
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/53441?show=full Diakses 30 Oktober 2014
Prawita, Dewi. 2008. Mengolah Limbah Sawit Menjadi Bioetanol dan Kompos. http://blogs.unpad.ac.id
Diakses 30 Oktober 2014
Shofinita, Dian. 2009. Bioetanol Generasi Kedua: Teknik pengkonversian lignoselulosa. http://
http://majarimagazine.com/2009/02/bioetanol-generasi-kedua/ Diakses 1 November 2014
Andayani, Rina. 2010. Pembuatan Bioetanol Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses
Fungal

Treatment

Aspergillus

niger

dan

Fermentasi

oleh

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Master-17188-2308201004-Presentation.pdf

Zymomonas

mobilis.

Diakses 1 November

2014
Nuryanto, eka. 2008. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber Lignin.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/7285 Diakses 2 November 2014

http://energibarudanterbarukan.blogspot.com/2011/02/kondisi-ebt-saat-ini-di-indonesia.html
Kondisi EBT di INDONESIA / Renewable Enery in INDONESIA

Sektor energi di Indonesia mengalami masalah serius, karena laju permintaan energi di dalam negeri
melebihi pertumbuhan pasokan energi. Minyak mentah dan BBM sudah diimpor sehingga memaksa
bangsa Indonesia mencari sumber energi lain guna mengatasi permintaan energi yang melonjak dari
tahun ke tahun.
Energi Baru dan Terbarukan (EBT) terus dikembangkan dan dioptimalkan, dengan mengubah pola
fikir (mind-set) bahwa EBT bukan sekedar sebagai energi altenatif dari BB fosil tetapi harus menjadi
penyangga pasokan energy nasional dengan porsi EBT >17%

pada tahun 2025 (Lampiran II

Keppres no.5/2006 tentang Kebijakan Energi nasional) berupa biofuel >5%, panas bumi >5%, EBT
lainnya >5%, dan batubara cair >2%, sementara energi lainnya masih tetap dipasok oleh minyak bumi
<20%, Gas bumi >30% dan Batubara >33%.
Pemerintah berkomitmen mencapai visi 25/30, yaitu pemanfaatan EBT 25% pada tahun 2030
(semula diprediksi 25/25, tetapi dalam prakteknya diduga tidak akan tercapai). Bulan Januari 2012,
Sekjen PBB mendorong pemanfaatan energi terbarukan (ET) dunia duakali lipat (dari 15% menjadi
30%) hingga tahun 2030, apalagi negara berkembang saat ini menguasai setidaknya 50% kapasitas
global EBT.
Program-program untuk mencapai target hingga 25% EBT adalah listrik pedesaan, interkoneksi
pembangkit EBT, pengembangan biogas, Desa Mandiri Energi (DME),

Integrated Microhydro

Development Program (IMIDAP), PLTS perkotaan, pengembangan biofuel, dan proyek percepatan
pembangkit listrik 10 GW tahap II berbasis ET (panas bumi dan hidro). Untuk mencapai itu, Indonesia
membutuhkan dana USD36miliar.
Pemerintah akan menambah kapasitas pasokan listrik 35 GW hingga 2019, 24 GW dari PLTU
sisanya 11 GW dari EBT. Saat ini EBT hanya menyumbang 10,7 GW dari total 53 GW. Rencana EBT
sebesar 11 GW itu berasal dari PLTP 4,9 GW; PLTA 13,4 GW; PLT Bioenergi 2,8 GW; PLTS 0,25 GW;
PLT Bayu 0.044 GW, dan PLT Arus laut 1 MW.
Seluruh pembangkit secara bertahap akan dinaikkan mulai 2015 hingga 2019.

Pemerintah mendukung inovasi pemanfaatan PLTS, misalnya untuk penerangan jalan, dan
mendorong pula pemasangan panel surya di atap-atap pusat pertokoan dan mal agar mereka
mendapatkan pasokan listrik sendiri.
Upaya penganekaragaman (diversifikasi) sumber energi lainnya selain minyak bumi terus dilakukan,
di antaranya pemanfaatan gas, batubara, dan EBT (air/mikrohidro, panas bumi, biomassa, surya,
angin, gelombang/arus laut, BB Nabati, nuklir, batu bara tercairkan atau liquefied coal, batubara
tergaskan/gasified coal, dan gas hidrat). UU no.30 tahun 2007 mengklasifikasikan bahwa Energi
Baru (EB) terdiri atas nuklir, hidrogen, gas metana batubara (CBM, Coal Bed Methane), batu bara
tercairkan (liquified coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal). Sementara, ET terdiri atas panas
bumi, angin/bayu, bioenergi, sinar matahari/surya, aliran dan terjunan air, dan gerakan dan
perbedaan suhu lapisan laut.

CSR PLN: PLTMH Watu Panjang


PT PLN mengembangkan program CSR (Corporate Social Responsibility) yang berkelanjutan, berupa
pengembangan DME (Rp30miliar, 2012) guna membidik daerah terpencil yang belum terlistriki
dengan menggunakan infrastruktur yang ada di sekitarnya sebagai pembangkit energi, misalnya
PLTMH (mis: Watu panjang 25 kWh/63KK, Probolinggo, Jatim) / PLTS (mis: PLTS SEHEN / Super
Ekstra Hemat Energi, di Sota, Merauke, Papua) / PLT Bayu / PLT Sampah / PLT Biomassa, biogas,
dll.
Pengembangan DME diharapkan mencukupi listrik masyarakat terpencil, dan pada gilirannya juga
berdampak positif kepada PLN sendiri maupun para stakeholder yang terkait. Salah satu contoh
bantuan CSR : PT PLN (Persero) Kantor Pusat memberikan mandat kepada PT PJB (anak
perusahaan PLN) untuk mengembangkan DME di dekat lokasi proyek misalnya Sumberejo,
Pasuruan, (2 unit, 2x850 W), Bondowoso (10 unit, 10x850W), Trenggalek (4 unit), Tulungagung (2
unit), Jabung (Malang), Bergas Kidul (Ungaran), Kalongan dan Karang Sulang (Semarang), Pilang
Payung (Grobogan), Karang Mukti (Subang), Karyamukti dan Lebakwangi (Bandung), Rajagaluh
(Majalengka), Parung Banteng dan Cadassari (Purwakarta), Pasanggrahan (Garut), Purworejo (10
unit), Brebes (10 unit), Pandesari (Malang, Ciherang (Cianjur), Cipendeuy (Bandung Barat), Agrabinta
(Garut). PLN NTB: mengembangkan PLTS di 9 dusun tersebar di Kab. Lombok Utara, Tengah, Barat,
Timur, Kab Bima, dan Kab. Dompu. Sementara, Menteri Desa,PDT&T mendorong BUMN lainnya dan
pengusaha swasta untuk terus mengembangkan DME di daerah terpencil via CSR.

Tahun 2015, hanya 5.000 desa terpencil, tertinggal, dan di perbatasan menjadi target DME sebagai
sasaran CSR (dari ~10ribu desa terpencil; total ada 74.045 desa di Indonesia per 10 Des 2014),
sedangkan kesejahteraan desa ditingkatkan dengan salah satunya membangun BUMDes seperti
yang telah dicapai desa Gumung Kidul, DIY. Kampung Waitabar, Sumba Barat, NTT dipilih menjadi
DME percontohan oleh Men Desa PDT&T. Sebelumnya, telah hadir PLTMH & PLTS di Sumba
(PLTMH: Kamanggih 1x40kW, Lapopu 2x800kW, Lokomboro 2,3MW, dan Laputi 32 kW; PLTS: Salura
1x150kW, dan Bilachenge 480 kWp).
Tahun 2012-2014, pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) ditekankan kepada pengembangan
biogas untuk memasak dan penerangan. Tahun 2011, Pemerintah mengembangkan 35DME berbasis
non BBN, yaitu PLTMH 10 lokasi (5 di Sumatera, 2 di Jawa, 3 di Kalimantan 4 di Sulawesi, 2 di Nusa
Tenggara, 1 di Maluku dan Papua), arus laut 1 lokasi, Hibrid 1 lokasi, peralatan produksi (sisa energi
listrik dari EBT) 10 lokasi. Tahun 2010, DME dikembangkan di 15 wilayah di Indonesia, 9 di luar P.
Jawa dan 6 di P. jawa. Th 2009, program DME mencapai 633 desa, dengan rincian Tenaga Air 244
desa, BB Nabati 237 desa, Tenaga Surya 125 desa, Biogas 14 desa, Tenaga Angin 12 desa,
Biomassa 1 desa.
Di lain fihak, PT Pertamina (Persero) berkomitmen mengembangkan 5 jenis EBT, yaitu

Geothermal, PT PGE (Pertamina Geothermal Energy) (PLTP Kamojang-5 / 35MW; Karaha-1 /

30MW; Lahendong-5 & 6 / 2x20MW; Ulubelu-3 & 4 / 40MW)


Coal Bed Methane (CBM), PT PHE (Pertamina Hulu Energi) Blok Sangatta-1 dan Sangatta-2

di Kaltim, Blok Tanjung Enim dan Muara Enim di Sumsel,.


Shale Gas, potensi di Indonesia: 574TCF (~4x cadangan gas bumi) di Sumatera, Kalimantan,
Papua, Jawa (pengembangannya diatur di Permen ESDM No.5/2012). Pertamina

menggandeng AS.
Alga,
Angin (Bayu).

Di sisi lain, Pertamina meneken MoU dengan Akuo Energy (IPP, Paris, Perancis) yang difokuskan
kepada pengembangan PLTBayu, PV Surya, dan OTEC di lokasi terpencil. Sasaran dalam waktu
dekat, kerma itu akan menetapkan 3 pulau untuk lokasi PLTS 5MW pada tahun 2016. PLTBayu 60
MW akan dikembangkan pada tahun 2017. Kemudian, PLTS, PLTB dan OTEC akan dikembangkan
hingga 560 MW pada tahun 2018.
Beberapa pengusaha asing tertarik untuk berpartisipasi dalam pengembangan EBT di Indonesia,
misalnya Australia yang berpengalaman di bidang infrastruktur energi di bidang panas bumi, solar,
alga, mikrohidro, biomassa untuk pembangkit listrik tertarik untuk mengembangkan EBT di
Indonesia.
Austria menawarkan kerjasama membangun PLTA.

Jerman, Perancis (tanam US$ 10 miliar), Amerika Serikat, dan Selandia Baru ingin bekerja sama di
bidang panas bumi (geothermal).
Selandia Baru telah meneken kerjasama dengan RI (April 2012) guna membangun PLTP 4 GW th
2015.
Chevron Co. (produsen gas terbesar kedua th 2011 sesudah ExxonMobil Indonesia) juga tertarik
berinvestasi di bidang panas bumi dan energi laut dalam.
Turki tertarik pula untuk mengembangkan energi geothermal di wilayah Palembang/Sumsel, Argo
Puro/Jatim, dan Pidie/Aceh.
Di sisi lain, Amerika Serikat yang diwakili oleh Exxon dan General Electric akan membantu di sektor
efisiensi energi, salah satunya adalah mengembangkan turbin dan Pembangkit Listrik skala kecil
berbasis EBT di pulau-pulau terluar dan di daerah nelayan.
Kanada (Biotermika Technology) tertarik menginvestasikan dananya di bidang sampah kota di kotakota besar, seperti Bandung, Surabaya, dan Jakarta guna membangun pembangkit listrik dari
sampah.
Selain itu, Kanada juga tertarik di bidang PLTU (Brookfield Power and Utilities), PLTMH (Esensi
Lavalin), dan PLTS (Expert Development of Canada, dan Senjaya Surya Pro).
Sementara, Singapura tertarik mendirikan industri pupuk dari sampah TPA di Desa Ngembalrejo, Kec.
Bae, Kudus, sedangkan Jepang dan Korea Selatan tertarik mendirikan industri pupuk dan
pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar / solar / premium dari sampah kota di TPA
Palembang, Sumsel.
Brunei Darussalam tertarik untuk mengembangkan industri pengolahan sorgum untuk bahan
makanan dan bioetanol di Soloraya.
China dan KorSel tertarik untuk mengembangkan PLTA.
Finlandia mengajukan kerjasama dengan menghibahkan 4 juta Euro di bidang PLT biomassa di Prop.
Kalteng dan Riau, dan KorSel juga bekerjasama di bidang PLT biomassa di Gorontalo. Jepang
(NEDO) tertarik membangun pabrik bioetanol dari tetes di Mojokerto, Jatim.
Rusia dan Australia tertarik mengembangkan PLT biomassa (jerami+sekam padi) di Sergai, Sumut,
sedangkan China tertarik menggunakan limbah cangkang kelapa sawit.

Rusia juga tertarik mengembangkan EBT lainnya termasuk nuklir & batubara.
Estonia tertarik mengembangkan pasir minyak dan biomassa.Denmark mendukung program efisiensi
dan konservasi energi di Indonesia dengan memberikan dana US$10juta untuk program 4 tahun.
Indonesia memberlakukan

regulasi

dengan

memberikan insentif

pajak kepada

perusahaan

pengembang EBT dengan tetap melibatkan fihak lokal terutama pembangunan pembangkit
berkapasitas di bawah 10 MW.
Sistem FiT, feed-in-tariff, kebijakan fiskal, insentif pada pendanaan, insentif dukungan pasar, dan
pemudahan

perizinan, diterapkan guna

mendorong

implementasi

EBT

secara

komersial

dan peningkatan akses kepada masyarakat.


Di sisi lain, Bank Indonesia membentuk green banking guna memberikan insentif kepada bank yang
mau mendanai pengembangan EBT.
Guna mendorong investor DN atau LN, pemerintah via Permen ESDM no 27 th 2014 menaikkan
pembelian tenaga listrik dari PLTBm (Biomassa) dan PLTBg (Biogas) oleh PT PLN (Persero) yang
kapasitasnya hingga 10 MW untuk merevisi Permen ESDM No.04 th 2012.
Harga jual listrik PLTBm (FiT 2014) untuk Vmenengah: Rp1.150/kWh (sebelumnya Rp.656/kWh);
Vrendah: Rp.1.500/kWh (sebelumnya Rp.1.004/kWh); FiT (2014) untuk PLTBg: Vmenengah:
Rp 1.050/kWh

(sebelumnya

Rp.975/kWh);

Vrendah:

Rp.1.400/kWh

(sebelumnya

Rp.1.325/kWh). Sementara, pembelian tenaga listrik dari PLTA oleh PLN s.d. 10 MW dapat dilihat
pada Permen ESDM No. 12 th 2014.

Keragaman sumber EBT di Indonesia dapat dijelaskan sebagai


berikut:
AIR (PLTA)
(Large-hydro: >100MW; Medium-hydro: 10-100MW; Small-hydro (PLTM): 1-10 MW)
Di seluruh Indonesia, potensi PLTA skala besar dan kecil sekitar 75.670 MW (75,7 GW, tersebar pada
1249 lokasi) (menurut studi th 1983).
Data Kementerian ESDM menyebutkan bahwa potensi PLTA itu di Sumatera sekitar 15,6 GW
(20,8%), Jawa 4,2 GW (5,6%), Kalimantan 21,6 GW (28,8%), Sulawesi 10,2 GW (13,6%), Bali, NTT,
NTB sekitar 620 MW (0,8 %), Maluku 430 MW (0,6 %), dan Papua 22,35 GW (29,8 %).
Kemudian th 2011 Pemerintah dan PT PLN menyusun Hydro Power Master Plan yang
merekomendasikan bahwa pengembangan PLTA total yang dinilai layak secara teknis, ekonomis, dan
lingkungan hingga 2027 adalah sebesar 12.893,9MW, pada 89 lokasi saja, yaitu Sumatera4.408,4
MW, Jawa 4.594,5 MW, kalimantan 431 MW, Sulawesi 3239,6 MW, NTT 15 MW, Maluku 156,4 MW,
dan Papua & Papua Barat 49 MW. Di sisi lain, PLTA yang sudah dibangun dan dapat dimanfaatkan
hingga th 2014 adalah 5.941 MW atau 7,85% saja (PLTA 5.711 MW, PLTMH 230 MW) dan Dirjen
EBTKE menargetkan 9.700 MW pada tahun 2015 melalui skema percepatan.
Bila anda tertarik ingin ikut terlibat dalam pengembangan PLTA, maka Permen ESDM no 3/2015
memberikan harga patokan pembelian tenaga listrik (cent USD/kWh) dari PLTA oleh PLN (via
pemilihan & penunjukan langsung) untuk Availability Factor (AF) 60% dan masa kontrak 30 tahun
adalah sbb: 9,00 (>10 - <50 MW), 8,50 (50-100 MW), dan 8,00 (>100 MW).
PLTA skala besar dan kecil yang sudah beroperasi di antaranya adalah:

Waduk & PLTA Jatiluhur


Sumut: Asahan-1 (180 / 2x90 MW), Sigura-gura/Asahan-2 (286 / 4x71,5 MW), Tangga (223 / 4x55,75
MW), Lau Renun(82 / 2x41 MW), Sipansihaporas (50 / 33+17 MW),Sumbar: Maninjau (68 / 4x17
MW), Singkarak (175 / 4x43,75 MW), Batang Agam (3x3,5 MW); Bengkulu: Tes (16 / 4x4 MW), Musi
(210 / 3x70 MW); Riau: Koto Panjang (114 / 3x38 MW), Talang Lembu (2x16 MW); Lampung: Way

Besai (92,8 / 2x46,4 MW), Batutegi (28 / 2x14 MW); Jabar: Ubrug/Cibadak (27,9 / 2x10,8+6,3 MW)
(saat ini mati, bendungan jebol), Bengkok (10,15 / 3x3,15+0,7 MW), Cikalong (19,2 / 3x3,64 MW),
Cirata (1000 / 8x126 MW), Saguling (700 / 4x178 MW), Jatiluhur (187 MW); Lamajan (19,2 / 3x6,4
MW), Parakan Kondang (9,92 / 4x2,48 MW); Jateng: Sudirman (Mrica) (3x61,5 MW), Jelok (4x5 MW),
Timo (3x4 MW), Wonogiri (2x6 MW), Garung (2x6 MW), Sempor (1x1 MW), Ketenger-1 dan
Ketenger-2 (2x3,5 MW), Ketenger-3 (1x1 MW), Wadaslintang (2x9 MW), Kedung Ombo (1x22,5 MW),
Klambu (1x1,17 MW), Pejengkolan (1x1,4 MW), Sidorejo (1x1,4 MW), Gajah Mungkur (12,4
MW), Jatim: UP Brantas (281 MW): terdiri atas 12 unit PLTA, yaitu [Sengguruh (29 / 2x14,5 MW),
Mendalan (23,2 / 4x5,8 MW), Siman (10,8 / 3x3,6 MW), Selorejo (1x4,48 MW), Giringan (3,2 / 2x1,35
+ 1x0,5 MW), Golang (2,7 MW), Ngebel (2,2 MW), Wlingi (54 / 2x27 MW), Lodoyo (1x4,5 MW),
Tulung Agung (2x23 MW),Wonorejo (6,3 MW), Karangkates/Sutami (105 / 3x35 MW)], Tulis (2x7
MW); Kalsel: Riam kanan (30/3x10 MW); Sulut: Tonsea Lama (14,38 / 1x4,44 + 1x4,5 + 1x5,44 MW),
Tanggari-1 (1x17,2 MW), Tanggari-2 (1x19 MW); Sulsel: Balambano (110 / 2x55 MW), Larona (165 /
3x55 MW),Karebbe (90 / 2x45 MW), Bakaru (126 / 2x63 MW); Sulteng: Sulewana-Poso I (160 / 4x40
MW), Sulewana-Poso II (180 / 3x60 MW), Sulewana-Poso III (400 / 5x80 MW).
Status PLTA yang sedang/akan dibangun di Indonesia (Maret 2014, & Jan 2015):
Sumatera
Rencana PLTA di masa depan: Sumatera Utara (763 MW).

PLTA Redelong (3x6 MW) (2019); PLTM Kerpap (2MW) (2017); PLTM Kr Isep (2x5 MW)
(2017); PLTM Subulussalam (7 MW) (2017) ; PLTM Lawe Gurah (5 MW) (2017); PLTM Lawe
Sikap (7 MW) (2017); PLTM Lawe Mamas (7 MW) (2017); PLTM Bidin (2x3,3 MW) (2017);
PLTM Tembolon (3,1 MW) (2017); PLTM Ketol (3x3,3 MW); PLTM Lumut (2x5 MW) (2018);

NAD.
PLTA Peusangan 89 MW (Peusangan-1 (2x22,5 MW), dan Peusangan-2 (2x22,5 MW),
Takengon, dibangun oleh PLN yang pekerjaan sipilnya dikerjakan oleh Hyundai + PT PP Tbk,
pek. metal oleh Wika Amarta, pek. jaringan transmissi 150 KV & gardu induk oleh PT Balfour
Beatty

Sakti

PT

Karunia

Berca

dengan

nilai

investasi

Rp.3

triliun.

Energi

listrik Peusangan akan dialirkan ke Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Sumut &
Aceh via GI (Gardu Induk) Takengon dan GI Bireun. Pinjaman berasal dari JICA Rp.2,6 triliun

dan diharapkan selesai pada tahun 2017. Peusangan-4 (400 MW),NAD.


Provinsi Sumatra Utara yang berpotensi PLTM luar biasa, yaitu lebih dari 800 MW(>110
PLTM) akan dijadikan Kiblat PLTM di Indonesia. Gardu penghubung dibangun di 9 lokasi.
PLTM itu di antaranya adalah Parlilitan (7,5 MW), Silau II (7,5 MW), Parluasan (4,2 MW),
Hutaraja (5 MW), Pakkat (10 MW), Lau Gunung (10 MW), Sisira Simandame (4,6 MW),
Simonggo Tornauli (8 MW), dan Tomuan (8 MW). Lstrik dari PLTM tersebut akan dibeli
oleh PLN. PLTM beroperasi di Sumut hanya 3, yaitu Parlilitan (7,5 MW), Silau II (7,5 MW),
dan Hutaraja (5 MW). Sementara, 10 unit (86,2MW) dalam tahap konstruksi, 15 unit
(149,7MW) dalam tahap janji beli listrik via PPA, 19 unit (150,5MW) dalam proses PPA, 64
unit (494,4 MW) dalam tahap pengajuan proposal. Masalah terbesar: perijinan.

PLTA Sidikalang-1 (15 MW) (2019); PLTA Hasang (40 MW), Sumut (FTP-2), 2019.
PLTA Wampu 45 MW di sekitar Danau Toba, (Sumut) dibangun oleh PLN dan Konsorsium
(Kepco) Daewoo dengan dana investasi Rp.2,5 triliun, dan skema IPP (Independent Power

Producer).
PLTA Asahan-3 (174 / 2x87 MW) (Rp.2,3 triliun) (Sumut) belum dibangun, dan molor ke th

2019, terganjal kasus korupsi hutan lindung (FTP-2).


PLTA Simonggo-2 (86 MW), Sumut.
PLTA Batang Toru 510 MW, (Tapanuli Selatan), th 2022.
PLTA Masang-2 (55 MW), Sumut.
PLTA Deli Serdang 16 MW di Deli Serdang, Sumut berencana dibangun olehDaecheong
Construction

Co

Ltd.

dengan

menggandeng

Perusahaan

Daerah

(BUMD)

yang

memanfaatkan sungai Lau Simeme, dengan dana investasi US$150juta.


PLTA Inalum 2x300 MW dibangun oleh PT Inalum (sudah menjadi BUMN) dengan dana
USD700juta, dan kemungkinan beroperasi th 2019 guna memproduksi 500ribu ton

aluminium ingot.
PLTA Kumbih-4, Medan, dana dari Jerman.
PLTM Tersebar Sumut (161,7 MW) (2017).
PLTM Tersebar Sumbar (31 MW) (2017).
PLTA Simpang Aur (23 MW), Bengkulu (FTP-2).
PLTA Ketahun-3 (61 MW), Bengkulu.
PLTA Merangin (350 MW), Kerinci, Jambi,

selesai

sekitar

tahun

2021.

PLN

menekenMoU dengan pembangun dan operator Merangin, PT Kerinci Merangin Hidro

(PT KMH) guna membeli listriknya.


PLTA Kerinci (2x180 MW), Jambi, th 2017.
PLTA Semangka (56 MW), Lampung, (FTP-2) dana dari Perancis.

Jawa

PLTA Upper Cisokan Pumped Storage


PLTA Upper Cisokan PS (1.040 / 4 x 260 MW), 150 km Tenggara Jakarta (S.Citarum) memasuki
tahap konstruksi, dan akan beroperasi 2018 dengan investasi US$638 juta dari Bank Dunia,
pemerintah pusat US$20, dan PLN US$107juta.
PLTA ini menggunakan sistem PS (pumped storage) pertama di Indonesia. Lahan tergenang
mencapai 805Ha, yaitu 3 desa di Kec. Rongga terendam (Bojongsalam, Sukaresmi, dan Cicadas),
sedangkan di Kab. Cianjur meliputi Kec.Cibeber dan Kec.Bojongpicung.

PLTA ini direncanakan hanya bergerak di malam hari saja, guna mengatasi beban puncak Jawa-Bali.
Bendungan I (upper reservoir) 10,5 km2 (kecil), bendungan II (lower reservoir) luasnya 355 km2
(besar), beda tinggi200m.
Siang hari, ada 2.000 MW/hari arus listrik menganggur, maka listrik tsb (asal PLTU/batubara
Indramayu dan Labuhan) digunakan untuk memompa air dari II (S. Cisokan) ke I (S. Cirumanis).
Sementara, malam hari (5-10 malam), air dari I diglontorkan ke II via 4 turbin (4x260MW).

PLTA Jatigede (110 / 2x55 MW) (memanfaatkan waduk Jatigede, membendung S.Cimanuk)
di Ds. Cijeunjing, Kec. Tomo & Jatigede, Sumedang, Jabar, masih tahap lelang desain,
konstruksi th 2016, rampung sekitar 2019 dengan investasi US$239,573juta, (BUMN China
US$144,067juta sisanya APBN), Kontraktor DN: PT WIKA, PT Waskita Karya, dan PT PP;
LN: Sinohydro (China). Problem: protes penggenangan desa (11.469 KK direlokasi) (guna
pengendalian banjir di Cirebon dan Indramayu). Total lahan: 4.983 Ha (termasuk lahan

warga).
PLTA Rajamandala 1x47 MW di sungai Citarum, Kec. Haurwangi, Cianjur, Jabar. PLN
menggandeng PT REP (US$150 juta, full Turnkey, BOOT). PLN membeli listriknyasebesar
US$8,66 sen/kWh, selama 30 tahun yang akan beroperasi pada tahun 2017.Hyundai
Engineering + Hyundai Amco meneken kontrak kerma USD91,3juta dengan REP untuk

membangun PLTA Rajamandala.


PLTA Matenggeng PS (900 / 4x225 MW, Rp.5,9 triliun) Kec. Dayeuhluhur, Kab. Cilacap
didanai oleh Bank Dunia. Groundbreaking (pemancangan tiang pertama) dijadwalkan akhir
2018, dan diharapkan beroperasi th 2022. Tahun 2015 pembebasan lahan dimulai. Listrik

dibeli PLN.
PLTA Sutami, Malang (+2x50MW), dan PLTA Lodoyo, Blitar (+1x9MW), Jatimdioptimalkan (th
2015), dan PLTA Kesamben/Blitar (2x18MW) (baru) dibangun oleh PJB (PT Pembangkit Jawa

Bali).
Rencana: PLTA Grindulu PS (1.040 / 4x260 MW), Tegalombo, Pacitan, Jatim, COD 2021.
PLTM Tersebar Jawa-Bali (192 MW) (2017-2019).

NTB
Potensi hidro di Sumbawa, NTB sekitar 67,5 MW, sedangkan potensi lokasi PLTM NTB: Lombok 3
lokasi (Sungai Muntur 2,8 MW, Sungai Kokok Putih 4,2 MW, Sungai Pekatan 5,3 MW), Lombok
Utara 10, Lombok Barat 15, Lombok Tengah 17, Lombok Timur 16, Sumbawa 17 lokasi (Sungai
Brang Rhee 16 MW, Sungai Bintang bano 40 MW, Sungai Brang Beh 103,5 MW), Sumbawa Barat 9
lokasi, Dompu 9 lokasi, dan Bima 5 lokasi. PLTM Tersebar NTB sekitar 18,7 MW (2018-2019). Oleh
karena itu, PT PLN akan membangun 11 PLTM, yaitu,

NTT

PLTM Brang Beh I (1,8 MW)


PLTM Brang Beh II (4,1 MW)
PLTM Banggo, Sumpee, Beh III, Rea I, Rea II, Bintang Bano, Rhee I, Rhee II, dan Belo.

PLTM Tersebar NTT (2,6 MW) (2017).


PLTM Kudungawa (2 MW).

Kalimantan

PLTA Kusan (65 MW), Kalsel, 2022.


PLTA Nanga Pinoh (98 MW), Kalbar, 2022.
PLTA Kelai (55 MW), Kaltim, 2022
PLTA Peso (3300 / 5x660 MWe), Bulungan, Kaltim, mulai dibangun oleh PT KHE (Kayan
Hydro Energy) dengan investasi total USD 20 miliar (5 tahap) selama 10 tahun. Tahap I

dimulai th 2014, diduga selesai 6-7 tahun.


PLTM Tersebar Kalbar (15,2 MW) (2018-2019)
Rencana: PLTA Besahan (Kayan-3); PLTA Long Sempajang 1.000 MW (Kaltara).

Sulawesi

PLTM Tersebar Sulut (9 MW) (2017-2019).


PLTM Tersebar Gorontalo (5 MW) (2017).
PLTM Tersebar Sulteng (36 MW) (2017-2019).
PLTM Tersebar Sultra 1 MW (2019)
PLTM Tersebar Sulsel (60 MW) (2017-2019).
PLTA Bonto Batu (110 MW), Sulsel, 2019 (FTP-2).
PLTA Bakaru-2 (126 MW), Sulsel, 2020. Dana dari Bank Dunia.
PLTA Poko (234 MW), Sulsel, 2020/2021. Dana dari bank Dunia.
PLTA Malea (90 MW), Sulsel, 2020. PLTA Malea 15 MW, (Rp. 300 miliar) Kec. Makale
Selatan, Tana Toraja, beroperasi Agustus 2011. PT Malea Energi menambah daya hingga

sekitar 90 MW dengan masa kontrak 4 tahun dan dana Rp. 3 triliun, diharapkan selesai 2020.
PLTA Sawangan (12 MW), Sulut, 2019.
PLTA Watunohu-1 (20 MW), Sultra, 2021.
PLTA Konawe (50 MW), Sultra, 2021.
PLTA Poso-2 (130 MW), Sultra, 2021/2022.
PLTA Karama (450 MW, Unsolicited 150 MW, baseload unsolicited 300 MW), Sulbar,
2020/2021. Investor China (PT CMH / China Mikro Hidro) membangun 2 unit bendungan di
lokasi PLTA di Desa Karama, Kec. Kalumpang, Kab. Mamuju, Sulbar, dengan kapasitas total
sekitar 1.800 MW dan biaya sekitar US$4,5 miliar (Rp. 7 triliun) selama 3 tahun. Sementara,
sungai Karama yang melewati Kec. Bonehau memberikan kontribusi PLTA berkapasitas (600

MW) dan relokasi 9000 warga Bonehau tak terhindarkan.


PLTA Tontonan 1(00 MW), Enrekang dibangun oleh PT TEI (Topnich Energy Indonesia,asal
China) berpatungan dengan PT Sulawesi Hydro Power (asal Norwegia) dengan nilai investasi

Rp.5 triliun yang pembangunannya dimulai Juni 2011.


PLTA Tangka Manipi (10 MW) dioeprasikan oleh PT Sulawesi Hydro Power dengan nilai
investasi Rp.280 miliar untuk memenuhi kebutuhan listrik di Kabupaten Gowa dan Sinjai.

Maluku

PLTM Tersebar Maluku (34 MW) (2018-2019).


PLTA Wai Tala-1 (13,5 MW), Kec. Kairatu; PLTA Wai Tala-2 (54 MW), 2018.
PLTM tersebar Maluku Utara (4,5 MW) Malut.
PLTM tersebar Maluku (18,5 MW), Maluku, Wai Isal-3 (4 MW), Nua (Masohi) (6 MW), Way
Isal (6 MW) Seram Utara, Maluku Tengah (potensi 60 MW);

PLTA Wai Mala (25 MW).

Papua

PLTM Tersebar Papua Barat 10 MW (2017-2018).


PLTM Tersebar Papua (15,2 MW) (2017-2018).
PLTA Warsamson (47 MW), Papua Barat, 2018.
PLTA Ora (2x10 MW) Kab. Jayapura, Papua; PLTA Orya-1 (10 MW) beroperasi Jan 2015

untuk wilayah Genyem dan Grimenawa. Orya-2 (10 MW) sedang dikerjakan.
PLTA Baliem (50 MW) (S. Baliem) dibangun oleh PLN; PLTA Baliem-1 (10 MW) dan Baliem-2
(40 MW) sedang dikerjakan yang diharapkan beroperasi th 2017. Sungai Baliem berpotensi

setidaknya 7 PLTA di masa depan (800 MW, dengan perkiraan dana sekitar Rp.5triliun).
Rencana: PLTA Supiori 15 MW dan PLTA Urumuka (300 MW).
PLTA Urumuka (300-350 MW) (2010) diharapkan dibangun oleh Pemprov Papua. Proyek
senilai Rp 14 triliun tsb direncanakan selesai 3-4 tahun. Akan tetapi, PLN tidakdilibatkan,
dan masyarakat sekitar
PLTA Mamberamo ternyata

menolak

proyek

belakangan

tersebut.
(2014)

Proyek

PLTA Urumuka &

diduga fiktif,

dan

ada

kasus korupsi DED(APBN 2009/2010) (Detail Engineering Design). Dana Rp.29,5M dan

Rp.26,3M telah dikeluarkan.


PLTM Kalibumi-2 (5 MW).
PLTM Kalibumi-3 Cascade (5 MW).
PLTM Mariarotu-2 (1,3 MW)
PLTM Tatui (4 MW), Serui, Papua, didanai oleh pinjaman ADB (Proyek PLN).
PLTM Amai (1,4 MW), Jayapura, Papua,didanai oleh pinjaman ADB (Proyek PLN) .

Rencana PLTA di masa depan: S. Memberamo berpotensi menggerakkan PLTA 10.000 MW, dan
sungai lainnya via PLTM tersebar 2.000MW.
Percepatan sumber daya air:
PLTA (5 GWe) akan dibangun di 12 waduk pilihan dari 261 waduk di Indonesia dengan nilai
investasi Rp.100 triliun (2-3jutaUS$/MW).
Studi kelayakan pembangunan PLTA itu akan menelan dana Rp.36-60miliar. Baru 22 waduk memiliki
PLTA, dan Indonesia perlu 460 waduk lagi seukuran waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jabar.
Bendungan untuk tandon air dan irigasi:
Bendungan/waduk Pandan Duri 340 Ha (Rp.728 miliar), Ds.Suwangi, Kec.Sakra, Kab. Lombok Timur,
NTB selesai dibangun dengan sumber air dari sungai Palung. Dusun yang terendam: Embung Raja,
Gunung Sager, Kelagaq, dll.
Waduk
Waduk yang akan dibangun sebanyak 49 (dari tahun 2015-selesai):

Waduk Bajul Mati, Banyuwangi, Jatim

NAD: Krueng Keureuto (Rp.1,68Triliun, 2015),

(Rp.748Miliar, 2015), Rukoh (Rp.410Miliar, 2015).


Sumatera: Lausimeme (Sumut); Lompatan Harimau (Riau); Estuari Sei Gong, Dompak,

Busung (Kepri), Sukoharjo, Segalaminder, Way Sekampung, Sukaraja III (Lampung);


Jawa: Karian (Rp.1,68Triliun, 2015, Lebak); Sindangheula, Pamarayan (Banten); Ciawi,
Sukamahi,

Cipanas,

Leuwikeris,

Sadawarna,

Jambo Aye;

Santosa,

Perbaikan waduk

Sukahurip

(Jabar);

Tiro

Logung

(Rp.620Miliar, 2015, Kudus), Jlantah, Matenggeng (Jateng); Bener, Karangtalun (DIY);

Semantok, Bagong, Lesti, Wonodadi (Jatim); Telagawaja (Bali);


NTB: Bintang Bano, Tanju, Mila, Mujur;
NTT: Raknamo (Rp.710miliar, 2015, luas 147 Ha, (Kupang); Kolhua,
Klot (Kab.Belu), Temef,

Jawakisa

(usulan

Gubernur)

(TTS,

(Kupang); Roti

Timor

Tengah

Selatan),Napunggete (Kab.Sikka); Aesesa (Kab.Nagekeo), Manggarai;


Kalimantan: Tapin (Kalsel); Sepaku Semoi, Marangkayu, dan Teritip (Kaltim);
Sulawesi: Lolak (Rp.850Miliar, 2015), Kuwil (Sulut); Karaloe, Paseloreng, Pamakulu,
Jenelata, Nipa-nipa (Sulsel); Lasongi (Sultra)

Baru dibangun (2014):

Pandan Duri (98%, Lombok Timur, NTT);


Titab (Busung Biu, Buleleng, Bali); ada masalah Pembebasan lahan, Groundbreakingawal

2015.
Bajul Mati (40%, Banyuwangi-Situbondo, 115 Ha, 2015);
Nipah (masalah pembebasan Lahan, Desa Montor, Sampang, Madura, Jatim).

Sudah dibangun (2013):

Jati Gede (Sumedang, Jabar); masalah: banyak pohon yang harus ditebang & ada situs

sejarah di lokasi; Diresmikan Juli 2015.


Jatibarang (Ds. Talun Kacang, Kel. Kandri, Kec. Gunungpati, Semarang), sudah beroperasi.
Paya Seunara (Suka Karya, Sabang, NAD); belum diisi air, ada masalah pembebasanlahan.
Diponegoro (Tembalang, dekat UNDIP), berfungsi dengan baik
Gonggang (Poncol, Magetan, Jatim) kemarau lalu, waduk mengering.
Rajui (Padang Tijie, Pidie, NAD); sistem pengairan ke persawahan bermasalah;tanaman

palawija ditanam penduduk di bagian atas waduk;


Marangkayu (Kukar) menyisakan persoalan pembebasan lahan.

PU (2014) berencana memanfaatkan 200 waduk untuk pengairan sawah dengan memasang turbin
baru menjadi PLTA agar dapat menghasilkan listrik.

AIR (PLTMH)
(Mini Hidro: 100-1000 kW; Mikro Hidro: 5-100 kW; Piko Hidro: ratusan Watt-5 kW)
Potensi: 230.913 MW (231 GW) (th 2006). Tahun 2014, kapasitas terpasang hanya 75 MW.
Dalam RIPEBAT (Rencana Induk Pengembangan EBT) 2010-2025, enam provinsi memiliki
potensiPLTMH seperti 1) Papua (ada 52 sungai berpotensi maksimal hingga 15,6 GW, di antaranya
adalah sungai Memberamo/10 GW; Derewo, Ballem, Tuuga / 1,6 GW; Wiriagar / Sun, Kamundan,
Digul / 1,5GW; Yuliana / 2,3 GW; Lorentz / 232 MW, dan Kladuk); 2) Kaltim: S.Kerayan, Mentarang,
Tugu, Mahakam, Boh, Sembakung dan Kelai (total 6.743MW); 3) Sulsel; 4) Kalbar; 5) Sumut; dan 6)
Aceh.

PLTMH Selen Aik 25 kW, Lombar


Pemanfaatan PLTMH dapat

menghemat

BBM

dan CER

sangat

besar.

PT Indonesia

Power meyakinkan, bahwa Produksi listrik PLTMH Cileunca berkapasitas 1 (2x0,5) MW (menelan
biaya Rp.13 milyar), desa Warnasari, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung, dapat menghemat Rp. 10
milyar setahun. Bila seluruh PLTMH dapat mencapai kapasitas 500 MW, penghematan biaya sekitar
Rp.4,27 triliun dan keuntungan dari CER US$ 6 juta, serta ada pemasukan kas desa (PADES,
Pendapatan Asli Desa) Rp.2 triliun/tahun. Sistem Off-Grid disarankan untuk digunakan di desa, yaitu
sistem pemeliharaan alat/jaringan listrik dan tagihan listrik dikelola oleh masyarakat / koperasi desa
sendiri, agar kemandirian dan pertumbuhan desa dapat terwujud.
PTPSE (Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi) BPPT berhasil mendaftarkan rintisan
CDM (Clean Development Management) PLTMH dari UNFCCC (United Nations Framework
Convention on Climate Change) untuk PLTMH di desa Rantabella, Kec. Lotimojong, Kab. Lawu,
Sulawesi Selatan.
Bila jaringan PLN sudah masuk desa, maka desa dapat menjual listriknya ke PLN (kalau harga yang

ditawarkan PLN sesuai, dengan melalui proses panjang dan melelahkan). Contoh: PLTMH Curug
Agung yang dibangun th 1991, th 1995 berkompetisi dulu dengan PLN ketika jaringan listrik PLN
masuk desa. Akhirnya th 2000, produk listriknya masuk ke jaringan PLN. Sementara, PLTMH Cintamekar 10kW, Subang, Jawa Barat, menjual seluruh produk listriknya ke PLN. PLTMH Kombongan 85
kW, Garut juga masuk jaringan listrik nasional.
PLTMH yang berencana / sedang dibangun adalah:
Sumatera

PLTMH Mangani (1.200 kW), Sumbar, Dikembangkan oleh IPP.


PLTMH di Sumbar dibiayai oleh konsorsium Malaysia, khususnya di Kab. Solok (Lembah
Gumanti) via MoU dengan PT PLN sejak awal 2006. Listrik dari PLTMH tersebut dibeli oleh
PT PLN. Potensi PLTMH di Solok adalah Pinang Awam (462 kW), Koto Anau (167 kW),
Sumani (625 kW), Balangir (500 kW), Leter W (7.500 kW), Pintu Kayu (4.000 kW), Liki (2.000
kW), Sangir I (10.000 kW), Sangir II (7.658 kW), Liki Solok (60 kW), Jawi-Jawi (60 kW), dan
Lubuk Gadang (103 kW). selain itu, PT Hutama Karyajuga menanam modal untuk PLTMH

(2x4 MW) di Sumbar.


PLTMH (2x10 MW, USD1,5-2juta/MW, total USD40juta) di Lampung dibangun oleh PT Wijaya

Karya Tbk (WIKA).


PLTMH Sei Wampu, Sumut, dikembangkan oleh PT Aek Simonggo dengan dana berasal dari
PGLI 35% (PT Pembangunan Graha Lestari Indah Tbk) dan Arcadia (Arcadia Energy Trading
Pty Ltd.) 65% yang konstruksinya dimulai Juli 2011 selama 24 bulan.

Jawa & Bali

PLTMH Lodagung (1.300 kW) di Ds.Jegu, Kec.Sutojayan, Kab. Blitar, Tulungagung akan

dibangun oleh BUMN PJT I (Perum Jasa Tirta).


PLTMH Cilenca (3x300 kW), Jabar, dikembangkan oleh IPP.
PLTMH Ketenger (4x600 kW), Jabar, dikembangkan oleh IPP.
PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) membangun PLTMH dengan kapasitas 3 MW di
kebun Zeelandia, Kab. Jember yang sebagian listriknya digunakan untuk internal kebun
(pabrik pemrosesan kopi, penyiraman tanaman kopi, penerangan rumah penduduk, dll), dan

sebagian dijual ke PT PLN distribusi Jatim bila negosiasi harga per kWh nya tercapai.
Pemkab Banyumas membangun 12 PLTMH dengan total biaya Rp.300 miliar. Salah satunya,
PLTMH Kali sasak 4 MW Kec. Cilongok, Banyumas yang dikelola oleh PT BIJ (Banyumas
Investama Jaya) bekerjasama dengan PT IndoPower dengan dana sebesar Rp.60 milyar
untuk 8.000 KK. Sebelumnya PLTMH Tapen (1x0,75 MW), Ketenger-1/-2/-3, lalu beberapa
PLTMH di UPB Mrica (Desa Siteki, Blumbungan, Banjarnegara) Sempor Kab. Kebumen, dan
Wadaslintang sudah

dibangun

di

Banyumas.

Lainnya,

PLTMH

percontohan Karangtengah 17kW dari sungai Prukut (debit air 300 liter/detik) untuk 66 KK,
hasil kerma PT IndoPower (pemodal) dengan TNI (bantuan tenaga kerja).

AHM (PT Astra Honda Motor) memberdayakan masyarakat dengan membangun PLTMH 6,5
kW, sungai Cibarengkok, untuk 63 KK, di TNGHS, Sukamulya, Sukabumi, Jabar,

bekerjasama dengan Yayasan IBEKA.


PLTMH kampus UMM (70-100 kW, 2007) di Sengkaling I (penstock 45 derajat), Malang
dibangun oleh UMM (Univ. Muhammadiyah Malang) bekerjasama dengan Kementerian
ESDM. Sementara Sengkaling II (60-80 kW) (dalam kampus UM, 2015) Malang dibangun

dengan penstock vertikal, dan turbin kecil.


PLTMH 35 kW di dusun Sumbermaron, Desa Karangsuko, Kec. Pagelaran, Kab. Malang
dibangun oleh UM Malang dengan sponsor dari Australia Partnership dan Bank Dunia senilai

Rp.408 juta yang digunakan untuk mesin pompa pengairan dan air bersih.
Proyek PLTMH yang sedang berjalan adalah di Kab. Bogor (Rp.855 jt), Kab. Cianjur (Rp.1,4

miliar), Kab. Garut (Rp.920 jt).


PLTMH yang masuk jalur PLN adalah Cijedil (3 kW) di Cianjur, Curug Agung (788 kW) di
Subang, Cinta Mekar (120 kW), Jembelair (100 kW) di Purwakarta, dan Cipayung (240 kW).

Kalimantan

PLTMH Lobong (1.300 kW), Kotamobagu, Kaltim, didanai oleh pinjaman ADB (Proyek PLN).

Potensi PLTMH di Kaltim: sungai Kerayan, Mentarang, Tugu, Mahakam, Boh, Sembakung, dan Kelai
dengan total potensi mencapai 6.743 MW.
Sulawesi

PLTMH Duminanga (1.000 / 2x500 kW), Sulut.


PLTMH Mongango (1.700 kW), Luwuk, Sulut, didanai oleh pinjaman ADB (Proyek PLN).
PLTMH Kalumpang (1.700 kW), Luwuk, Sulut, dikembangkan oleh IPP.
PLTMH Hanga-hanga (2x1.700 kW), Luwuk, Sulut, dikembangkan oleh IPP.
Lima belas (15) unit PLTMH di beberapa kecamatan di Toraja Utara (6 di kec. Rantebua, 3 di
kec. Rinding Allo, 1 masing-masing di kec. Buntupepasan, Sanggalangin, Sa'dan, Buntao,
Nanggala, dan Sesean Suloara) berhasil dibangun oleh BPMD (Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa) dengan dana berasal dari Kementerian PDT. Tahun 2011, kucuran dana
dari PDT sebesar Rp.4 miliar juga digunakan untuk membangun PLTMH di 15 lokasi di kec.
Baruppu, Buntupepasan, Balusu, Sa'dan, Denpina, dan Awan Rante Karua dengan
memanfaatkan air dari sungai Sa'dan dan Maiting. PT ABM Investama Tbk (151 desa) dan

PT Nagata (9-30 MW, Rp200miliar) juga membangun PLTMH di Toraja Utara.


PLTMH Kawata (30 kW) Luwu Timur, Sulsel, bantuan Kementrian PDT telah diresmikan oleh

Bupati Lutim.
Empat unit PLTMH dengan kapasitas total 8,1 MW di Mamuju, Sulbar, yaitu Balla (2x350 kW),
Kalukku (2x700 kW), Bone Hau (2x2MW), dan Budong-budong (2x1 MW) dapat menghemat
BBM Rp 200 miliar/tahun. Beban puncak sekitar 12 MW, 67% dari air

NTT

PLTMH Maubesi (1 MW).

PLTMH Ubungawu-3 (0,2 MW)

Papua

PLTMH Prafi (1.000 kW), Manokwari, Papua, didanai oleh pinjaman ADB (Proyek PLN).

PLN telah memiliki 2 PLTMH, yaitu PLTMH Werbar, Fak-fak, (2x800 kW) dan PLTMH Walesi,
Wamena, (2x600 kW).

LAUT
Sejak dikeluarkan UU no.17/2007 RPJPN 2005-2025, upaya menyusun Road map (peta jalan)
pengembangan energi

laut sedang dilakukan.

Sementara,

UU

Kelautan

sebagai

dasar

penyusunanroad map yang mencakup tata ruang laut nasional 200mil (17.499 pulau, dan garis pantai
104.000 km terpanjang kedua dunia) telah disahkan DPR akhir Sep 2014 sekaligus hal itu sebagai
cikal bakal pembangunan poros maritim. Oleh karena itu, para investor masih menunggu UU
dan Road map tsb guna meyakinkan kepastian hukum berusaha dimana potensi ekonomi laut
Indonesia ditaksir > Rp.3000 triliun, bahkan total potensi ekonomi laut termasuk SDA nonkonvensional lainnya ditaksir lebih dari 1,2 triliun USD/th yang lebih besar dari PDB Indonesia (1
triliun USD/th).Mapping energi laut Indonesia ditampilkan (2011).
Ada tiga jenis energi laut yang dapat dimanfaatkan, yaitu gelombang laut, arus laut (Tidal+Ocean
current energy), dan panas laut. Prediksi potensi teoritis ketiganya menurut ASELI sekitar 727 GW.
Prakteknya, gelombang laut 1.995 MW, arus laut 18 GW, dan panas laut 41 GW.
GELOMBANG AIR LAUT (Wave Energy)
Potensi gelombang di Indonesia sangat tinggi, yaitu sekitar 2-2,5 m (Laut Selatan Jawa), dan pantai
Barat Sumatera sekitar 4-5 meter. ASELI (th 2011) menyatakan gelombang laut mempunyai potensi
teoritis 510

GW,

potensi

teknis

GW,

dan

potensi

praktis

1,2

GW.

Metode Energi Listrik Gelombang Air Laut (400 W) karya mahasiswa dan dosen Politeknik Manufaktur
Timah, Bangka Berlitung mendapat hak Paten dari Kementrian Hukum dan Ham RI, dan biaya hak
paten ditanggung Dikti Kemendiknas. Karya lainnya, oleh M. Imron (T. Kelautan, ITB).

PLTGL-SB Vertikal
Percobaan PLTGL-SB (Horizontal)

(Sistem

Bandul)

Zamrisyaf (pemilik

paten

No.

HAKI

P00200200854) mampu menghasilkan listrik 3 kW dan menerangi 20 rumah nelayan.


Bila hanya 20% saja pantai Selatan Jawa dimanfaatkan untuk PLTGL, maka 6,5 GW dapat diperoleh,
dengan potensi 40 kW per meter lebar gelombang.
Daya yang diperoleh ini tidak jauh berbeda dengan perolehan listrik dari PLTN (Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir).
Investasi PLTGL-SB (horizontal/vertikal) setara dengan PLTA. Dengan laut seluas 1 km2, daya listrik
dari PLTGL 20 MW dapat diperoleh. Ponton (tongkang kecil) yang digunakan berbentuk delima yang
sebagian terendam air, dengan panjang lengan 2 m, dan bandul seberat 10 kg. Bila tinggi gelombang
0,5-1,5 m, maka akan dihasilkan putaran 200 rpm dan daya sebesar 25,2 kW. Bila satu unit ponton
terdiri atas 5 set bandul, maka daya akan mencapai 125 kW.
EAL (ENERGI ARUS LAUT) (Tidal + Ocean Current Energy)
Arus laut di Indonesia berupa pasang surut yang diakibatkan oleh interaksi bumi, bulan, matahari, dan
arus geostropik karena gaya Coriolis akibat rotasi bumi serta perbedaaan salinitas, temperatur, dan
densitas. Arus pasang surut menyimpan energi hidro-kinetik, sehingga dapat dikonversikan menjadi
daya listrik yang bergantung pada densitas fluida, penampang aliran, dan kecepatan alirannya. Selatselat yang menghadap Lautan Hindia dan Samudra Pasifik teramati memiliki arus yang kuat.

PLTAL >80 kW
Potensi EAL Indonesia menghasilkan listrik sangat besar, yaitu sekitar 5,6-9 TW (5.600-9.000 GW))
(versi Bappenas). Angka itu kira-kira 30-50ribu kali PLTA Jatiluhur (187 MW). Bandingkanlah dengan
daya listrik dari 430 unit PLTN dunia yang hanya sekitar 363 GW (2009) < 1 TW. Potensi teoritis arus
pasang surut versi BPPT sebesar 160 GW, teknis 22,5 GW, dan praktis 4,8 GW.

Bappenas mendorong EAL sebagai sumber EBT yang handal guna memenuhi permintaan
masyarakat pesisir 18 ribu pulau di Indonesia yang tidak terjangkau oleh jaringan listrik nasional. Laju
arus pasang-surut (tidal) di pantai umumnya kurang dari 1,5 m/detik, kecuali di selat-selat di antara P.
Bali, Lombok, dan NTT dapat mencapai 2,5-3,4 m/detik. Arus pasang-surut terkuat tercatat di Selat
antara P. Taliabu dan P. Mangole di kepulauan Sula, Maluku Utara dengan laju 5,0 m/detik.

Uji-coba PLTAL karya UPT-BPPH (BPPT) di Suramadu (2013) (3,5 kW, arus laut malam hari
hanya 1,3 m/detik), Surabaya dan di Larantuka (Flores Timur) (10kW ~4,3m/detik) telah
dilakukan). Sebelumnya (2010) uji-coba di Larantuka telah dilakukan. Daya listrik 2kW

diperoleh.
Sabella (Perancis) meneken MoU dengan PT PLP & PT Meindo Elang Megah untuk
mengembangkan proyek energi arus laut Indonesia. Sejumlah turbin 100-2500 kW akan

dipasang di arus terkuat di dunia (pulau terpencil di Indonesia Timur).


Tahun 2004, BPPT / BPDP (Balai Pengkajian Dinamika Pantai) membangun purwarupa OWC
(Oscilating Water Column, dinding tegak) pertama di pantai Parang Racuk, Baron,Gunung
Kidul dengan potensi gelombang 19 kW / panjang gelombang. Survei hidroseanografi
menunjukkan bahwa PLTAL akan optimal bila ditempatkan sebelum gelombang pecah atau
pada kedalaman 4-11 m. Putaran turbin akan dicapai antara 300-700 rpm dengan memiliki
efisiensi 11%. Tahun 2006, OWC sistem Limpet / terapung diletakkan berdampingan dengan

OWC th 2004, di tempat yang sama.


Tahun 2005: penelitian karakteristik arus laut dilakukan oleh Puslitbang Geologi kelautan
(PPPGL) berkolaborasi dengan Program Studi Oceanografi ITB di selat Lombok dan selat

Alas menggunakan turbin Kobold 300 kW.


Th 2006-2010: penelitian BPPT dilakukan di beberapa selat Nusa Tenggara (NTB dan NTT),
di antaranya S. Lombok, S. Alas (diujicoba April 2012, 75 MW), S. Nusa Penida, S. Flores,
dan S. Pantar. Selat-selat lainnya yang diperkirakan memiliki arus laut cukup kuat adalah S.
Sape, S. Linta, S. Molo, S. Boleng, S. Lamakera, dan S. Alor. Bila satu selat dapat dipanen
energi sebesar 300 MW dengan asumsi 100 buah turbin masing-masing berdaya 3 MW,
maka akan dihasilkan listrik sekitar 3GW untuk 10 selat. Tahun 2009, BPPT menguji
purwarupa PLTAL sebesar 2 kW dan tahun 2011 sebesar 10 kW di S. Flores. Purwarupa
pertama dibangun PPPGL bersama kelompok T-files ITB dan PT Dirgantara Indonesia yang

diuji di S. Nusa Penida dan mampu menggerakkan generator listrik 5.000W.


2012-2014: purwarupa skala besar (>80 kW) dicoba untuk mengembangkannya menjadi
skala komersial. Tahun 2025, PLTAL diharapkan akan mencapai 5% dari sasaran kebijakan

energi 25% bauran energi.


Mahasiswa&Alumni ITB dari PT TFiles Indonesia (13 orang) berhasil memanfaatkan arus laut
menjadi PLTAL 10 kVA. Th 2012. Mereka bekerjasama dengan Dinas PU-Binamarga
menyalakan 1.000 lampu jembatan Suramadu. Semua komponen turbin buatan lokal kecuali
magnet yang dibandrol dengan harga Rp.400juta dengan lifetime 5 tahun. Kerma diteruskan
ke PLN Batam untuk memberikan listrik 1MW.

PANAS LAUT
OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) dibedakan 3 macam, daur tertutup, daur terbuka, dan
daur gabungan (hibrid). Potensi Panas Laut: 222 GW. Lima lokasi sedang dijajagi, Selat Sunda, Bali
Utara, Bali Selatan, Maluku Utara, dan NTT. Bali Utara terpilih untuk survei dengan kapasitas
pembangkit sekitar 100 kWe.

ENERGI LISTRIK AIR LAUT


Dr. Sastro, Sambisari, Kalasan, Sleman, Yogya mengembangkan listrik dari air laut Parang Tritis via
elektrolisis air laut (Grafit / Anoda, Seng / katoda; tegangan: 1,6 V) menggunakan aki bekas 12 V.
Setelah itu, aki dibongkar dan diisi air laut. Dia mendapatkan tegangan 9,2-11,8V. Ini bukti bahwa
samudra adalah baterai raksasa. Mahasiswa Teknik Kimia ITS juga mengembangkannya.
PLT GRAVITASI
Djoko Pasiro, Pamekasan, Madura, memanfaatkan tenaga Gravitasi bumi yang murni berasal dari
kekuatan alam guna menggerakkan mekanik penarik dinamo generator untuk menghasilkan listrik.
PLT Gravitasi daya kecil, sebesar 2.500 Watt membutuhkan biaya hanya 15 Juta rupiah.
D. Bentea(Rumania) dan beberapa peneliti lainnya [1, 2, 3, 4] menunjukkan pula bahwa PLT Gravitasi
berfungsi dengan baik.

PANAS BUMI (GOETHERMAL)


Potensi energi PLTP: 29.038 MW (29 GW), sedangkan kapasitas terpasang saat ini sebesar 1.341
MW atau 4,62% dari total potensi yang ada. Empat puluh (40) % potensi dunia ada di Indonesia, dan
sekitar 276 titik potensi panas bumi telah ditemukan. Sepuluh (10)% dari total potensi itu (sekitar 2
GW) ada di Sumsel. Oleh karena itu, dibangunlah Laboratorium Geotermal I yang diresmikan Okt
2013 di Palembang, Sumsel, dan dioperasikan oleh PT Sucofindo.

PLTP Dieng 60 MW, Jateng

Secara keseluruhan, potensi energi geotermal di Indonesia ditemukan tersebar di sepanjang


lajur Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Busur Banda hingga Sulawesi Utara, dan lajur Halmahera,
Bali, dan Papua. Potensi tersebut besarnya ternyata dua kali cadangan minyak bumi Indonesia. Tidak
salah bila Indonesia merupakan potensi terbesar di dunia, sehingga mendorong Indonesia untuk
dijadikan pusat pengembangan panas bumi dunia yang tentu saja memerlukan SDM tangguh dari
dalam negeri sendiri. Amerika, Filipina dan Selandia Baru tertarik berinvestasi di geotermal. Untuk
itu, Amerikamembantu ITB dan UI membuka jurusan geotermal, dan Selandia Baru membuka diri
kepada putra Indonesia untuk belajar geotermal di sana.
Dr. SK Sanyal (GeothermEx Inc., California) menyinggung bahwa lebih dari 70% lahan Indonesia
memiliki basis sumberdaya geothermal lebih dari 50 MW dan hampir setengahnya lebih dari 100 MW
dengan sumur komersial antara 3-40 MW (rata-rata 9 MW), sedangkan sumur bor dunia hanya
sekitar 4-6 MW. Tahun 2025, EBTKE menargetkan 12 GW dapat ditapis dari PLTP. Hinga th 2014,
investor kurang tertarik berbisnis di PLTP ini. Mereka menginginkan harga jual listrik dari PLTP
sekitar 11-14cent US$/kWh. Oleh karena itu, harga jual listrik th 2014 dinaikkan oleh pemerintah
menjadi 11,5-30 sendollarAS/kWh seperti yang tercantum dalam Permen ESDM no.17 th 2014.

PLTP Kamojang 30 MW, Garut, Jabar


Sejarah pemanfaatan PLTP di Indonesia diawali oleh usulan Van Dijk asal Belanda tahun 1918 untuk
membangun PLTP di Kamojang, Jabar. Kamojang menghasilkan uap tahun 1926, kemudian dari 5
sumur uap hanya satu sumur yang produktif, tetapi tidak lama kemudian mati. Tahun 1964 PLTP
dihidupkan kembali oleh Direktorat Vulkanologi (Bandung), PLN, dan ITB. Tahun 1971, PLTP
Lahendong Sulut, dan PLTP Lempung, Kerinci dikembangkan.
Tahun 1972, pengeboran 6 sumur di Dieng, Jateng, dilakukan, tetapi tak satu pun mengeluarkan uap.
Tahun 1974, Pertamina dan PLN mengembangkan PLTP Kamojang 30 MW.
Tahun 1977, Selandia Baru menyumbang NZ$24juta dari kebutuhan NZ$34juta, sisanya ditanggung
Indonesia untuk Kamojang.
Tahun 1978, tim Kanada ke Lahendong dan Lempung, Kerinci. Monoblok Kamojang diresmikan 27
November.
Tahun 1981, Monoblok Dieng diresmikan 14 Mei; Pertamina diberi wewenang melakukan survei,
eksplorasi dan eksploitasi PLTP di Indonesia.
Tahun 1982, Pertamina meneruskan penelitian di Lahendong dan melakukan kontrak dengan UGI
(Unocal Geothermal Indonesia) untuk PLTP di Gunung Salak, Jabar.
Tahun 1983, PLTP Kamojang-I 30 MW diresmikan 1 Februari.

Tahun 1987, PLTP Kamojang-II dioperasikan. Pertamina, Amoseas of Indonesia Inc., dan PLN
melakukan kerma eksplorasi panas bumi di Gunung Drajat, Jabar.
Tahun 1991, keluar Keppres meleluasakan Pertamina dan kontraktor mengeksplorasi dan
mengeksploitasi panas bumi, dan menjual uap / listrik kepada PLN.
Tahun 1994, PLTP Gunung Drajat-I beroperasi, PLTP Gunung Salak-I dan II beroperasi, dan
Pertamina melakukan kontrak dengan 4 perusahaan swasta.
Tahun 1995, Nota kesepahaman dilakukan Pertamina dan PLN untuk membangun PLTP Lahendong
1x20 MW, Sulut, dan PLTP Sibayak 2 MW, Sumut.
Sayangnya, sekitar 70% lokasi PLTP yang potensial berada di kawasan hutan lindung, sehingga
terjadi konflik kepentingan dengan Kementrian Kehutanan, apakah membangun PLTP (hanya butuh
lahan 0,3-4 Ha) atau mempertahankan kawasan konservasi.
Untuk mengatasi hal tersebut, DPR telah mengesahkan RUU Panas Bumi (26/08/2014) sebagai revisi
UU No. 27/2003, yang ringkasan isinya sbb:
1. Panas

bumi

sebagai

sumber

energi

alternatif.

Eksplorasi

&

Produksi

panas

bumi tidaktermasuk kategori pertambangan, sehingga dapat dilakukan di wilayah konservasi


2. Penyelenggaraan oleh PemPusat & Provinsi, sedangkan pemanfaatan langsung & tidak
langsung oleh PemKab
3. Pembinaan & Pengawasan IUP oleh Pemerintah.
Indonesia memerlukan investasi USD30 miliar untuk mengembangkan PLTP 11 GW hingga 2025.
Memang, konsekuensi pemberian ijin PLTP di hutan lindung akan menyebabkan beberapa Ha hutan
lindung akan terbabat.
PT CGI (Chevron Geothermal Indon) belum mendapat ijin penambahan 9 Ha dari Menhut untuk
membabat hutan karena telah melanggar daerah cagar alam Gunung Papandayan di Kertasari
Bandung.
Di sisi lain, PT PGE (Pertamina Geothermal Energy) berencana menanam 100juta pohon di sekitar
lereng gunung berapi hingga 2015, salah satunya adalah 50 ribu pohon telah ditanam akhir th 2011 di
sekitar PLTP Kamojang guna menahan resapan air dan mengurangi emisi karbon, agar panas dan
air terjaga dan Kamojang terus menghasilkan uap.
Sebanyak 28 titik potensi panas bumi (14 proyek PLTP pada WKP existing sebelum terbit UU
No.27/2003 dan 14 proyek PLTP pada WKP baru setelah terbit UU no. 27/2003, sekitar 12.069 MW)
di hutan lindung sepanjang Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, telah disepakati agar proses perijinan
proyek dari menteri Kehutanan segera berjalan. Permen 11/2008 mengajukan 5 WKP,
yaitu Bonjol (Sumbar) 200 MW, Danau Ranau (Lampung, Sumsel) 210 MW, Mataloko (NTT) 63 MW,
Ciremei (Jabar) 150 MW, dan Gunung Endut (Banten) 80 MW. Calon 4 WKP lainnya (masih disurvei)
adalah Sembalun (NTB) 120 MW, Way Ratai (Lampung) 194 MW, Simbolon Samosir (Sumut) 225
MW, dan Telomoyo (Jateng) 92 MW.

PLTP Lahendong-3 10 MW, Sulut


Kapasitas terpasang PLTP Indonesia: yaitu di PLTP Kamojang (200 MW) Jabar, Lahendong-1, 2,
dan 3 (3x20 MW) Sulut, Dieng (60 MW) Jateng, Gunung Salak (375 MW) jabar, Darajat (255 MW)
Jabar, Sibayak (2x5 MW) Sumut, Wayan Windu (227 MW) Jabar, PLTP Ulubelu-1 dan 2 (2x55MW) di
Lampung.
Kapasitas yang sudah terpasang itu menempatkan Indonesia di posisi ketiga dunia setelah Amerika
dan Pilipina.
Bila digenjot hingga 4.000 MW bukan tidak mungkin PLTP Indonesia akan menempati posisi nomor
satu dunia.
Program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap II yang komposisi energimixnya mengarah ke Panas Bumi itu diharapkan akan meningkatkan pemanfaatan panas bumi hingga
17% (4.713 MW) pada tahun 2015.
Status PLTP yang sedang/akan dibangun di Indonesia (Maret, and Oktober 2014):
Sumatera

PLTP Seulawah 110 MW, 2021/2022, Nanggroe Aceh Darussalam


PLTP Jaboi (10 / 2x5 MW), Nanggroe Aceh Darussalam
PLTP Sarulla-1, 2 & 3 (3x110 MW), Sumut. Konsorsium (Medco Geothermal Indonesia,Ormat
technology Inc / USA, Kyusu Electric Power Inc / Jepang, dan Itochu Corp. / Jepang)
proyek PLTP Sarulla 330/3x110 MW, di Kab. Tapanuli Utara dan Selatan, Sumut, menggarap
proyek senilai US$1,6 miliar yang didanai oleh JBIC (Japan Bank for International Corp.) dan
ADB (Asian Development bank) dan beberapa bank komersial. Tarif jual listriknya ke PT PLN
sekitar US$0,0679/kWh. PLTP Sarulla-1 110 MW, Sarulla-2 110 MW, dan Sarulla-3 110 MW
diharapkan beroperasi komersial pada tahun 2016, 2017, dan 2018. Proyek PLTP terbesar di
dunia itu

mundur

tahun

dari

rencana

semula.

Pemerintah

menyiapkan SKB

Menteri (ESDM, Keuangan, BUMN) guna mengatasi kisruh tersebut.


PLTP Sarulla-4 (110 / 2x55 MW), Sumut.
PLTP Simbolon Samosir (110 / 2x55 MW), Sumut.
PLTP Sipoholon Ria-Ria (1x55 MW), Sumut.
PLTP Sorik Marapi 240 MW, Sumut, 2020/2021.
PLTP Muara
Laboh (2x110MW, Rp.4,3
triliun)
Sumbar, 2017/2018. PT

Energy bernegosiasi dengn PT PLN (Persero) dengan dana investasi US$650 juta.
PLTP Bonjol (165 / 2x55 MW), 2022.

Supreme

PLTP Sungai Penuh-1&2 (110/2x55 MW) di Jambi, 2022. ADB (Asian Development Bank)

mengucurkan dana US$500/3 juta.


PLTP Hululais-1&2 (110/2x55 MW) di Bengkulu, 2018/2019.
PLTP Kepahiyang 220 MW, 2020.
PLTP Lumut Balai-1, 2, 3, & 4 (4x55MW) Sumsel, dibangun oleh PGE (Pertamina
Geothermal

Energy),

pinjaman

dari JICA (2015)

sebesar

Rp

100,7

miliar.

beroperasi2017/2018/2019.
PLTP Rantau Dadap (220 / 2x110 MW), Sumsel, 2019/2020. Konsorsium yg terdiri atasPT
Supreme Energy, GDF Suez, dan Marubeni Corp menandatangani PPA dg PT PLN dengan

harga yg disepakati 8,86 sen US$.


PLTP Rajabasa (2x110MW, Rp.4,3 triliun), Lampung 2021/2022. SERB (PT Supreme Energy
Rajabasa), GDF Suez, dan Sumitomo Corp. siap membangun PLTP Rajabasa,yang
bernegosiasi dengn PT PLN (Persero) dengan dana investasi US$650 juta setelah ijin dari

Kemenhut diperoleh.
PLTP Ulubelu-3 & 4 (2x55MW), Tanggamus, Lampung, dibangun oleh PGE, didanai

oleh World Bank sekitar Rp 576,8/2 miliar, beroperasi 2012 & 2016/2017.
PLTP Suoh Sekincau (220 / 4x55 MW), lampung, 2021/2022.
PLTP Danau Ranau (110 / 2x55 MW), Lampung., 2022
PLTP Ulubelu-3 & 4 (2x55MW), Tanggamus, Lampung, dibangun oleh PGE, didanai

oleh World Bank sekitar Rp 576,8/2 miliar, beroperasi 2012 & 2016/2017.
PLTP Dairi Prima (25 MW), Sumut.
Investor asal Turki, Hitay Group, sedang mensurvei blok Tanjung Sakti dan Empat Lawang,
Sumsel.

Jawa

PT SBG (Sintesa Banten Geothermal) mengeksplorasi PLTP (potensi 225 MW) di Gunung

Karang Kab. Pandeglang, Banten.


PLTP Gunung Endut (1x55 MW), Banten.
PLTP Rawa Dano (1x110 MW), Banten.
PLTP Cibuni (1x10 MW), Jabar.
PLTP Tangkuban Perahu-1 (110 / 2x55 MW), Tangkuban Perahu-2 (60 / 2x30 MW), Jabar.
PLTP Cisolok-Cisukarame (1x50 MW), Jabar.
PLTP Kamojang-5 (1x35MW) Jabar dibangun oleh PGE.
PLTP
Karaha-1
(1x30MW),Karaha-2
(2x55
MW)
Bodas,
Jabar,
dibangun
oleh PGE.Pengembangan PLTP Karaha Bodas di lahan sekitar 40 Ha dilanjutkan kembali
setelah

dibatalkan

Development

Bank)

pemerintah

(Soeharto)

mengucurkan

dana

saat

krisis

US$500/3

ekonomi
juta.

1997. ADB (Asian

PGE

menggandeng

PT Alstom Power Energy System Indonesia guna menggarap konstruksinya (EPCC).


PLTP Patuha (3x55 MW), Babakan, Sugihmukti, Pasir Jambu, Jabar. Patuha-1 55 MW sudah

beroperasi Okt 2014. Sisanya menyusul.


PLTP Tampomas (1x45 MW), Jabar.
PLTP Wayang Windu unit 3&4 (2x110 MW), Jabar.
Pemprov Jabar siap melelang PLTP Ciremai (2x55 MW), di Kab. Kuningan, ke BUMN,

BUMD, dan BUMS.


PLTP Baturaden (2x110 MW), Jateng.
PLTP Dieng (115 / 1x55 + 1x60 MW, Jateng.
PLTP Guci (1x55 MW), Jateng.

PLTP Ungaran (1x55 MW), Jateng.


PLTP Umbul Telomoyo (1x55 MW), Jateng.
PLTP Ijen 110/2x55 MW, di Jatim, dibangun oleh PT Medco Geothermal Indonesiasenilai US$

400juta pada tahun 2013 dengan lama konstruksi 2,5 tahun.


PLTP Ngebel/Wilis (165 / 3x55MW), Jatim.
PLTP Iyang Argopuro (1x55 MW), Jatim.
Proyek PLTP Gunung Slamet 220 MW, Jawa tengah, senilai Rp. 6 triliun (US$ 660 juta, 1 MW
membutuhkan investasi US$ 3 juta) siap dibangun oleh 2 investor, PT Spring Energy dan
PT Tri Energy.

Sulawesi

PLTP Kotamobagu-1, 2, 3, & 4 (80/4x20 MW, Rp.2 triliun) di Sulut.


PLTP Lahendong-5 & 6 (2x20MW), Minahasa, Sulut, didanai oleh World Bank sebesar
Rp576,8/2 miliar. Konsorsium Sumitomo Corp. & Rekind (PT Rekayasa Industri) mendapat
kontrak EPC (semula PGE). Rekind menerapkan sistem di muka tanah (Steamfield above
ground). Waktu pengerjaan 22 bulan, Lahendong 5 diduga selesai Sep 2016, sedangkan

Lahendong-6 sekitar Maret 2017.


PLTP Bora Pulu, (1x55 MW), Sulteng.
PLTP Marana/Masaingi (20 / 2x10 MW), Sulteng.
PLTP Lainea (20 MW, Rp.250 miliar) Kendari, 2019.
PLTP Tawaeli (30 MW, Rp.470 miliar) Palu.

NTB

PLTP Hu'u, Dompu, Sumbawa (20 / 2x10 MW, hingga >60 MW dalam 3 tahap, 2020) akan
dikerjakan oleh PT Pasifik Geoenergy (PAGE) (10%) dan Ormat Tech. Inc.(Amerika) (90%)
teken kontrak menginvestasikan dana US$200juta. Akan tetapi, Okt 2014, PAGE mundur,
kapasitas uap rendah, kawasan yang dipinjamkan bertabrakan dengan penambang emas, PT

STM).
PLTP Sembalun-1 (70 MW), Sembalun-2 (40 MW, Rp.500 miliar), Lombok Timur, 2019.

NTT

PLTP Ulumbu (10 / 4x2,5 MW) Flores, NTT. PLTP Ulumbu 3& 4: 5 MW sudah beroperasi Okt

2014. Sisanya 5 MW sedang dikerjakan hingga 2019.


PLTP Oka Larantuka (1x3 MW) Flores Timur (2019).
PT WUK (PT Westindo Utama Karya) mengembangkan PLTP Atadei (2x2,5 MW) di Lembata,

NTT dg dana sekitar RP 1,9 triliun yg akan dimulai pembangunannya th 2013.


PLTP Mataloko (2x2,5 MW), di Ngada, P. Flores, NTT dikembangkan oleh ADB (Asian
Development Bank) dengan mengucurkan dana US$500juta. Th 2013 turbin rusak (korosi)
terkena gas sulfur. kemudian 2014 PLTP dilelang kembali untuk mengebor sumur baru, guna

menaikkan kapasitasnya yang berpotensi hingga 60 MW, (2019).


PLTP Sokoria (15 / 3x5 MW), Ende, Flores. Bakrie Power & Raya Group memenangkan
tender proyek pada Sept 2009, tetapi 2015 menjualnya ke Australia Space Con Pty Ltd.
(menguasai saham 85%). Proyek ini direncanakan beroperasi tahun 2020. Listrik dibeli PLN.

Maluku

PLTP Jailolo (10 / 2x5 MW), potensi 75 MW, Halmahera Barata, Maluku Utara, 2016.
PLTP Songa Wayaua (1x5 MW), Maluku Utara, 2017.
PLTP Tulehu (20 / 2x10MW), Salahutu, Kab. Maluku Tengah, 2016.

BPPT mengembangkan purwarupa PLTP skala kecil 3 MW di Kamojang, Jawa Barat.


Proyek ini menggunakan komponan lokal termasuk turbin (gandeng NTP, Nusantara Turbin Propulsi
anak perusahaan IPTN) dan generator (gandeng PT Pindad).
Dana diperoleh dari APBN BPPT Rp 50 milyar.
Di sisi lain, BPPT mengkaji PLTP Ulu Ere 25 MW di Kab. Bantaeng, Sulawesi Selatan. Th 2014,
BPPT bekerjasama dengan Jerman melakukan riset PLTP siklus biner 500 kW di Lahendong, Sulut.
Cadangan panas bumi baru yang ditemukan adalah Kebar (25 MW) Manokwari, Papua Barat; Tehoru
(75 MW), Banda Baru (75 MW), dan Pohon Batu (50 MW) Maluku Tengah; Kelapa Dua (25 MW)
Maluku Barat; Lili (75 MW), Mapili (50 MW), dan Alu (25 MW) Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Calon lokasi PLTP yang belum disurvei adalah Sungai Betung/Kab. Kerinci (Jambi), Pesisir Selatan
(Sumbar), Sungai Tenang/Kab. Merangin, (Jambi), Ciseeng (Bogor, Jabar), Lebak (Banten),
Malawa/Kab. Maros, Pangkajene/Kab. Bone, dan Kab Barru (Sulsel), Gunung Dua dara (Kab. Bitung,
Sulut), Gunung Pangrango (Bogor, Jabar).

BIOMASSA
Potensi energi biomassa Indonesia diperkirakan: 49.810 MW (50 GW) yang berasal dari perkiraan
produksi 200 juta ton biomassa/tahun dari residu pertanian, kehutanan, perkebunan dan limbah
padat/sampah kota, sementara daya terpasang: hanya 1.716,5 MW (th 2013) atau sekitar 3,45 % saja
dengan hutan produktif dan perkebunan seluas 23 juta Ha.
Itu berarti pemanfaatan biomassa untuk energi listrik masih sangat sedikit. Oleh karena itu
ESDM mengeluarkan Permen No. 27 th 2014 guna mendorong pemanfaatan biomassa (PLTBm) dan
biogas (PLTBg) seoptimal-mungkin menjadi listrik.
Program jangka pendek Kementrian ESDM meliputi promosi investasi, insentif fiskal dan pajak,
kebijakan penetapan harga energi, penyebarluasan informasi, dan penelitian dan pengembangan.
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. PT Semen Padang, dan PT Semen Tonasa telah memanfaatkan
biomassa sebagai pengganti batubara.
PT Growth Asia di bawah GSG / Growth Steel Group (PLTU Biomassa, 2x15 MWe dengan TKDN
70%, Rp10miliar/MW dari BCA Bioler/Indon, generator/turbin/Tiongkok, modul pengatur turbin/AS)
memanfaatkan limbah kering cangkang sawit (1 kWh listrik perlu 1,2 kg cangkang), serat sawit,

sekam padi, bonggol jagung, serbuk kayu, ampas tebu, dll. untuk menapis listrik. PLTU sejenis sudah
dibangun di

Medan/Sumatera: PT GSI / Growth Sumatra Industry, Unit-1 excess power 6 MW, COD Des

2008; Unit-2 Excess Power 9MW, COD Nov 2010.


Medan/Sumatera ( PT GA / Growth Asia, Unit-1, excess power 10 MW, COD Okt 2011; Unit-

2 excess power 10 MW, COD Juni 2012;


Simalungun/Sumatera: PT HS / Harkat Sejahtera, Unit-1 PLTU 2x15 MW, COD April 2013;
Unit-2: - (no info)
Jambi/Sumatera: PT RPSL / Rimba Palma Sejahtera Lestari, PLTU 2x15 MW, COD awal

2013;
Cilegon/Jawa: PT Indocoke, Unit-1 PLTU 1x15 MW (Clean energy + HRSG); COD Maret

2013; UNit-2 PLTU 1x15 MW


PLTU sedang direncanakan: Pontianak (PNK), Banjarmasin (BDJ), Balikpapan (BPN), Pekan
Baru (PKU), Palembang (PLM), dll

Kelapa Sawit

Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan areal sekitar 10,9 juta Ha (2014)
(milik rayat / Perkebunan rakyat 41,55%, Negara (PTPN) 6,83%, swasta asing 1,54%, sisanya swasta
nasional/lokal 50,08%).
Produksi CPO sekitar 29,3 juta ton (2014) terdiri atas milik rakyat 10,68juta ton, Negara 2,16juta ton,
dan swasta 16,5juta ton.
Sebelumnya (2013), produksi CPO sekitar 24 juta ton (18 juta ton CPO/th diekspor) dengan potensi
biomassa dari residu minyak kelapa sawit dan 350 pabrik minyak kelapa sawit dalam jumlah besar
pula, berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sekitar 27,5 juta ton basah (1ton TBS/Tandan Buah
Segar menghasilkan 200 kg CPO, limbah TKKS 250 kg, dan limbah cair 0,5 m3).
Masih ada limbah sawit lain, seperti pelepah 4%, cangkang 6,5%, serat 13%.
Pemerintah melarang membakar TKKS langsung guna menghindari pencemaran udara.

Riau sedang membangun PLTGBm Sencalang 140 kW (250-300 KK) dari pelepah sawit
di Siak dan Inhil. KEI (PT Kreatif Energi Indonesia) membangun PLTBiogas 4 MW dari limbah

cair kelapa sawit pertama di Langkat, Sumut, dengan investasi Rp.20miliar.


Nurhuda (dosen Unbraw, Malang, Jatim) memanfaatkan cangkang sawit (kulit, batok sawit)
sebagai bahan bakar kompor ciptaannya Biomass UB 03-1 (isi 1 kg, laju bakar 10 gr/menit

selama 100 menit) yang bersistem semi-gasifikasi dengan aliran udara alami tanpa listrik
sama sekali. Limbah cangkang tersedia sekitar 5% dari TBS, atau sekitar 5 juta ton/tahun
dengan harga Rp300/kg di Kalimantan dan Sumatra, atau sekitar Rp1000,- di Jawa yang

mampu mencukupi bahan bakar kompor untuk 13 juta keluarga di Indonesia.


BPPT dan AIST (National Institute for Advance Industrial Science & Technology) Jepang yang
didukung oleh NEDO (New Energy and Industrial Technology Development Organization)
bekerjasama (via MoU) meneliti, mengembangkan, dan merekayasa teknologi biomassa

untuk pembangkit listrik.


Kerjasama Pemerintah dan Finlandia membuahkan dana hibah 4 juta Euro selama 3 tahun
(2011-2014) dan melahirkan 22 proyek EBT (14 di Provinsi Riau, dan 8 di Kalteng) yang
berupa studi kelayakan investasi, demonstrasi, basis industri, dan pengembangan kapasitas
(15 desa menggunakan biogas dari limbah pertanian, 1 unit biogas untuk pabrik tepung

terigu, 1 unit pemanfaatan kotoran manusia).


Pemprov
Bangka
Belitung
merencanakan

membangun

pembangkit

listrik

berbasisbiomassa TKKS. Pasokan bahan baku TKKS dari kebun sawit seluas 80.000 Ha

akan menghasilkan 20 MW.


PT Ajiubaya memanfaatkan biomassa di Sampit (Kaltim) dengan kapasitas 4-6 MW.
PT Boma Bisma Indra memanfaatkan gasifikasi biomassa pada mesin diesel (listrik dan
mesin giling) dengan kapasitas 18 kW di beberapa daerah di Kalimantan, Sumatra, dan Sulut.

Ampas Tebu

Penggunaan ampas tebu (bagas): sebagai bahan bakar PLTBm, bioetanol, kompos, pakan ternak,
bahan

baku

industri kertas (tissu), particleboard, fibreboard, silika

gel,

media

tanam

(jamur

tiram), adsorsi minyak bebas dalam minyak jelantah, arang aktif, dll. Pabrik gula Ngadirejo, Kediri,
Jatim, menyisakan ampas tebu yang cukup besar jumlahnya, sebagai BB PLTU Biomassa untuk
menghasilkan listrik (8 MW) dan uap untuk kebutuhan pabrik. Tebu segar 6200 ton/hari menghasilkan
30-40% ampas tebu (sekitar 1860-2480 ton/hari). Listrik yang diperlukan di pabrik hanya 4,5 MW
maka sisanya (3,5 MW) dijual kepada PLN.
Batok Kelapa

Pemerintah akan membangun PLT Biomassa berbasis batok kelapa dari Wonosobo/Kalimantan di
Pulau Karimunjawa, Jawa Tengah dengan daya 0,5MW (2015).
Hal itu dimaksudkan untuk mengganti PLTD BBM yang saat ini beroperasi sangat mahal (Rp. 3
miliar/tahun). PLN Sulut,Sulteng, dan Gorontalo juga memanfaatkan batok kelapa sebagai umpan
PLT Biomassa (daya per unit 0,1 MW). Pulau-pulau kecil di sekitar Gorontalo adalah produsen kopra,
sehingga limbah seperti batok & serabut kelapa, ranting pohon, cangkang pala, dll cukup melimpah,
sehingga beberapa unit PLTBm sangat memungkinkan untuk dibangun di sana.
Pelet Kayu/Limbah Kayu

Kaliandra Merah
Kebutuhan Eropa: 15 juta ton (th 2013), Indonesia baru memenuhi 40 ribu ton th 2009.
Pelet kayu digunakan untuk energi pemanas rumah tangga (musim dingin), energi dapur masak, dan
energi pembangkit tenaga listrik khusus pelet kayu dan sebagai campuran BB batubara pada
PLTU batubara.
Kayu kaliandra (merah) yang banyak pula ditanam di Madura mempunyai nilai kalori yang tinggi (di
samping bunganya

yang disukai lebah

madu),

sehingga

dijadikan

tanaman perintis untuk

menghijaukan lahan marjinal/kritis.


Harga kayu kaliandra Rp.367ribu/ton atau peletnya Rp.1,4-2,5juta/ton.
Bahan bakar PLTU batubara kadangkala dicampur dengan pelet kayu kaliandra merah dengan
sistem Co-firing atau co-combustion yang ditambah alat grate stoker. Jarak sumber pelet kayu
terhadap PLTBm sebaiknya kurang dari 80km guna mengurangi biaya transportasi.

Jepang memanfaatkan dahan & ranting kayu (30% dari pohon tebangan) guna membangun
industri ET di Bengkulu sebagai pilot project di Indonesia (bila sukses akan diteruskan ke

Kalimantan, Sulawesi, dan Papua).


PLN dan General Electric International Operation Co. bekerjasama membangun 2 unit
PLTBm (2x0,5 MW) (dari serpihan kayu/tumbuhan organik) di Bali & P. Sumba (NTT) yang

melahap lahan sekitar 100 Ha.


PLTBm Morowali 10 MW, Sulteng, dibangun oleh PT PLN (via anak perusahaannya, PT
Prima Layanan Nasional) bekerjasama dengan Pemda Morowali senilai Rp.30miliar berbahan
bakar kayu kaliandra merah yang banyak tersedia di daerah tsb. Pembangkit tsb ditujukan
untuk melistriki industri smelter NPI (Nickel Pig Iron) dan menjamin ketersediaan listrik

masyarakat. COD sekitar 2017/2018.


Investor Korsel, hasil kerjasama Korsel-Indonesia yang diteken Indonesia 6/3/2009 di
bidang wood pellet energy, PT Indoco Group membangun HTI seluas 200 ribu Ha dengan
dana Rp.3 triliun guna memanfaatkan "pelet kayu" di Sulbar. Indoco group melalui PT Bara
Indoco (68.015 Ha) dan PT Bio Energy Indoco (21.580 Ha) sudah menanam 89.595 Ha
(45%). Sebelumnya, ia telah membangun pabrik pelet kayu(berdiameter 6-10 mm dan
panjang 10-30 mm, dengan energi setara 4,7 kWh/kg) di Wonosobo, Jateng dengan
kapasitas 200 ribu ton/tahun yang menggunakan kayu hutan rakyat dan limbah industri

gergaji, limbah tebangan dan limbah industri kayu lain.


PT Solar Park Energy (Korsel) dan Perum Perhutani III mengolah limbah kayu sengon dan

kaliandra di Wonosobo dengan investasi Rp42 miliar.


Medco Energy via PT Selaras Inti Semesta membangun HTI seluas 169.400 Ha guna
memproduksi 200 ribu ton chip/tahun.

Gambut/Tanah Organik/Tanah Rawang/Tanah Danau

Gambut itu bahan bakar (tahap awal pembentukan batubara, sebagai pengganti batubara kadar
rendah), dan kelimpahannya di Indonesia ternyata sangat luas, keempat terbesar di dunia
(20,6 juta Ha, 10,8%) setelah Kanada (170juta Ha), Rusia (150 Ha), dan AS (40 juta Ha).

Gambut tersebar di Sumatera (~35%, dataran rendah pantai Timur, terutama di Riau, Sumsel, Jambi,
Sumut, dan Lampung), Kalimantan (~30%, Kalteng, Kalbar), Papua (~30%, Papua Barat, Papua,
Papua Timur), dan Sulawesi (~3%). Ketebalan gambut di Indonesia diperkirakan rerata 3-5 m di
bagian Barat, dan 1-2 m di bagian Timur.
Gambut terbentuk, karena curah hujan merata sepanjang tahun dan topografi tak rata, sehingga
banyak daerah cekungan dengan genangan air disertai onggokan bahan organik.
Suasana kurang oksigen membuat tanaman lambat hancur, menyerap karbon, dan membentuk lahan
tersusun oleh bahan organik dengan ketebalan hingga 20 meter. Kegunaan gambut lainnya adalah
untuk menyuburkanrerumputan yang kering di musim kemarau dengan cara cukup menaburkannya di
atas rumput.
Kemampuan gambut menyerap & menahan air dimanfaatkan untuk menumbuhkan tanaman
(tomat, blueberries, bawang merah, nenas, dll) tanpa perawatan.
Status lahan gambut Indonesia (Sumatera, Kalimantan, dan Papua): Hutan (sebagian besar dibalak,
61%); Terbakar (7%); Semak belukar (tidak ada hutan, terganggu, 24%); dan

Dibudidayakan/

dikelola (5%).
Sekitar 23% luasan lahan gambut berada di tangan para pemegang konsesi (sawit, dan kayu) baik
digunakan maupun tidak, yang akan terus terdegradasi, dan sulit direstorasi bila para pemegang
konsesi tidak bekerjasama.
Nilai bakar Gambut Kalbar kering 5628,73 kkal/kg dekat dengan nilai bakar batubara kadar rendah
(~6000 kkal/kg). Komposisi kimianya adalah C 56,82% , H2 6,58% , N2 1,65% , O2 30,21%, S 0,17%
dan abu 4,57%. Komposisi abu gambut terutama terdiri atas SiO2 31,66 %, Al2O3 18,89%,
Fe2O3 11,29%, dan 7,46% MgO. Penambangan dan perataannya menggunakan teknik khusus
terutama untuk bahan bakar PLTU dan holtikultura [chek kualitas gambut, penggalian &
perataan,pemotongan, 4, 5].
Gambut kering dapat pula dibuat pelet terlebih dahulu (mirip kayu) untuk menaikkan nilai kalornya,
atau dicampur dengan biomassa lainya sebelum diumpankan ke dalam PLTU.
Gambut

dapat

digunakan

sebagai bahan

Bakar (PLTU,

briket,

keperluan

rumah

tangga /kompor dengan memperhatikan dampak lingkungan secara hati-hati dan tata-kelola air yang
baik).

Hal itu sebagai langkah awal pemanfaatan lahan gambut daripada dibiarkan terus menerus terbakar/
dibakar [1, 2, 3, 4, 5] oleh oknum tertentu sepanjang tahun tanpa menghasilkan listrik, sekaligus si
pemilik konsesi gambut dapat menjaga arealnya dari pembakaran liar.
Gambut dengan tebal 2 m dan luas 7.500 Ha dapat menghasilkan listrik ~120MW selama 20 tahun
yang dapat menekan biaya energi listrik hingga 5 sen USD/kWh (2011). Langkah berikutnya (setelah
dimanfaatkan untuk PLTU dan abu sisa pembakaran ditebarkan kembali ke tempat semula) lahan
gambut dapat dihutankan kembali.
Di lain fihak, limbah PLTU chip dan cangkang sawit (abu layang sawit) dapat menaikkan pH gambut.
Rerata pH gambut awal 4,35 sedangkan pH abu layang sawit 10,44.
Sepuluh (10) ton abu layang sawit per Ha dapat menaikkan pH lahan gambut menjadi 6,36 setelah 2
bulan penambahan.
Abu layang sawit mengandung kation-kation yang diperlukan tanaman seperti Ca, Mg, Zn, K, dan P
serta tidak mengandung logam-logam berat berbahaya bagi tanah dan tanaman.

PLTU Gambut pertama di Indonesia, PLTU Mempawah (3x67 MW), Kab. Pontianak, Kalbar
berbahan bakar gambut akan dibangun oleh PT Sebukit Power (SP) sebagai IPP, investasi
US4400juta dengan teknologi Finlandia. PT SP meneken MoU dengan PLN untuk penjualan
listrik selama 30 tahun, 4,774 sen US$/kWh. PLTU yang direncanakan dibangun di atas lahan
19.350 Ha, 2000 Ha digunakan untuk konservasi. Akan tetapi, status PLTU saat ini tidak
jelas (tampaknya proyek tsb terhenti, adanya aturan bahwa gambut adalah hutan lindung

yang tidak boleh ditambang).


Gambut tetangga sudah

dijadikan

BB

PLTU

di

negaranya

masing-masing.

PLTUToppila adalah PLTU gambut terbesar di dunia yang terletak di Oulu, Finlandia dengan
kapasitas

190

MW

(2

unit,

77

MW

dan

113

MW).

Sementara

PLTU Myllykoski berBBcampuran (gambut dan biomassa).


PLTU gambut terbesar di Afrika dan sedang dibangun adalah PLTU Hakan (80 MW / 120
MW) Mumba, Ruwanda dan akan beroperasi sekitar th 2017, dengan menambangbahan

bakar 44-70 ton gambut/jam pada lahan 800Ha.


Gambut yang melimpah juga digunakan sebagai bahan bakar PLTU di Rusia, Belarus
Ukraina,

dan

Technology yang

negara-negara
dicampur

di

dengan

Baltik

dengan

BB

biomassa

menggunakan Peat
lainnya.

Contoh

Combustion
PLTU

Rusia

adalahShatura Power station yang menggunakan BB gas alam 78%, gambut 11,5%, minyak
bakar 6,8%, batubara 3,7%). Semula, PLTU (shatura-1, 2x210MW), sejak 1925,
menggunakan gambut 40%, lalu diturunkan hingga 1% pada tahun 1980. Kemudian, BB

umpan untuk 4 PLTU didiversifikasi ke multi BB (Shatura-2, 3, & 4 bukan gambut).


Bila lahan gambut tidak dimanfaatkan sebagai BB, maka manfaatkanlah lahan gambutsebaikbaiknya dengan menanam pepohonan (budidaya sagu, kelapa, bawang merah, pinang,

buah naga,

karet,

nenas,

gaharu,

timun,

padi,

menghindari

ancaman

sayuran, terong, pare, cabai,bungakol, palawija,dll)

guna

kebakaran dengan

pemberian

teknik

pengelolaan tata-air,

abu

layang

sawit,

dan Restorasi ekosistem yang dilakukan dengan bantuan skema emisi karbon.
Limbah Jagung (+sekam padi)

PLTBm bonggol jagung Pulubala (1x0,5MW) Ds. Pongaila, Kec. Pakubala, Kab. Gorontalo

beroperasi Juli 2014 dan masuk grid PLN.


Provinsi Gorontalo Mengembangkan PLTBm (Biomassa) limbah jagung dan sekam padi
bekerjasama dengan LIG Ensulting Co Ltd (Korea Selatan) dengan kapasitas 12 MW. Tahun
2009, areal jagung seluas 105,479 Ha menghasilkan produksi 569.110 ton dan limbah berupa
tongkol, batang, dan daun sebanyak 2,2 juta ton. Sementara, padi seluas 44.829 Ha
menghasilkan limbah sekam padi 513.85 ton. PLTBm tersebut membutuhkan limbah jagung
dan sekam padi 350 ton/hari.

Jerami+sekam padi
Per 1 Ha sawah menghasilkan kira-kira 5 ton jerami dan 1 ton sekam. Artinya, 1 MW listrik dihasilkan
dari 1500 Ha sawah.
Sementara, luas lahan padi Indonesia sekitar 12,87 juta Ha (th 2010) yang berarti energi listrik
setidaknya 8.600 MW dapat dipetik dari jerami+sekam padi, bila panen dilaksanakan setahun sekali
(panen umumnya dilaksanakan dua kali setahun).

PT Xoma Power Nusantara menggandeng pengembang listrik swasta dari Rusia (JSC
PromSvyaz Automatika) dan Babcock and Brown (Australia, penyandang dana sekitar
Rp.220 miliar) akan membangun PLTBm dari jerami+sekam berkapasitas 10-22 MW
(tergantung ketersediaan Jerami+sekam) di Serdang Bedagai (Sergai), Sumut. Kalori
jerami+sekam sekitar 3.180 kalori/kg sedangkan batu bara sekitar 5.000-6.000 kalori/kg.

Listrik sebesar 10 MW memerlukan 80.000 ton jerami+sekam.


PT Bioguna Sustainable Power membangun PLTBm 6 MW berbahan bakar sekam padi di

Gerbang Kawasan Industri Makassar, Sulsel dengan dana sekitar US$20-23juta.


HIVOS + kemenESDM + masyarakat sekitar Ds Rakawatu, Kec. Lewat Tidar, Sumba Timur,
NTT mengubah sekam padi menjadi listrik. Gasifikasi (pyrolisis, combustion, dan gasifikasi)
via reaktor terjadi pada suhu ~1000oC, lalu campuran gas (CO, CO2, CH4, H2, H2O) menuju
mesin diesel yang dapat menggerakkan turbin, sehingga menghasilkan listrik 50kW.

Gas TPA (Gas Metan dari Sampah Organik)

GALFAD
Sampah diolah dengan 5 cara:
1) Ball Press, sampah dipres, padatan dibungkus plastik, untuk dijadikan penahan erosi, air yang
keluar dijadikan pupuk;
2) Incinerator skala besar, 900-1800 ton dibakar;
3) GALFAD (Gasification, Landfill, an Aerobic Digestion), gas metan yang timbul di TPA dimanfaatkan
untuk menjadi energi listrik. 1 MW setara dengan 30-50 ton sampah;
4) Bio Pupuk: sampah terpilih dihancurkan dengan tekanan hingga menjadi bubur, lalu diberi mikroba
dalam bak cerna tanpa oksigen;
5) Limbah menjadi Energi: sampah digunakan sebagai bahan baku PLBM. 1500-1800 ton/hari akan
menghasilkan listrik 20 MW.
Sampah (ton/hari) di kota besar Indonesia sungguh besar jumlahnya. Jakarta menghasilkan
sampah6500, Bandung 1.100, Denpasar 2.000, Surabaya 1.800, Medan 1.700, Makassar 870,
Palembang 750, Yogyakarta 300, dan Semarang 700.
Dari sampah itu, limbah organik saja yang akan masuk ke TPA, sedangkan lainnya (kertas, plastik,
logam, gelas, dll) didaur-ulang.
Setiap 500 ton/hari sampah yang diolah setara dengan daya listrik 5-6 MW.

Pem. Swedia bekerjasama dengan pemkot. Palu, Palangkaraya, dan Sleman membangun

proyek pilot penyediaan listrik dari biogas yang berasal dari sampah.
PLTSa Batam 10 MW, Kep Riau, direncanakan dibangun oleh Pemkot Batam + Bright guna

memanfaatkan 1000 ton sampah/hari.


Pemerintah kota Surabaya via PT Navigat Organic Energy Indon (PT NOEI) merealisasikan
PLTSa 60 MW di Kec. Keputih. PT NOEI mengincar proyek PLTSa (18-20 MWe) di Jakarta
senilai Rp.1,2 triliun di Sunter, Jakut. Harga beli listrik PLN dari PLTSa menurut Permen
ESDM no. 19 th 2013 telah diperbaiki (Zero waste: Rp.1450-1798/kWh; sanitary landfill:

Rp.1250-1.598/kWh).
Pemkot Denpasar, Pemkab Badung, Gianyar, dan Tabanan (SARBAGITA) bersama dengan
PT NOEI membangun IPST (Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu) guna mengubah
sampah menjadi energi listrik 9-10 MW. IPST dibangun di TPA Suwung, Denpasar di atas

tanah seluas 10 Ha (tersedia 40 Ha). Jumlah sampah dari kawasan SARBAGITA yang
diperkirakan sekitar 800 ton/hari diubah menjadi energi listrik menggunakan teknologi
GALFAD. Sampah sekitar 165 ton di Bengkala, Singaraja di TPST diolah menjadi gas metan

(PLTG) guna menggerakkan generator menjadi listrik dengan sasaran hingga 2 MW.
PLTSa di Bantar Gebang (proyek 700 milyar) di Bekasi memproduksi listrik 10 MW dengan
teknologi GALFAD dan kapasitas itu akan terus dinaikkan hingga 100 MW pada tahun 2014
guna memanfaatkan sekitar 6.000 ton sampah/hari dari Jakarta, dan 1.000 ton/hari dari
Bekasi. Pertamina yang bekerjasama dengan PT Gondang Tua Jaya danSolena Fuels ikut
terlibat dalam pemanfaatan sampah Bantar Gebang tersebut dengan menyuntikkan dana
sekitar US$300juta guna membangun PLTsa lebih besar, 138 MW, (terbesar di dunia), yang
akan beroperasi th 2016. Di samping itu, pabrik kompos dari sampah organik telah dibangun
dan telah mencapai 60 ton/hari dengan target 300 ton/hari pada 2013. Capaian PLTSa
tersebut sempat disampaikan di Pertemuan Penanganan Perubahan Iklim C40 di Sao Paulo,
Brasil, 1-3 Juni 2011. Kesuksesan di Bekasi itu akan ditularkan pula ke Ciangir, Legok
Tangerang, dan Marunda, Jakarta Utara. IPST Ciangir berada di atas lahan 50 Ha dan 48 Ha
lainnya sebagai lahan hijau milik Pemerintah DKI Jakarta yang akan menerima 1.500 ton
sampah/hari dari Jakarta Barat dan 1.000 ton/hari dari Tangerang, sedangkan IPST Marunda
dibangun di atas lahan 76 Ha di kecamatan Cilincing, Jakarta Utara yang disiapkan untuk
menerima sampah dari Jakarta Utara dengan kapasitas desain perolehan energi listrik

sebesar 10 MW.
Sisa sampah organik di Bantar Gebang diubah menjadi pupuk organik yang dikelola oleh PT
Gondang Tua Jaya dengan kapasitas produksi 350 ton/hari dan PT Mitra Patriot milik

Perusda Bekasi (50 ton/hari) yang potensinya dapat ditingkatkan menjadi 2.000 ton/hari.
PT Gikoko Kogyo Indonesia mengembangkan PLT gas metan dari TPA di Makasar, Bekasi,

Pontianak, dan Palembang.


PLT Sampah (Biometha green) menjadi pilot project di perumahan Griya Taman Lestari,

Sumedang.
Workshop Pelatihan /

training

Kel.Cipadung, Kec.Cibiru, Jabar.


BIOGAS (GAS METAN)

pengelolaan

sampah

menjadi

biogas

dilakukan

di

Biogas dapat menjadi solusi alternatif untuk kompor, penerangan dan energi listrik (bioelektrik) dari
genset biogas.
Sumber penghasil biogas di pedesaan dan di lingkungan pesantren adalah kotoran ternak (sapi,
kerbau kuda, babi)/tinja santri, sampah, buah busuk, ampas tahu, limbah pertanian (sawit, padat/cair,
dll), eceng gondok, rumput laut, dll.
UGMtelah mengembangkan teknologi purifikasi biogas (dari gas impuritas seperti CO2, H2S, uap air,
dll. menggunakan resin / tukar ion) dan menyimpan biogas dalam tabung agar dapat digunakan pada
mesin-mesin/genset.
Contoh teknologi pembuatan biogas dijelaskan (Badan Litbang Petanian); LIPI (P2-Telimek) (limbah
kotoran sapi khusus pedesaan, Instalasi biogas di Ds.Girimekar, Kec.Cilengkrang, Bandung);

Limbah ternak/manusia
Peluang pengembangan biogas Indonesia sangat menjanjikan.
Th 2014, Indonesia memiliki 15,19 juta sapi ternak dan perah; 36,2 juta kambing/domba/kerbau;
0,455juta kuda; 7,87juta babi; 1.590,07juta ayam (buras + ras petelur + ras pedaging); 52,78juta itik;
dan 252 juta penduduk Indonesia penghasil biogas yang amat besar.
Seekor sapi dewasa menghasilkan sekitar 25 kg kotoran/hari.
Setiap 20 ekor sapi menghasilkan 20 m3 biogas/hari yang setara dengan energi listrik12 kWh yang
cocok untuk 6 rumah selama 10 jam dengan daya 100-200 Watt/rumah.
Proses pembuatan biogas dari kotoran ternak (+tinja) dijelaskan. biogas akan keluar mendorong
slurry dan gas disimpan, sedangkan slurry ditampung untuk dijadikan pupuk organik.
Potensi: 1 juta unit (bak cerna = digester).

Tiga ratus unit yang memanfaatkan kotoran sapi dibangun di DME Haurngombong, kec.
Pamulihan, Kab. Sumedang, Prov. Jabar. Energi biogas baru dimanfaatkan 40% yang
membangkitkan 130 instalasi, sedangkan satu instalasi melayani 3-4 KK. SDAEMSleman,

DIY memanfaatkan kotoran sapi di 7 desa.


Koperasi SAE Pujon (beranggotakan 7000 orang peternak sapi) yang bermitra dengan
HIVOS (LSM Belanda), Kab.Malang siap membangun 2000 unit reaktor Biogas Rumah
Tangga (BIRU) hingga tahun 2012. Hingga Feb 2013, sekitar 2609 reaktor biogas sudah
terbangun di Malang, dan 5100 reaktor biogas di Jatim, sementara target nasional sekitar
8300 unit. HIVOS juga melirik P. Sumba sebagai program EBT masa datang. Pemerintah dan
HIVOS

juga

membidik

NTB, Bali (Gianyar,

Bangli,

Buleleng,

Tabanan,

Badung,

Klungkung), Sulsel, Jabar, Jateng, Jatim, dan DIY untuk mencapai target itu.
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, provinsi DIY, memanfaatkan biogas dari limbah
ternak dan limbah pabrik tahu dengan membangun bak cerna 136 unit yang dikembangkan
sejak tahun 2008. Penduduk Kulon Progo juga telah membangun 200 unit yang tersebar di
Kab. Kulon Progo. Daerah yang dikenai Pilot Project adalah Lendah, Temon, Wates,
Pengawasih, dan Galur. Tahun 2011 pemerintah memberikan dana Rp.388juta untuk
membangun 21 unit bak cerna bagi keluarga miskin yang memiliki sapi dan kerbau. Setiap
unit memerlukan dana Rp.18juta untuk 3 KK yang membutuhkan kotoran 3-4 ekor sapi.
Daerah lain di Kulon Progo yang juga mengembangkan biogas hingga mencapai 160 unit

adalah desa Pendoworejo, dan Girimulyo.


Kotoran ternak sapi diubah menjadi biogas: Karang Bangi Kulon, Ds. Ngeposari, Gunung
Kidul, DIY.

Buah Busuk
Banyak sekali buah dan sayur mayur busuk di pasar tradisional Indonesia yang juga berpotensi untuk
dijadikan biogas dan menghasilkan listrik.

UGM bekerjasama dengan pemerintah Swedia mengembangkan teknologi pengelolaan


limbah buah busuk menjadi pembangkit listrik biogas di pasar buah Gemah Ripah Gamping,
Sleman, DIY (menghasilkan 10 ton buah busuk/hari, dan hanya 4 ton/hari yang dimanfaatkan
menjadi

sumber

listrik).

Sekitar

ton

buah

busuk/hari

(terutama

semangka

&

melon) difermentasi dalam 2 bak cerna (digester) (D = 8 m dan t = 8 m) (anaerob) sehingga


menghasilkan gas metan yang menuju generator penghasil listrik sekitar 548 kWh/hari untuk

500 KK (termasuk penerangan jalan dan pasar Gemah Ripah) dengan dana 1,6 milyar.
Pemkot Balikpapan berencana membangun PLT Biogas di sekitar pasar-pasar tradisional
Balikpapan guna memanfaatkan limbah sayuran dan buah-buahan (sekitar 292-310 ton/hari)
sekaligus memenuhi kebutuhan listrik di pasar selain pemanfaatannya sebagai kompos.
Pilot project dilakukan di Pasar Pandansari dengan harapan studi kelayakan selesai th 2012.
Satu PLT Biogas diduga akan menelan biaya Rp 800 juta termasuk transmisi dan instalasi
pada lapak pedagang di pasar. Keberhasilan PLT Biogas di Pandansari akan ditularkan ke
pasar Klandasan dan Pasar Induk.

Limbah Cair & Ampas Tahu

Di Indonesia terdapat 84.000 industri tahu yang menghasilkan limbah cair 20 juta m3/tahun. PTL
BPPT (Pusat Teknologi Lingkungan BPPT) membantu mengolah limbah tsb menggunakan Fixed Bed
Reactor di desa Kalisari dan Cikembulan, Kab. Banyumas dengan dana Kemenristek.
Satu m3 limbah cair tahu menghasilkan 6.500 liter biogas.
Sementara, biogas juga dapat diperoleh pula dari ampas tahu.
Sekitar 2,4 liter larutan ampas tahu dapat menghasilkan 381,82 liter biogas (via bak-cerna).
Contoh: air limbah tahu (Ds. Kalisari, Banyumas, Jateng; Ds. Pekalongan, Jateng; Tarakan,
Kalimantan) diproses (digester, anaerob) menjadi biogas.
Contoh: ampas tahu + Kotoran sapi diubah manjadi biogas: Kanoman, Boyolali, Jateng.
Limbah Cair Sawit
PTPN V Pekanbaru, Jambi mengembangkan pembangkit listrik dengan memanfaatkan limbah cair
(PLT Biogas) dan limbah padat (PLTBm) tanaman sawit.
Th 2011, dari PLT biogas diperoleh 13,8 MW, dan dari PLTBm diperoleh 35,6 MW. Pada th 2012,
ditargetkan 14,8 MW (PLT biogas) dan 38,3 MW (PLTBm).
Limbah Mendong/eceng gondok, dll
Eceng gondok (EG) banyak menyerap oksigen dalam air sehingga populasi ikan dalam waduk /
danau menurun, dan bila EG mati menjadi lumpur, maka lumpur tsb akan mendangkalkan rawa.

Penduduk

di

sekitar

Waduk Cirata (Jabar), Saguling (PT

IP),Cihampelas,

Batujajar

dll

memanfaatkan eceng gondokmenjadi biogas dan bioelektrik.


Akan tetapi, EG di waduk/ danau lainnya misalnya di Danau Tondano (Minahasa), danau Galela,
danau Panggang (Kalsel),

waduk Benanga(Samarinda), dan beberapa waduk di jakarta belum

dimanfaatkan sebagai bioelektrik.


Bila belum ada aktivitas pembuatan bioelektrik, cara kuno menghilangkan EG adalah dengan cara
menggunakan predator (ikan herbivora sebagai pemakan eceng gondok).
Contoh: Ikan grass carp (Ctenopharyngodon idella) atau ikan koan ditebarkan sebanyak 47.800 ekor
(2.000 ekor induk dan 45.800 ekor benih berukuran 8-12 cm), di danau Kerinci dengan catatan
penduduk/nelayan sekitar danau dilarang beberapa waktu untuk menangkap ikan di danau.
Ikan grass carp memakan akar dan daun eceng gondok.
Cara ini berhasil membersihkan EG hingga tinggal 5% selama 2 tahun (selama 2 minggu, ikan koan
dapat menghambat pertumbuhan EG 52%).
Sebenarnya EG banyak manfaatnya misalnya, bahan baku kertas, bahan kerajinan rumah tangga
(pengganti rotan), zat pito hara memacu pertumbuhan tanaman yang baik sebagai pupuk organik
(lumpur rawa banyak diambil penduduk sebagai kompos), penyerap logam berat dalam air, produksi
biogas pengganti BBM (dengan produk samping pakan ikan, dan pupuk organik), dan bioelektrik, BB
briket, komposit polimer (selulosa) dalam teknologi membran untuk menjernihkan air.
Setiap 150 kg biomassa via instalasi biogas akan dihasilkan 6 m3 biometan yang menyalakan genset
1 kW selama 6 jam, dan 300 liter pupuk organik cair (POC) .
Instalasi biogas sehargaRp40juta itu adalah digester 3 m3, termasuk alat pemurni metan, genset
biogas (4 unit baterai 12V/40Ah kapasitas 1,92kWh, sistem charger regulator via inverter 1 kW ke
arus ac 220V; sekali genset on, baterai otomatis akan terisi-ulang), kompor, kompressor, dan
instalasinya.

EG difermentasi menjadi bioetanol (B.Permadi, dusun Nyamplung, Ds. Sumo Kali, kec.
Candi, Kab.Sidoarjo) untuk dijadikan BB motor. Satu liter bioetanol diproduksi dari 50 kg EG

kering dan dapat menjalankan sepeda motor sejauh 50 km.


Mahasiswa FRI (Tel-U) Bandung memanfaatkan limbah kerajinan mendong (tumbuhan rawa
sebagai bahan untuk tikar, tas, dompet, tempat pensil/sampah/tisu/toples, pigura, dll.)

menjadi biogas.
Mahasiswa T.Kimia UNDIP Semarang, Jateng memanfaatkan enceng godok (EG) menjadi
biogas (+kotoran sapi sebagai stater awal pemberian bakteri anaerob, 1x saja) di Rawa

pening.
Distamben Kalsel mengembangkan instalasi biogas dari eceng gondok di Kab. Hulu Sungai
Utara (1 unit) dan kab. Hulu Sungai Tengah (1 unit). Instalasi biogas lainnya dibangun di Kab.
Tabalong (34), Balangan (41), Hulu Sungai tengah (13), Tanah Laut (122), Tapin (25), Hulu
Sungai Selatan (50), Barito Kuala (70), Tanah Bumbu (40 unit), Kotabaru (50 unit), dan Banjar

(5).
Kaltim (Kukar) yang memiliki danau Jempang 15.000 Ha, Danau Semayang 13000 Ha, dan
Danu Melintang 11.000 Ha yang penuh eceng gondok diusulkan oleh PT Cipta Visi Sinar
Kencana untuk mengembangkan teknologi bioelektrik, dan diduga akan menghasilkan listrik
sangat besar, 13,6 GW.

Rumput laut
Susanto, Undip Semarang, memanfaatkan rumput laut Sargassum, Gracilaria dan Padina sebagai
penghasil biogas yang masing-masing dengan kadar metan rerata 18,23%, 17,1% dan 14,58%.
CBM (Coal Bed Methane) (Sweet Gas, tanpa gas H2S)

Potensi gas metan batubara Indonesia: 6 terbesar dunia, 453,3triliun kaki kubik (TCF) (cadangan
terbukti 112,47 TCF, potensial 57,60 TCF) (6% cadangan total dunia) tersebar di 11 cekungan, di
antaranya adalah 1) high prospective: Sumsel (183TCF), Kalsel (Barito, 101,6), Kaltim (Kutai, 80,4),
Sumteng (Riau, 52,5); 2)Medium: Tarakan Utara (17,5), Berau (8,4), Ombilin (0,5), Pasir/Asam-asam

(3), dan Jatibarang/Jabar (0,8); 3) Low prospective: Sulawesi (2), dan Bengkulu (3,6). Th 2011
pemerintah memiliki 23 + 13 + 10 + 4 kontrak WK CBM. Tahun 2015, diharapkan mencapai 500juta
ft3/hari

(500

MMSCPD),

1000

(th

2020),

dan

1500

(th

2025). Rig untuk

CBM lebih

murah dari rigmigas biasa, pengeboran hanya sekitar 700-1000m, keluar pertama adalah air,
kemudian gas metan. Sekitar 20 Rig CBM (Lemigas+ Balitbang ESDM+UPN) akan dibangun.
Kandungan gas metan dalam CBM adalah 93-97% (ion Cl ~400 ppm, sisanya gas CO2, dll. di-flare).

Operator West Sangatta I, Sekayu, Tanjung Enim, Barito Banjar, dan Sanga-sanga (Kaltim)

menghasilkan gas setara energi listrik 15,75 MW.


VICO + PLN mengoperasikan PLT CBM pertama di Indonesia (2 MW), di lapangan
Mutiara, Kutai Kartanegara dg investasi sekitar Rp.2 Triliun. Biaya pembangkitannya masih
lebih tinggi dibandingkan dengan PLT rerata di Kaltim (Rp850/kWh) yaitu sekitar

Rp1.150/kWh, tetapi masih di bawah solar (Rp2600/kWh).


Pertamina (PHE Metana) mengelola 2 blok di Kalimantan dan 7 blok di Sumatera (misalnya

Blok Muara Enim III, Ds.Jiwa Baru, Kec.Lubai, Muara Enim, Sumsel).
Perusahaan lain terlibat CBM: Ephindo, Medco Energy International, Pertamina Hulu Energi
(PHE), Energi Mega Persada, dan Bumi Resources.

SHALE GAS

Shale Gas yang diperoleh dari serpihan batuan shale atau tempat terbentuknya gas bumi yang
tersembunyi dalam perut bumi, di kedalaman sekitar 2000-2300m.
Teknologi pengeluarannya: Horizontal drilling dan hydraulic fracturing.
Pertamina yang pertama mengusahakannya dengan menggandeng AS (negara yg lebih dulu
berpengalaman di bidang shale gas).
Pengusahaan Shale gas (migas non konvensional, MNK) diatur dalam Permen ESDM No.5 tahun
2012. Shale gas dan CBM (distudi 2010-2013) termasuk MNK, selain itu ada Shale oil, tight sand

gas (distudi 2014-2016), metana batubara, dan metan hidrat. Th 2017, diharapkan gas-gas tsb
dikomersialkan.
Potensi: diperkirakan sekitar 574 TCF (sementara CBM: 453,3 TCF; dan Gas bumi 334,5 TCF).
Studi bersama diminta oleh 10 investor bersama 5 Perguruan Tinggi yang ditunjuk pemerintah: ITB,
UGM, UPN, Univ. Trisakti, dan Univ. Padjadjaran.
Saat ini ia tersedia di 7 cekungan: Sumatera (3) (Baong shale, Telisa shale, dan Gumai shale), P.
Jawa (2), Kalimantan (2), dan Papua (1) sebagai Klasafet formation. Ladang pertama shale
gas adalah di WK Sumbagut (Sumatera Bagian Utara) yang dioperasikan oleh PT PHE MNK
Sumbagut (18,56 TCF) sejak 2011.
GAS HIDRAT METAN

Gas hidrat metan berada di dasar laut yang dikenal sebagai sumber gas alam bawah laut atau
sumber bencana alam di laut bila cerobohmenanganinya.
BPPT, BGR Jerman, dan JAMSTEC-Jepang mengobservasi bahwa cadangan gas Hidrat Indonesia
sekitar 17,7 triliun m3 (amat besar) di perairan Selatan Sumsel, selat Sunda, dan Selatan Jawa Barat
(cadangan gas alam Natuna sekitar 1/3-nya), sedangkan di laut Sulawesi sekitar 6,6 triliun m3.
Teknologi eksplorasi gas hidrat (yang harus ditangani sangat hati-hati) belum dikuasai Indonesia.
Jepang berhasil mengeksplorasi gas hidrat untuk pertama kalinya pada bulan Maret tahun 2013,
sehingga diharapkan teknologi tsb akan dikomersialkan tahun 2016.
BATUBARA TERCAIRKAN (Liquefied Coal)
Kilang batubara tercairkan dengan kapasitas 800.000-1,1juta barrel akan dibangun di Sumsel oleh PT
Tambang

Batubara

Bukit

Asam

(PT

TBBA)

yang

bernegosiasi

(MoU)

dengan

South

Africa'sSasol Ltd. dengan investasi US$5,2miliar.


Perusahaan itu juga bernegosiasi dengan PT Pertamina dan PT TBBA dengan dana US$10miliar
guna memproduksi batubara tercairkan sekitar tahun 2015. Tempat kilang lain yang cocok adalah

Musi Banyuasin, Sumsel (2,9 miliar ton batubara), danBerau, Kaltim (3 miliar ton batubara). Sekitar
30.000 ton batubara akan menghasilkan 130.000 barrel minyak/hari.
BATUBARA TERGASKAN (Gasified coal)

PT PLN melakukan ujicoba batubara tergaskan (syngas, Synthetic natural gas) sebagai bahan bakar
PLTD (konversi BB diesel ke gas) dengan menggandeng PT Bio Energy Prima Indonesia (via MoU)
di PLTD Sorek 250 kW.
PT Sekawan Intipratama Tbk meneken kontrak dengan ProCone GmbH (kontraktor EPC) asal Swiss
memulai proyek gasifikasi batubara ke etanol dengan nilai investasi 500-750 juta Euro untuk produksi
0,48-1,35juta ton etanol/tahun (beroperasi akhir th 2016).
Tanah seluas 60 Ha telah dibebaskan yang berdekatan dengan batubara (5ribu Ha) di Kutai Barat,
Kaltim.
BB NABATI
Potensi

BBN

Indonesia:

sangat

besar,

bervariasi

dan

tersedia

cukup

melimpah.

Kapasitas per tahun: Bio-diesel: 5,7 juta kL; bio-etanol: 535 ribu kL; bio-oil/PPO: 120 ribu kL; Bioavtur (BB pesawat berasal dari minyak jarak pagar, minyak kelapa dan CPO): direncanakan (2016):
40ribu kL (Garuda Indonesia: 2 ribu kL).
Target

serapan

(2015)

Biodiesel (B10) di sektor energi 4,3

juta

kL; PPO: 165.000 kL.

Pertamina menjualnya dalam bentuk biosolar kepada 3.213 SPBU (dari total seluruh Indonesia: 4800
unit, Jawa+Sumatera: 4570 unit), misalnya, ada 134 SPBU di Jakarta, 335 di Banten, 85 di Medan
(197 di Sumut), 19 di NAD, 54 di Riau, 15 di Lampung, 27 di Sumsel, 827 di Jabar, 663 di Jateng &
DIY, 668 di Jatim, dan 165 di Bali & sekitarnya.

BIODIESEL (FAME, Fatty Acid Methyl Esther) (SNI: 7182:2012).


Subsidi: Rp.4.000,-/liter (Feb 2015).

Sumber: minyak kelapa (jelantah, cocodiesel), CPO (Crude Palm Oil) (minyak Sawit, Limbah CPO),
limbah pabrik minyak goreng sawit, jelantah, Jarak Pagar (jatropha Curcas), Nyamplung
(Calophyllum Inophyllum), Kemiri Sunan, biji karet, Alga, biota laut, dll.
Kebutuhan solar yang harus diganti oleh biodiesel sekitar 26juta kL per tahun. Produksi biodiesel
nasional baru5,7jutakL. Pemerintah menyaratkan campuran biosolar pada Jan 2015 harus sudah
mencapai 10% (Permen ESDM No.25 th 2013) atau B10. Produsen akan menaikkan hingga 7-8 juta
kL bila Pemerintah serius masuk ke B20 (2016).
Produsen biodiesel: PT Eterindo Wahanatama (0,31 juta ton/th, beragam/CPO); PT Sumi Asih (0,1
juta ton/th, RBD Stearin), Wilmar Bioenergy (1,1 juta ton/th, CPO), PT Bakrie RB (0,15 juta ton/th,
CPO), PT Musim Mas (0,42 juta ton/th), Dharmex (0,15juta ton/th), Sweden Bioenergy NTT
(0,35jutakL/th), PT Indo Biofuels Energy (0,2juta kL/th), PT Ciliandra (0,25juta ton/th), PT Petro AN
(0,15juta kL/th), PT Pelita AAI (0,2juta ton/th); PT Cemerlang EP (0,4juta ton/th), PT Damai SS (0,12
juta ton/th), PT Oil Tanking (0,504juta ton/th); dan produsen menengah-kecil lainnya adalah PT
Sintong Abadi (35ribu kL/th), PT Pasadena BM (10ribu kL/th), PT Multikimia IP (14ribu kL/th); PT
Energy A (7ribu ton/th), PT Primanusa PE (24ribu kL/th), PT Eternal BC (40ribu ton/th), PT Anugerah
IG (40ribu ton/th), PT Bioenergy PJ (66ribu ton/th), PT Wahana ATT (13,2ribu kL/th), PT Alia MP
(11ribu kL/th), PT Indo BBN (50ribu ton/th, beragam), Platinum Serang (20ribu kL/th), PT Ganesha
Energy (4ribu ton/th, CPO), BPPT, Lemigas, RAP, dan beberapa BUMN (Pertamina, PT Perkebunan
Nusantara (PTPN) I, II, III (6.000 ton/th), IV (2.400 ton/th), V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII, XIV, dan
RNI).

Minyak Sawit

Kebun sawit sekitar 10,9 juta Ha (2014). Produksi CPO Indonesia sekitar 31 juta ton/tahun (Jan 2015)
(2020: diduga 40juta ton/th) sedangkan 18juta ton CPO/th diekspor (yang mestinya untuk mencukupi
biosolar dalam negeri / BBN untuk transportasi dan listrik PLN).
Sisanya untuk minyak sayur DN dan sebagian dijadikan biodiesel / BBN / PPO.
Pasar luar negeri menginginkan biodiesel Indonesia guna memenuhi BB transportasi dan pembangkit
listrik mereka, dan sebagian diubah pula jadi minyak makan.
Harga CPO Indonesia berkisar US$880/ton.
Tahun 2014 ekspor CPO menurun, sehingga CPO dialihkan untuk memproduksi BBNabati lokal yang
terus meningkat.
Wilmar Nabati Indonesia memproduksi 5.000 ton biodiesel sawit/hari (3.000 ton/hari di Gresik dan
2.000 ton/hari di Riau).
Produksi itu akan ditambah masing-masing 1.000 ton/hari.
Kapasitas pabrik diperbesar dengan mengglontorkan dana US$1 miliar dalam waktu 5 tahun.
Masih ada 35 juta Ha lahan terdegradasi yang dapat dimanfaatkan untuk penanaman sawit, bukan di
lahan primer. Pendirian perguruan Tinggi guna menciptakan SDM ahli sawit sedang dikaji.
Limbah pabrik minyak goreng Sawit
Proses metanolosis digunakan untuk mengubah limbah pabrik minyak goreng sawit (PFAD, Palm
Fatty Acid Distillate) menjadi biodiesel sesuai standar solar Pertamina.
Minyak Kelapa

Lahan kelapa di Indonesia sekitar 3,81 juta Ha, (th 2012), atau 31,2% luas areal kelapa dunia dengan
produksi minyak kelapa sekitar 3,2juta ton/tahun (21,6 juta ton kelapa/th, dunia: 64,3 juta ton/th).
BPPI (Badan Penelitian dan Pengembangan Industri) Dep. Perindustrian tahun 2005 mengujicobakan produksi cocodiesel di 3 lokasi, Manado (Sulut), Pameung Peuk (Garut Selatan, Jabar),
Banyuwangi (Jatim).
Kelebihan cocodiesel ialah ia dapat langsung digunakan 100% tanpa campuran solar pada mesin
diesel pabrik/industri, tetapi dicampur 70 % solar pada kendaraan bermotor (B30), karena cocodiesel
pada suhu di bawah 25oC memadat dan dapat menyumbat filter engine dan mengendap pada
injektor.
BALITKA (Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain) Manado menyarankan komposisi baik adalah
cocodiesel 20% dan 80 % solar (B20). Produksi 200 L cocodiesel/hari.
Satu liter biodiesel kelapa memerlukan 5-10 butir buah kelapa atau 2 kg kelapa.
Kalau harga kelapa Rp.2500,-/kg, maka biaya produksi biodiesel kelapa sekitar Rp.6000,BPPT mengembangkan bioavtur dari minyak kelapa yang diduga tanpa melakukan campuran avtur.
Minyak Jelantah

Limbah minyak goreng, jelantah, dapat diolah menjadi biodiesel jelantah, dan dijadikan bisnis yang
menarik. KLM menggunakan biosolar jelantah 25% (rute Amsterdam - New York) dalam penerbangan
trans-atlantiknya.
Toniaga Djie, produsen biodiesel jelantah di Jonggol, Bogor memproduksi sekitar 6.000-9.000 liter
biodiesel/hari, memperoleh jelantah dari pengepul (Rp 4.250,-/liter), kemudian menjual produk
biodiesel (9.000,-/liter).
Biaya produksi Rp 2.000,-/liter. Prosesnya sederhana meliputi penyaringan, penghilangan warna dan
bau, dan esterifikasi hingga menjadi biodiesel dengan rendemen 70% (seliter jelantah menghasilkan
0,7 liter biodiesel).
Puji Sudarmaji, Sidoarjo, pengepul jelantah ke pabrik-pabrik biodiesel jelantah.
Dia mendapat pasokan dari individu (200-500 kg/bulan) dan perusahaan (5 ton/bulan) dengan harga
bervariasi tergantung kualitas jelantah dari sisi warna dan baunya, harga jelantah kualitas rendah
Rp.3.500,-/kg, kualitas tinggi Rp.7.500,-/kg.

Sepuluh dari 30 bus Trans Pakuan, Bogor, menggunakan biodiesel jelantah (baru 4 ton/bulan dari
kebutuhan 12 ton/bulan).
Walikota Bogor memaksa pemilik restoran di Bogor menyerahkan jelantahnya untuk diolah menjadi
biodiesel. BPLH Bogor bekerjasama dengan PT Bumi Energi Equatorial, menerima sumbangan
jelantah per bulan dari rumah makan (warteg dan warung nasi kaki lima) 400 liter, organisasi gereja
400 liter, Chevron Sukabumi 400 liter, masyarakat 800 liter, dan PT Carrefour 1.600 liter (dari 42 toko
Carrefour se Jabodetabek), dan lain-lain untuk diolah menjadi biodiesel.
Hasil samping pengolahan jelantah menjadi biodiesel berupa gliserol (gliserin) yang masih dapat
dimanfaatkan menjadi sabun batangan / sabun foam untuk cuci piring, atau dilanjutkan menjadi
bahan bakar lain seperti etanol, butanol dan produk lain menggunakan bakteri anaerobik.
Penggunaan biodiesel jelantah telah dilakukan terhadap mobil Isuzu Panther 2007 dengan jarak 2900
km (Jakarta-Bali PP nonstop) selama 5 hari dengan konsumsi biodiesel sebanyak 245 liter
dibandingkan menggunakan solar murni 266 liter.
Sejak th 2010, PTFI (Freeport Indonesia) menggunakan 5 % biodiesel jelantah atau + 1.200 liter/
minggu pada kendaraan perusahaannya. Bus wisata Jakarta diharapkan menggunakan jelantah
sebagai bahan abakar.
Anak didik di sekolah (Madiun, Bogor, Pekanbaru, dll.) juga diberi pengetahuan membuat biodiesel
dari minyak jelantah.
Jelantah juga dapat langsung dipakai sebagai bahan bakar kompor.
Kompornya sendiri disebut kompor nabati yang dibanderol sekitar Rp 275 ribu.
Produsennya terus berupaya, agar harganya lebih murah lagi. Satu liter jelantah mampu untuk
memasak selama 4 jam.

Jarak pagar (Jatropha Curcas)

Jarak pagar (Sumatera= Dulang/Gloah; Madura = Kalek).


Biji jarak pagar dikembangkan untuk membangun industri BB nasional, karena harga biodiesel
minyak jarak jauh lebih murah ketimbang biodiesel sawit maupun bioetanol dari tebu.
Buah warna kuning-hitam yang diambil, lalu biji diproses untuk diambil minyaknya. Harga crude
jatropha oil (CJO) sangat murah, hanya Rp2.400 per liter.
Perlu satu langkah proses lagi menjadi biodiesel (degumming, dan esterifikasi & trans-esterifikasi
menggunakan katalis).
Langkah lebih sederhana (degumming, pemisahan, penetralan, dan pemisahan) dapat menghasilkan
Pure Plant Oil (PPO) yang tentu saja harga lebih murah. PPO diperlukan oleh PLN guna mengganti
BB diesel pada PLTD di seluruh Indonesia.
Limbah padat biji jarak dijadikan briket kering.
Di sisi lain, petani kurang tertarik menanam jarak pagar, karena biji jarak hanya dipatok pemesan
sebesar Rp.1000,-/kg, sedangkan permintaan petani sekitar Rp.2000,-/kg.
PT Alegria Indonesia bekerjasama dengan KPRI Budikarti mendorong petani di Pasuruan (Jatim)
untuk menanam pohon jarak dengan harapan biji jarak akan dibeli dengan harga Rp.1200,-/kg.
Lahan jarak di Pasuruan seluas 1350 Ha terus dikembangkan hingga 30.000 Ha. RNI (Rajawali
Nusantara Indonesia) menanami lahannya 2.400 Ha dengan jarak pagar yang hasilnya akan
digunakan sendiri. Lahan kritis Indonesia seluas 77 juta Ha (2008).
PT Alegria Indonesia, Juni 2010, menerima LoI dari Industri otomotif Jepang Mitsubishi, Asahi
Sangyo Kaisha, yang meminta pasokan 100 ribu ton CJO/bulan. Tiga perusahaan Jepang
lainnya, Tokyo Electric Power, Kanshai Electric Power, danOkinawa Electric Power juga pesan.
Potensi jarak pagar NTB; 622.500 Ha.

Kompor biji jarak pagar (UB-16), hasil rekayasa kompor minyak tanah telah sukses dipopulerkan
oleh Eko W sekaligus membantu usaha para pengrajin kompor. Kompor tsb disempurnakan lagi (UB16S) agar mampu mengakomodasi bji-bijian dan bahan nabati lainnya.
Akhir-akhir ini jarak pagar dilirik kembali, karena ditujukan bukan untuk substitusi solar tetapi untuk
substitusi bioavtur. Apalagi akan ada ketentuan bahwa maskapai penerbangan Eropa dan Amerika
yang berkunjung ke negara ASEAN wajib menggunakan bioavtur.
Tahun 2016, Garuda Indonesia berencana menggunakan 2% bioavtur dalam BB pesawatnya yang
akan dipasok oleh Pertamina.
Nyamplung (biodiesel / biokerosin / biofuel)

Nyamplung (Calophyllum

Inophyllum)

yang

disebut

juga

bintangur sebagai

BBN

lebih unggul ketimbang jarak pagar, rendemennya 2 kali lebih banyak (74%), kualitas lebih bagus,
budidaya lebih mudah, produktivitas lebih tinggi (nyamplung:20 ton/Ha; jarak pagar: 5 ton/Ha).
Sebaran nyamplung di seluruh pantai Indonesia sekitar 480 ribu Ha, dan 60% nya di kawasan hutan.
Kemenhut menyediakan 3 juta bibit untuk ditanam di pesisir pantai seluas 3.000 Ha, salah satunya
ditanam di pesisir pantai Cilacap seluas 350 Ha pada tahun 2007.
Pilot project penanaman 10 juta biji nyamplung di areal 10 ribu Ha dilakukan di Madura pada tahun
2009 dengan harapan tahun 2012 sudah berproduksi, dan target 70 ribu kliter biodiesel nyamplung
pada tahun 2025 dapat tercapai.
Minyak nyamplung juga baik digunakan sebagai biokerosin (pengganti minyak tanah, tetapi daya
kapilernya lebih rendah, sehingga perlu sumbu kompor lebih pendek).
Kualitas biodiesel nyamplung sesuai dengan SNI 04-7182-2006 dengan rendemen konversi FFA
menjadi metil ester 97,8%, dan biodiesel nyamplung dapat digunakan langsung pada kendaraan
bermotor (B100) tanpa campuran solar.

Perusahaan yang mengembangkan biji nyamplung adalah PT Tracon Industry dan PT Nabati
Sumber Energi.

DME Sumber Makmur Desa Buluagung, Kec. Silir Agung, Banyuwangi, Prov Jatim
memproduksi 250 liter/hari biodiesel nyamplung dari 1 ton nyamplung. Untuk setiap 100 liter
biodiesel itu diperlukan 70 liter metanol. CV Cahaya Khatulistiwa memproduksi awal 1000
liter

biodiesel

nyamplung

per

hari

pada

tahun

2012

dengan harga Rp

8500-

9000/liter. Purworejo memproduksi 200 liter/hari.


Biosolar nyamplung sudah digunakan sebagai BB kendaraan bis, mobil pribadi, dan traktor.
Perusahaan Grup Salim memohon izin HTI nyamplung di Sulawesi. Pemerintah Belanda juga

tertarik untuk mengembangkan biosolar nyamplung.


C. Jonathan, H. Tjokrobudiyanto, dan A. Gunawan mengusung rancangan pabrik PT Calofuel
Indo Persada berupa biji nyamplung sebagai bahan ET dalam Lomba Rancang Pabrik
Tingkat Nasional (LRPTN) XII di ITB tahun 2011. Proses olah biji nyamplung menjadi
biodiesel disebut proses Saka-Dadan (methanol superkritik) tanpa katalis melalui 2 tahap
reaksi, yaitu hidrolisis dan esterifikasi pada suhu 270 oC dan tekanan 10 MPa selama 20
menit. Proses hidrolisis trigliserida (minyak nabati) menghasilkan asam lemak bebas, gliserol,
dan air, kemudian setelah penambahan methanol diteruskan ke proses esterifikasi guna
menghasilkan biodiesel berupa metil ester, air dan sisa methanol. Rancangan mereka
memerlukan biji nyamplung 12.489,74 kg/jam dan methanol 441,48 kg/jam, yang
menghasilkan biodiesel 4.186 kg/jam, gliserol (97,2 % massa) 434,24 kg/jam, resin (untuk
industri Farmasi) 807,97 kg/jam. Biaya investasi + peralatan diperkirakan Rp. 99 + 178 miliar,
waktu bangun pabrik 2 tahun, umur ekonomis pabrik 20 tahun. Harga bahan baku:
Rp1.500,-/kg, Biodiesel Rp 6.500,-/kg, dan gliserol Rp.4000,-/liter. Lokasi pabrik diperkirakan
di kawasan industri Kariangau, Balikpapan Barat, Balikpapan, Kaltim, dekat sumber bahan
baku (21.700 Ha luar hutan + 10.100 Ha dalam hutan) dan pasar. Satu Ha nyamplung

menghasilkan 20 ton biji/tahun dengan kandungan minyak 40-73%.


Serbuk Biji nyamplung juga berfungsi sebagai baterai ramah lingkungan (diteliti oleh FKMUNAIR) dengan tegangan (1,45 <1,5 V) dan arus (0,055 <0,06A) lebih rendah, daripada yang
ada di pasaran sebagai pengganti baterai komersial di masa datang. Kerma dengan PT
Informa dijajagi untuk memproduksi baterai nyamplung secara massal. Limbah baterai / pasta
karbon dapat dimanfaatkan sebagai tinta whiteboard.

Kemiri Sunan (Aleurites / Reutealis Trisperma / candlenut)

Kemiri itu disebut Kemiri Sunan, sebagai penghargaan kepada ponpes Sunan Drajat, Jatim yang
telah mengembangkannya menjadi salah satu bahan pembuatan biodiesel.
Dulu disebut kemiri cina atau jarak bandung atau muncang priangan.
Kementerian ESDM berencana menggandeng lebih dari 20.000 ponpes untuk menanam kemiri
sunan. Komposisi minyak kemiri sunan terdiri atas asam palmitat (10%), stearat (9%), oleat (12%),
linoleat (19%), dan alpha-elaeostearat (50%). Buah masak/kering langsung jatuh ke tanah dengan
sendirinya.
Rendemen biji kemiri sunan dapat mencapai 50%, diperoleh 88% biodiesel, 12% gliserol
menggunakan teknologi esterifikasi maupun trans-esterifikasi.
Konversi minyak ke biodiesel memerlukan bahan penunjang seperti air, katalis asam (H2SO4 98%),
Katalis basa (NaOH), dan metanol.
Buah kemiri sunan bisa mencapai 50-289 bahkan dapat mencapai500 kg per pohon per tahun.
Minyak kasar kemiri sunan mencapai 10 ton /Ha/tahun, sedangkan kelapa sawit hanya mencapai 6
ton/Ha/tahun dan jarak pagar 3 ton/Ha/tahun.

Tanaman mulai berbuah 5 hingga 25 tahun bahkan 50 tahun atau lebih cepat dari 5 tahun bila
menggunakan pemuliaan tanaman. Ia dapat dijadikan tanaman konservasi, termasuk lahan kritis dan
lahan bekas tambang (mis. tambang timah (4Ha), Kel. Parit Padang, Bangka, dan tambang
batubara), pohonnya rimbun, sekitar 80.000 helai per pohon dengan akar kuat dan dalam (dapat
mencapai 4 m).
Bungkil Minyak kemiri sunan, sisa hasil perasan minyak, masih dapat digunakan untuk maksud lain,
misalnya untuk cat, tinta, bahan pengawet, bio-pestisida, vernis, briket, biogas, sabun, pupuk organik,
pakan ternak, pelumas, minyak kain, resin, kulit sintetis, kampas, lapisan pelindung kawat dan logam,
dll. Bungkil itu juga masih dapat dijadikan biogas.
Dari 3 kg bungkil diperoleh 1,5 m3 biogas, setara dengan 1 liter minyak tanah. Satu rumah tangga
memerlukan 2-3 m3/hari biogas atau sekitar 6-9 kg bungkil/hari atau 2-3 ton bungkil/tahun atau 6 ton
biji kering/tahun atau 15 pohon kemiri sunan.

PT BHL (Bahtera Hijau Lestari) sudah memiliki benih sekitar 0,6juta pohon siap tanam di
Sumbawa dan Lombok. Contoh tanaman terawat ada di Bali dan Lombok. PT BHL siap
membeli kemiri sunan Rp500,-/kg dari masyarakat. Perkiraan biaya produksi biodiesel kemiri
sunan sekitar Rp 4500-5000/liter, dengan kemampuan mereduksi karbon dan oksigennya

melumasi mesin.
Biodiesel kemiri sunan telah diuji oleh di fasilitas uji PT Tri Ratna Diesel Indonesia, Gresik,
Jatim yang hasilnya setara dengan solar (B100, tanpa campuran solar, tanpa modifikasi

mesin).
Kementerian

Pertanian

menganggarkan

Rp.122,13

juta

untuk

proyek

percontohan

pengembangan tanaman kemiri sunan di Garut, Subang, Majalengka, Indramayu, dan


Sumedang dengan total luas lahan 23 Ha.
Biji Karet (Hevea Brasiliensis)

Manfaat biji karet cukup banyak, misalnya cangkang biji dapat dijadikan arang aktif, pencampur obat
nyamuk; bijinya diambil minyaknya untuk cat/pernis, batik, sabun, alkolid resin, dll.

Bungkil/ampas sisa proses ekstraksi digunakan untuk pakan ternak.


Toksik/racun dalam biji berupa linamarin (C10H17NO6), sehingga bungkilnya mengandung
racun HCN >50ppm, tetapi racun tsb dapat diturunkan hingga batas aman untuk manusia / ternak
melalui cara perendaman / pemanasan / perebusan (rendam 24 jam, setiap 2 jam diganti airnya lalu
direbus 2 jam).
Kadar cianida harus <1 mg/kg berat badan per hari.
Oleh karena itu, ada es krim biji karet, minyak goreng, dan tempe biji karet (pengganti kedelai) yang
dibuat setelah racun HCN diturunkan kadarnya.
Biji karet mengandung protein 27%, lemak 32,2%, dan karbohidrat 15,9%.
Potensi biodiesel dari minyak biji karet cukup besar di Indonesia. Selama ini biji itu hanya dibuang
saja. Total luas kebun karet Indonesia mencapai 3,44 juta Ha, terluas di dunia (produsen karet
terbesar kedua dunia setelah Thailand, karena produktivitas rendah) dengan potensi minyak biji karet
sekitar 26 juta liter/tahun.
Ada sekitar 1,7 miliar pohon dan 85% dimiliki petani kecil dan menengah.
Di Jateng saja seluas 23.515Ha dengan produksi sebesar 20 ton/tahun.
Biji karet dari kebun didapat sekitar 400ribu butir/Ha/th untuk kerapatan + 500 pohon/Ha.
Kadar minyak dalam biji sekitar 50% dan rendemen 38% diperoleh dengan cara pres-mekanik.
Penggunaan alat distilasi reaktif, gelombang mikro, reaktor osilasi, transesterifikasi ultrasonik guna
menaikkan rendemen juga dilakukan. Upaya rekayasa pabrik minyak biji karet telah dicoba.

Univ Palangkaraya bekerjasama dengan Jerman (Dr. Ad de Leeuw & Erwin Wilbers,
Rijksuniversiteit Groningen, RUG) memroses biji karet Kalimantan menjadi PPO dan biosolar
skala internasional.

Mikroalga (biodiesel, air laut)

Botryococcus Brunii
Mikroalga yang menghasilkan minyak adalah bersel satu, tak berakar, tak berdaun, berkhlorofil,
terutama yang hidup di laut.
Pembiayaan budi-daya mikroalga memang lebih mahal (teknologi tinggi), tetapi menghasilkan
minyak lebih banyak.
Jika faktor kering 50%, maka 5 kg mikroalga basah dapat menghasilkan 2,5 kg sel mikroalga, dan bila
faktor lipida 40%, maka akan diperoleh 1 liter biofuel.
Biofuel mikroalga merupakan B100, langsung dapat dipakai sebagai bahan bakar tanpa campuran.
Spesies Euchema dan Gracilariapada lahan 1 Ha menghasilkan 58.700 liter biodiesel/th (dengan
asumsi mengandung minyak 30%), sedangkan sawit hanya 5.900 liter/th.
Panen mikroalga hanya 7-10 hari, minyak jarak perlu 3 bulan (1,6kL/Ha), dan sawit perlu 5 bulan.
Di Indonesia, mikroalga ini dapat dipanen lebih dari 50 juta ton/th sekali panen.
Mikroalga memerlukan nutrisi (pupuk NPK, ZA, dll), gas CO2 (2,88 ton per 1 ton mikroalga), dan
matahari.
Pengeluaran minyak dari mikroalga menggunakan teknik pengepresan, ekstraksi dengan bantuan
heksana, dan ekstraksi ultrasonik.
Jenis mikroalga dengan minyak tinggi adalah Botryococcus brunii (70%), Schizochytrium sp (60%),
dan Chlorella (30-40%).

Belanda, Kanada, dan Selandia Baru tertarik untuk membudidaya mikroalga terutama di

Papua, dan Bintan / Kep Riau.


PLTU Suralaya, Banten (PT Indonesia Power) membangun Pilot Plant Mikroalga guna
memanfaatkan gas buang CO2 untuk mengembang-biakkan mikroalga sebagai bahan baku

biodiesel. 2 gram emisi CO2 menumbuhkan 1 gram mikroalga.


ExxonMobil membuka pintu kerjasama riset bagi Indonesia. Lemigas melakukan riset
mikroalga air tawar sejak th 1980. Bila ingin memroduksi 100 ribu ton mikroalga/th secara

komersial, maka perlu dana investasi Rp 1,36 triliun.


PT Pengembangan Alga Indonesia (PTPAI) melakukan produksi dan riset pula di Indonesia.
ITB membiakkan mikroalga (Thalassiosira sp.) dengan teknik ultrafiltrasi, PT Rekayasa
Industri mengembangkan bioreaktor mikroalga, dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan
mencari spesies mikroalga terbaik guna menghasilkan biofuel yang optimal.

Mikroalga jenis Gelidium sp dipilih oleh kerma Indonesia dan Korsel untuk menghasilkan BBN
biodiesel, karena tidak dimanfaatkan untuk bahan makanan. Indonesia sebagai tempat
budidaya gelidium sp dan Korsel (KITECH = Korea Institute of Industrial Technology) siap
menerapkan teknologi biodiesel dengan biaya produksi 1-2 US$/liter. Budidaya gelidium
diupayakan di perairan Lombok hingga Papua, Maluku seluas 20.000 Ha, dan Belitung
10.000 Ha.

Biota Laut

Pemprov Riau (Eddiwan) memanfaatkan biota laut menjadi biodiesel.


Air laut diendapkan dalam bak penampungan, lalu disuling dengan alat suling berukuran 0,1 mikron
(plankton net) yang akan mendapatkan minyak sel yang berasal dari biota laut (zooplankton) dan
terkumpul, lalu diubah menjadi biodiesel yang cocok untuk pompong (kapal nelayan).
Bung AK juga menemukan biota laut yang dapat diproses menjadi 30% minyak mentah lalu dapat
diubah menjadi bio-BBM atau dia sebut BBN (BB Nusantara) dan ampasnya (10%) dapat dijadikan
bahan pupuk / aspal.
PPO (PURE PLANT OIL)

PPO lebih

murah

bila

dibandingkan

dengan

biodiesel

(pengganti

solar),

karena

proses

memperolehnya lebih sederhana sehingga biaya lebih murah dan dapat langsung digunakan dalam
mesin tertentu (tidak bergerak, genset).
Penggunaan PPO di kendaraan bermotor memerlukan modifikasi mesin, misalnya mengurangi
kekentalannya (pemanasan awal dari mesin / listrik) untuk menyempurnakan pembakaran dan
penghilangan karbonasi.

Selain dari bahan baku CPO, PPO dapat dibuat pula dari kelapa, biji karet dan jarak pagar. PLN
menargetkan pemanfaatan PPO pada tahuan 2015 sekitar 165.000 kL.

PLN menggunakan PPO dari minyak sawit (CPO) untuk menyalakan 114 pembangkit listrik
skala kecil dan menengah (PLTD), seperti proyek percontohan di Lampung (11 MW) dan di
Nusa

Penida (1,5

MW),

Bali. BPPT membantu

mengembangkan

teknologi

pembuatan PPO tersebut. Bahan bakar PLTD adalah campuran 80% PPO dan 20%
Diesel. Contoh PLTD di provinsi lainnya, Kalsel: PLTD Muara Teweh-Kuala Kapuas
(0,425MW), Pangkalan Bun (lama) (3MW), Buntok-Kuala Kapuas (4MW), Kotabaru-Kotabaru
(4MW), Pagatan-Kotabaru (4,5MW); Kaltim: PLTD Petung (10MW), Long Ikis (2,5MW), Melak
(1,25MW), Kota Bangun (2MW), Nunukan (5MW), Tanjung Selor (4,25MW), Malinau
(1MW); Sumut: PLTD Gunung Sitoli-Nias (4,5MW); Maluku: PLTD Piru-Ambon (0,75MW),
Bula (0,375MW), Sofifi (0,75MW), Malifut (0,55MW), Maffa (0,150MW), Kairatu (0,7MW),

Masohi (0,7MW); Kep. Riau: PLTD TB Karimun (13 MW), Teluk Kuantan (1,1MW).
PLN telah meneken kerma jual-beli PPO dengan 3 perusahaan besar seperti PT SmartTbk
(3.320 ton untuk PLTD Titi Kuning, di Medan), PT Wilmar Nabati Indonesia (1.250 ton untuk
PLTD Bagan Besar & Bagan Siapi-api, di Dumai), dan PT Wilmar Cahaya Indonesia (2.150
ton untuk PLTD Sudirman, PLTD Sambas, PLTD Menyurai, Sintang, dan PLTD Semboja / 5,3
MW, Sanggau, Kalbar).

CPO Langsung pada motor diesel / Genset


Upaya penggunaan langsung CPO dalam motor diesel memerlukan peralatan tambahan berupa
pemanas awal BB yang dapat diambil dari gas buang suhu tinggi atau pemanas listrik.
Pemanasan CPO hingga 95oC telah dicoba agar CPO dapat langsung digunakan dalam motor diesel
dengan performansi dan gas buang yang sama dengan solar.
Pemanasan

awal

itu

berfungsi

untuk

menurunkan

densitas

dan

viskositas

BB,

memperpendek ignition delay, sehingga pembakaran lebih baik, deposit pada ruang bakar lebih
sedikit, dan tidak menimbulkan keausan abnormal pada komponen mesin.
Pemilihan temperatur pemanasan disesuaikan dengan konsentrasi campuran CPO.
Sementara, Campuran CPO 50% dengan solar fosil 50% masih dapat langsung digunakan tanpa
pemanasan awal.

BIOETANOL (SNI: 7390:2012); Subsidi: Rp.3000,-/liter (Feb 2015).


Sumber: Singkong, limbah biomassa, limbah air kelapa, limbah buah+sayur, sorgum, tetes tebu / tebu

/ ampas tebu, aren, nipah, rumput laut, alga, jerami padi, sagu, bonggol pisang, gas CO2, batubara,
dll.

Produsen bioetanol: BPPT Lampung (2,5ML/th, singkong);PT Sugar Group (PT Indo Lampung
Distillery, ILD), Lampung (70ML/th, Tetes, terintegrasi); Molindo Raya (50ML/th, tetes eks PTPN)
Lawang, Malang, Jatim; PT Indo Acidatama (50ML/th, tetes) Karanganyar, Solo, Jateng;
PT Aneka Kimia Nusantara (17 ML/th, tetes) Mojokerto, Jatim; PASA Jatiroto (7,5 ML/th) Lumajang,
Jatim; PT Madu Baru (7 ML/th) Yogyakarta; PSA Palimanan (7 ML/th) Cirebon, Jabar; Basis Indah
(5,5 ML/th) Makassar, Sumsel; Permata Sakti (5 ML/th) Medan, Sumut; Molasindo Alur Pratama (3,6
ML/th) Medan, Sumut; PTPN X (30ML/th, 120kton/th tetes); PT Medco Ethanol (60 ML/th, singkong/)
Lampung; PT Madusari Lampung Indah (50 ML/th, Singkong + Tebu) Lampung; PT Indonesia Ethanol
Industry (50 ML/tahun, singkong) Lampung Tengah, Lampung; Sampoerna Bio Energi (60 ML/th,
singkong) Jateng & Jatim; dan Humpuss (60 ML/th) Kotabumi, Lampung. Jadi, total produksi setahun
sekitar 535 ML/th = 535 ribu kL/th.
Sepuluh pabrik etanol siap memproduksi Gasohol (10% etanol + 90% premium) 2 di Jatim, 1 di
Jateng, 1 di DIY, 2 di Jabar, 3 di Sumatera, 1 di Sulsel. Bila gasohol E-10 harus diwujudkan,
Indonesia butuh sekitar 3.000 ML/th atau 3 juta kLiter bioetanol/th, sedangkan produksi nasional baru
535 ribu kL/th (17,8%). Oleh karena itu, bila pemerintah serius, pengusaha Indonesia perlu
meningkatkan produksi bioetanol besar-besaran.

Toyota

Indonesia

(TMMIN)

telah

membuat mobil

etanol(E100) sejak

2010,

tetapi

dengan produksi 500-600 unit per bulan TMMIN terpaksa mengekspor 18.060 mesin Toyota Hilux ke
Argentina yang selanjutnya ke Brazil, karena terbentur kebijakan pemerintah yang belum pro etanol
(Pengalihan kebijakan energi dari BBM ke BBG).
Pengembangan mesin yang dapat menyerap etanol 85% sedang dilakukan untuk pasar Thailand dan
negara ASEAN lainnya.

Toyota juga mampu mengubah mesin bensin ke bioetanol dengan menambah komponen spesifik di
beberapa bagian. Mesin etanol tersebut merupakan tipe mesin 2TR-FFTV berkapasitas 2.694cc
menggunakan IN-VVT, dengan sistemgasoline sub-tank, yang menghasilkan tenaga maksimal hingga
120/5.000 (kW/rpm) dan torsi maksimal 245/3.800 (Nm/rpm).

Di sisi lain, masyarakat terutama mahasiswa sangat tertarik untuk memanfaatkan bioetanol pengganti
BBM menjadi BB masa depan.
Contoh: Tim Rakata ITB merakit purwarupa mobil roda tiga ber BB bioetanol murni (Khusus lomba)
dengan konsumsi 1 liter bioetanol (nilai oktan 105-110) mencapai 350 km, sekaligus menyabet juara I
(kategori Shell Student Energy Challange, 2013). Th 2011 sejauh 244 km, dan th 2012 sejauh 291
km.

Tim Horas USU (mesin USU III) juga ikut mengembangkan mobil etanol sekaligus meraih juara
internasional mobil pick-up rakitan SEM Asia (2014) di Manila yang berhasil menempuh jarak 101,4
km per 1 liter bioetanol.

Mobil Etanol BASUDEWO (ITS)


Tujuh Mahasiswa D3 jurusan T. Mesin ITS (salah satu kampus yang mengembangkan moblis
nasional) Surabaya mengembangkan mobil bioetanolBASUDEWO Urban Etanol (BUE).
Rangka mobil hollowAluminium dengan tebal 1 mm, panjang 5 cm, lebar 2 cm, dan bodi 2300 mm. Ia
menggunakan busi platinum dengan rasio kompresi mobil 1:12.
Badan mobil terbuat dari fiberglass dan custom Aluminium. Mesin mobil berkapasitas110 cc, dengan
transmisi manual 4 speed, dan pengereman cakram hidrolik. Dimensi mobil: panjang 2500mm, tinggi
1200 mm, dan lebar 1300 m. Konsumsi BB 98,015 km/liter ethanol.
Di lain fihak, akibat permintaan harga bioetanol dalam negeri (Juli 2014) yang terlalu rendah
(Rp7.700-7.800,-/L), sementara pasar ekspor bisa mencapai Rp8.500-9.000,-/L, maka PTPN X
(kapasitas produksi: 30 ML/th) (melalui anak perusahaannya: PT Energi Agro Nusantara) terpaksa
mengekspor bioetanol ke LN (Filipina 4 ML via pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, dan Korsel).
Pasar Taiwan, Belanda, Jepang, dan Singapura masih dijajagi. Desember 2014, harga bioetanol
(FGE) Dalam Negeri disesuaikan oleh pemerintah, yaitu berkisar antara Rp.9.200-9.400 per liter,
tetapi PTPN X masih sempat mengekspor ke Singapura 12 ML.
Indonesia masih memerlukan otoritas dan infrastruktur khusus bioetanol.
Bila kebijakan pemerintah yang pro etanol/bioetanol diwujudkan maksimal, maka pro lainnya seperti
pro-poor, pro-job, pro-growth,dan pro-environment / pro-planet lambat-laun akan tercapai, dan rakyat
pedesaan dan pesisir Indonesia akan sejahtera, karena mereka menguasai biomassa dan produk laut
(rumput laut dan alga).
Singkong/ubi kayu/Ketela Pohon

KNMI (Komisi Nasional Masyarakat Indonesia) bekerjasama dengan PT Energi Karya Madani
menemukan pengganti bahan bakar premium yang disebut Biopremium yang ramah lingkungan
dengan bahan dasar bioetanol (kadar etanol 96-99 %) yang berasal dari proses fermentasi singkong.
Satu liter etanol perlu 6 kg singkong. Singkong emas juga dimanfaatkan untuk diubah menjadi
bioetanol di Kupang, NTT.
ICMI Orwil Jawa Barat mendirikan pabrik bioethanol (90-94%) berbahan baku singkong 1,5 ton/hari di
Ds. Cijambe, Kec. Cikelet, Kab.Garut, yg beroperasi sejak Maret 2009 dg kapasitas 200 liter/hari.
Harga per liter bioetanol dipatok Rp.10 ribu dari biaya produksi Rp 7 ribu.
Sri Nurhatika (Ika) Dosen Biologi ITS dan timnya mengenalkan bioetanol dari singkong raksasa/telo
genderuwo/limbah pabrik tepung tapioka beserta kompornya. Kompor aluminium diproduksi bersama
Koperasi Manunggal Sejahtera. Ika + tim mengenalkan produknya kepada pembatik di Jawa.
Limbah TKKS

Indonesia dapat menghasilkan 150 juta ton biomassa limbah pertanian dan perkebunan (sawit saja
per tahun: 5,53 juta ton pelepah, 4,46 juta ton tandan kosong.
Bila hanya 20%-nya diubah menjadi bioetanol, maka energi yang dihasilkan setara dengan kebutuhan
BBM 3 juta mobil per tahun.
Akan tetapi, 15 perusahaan dari Jambi mengekspor 26,2juta ton (2014) ke Malaysia & Singapura
selanjutnya ke Eropa.
Sebelumnya Menteri ESDM melarang ekspor cangkang sawit, bahkan mendorong pembangunan
PLTU biomassa bagi para pengusaha sawit agar memiliki listrik sendiri (Biaya PLTU biomassa 2x15
MW sekitar 220miliar).
BPPT PTPSE (Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi) dan MHI (Mitsubishi Heavy
Industries Ltd.) bekerjasama memanfaatkan TKKS (potensi sekitar 20 juta ton basah atau 10 juta ton
kering per tahun) sebagai bahan baku (lignoselulosa bioetanol) untuk memproduksi bioetanol.

Proses dari TKKS menjadi Saccharide liquid menggunakan teknik hydrothermal dilakukan oleh MHI,
kemudian cairan yang dihasilkan difermentasi dan dijadikan etanol oleh B2TP (Balai Besar Teknologi
Pati).
LIPI (Kimia Terapan) dan pemerintah Korea Selatan (KOICA, dengan bantuan KIST dan
Changhae Engineering Co.Ltd,) bekerjasama melakukan penelitian TKKS menjadi bioethanol via
fermentasi.
Teknologi yang ditemukan mampu mengolah 80 kg sampah menjadi 10 liter/hari bioetanol dengan
tingkat kemurnian 99,5%. Korsel memberikan dana hibah US$3 juta, dan LIPI memberikan dana
pendamping US$ 600 ribu. Stasiun percontohan Laboratorium Penelitian Energi, Lingkungan dan
Bahan Kimia Alami dibangun di Serpong.
Rumput Teki (Cyperus rotundus) diproses oleh mahasiswa TEP FTP-UB, Malang

dengan

pretreatment gelombang mikro menjadi bioetanol.


Limbah Air Kelapa

FKIP Univ. Tadulako memanfaatkan air limbah kelapa menjadi bioetanol dengan hasil 27,9% yang
menggunakan starter air kelapa+air masak: ragi tape = 6:3:1.
Hadi memfermentasi (selama 70 jam) 200 L limbah air kelapamenjadi 90 L bioetanol 70%, sedangkan
dari 200 L legen menjadi 110 L bioetanol 70%. Pemanasan untuk proses penyulingan (sekitar 8085oC) menggunakan serbuk gergaji. Proses cepat terhadap air kelapa perlu dilakukan karena di
udara ia akan segera berubah menjadi asam yang tentu saja akan mengurangi kadar gula.

Limbah Buah

Limbah buah seperti salak, maja, pepaya, mengkudu, nenas,pisang, dll dapat diubah menjadi
bioetanol.
Mahasiswa UGM Yogyakarta mengembangkan kompor bioetanol dari limbah buah salak yang cacat
atau busuk.
Dusun Ledoknongko, Kec. Turi, Kab. Sleman, DIY, adalah sentra penghasil salak dengan limbah
salak sekitar 1-3 ton/bulan. Satu liter bioetanol diperoleh dari 10 kg limbah salak melalui proses
fermentasi selama sepekan dengan menambah ragi dan urea, kemudian cairan yang dihasilkan
dikenai proses distilasi pada temperatur 70oC.
Di sisi lain, pelepah/daun salak melalui proses pirolisis dapat diubah menjadi bio-briket dan
biokerosin. Sementara, biji salak dapat diubah menjadi briket biji salak (ampas kelapa+sereh).
Siswa Smanela (SMAN 5 Denpasar) mengelola limbah buah maja menjadi bioetanol.
Sorgum

Keunggulan sorgum:
1) beradaptasi pada berbagai agroekologi (pantai-pegunungan);
2) butuh air sedikit, 150-200 mm/musim (1/2 dari jagung, 1/3 tebu);
3) tahan di lahan marjinal (asam, asin, basa) atau tandus; 4) dapat tumbuh di lahan miring;

5) tahan hama. Sorgum mengandung karbohidrat 73,8% (beras 76%, terigu 77%); protein 9,8%
(beras 5%, terigu 12%); mineral Ca, Fe, P, dan vitamin B1 lebih unggul dibanding beras.
Jadi, sorgum dapat berfungsi sebagai beras alternatif. Sorgum dapat dipanen setiap 100 hari atau
dapat dipanen 3 kali setahun. Biji sorgum sebagai pengganti beras, batang sorgum diperas untuk
mendapatkan niranya guna

pembuatan

gula

kristal

(atau MSG/penyedap

makanan,

sirup)

dan bioetanol (biaya fermentasi & distilasi sekitar Rp 4000,-/liter).


Galur Super-1 (Watar Hammu Putin dari Sumba, NTT) dan Super-2 (ICRISAT) ditunjuk untuk
memenuhi kebutuhan bioetanol dalam negeri ( 6 ton biji/Ha, nira >17 % (13,6-18,4 %) skala Brix
(tebu 12-19 %), bioetanol sekitar 8000-9000 Liter/Ha, dan 30 ton biomassa/Ha untuk bahan kertas).
Mereka tahan penyakit aphids, antraknos, karat daun, dan hawar daun.
Pengembangan Sorgum/canthel (Jawa) di Indonesia baru masuk skala komersial.
Desa Legundi adalah salah satu lokasi DME bioetanol sorgum.
Tanaman Percontohan budidaya sorgum dilakukan oleh LIPI di Kalianda, Bandar Lampung untuk
mendapatkan 430 ton/Ha/tahun.

PT BLUE (Banyu Lancar Unggul Engineering) Indonesia membudidayakan 15 varietas bibit


unggul Sorgum dari BATAN (di antaranya adalah Samurai-1/bioetanol & Samurai-2/pangan)
di Balikpapan, Kaltim, yang disebarkan ke masyarakat dengan pola inti plasma yang hasil
panennya akan dijamin pembeliannya oleh PT BLUE. Satu liter bioetanol sorgum
memerlukan batang 16-20 kg, atau bila dari biji sorgum perlu 2,5 kg biji (dengan proses kimia

yang lebih panjang).


Brunei Darussalam bekerjasama dengan Walikota Solo menginvestasikan dana Rp800 miliar
guna membangun 2 pabrik raksasa industri olahan sorgum pengganti beras (satu pabrik
memerlukan lahan 30 Ha) di wilayah Soloraya (kantor pusat di Solo), dan lokasi kabupaten
terpilih adalah Wonogiri dan Sragen. Sekitar 60 ribu petani lokal akan dilibatkan dalam

industri bahan makanan (gandum lokal) dan bioenergi (bioetanol untuk ekspor).
Investor jepang PT Panen Energi (Syswave Holding Co.) memperkenalkan bibit sorgum
(varietas B6, B8, dan KOI) di Karang Tengah, Wonogiri yg bisa dipanen 3 bulan sekali, tinggi
2,5-5 m, yang diharapkan mampu menghasilkan bioetanol 2.000-3.500 liter/Ha/musim.
Kementerian BUMN mengembangkannya untuk konsumsi di Sumbawa dan Jember seluas

100 Ha.
LIPI memproduksi bioetanol di Riau dengan target 400 ton/Ha/tahun. Th 2014 direncanakan
sorgum ditanam di lahan 10.000 Ha yang bermitra dengan RPN, PT Samirana, dan pemda

yang berkenan.
PT Pertamina & PT Askes bekerjasama memproduksi sorgum di Atambua pada lahan seluas
200 Ha. PTP II membudidaya sorgum di Ngawi dan Banyuwangi seluas 3.000 Ha di sela-sela
pohon karet, kapuk randu, dan kelapa.

Hingga th 2008 sorgum telah dikembangkan di 7 provinsi (Jawa, Bali, Sumatera, Nusa
Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua) & 12 Kab. yang mencapai 6.226.500 Ha.

Tetes Tebu/Tebu

Produk tetes seluruh pabrik gula di Indonesia (2013) sekitar1,4 juta ton/th, digunakan untuk
industri bioetanol hanya 600 ribu ton/th, sisanya diambil industri MSG/moto + industri pakan ternak
(600 ribu), dan diekspor (200ribu).
Namun, tingginya harga tetes di pasar internasional menyebabkan produsen tetes menaikkan
ekspornya hingga 800 ribu ton/th (DN: US$98,2/ton, LN: US$120/ton).
Bila konversi tetes 600 ribu ton/th itu ke bioethanol 4:1, maka produksi bioethanol masih di bawah
rencana pemerintah 194 ribu kL.
PTPN X (Rp.311milyar) bekerjasama dengan Jepang, NEDO(Rp.150milyar) membangun pabrik
bioetanol tetes dengan kapasitas 30 ML/th di samping pabrik gula Mojokerto dan sudah berproduksi.
Ekspor bioetanol yang dijinkan sekitar 20 ML/th, maka 4 ML/tahun diekspor ke Filipina (untuk
campuran BB 10-20%, Singapura 12 ML/tahun dan hanya 60 kliter/bulan (0,72ML/tahun) diserap oleh
PT Pertamina.
Medco akan membangun pabrik bioetanol di Papua dengan bahan baku tebu.
Tanah seluas 65.000 Ha (dari total 200.000 Ha) telah dialokasikan di Papua Selatan.
PT Barata Indonesia (Persero) yg menggandeng Sapporo & Tsukisima Kogyo Jepang menggarap
proyek putar kunci bioetanol (99,6%) kapasitas 100 kL/hari milik PTPN X yang berlokasi di pabrik
Gula Gempolkrep, Mojokerto. Uji-coba dilakukan th 2013. Limbahnya berupa gas metan sebagai
umpan diesel gas engine menjadi listrik 2,5 MW.

Ampas Tebu

PTPN X (Persero) mendiversifikasi umpan pabrik bioetanol menggunakan ampas tebu (baggase) (th
2015) (teknologi bioetanol generasi 2) dengan kapasitas produksi 130ribu ton bioetanol/th (=
130.000.000 x 1/0,789 L/th = 164,8 ML/th) (umpan ampas sebanyak 1.492,4 ton/hari, dg bahan
pembantu: H2SO4, Ca(OH)2, H3PO4, (NH4)2SO4, Z. Mobilis, dan antifoam).
Tahap 1: pemecahan ikatan lignin dan konversi hemiselulosa menjadi xylosa (katalis H2SO4 1,5%, T:
190oC, P:13bar).
Tahap 2: hidrolisis selulosa menjadi glukosa (dg biokatalis enzim selulosa 12 FPU/gr selulosa, pada T
65oC).
Tahap 3: fermentasi glukosa dan xylosa (dg bakteriZymomonas Mobilis pada T: 32oC, t:48 jam).
Tahap 4: distilasi dan dehidrasi (dg molecular sieve) guna menghasilkan bioetanol 99,6%.
Limbah berupa gas CO2, lignin tak larut, gypsum, dan biomass sisa lainnya. Satu liter bioetanol
memerlukan 5 kg ampas tebu (Rp.1000,-) atau 4 kg tetes tebu (Rp.4000,-).
Sekitar 1,3-1,5 juta ton tebu menghasilkan 300-500ribu ton ampas tebu yang dapat dikonversikan ke
bioetanol. Tebu digiling oleh 11 PG milik PTPN X sekitar 6juta ton/th yang menghasilkan ampas
tebu 1,8juta ton/th.
Sisa ampas tebu digunakan untuk pembangkit listrik di PG Ngadirejo/Kediri (10MW),
PG Pesantren Baru/Kediri, PG Kremboong/Sidoarjo, dan PG Gempolkrep/Mojokerto.
Produk samping Bioetanol (tetes & ampas tebu) dan listrik (dari ampas tebu) menurunkan biaya
operasi pabrik gula sekaligus menaikkan laba perusahaan, sehingga tidak dipengaruhi lagi oleh
naik/turunnya harga gula.

Aren (Arenga Pinnata)

Satu pohon menghasilkan nira 15-20 liter/hari, diproses menjadi satu liter bioetanol 99,5 %, atau
sekitar 36.000-40.000 liter bioetanol/Ha/tahun (pohon aren produktif disadap selama 6-8 tahun, baru
dapat disadap setelah berumur 5 tahun).
Produksi bioetanol dari aren itu tertinggi dibandingkan jagung (4.000), singkong (2.000), biji sorgum
(4.000), jerami padi, dan ubi jalar (7.800). Harga bersih bioethanol di pasaran dunia sekitar 1,15-1,3
US$/galon /US$40/ton (2009).

Sekitar 60% pohon aren dunia ada di Indonesia (Sulawesi, Maluku, Sumatera, Papua, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Bengkulu, Nangroe Aceh Darussalam, dan daerah lainnya) dengan perkiraan
total luas di 14 propinsi 70.000 Ha.
Di Sulut saja ada 2942 Ha (th 2004), terdapat 300-400 pohon per Ha. Pacitan menyiapkan areal
kebun aren hingga 10.000 Ha guna mengakomodasi 4 juta pohon aren di daerah aliran sungai (DAS)
Girindulu, sekitar kec. Bandar, Hawangan, Tegalombo, Arjosari, dan Tulakan. Kabupaten Hulu Sungai
Tengah

(HST),

KalSel

juga

sedang

menyiapkan

kebun

aren

seluas

668

Ha.

Pabrik yang diketahui memproduksi bioetanol dari aren adalah Kreatif Energi Indonesia dan
PTBLUE Indonesia.
Investor yang tertarik: PT Halmahera Engineering. PT Molindo Raya Industrial, Sugar Crop Company
(SGC), PT Tirtamas Majutama. Investor Canada, Amerika, dan Brazil juga berminat untuk mendanai
sekaligus membeli bioetanol aren Indonesia.
Dana sekitar US$ 17 juta diperlukan untuk membangun pabrik bioetanol dengan kapasitas 500
ton/hari.

Nipah (Nypa Fruticans)


Salah satu komoditas penghasil bioenergi non-pangan adalah tanaman nipah yang cukup melimpah
di Kalbar, dan dapat dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol.
Kelapa Nipah tumbuh subur di daerah pasang surut (hutan mangrove/bakau), rawa-rawa, di pesisir
pantai atau muara sungai berair payau.
Struktur buah mirip buah kelapa yang dalam satu tandan dapat mencapai 30-50 butir. Bila buah
masak akan gugur ke air, bergerak mengikuti arus air dan tersangkut di tempat tumbuhnya, dan
tumbuh menjadi kecambah dan pohon baru.

Penyadapan nira nipah


Di Indonesia, luas daerah tanaman nipah sekitar 10% dari 7 juta Ha daerah pasang-surut, yaitu
700.000 Ha yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
Ribuan Ha nipah juga ditemukan di daerah pesisir Inhil, Semenanjung Kampar, Bengkalis, Dumai dan
Rohil.
Nipah adalah spesies utama penyusun hutan bakau dengan komposisi 30%. Panjang tangkai tandan
bunga sekitar 100-170 cm yang dapat disadap untuk diambil niranya. kadar gula (sucrose) berkisar
antara 15-17%, dan setiap tandan bunga menghasilkan 0,5 liter nira/hari selama 4-5 bulan,atau 75
liter per tahun.
Bila jumlah pohon nipah efektif 3000 pohon per Ha, dan 40% saja yang menghasilkan tandan bunga,
maka nira yang dihasilkan adalah 0,4 x 3000 x 75 liter/tahun atau 90.000 L/Ha/Tahun.
Sementara nira yang dapat diubah menjadi etanol sekitar 7% (atau lebih), atau 90.000 x 0,07 sebesar
6300 liter/Ha/tahun atau sekitar 4,4 juta kL/tahun bioetanol, bahkan diberitakan mampu menghasilkan
etanol nipah hingga 15.600-20.000 liter/Ha/th yang lebih tinggi 2-3 kali lipat dibandingkan tebu (5.0008.000 liter/Ha/th), sementara jagung menghasilkan 4.000 liter/Ha /th.

Tahun 2011 dibangun pabrik bioetanol skala pilot (400 L/hari) dari bahan baku nipah dengan dana
dari Kementrian ESDM (via Dirjen EBT dan Konservasi Energi) di lokasi bekas pelabuhan Lantamal
TNI AL Kuala Mempawah, Pontianak, dengan luas pabrik sekitar 520 m2. Tahap awal, Kementrian
ESDM juga akan membantu 150 unit kompor bioetanol untuk dibagikan ke masyarakat.
Investor yang tertarik memproduksi bioetanol nipah adalah PT FFI (First Flower Indonesia).
PT FFI dan tim teknis Univ. Lambung Mangkurat melakukan penelitian/kajian pemanfaatan nira nipah
menjadi bioetanol pada th 2012 hingga membangun pabrik pada tahun 2017, sementara pemkab
Tanah Laut (Tala), Kalsel, menyediakan lahan tanam nipah 8.000 Ha di 3 kecamatan, yaitu Bati-bati,
Kurau, dan Bumi Makmur.
PT FFI menargetkan 200 juta liter/th bioetanol nipah pada lahan 40.000 Ha di Kalsel dan Kaltim.
PT FFI juga melirik kebun nipah di Sulsel.
Lahan 8000 Ha juga disiapkan di Meranti, Riau untuk memproduksi gula, sirup, dan bioetanol.
Rumput Laut (Makroalga, bioetanol / biofuel)

Rumput laut banyak mengandung aneka protein dan selulosa, sehingga sangat mungkin untuk dibuat
bioetanol. Spesies rumput laut terpilih adalah Caulerpa serrulata dan Gracilaria verrucosa, karena
mengandung selulosa tinggi yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan difermentasi menjadi
bioetanol.
Kelebihan rumput laut:
1) Lahan budidaya di laut yang saat ini dimanfaatkan baru seluas 222.180 Ha, hanya 20% dari
1.110.900 Ha tersedia di perairan Indonesia;
2) Waktu budidaya hanya 1,5-2 bulan;
3) menyerap gas CO2 kira-kira 7 kali lebih besar dari kayu;
4) Lebih murah, dapat dipanen 6 kali setahun (100-125 ton/th/Ha).

Kebun bibit disediakan di Lampung, DKI jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, NTT, NTB, Kalsel,
Kaltim,

Sulut,

Sulsel,

Sultera,

Maluku,

dan

Papua.

Norwegia

memanfaatkan

rumput

laut Laminaria sebagai penghasil bioetanol.

Eceng Gondok (Bioetanol)

Tumbuhan eceng gondok yang dianggap gulma air di danau / waduk difermentasi oleh B. Permadi (+
4 temannya, Mandiri Energi) (Ds. Sumo Kali, Kec. Candi, Sidoarjo, Jatim) menjadi bioetanol murni
(disuling 4 kali) untuk sepeda motornya sebagai sarana transportasi.
Satu liter bioetanol diperoleh dari 50 kg eceng gondok kering.
Dengan satu liter bioetanol tsb dia dapat bergerak dan menempuh jarak 50 km. Di sisi lain, eceng
gondok dapat diubah menjadi biogas, kerajinan tangan, dan pakan ternak (+bekatul + ampas tahu +
gilingan jagung, difermentasi basah 5 jam).

Alga (Mikroalga, air tawar / payau, bioetanol)

Populasi Prymnesium parvum


Mikroalga dapat diambil minyaknya (menjadi biodiesel),kemudian diambil karbohidratnya (5-67,9%)
untuk diubah menjadi bioetanol (38%). Mikroalga yang melulu berpotensi sebagai bahan baku etanol
adalah Prymnesium

parvum(gambar

samping,

populasinya

membunuh

sekitarnya), Chlorococum sp., Tetraselmis suecia,Anthrospira sp., dan Chlorella sp.

ikan

di

Alga Spyrogyra yang berkarbohidrat tinggi telah diteliti oleh mahasiswa ITS Surabaya untuk
mendapatkan bioetanol. Satu liter bioetanol diperoleh dari 6 kg singkong, atau 5 kg jagung, dan
hanya 0,67 kg dari alga spyrogyra.
LIPI mengembangkan alga Chlorella sp. di Pasir putih, Siak Hulu, Kampar untuk bioetanol dan
biodiesel.
Jerami Padi

Produksi jerami Indonesia sangat besar.


Bila 1 ton beras setara dengan 1 ton jerami, dan produksi beras tahun 2011 diperkirakan 37,8 juta ton
maka produksi jerami per tahun sekitar 37,8 juta ton.
Jerami mengandung hemiselulosa (24,5%), selulosa (34,2%), dan lignin (23,4%) sisanya abu
(berbeda-beda

tergantung

jenis

padi)

yang

dapat

diubah

menjadi

bioetanol

via Pretreatment atau delignifikasi,hidrolisis, fermentasi, dan distilasi.


Proses pretreatment (fisik, mekanik, dan kemik seperti NaOH 5-15%, atau H2SO4 1%) dan
hidrolisis diketahui beraneka macam guna mendapatkan bioetanol tertinggi. Bila 1 kg jerami
menghasilkan 0,2 L bioetanol, maka produk bioetanol Indonesia kira-kira 7,56 juta kL/tahun.
Sementara kebutuhan premium (Des 2013) tercatat sekitar 82.613 kL/hari (30 juta kL/tahun) maka
sumbangan bioetanol jerami terhadap premium 25,2%.
Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.)

Saat ini Indonesia penyumbang 60% sagu dari populasi sagu dunia, yang diperkirakan mencapai 4-6
juta hektar (30% berada di Papua, sisanya di Sumatera, kalimantan, Sulawesi, dan Maluku),

kemudian disusul oleh Papua Nugini 20%, Malaysia 20%, dan lain-lain 5%. Maluku memiliki lahan
sagu seluas 31.000 Ha dan 3,1 juta pohon sagu dengan produksi 25 ton/Ha/tahun yang tersebar di 7
kabupaten dengan masa panen 10 tahun setelah ditanam.
Populasi per hektar 100150 pohon atau lebih, dan per pohonnya dapat menghasilkan 250400 kg
pati. Produk tepung sagu basah dari Maluku dikirim ke Cirebon. Sagu Meranti (dari Kepulauan
Meranti, Riau, produsen sagu terbesar di Indonesia 440.309 ton dari areal 44.657 Ha, 2,98% luas
tanaman sagu nasional, 2006) dinobatkan menjadi pusat pengembangan Sagu nasional.
Tepung sagu Meranti dikirim ke Cirebon 400 ribu ton/bulan guna diolah menjadi penganan dari sagu,
bahan kosmetik, kesehatan, dan lainnya. Pemanfaatan sagu lainnya adalah bahan plastik alami,
sorbitol, sirup, dll.
Karbohidrat sagu lebih banyak dibanding tanaman lainnya. Satu Ha lahan tapioka menghasilkan pati
5,5 ton/th, kentang 2,5 ton/th, jagung 5,5 ton/th, beras 6 ton/th, dan sagu 15-25 ton/th. Sagu sangat
berpotensi sebagai bahan baku bioetanol dengan kadar karbohidrat 82-85%.
Dari Satu ton sagu, dapat diperoleh 550 liter bioetanol melalui proses hidrolisis, fermentasi, destilasi,
dan dehidrasi.
Limbah/ampas sagu dapat dibuat menjadi briket arang dengan teknik ampas sagu dikeringkan dan
dibakar terbatas hingga jadi serbuk arang, dicampur dengan cairan tapioka sebagai perekat, dan
dikeringkan di bawah sinar matahari. Finlandia (via PT Sara Rasa Biomass) melirik limbah
pengolahan tual sagu berupa kulit batang sagu (uyung) (petani sagu menjualnya Rp75.000/kg ke PT
SRB, 2013) yang dapat dijadikan BB bioenergi pengganti minyak tanah atau dibuat peletpencampur
batubara untuk keperluan ekspor ke Eropa.
Tim

Finlandia

berharap

ekspor

uyung

10.000

ton/bulan ke

Eropa

dapat

terwujud.

Tiga perusahaan domestik PT National Timber (10 ribu Ha), PT Nusa Ethanolasia (50 ribu Ha), dan
PT Austindo Nusantara Jaya (ANJ Agri) (50 ribu Ha di Kab. Sorong Selatan, Papua) membangun
perkebunan sagu di Riau dan Papua Barat untuk memenuhi pasokan bahan baku pabrik bioetanol
sagu.
ANJ Agri berencana membangun pabrik pengolahan sagu dengan investasi US$20 juta di Sorong
Selatan dengan kapasitas produksi 3.000 ton sagu/bulan.
PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) via anak perusahaannya PT Sampoerna Bio Fuels membeli saham
95% PT National Sago Prima (NSP) seharga US$12juta guna menggarap lahan sagu sekaligus
menjadi raja sagu di Indonesia.
Proyek pertama Sampoerna Agro adalah garapan lahan seluas 22.000 Ha di Selat Panjang, Riau
yang telah ditanami sagu seluas 10.000 Ha.

Lahan sagu kedua terletak di Papua seluas 51.000 Ha yang telah ditanami sagu secara alami. Lahan
ketiga terletak di Sambas, Kalbar seluas 15.000 Ha.
Sampoerna masih mengincar lahan seluas 6.000 Ha di Lingga, Riau. Pembangunan pabrik bioetanol
dianggarkan US$8juta dengan bahan baku 100 ton sagu/hari dan dana replanting (tanam kembali)
sekitar US$5juta. NSP akan membangun pabrik sagu di distrik Sentani, Kab. Jayapura, Papua.
Bonggol pisang (Musa paradisiaca L)

Bonggol pisang (BP) mengandung pati (76%), air (20%), sisanya protein dan vitamin. BP dapat
berasal dari pisang kepok, raja, susu, ambon, batu, dll.
Ada 230 varietas pisang. Akan tetapi, hanya pisang batu yang bonggolnya diolah untuk makanan
seperti risoles, snack, abon, bakso bakar, keripik,steak, pudding, dan nugget BP, karena kandungan
gizi dan serat yang tinggi.
Di samping itu, airnya berguna sebagai obat disentri, pendarahan usus, obat kumur, menumbuhkan
dan menghitamkan rambut.
BP jenis lain mengandung banyak getah dan keras, sehingga mereka dibuang begitu saja.
BP juga mengandung MOL (Mikro Organisme Lokal) yang mempercepat penghancuran bahan
organik menjadi pupuk.
BP yang dibuang dapat diubah menjadi bioetanol via hidrolisis, fermentasi, distilasi dan dehidrasi
seperti pada sagu.
Luas lahan panen pisang di Indonesia (2010) sekitar 4,2 juta Ha dengan produksi pisang 18juta
ton/tahun (Jatim terbesar 5,2juta ton/th) yang tersebar di Jawa (Jabar/Sukabumi, Cianjur, Bogor,
Jateng/Demak, DIY, Jatim/Tuban, Madura), Sumut, Sumsel, Sumbar, dan Lampung, Gorontalo, Sulut,
Sulsel, NTT, Maluku, dll.
Satu ton BP menghasilkan bioetanol murni sekitar 307 liter.
Gas CO2

Pemanfaatan gas CO2 menjadi etanol menarik perhatian peneliti dari UGM (FMIPA + Teknik Kimia).
Tujuannya adalah produk bioetano saat ini hanya 250 jutaliter/tahun,
Berarti ada defisit 1.200 juta liter/tahun untuk mendapatkan gasohol 3% (BB premium nasioanl 48 juta
kliter/tahun).
Jumina dkk. + PT Madubaru Yogyakarta (via Rusnas UGM) mengkonversi gas CO2 menjadi etanol
melalui 2 tahap, yaitu:
1) pereaksiGrignard (bantuan logam divalen) menjadi produkintermediate yang dilanjutkan dengan
2) reduksi produkintermediate menggunakan senyawa boran (hidrogenasi katalitik), dengan konversi
60-70%.
Bila ditambah satu langkah lagi: grignard-esterifikasi-reduksi, maka konversi menjadi 65-75% (lebih
tinggi).
Di lain fihak, peneliti Stanford Univ. (California) M. Kanan & C. Li menemukan cara mendapatkan
etanol dari gas CO2 via sel elektrokatalisis dengan teknik
1) mengubah CO2 menjadi CO, lalu
2) air yang dijenuhkan oleh gas CO dielektrokatalisis (listrik berasal dari surya/bayu) menggunakan
anoda & katoda (terbuat dari kristal nano oksida tembaga yang menempel pada tembaga metalik)
pada voltage rendah agar CO dalam larutan berubah menjadi etanol.
Biasanya pada anoda, air berubah menjadi gas O2, dan di katoda, air berubah menjadi gas H2.
Namun, tantangannya adalah bagaimana caranya katoda hanya mereduksi CO menjadi etanol,
bukan mereduksi air menjadi gas H2.
Batubara

Konversi batubara menjadi etanol sintetik untuk BB kendaraan bermotor dilakukan oleh SIAP (PT
Sekawan Intipratama Tbk) dengan menggandeng dan meneken MoU dengan Procone GmbH
(Perusahaan Swiss berteknologi Jerman, sebagai kontraktor EPC).
PT Indo Wana Bara berlokasi di Kab.Kutai, Kaltim, diakuisisi, sehingga SIAP mendapatkan batubara
seluas 5.000 Ha (cadangan batubara sekitar 300ribu ton) yang terletak 3,5 km tepi S. Mahakam.
Pabrik gasifikasi batubara menjadi etanol (260ribu ton/th) di atas lahan 60 Ha dekat S. Mahakam
dibangun dengan investasi 180 juta Euro yang diharapkan beroperasi th 2016.
Celanese Corp. AS akan membangun pabrik etanol sintetik (1,1 juta ton/th) dengan investasi USD2,5
miliar (Rp. 21,34 triliun) di Palembang, Sumsel (kerma dengan Pertamina) yang butuh lahan 150-200
Ha. Pabrik perlu 4-5 juta ton batubara per tahun.
Pemanfaatan bioetanol berbagai konsentrasi

Motor bioetanol MAK


Bioetanol 80-85%: S. Budi Sunarto memanfaatkan bioetanol 80-85% untuk kendaraan bermotor 2
tak, motorbebek 125 cc satu-satunya berBB bioetanol (bahkan 60-80%) buatan lokal (Kalasan,
Yogya) dengan merk MAK (Mega Andalan Kalasan, varian Vipros X110CW, ~Rp.9,45juta, danVipros
X125CW, ~Rp.9,9juta, produksi baru 20-40 unit/minggu, kapasitas 100 unit/minggu), motor 4 tak, dan
genset dengan tambahan alat pengabut, dan becak.
Di sisi lain, Budi mencampur bioetanol 80% dengan asam stearat/lilin panas, kemudian didinginkan
untuk mendapatkan etanol padat yang cocok digunakan sebagai pengganti BB minyak tanah.
Bioetanol 40%: Minto Supeno, Dosen USU, memanfaatkan bioetanol 40% yang dipanaskan untuk
kendaraan bermotor dan mobil disertai penyesuaian karburator dan busi, dan pemanfaatan teknologi
oksida logam, bentonit terpilar switching dan pasir switching.
Usaha/penelitiannya untuk mengurangi kadar bioetanol sebagai BB sedang berlangsung hingga, bila
perlu, mendapatkan bahan bakar air saja.
Air + Bioetanol: Air dan bioetanol dijadikan BB sepeda motor hasil temuan/inovasi FMIPA Fisika
USU Medan dengan dana DIKTI & swadaya.
Setelah litbang tersebut terhenti 2 tahun, kemudian Pertamina membantu dana litbang itu.
Sistem Penghasil Hidrogen (SiPeDe) akan diproduksi massal.

Larutan

etanol

30-80% dapat

menghasilkan

gas

H2 via

proses elektrolisis (dengan

PEM)

danelektrolisis plasma.
Peneliti lain menemukan bahwa elektrolisis metanol (V = 0,02 volt) dengan bantuan PEM hanya perlu
energi listrik 1/3 dibandingkan dengan elektrolisis air (V=1,23 volt).
.
BIOBUTANOL
Biofuel dari bahan pangan dikategorikan sebagai biofuel generasi pertama. Biofuel generasi kedua
berasal dari bahan non pangan. Salah satu pilihan adalah biobutanol yang dapat diperoleh dari bahan
non-pangan

yang

difermentasi

(melalui proses

A.B.E menggunakan

bakteri clostridium

acetobutylicum yang disebut pula organisme Weizmann) atau non fermentasi, meski biaya proses
lebih mahal dari bioethanol.
Di lain pihak, bakteri penyebab diare, Escherichia Coli, ditemukan mampu menghasilkan n-butanol
lebih dari 10 kali lipat dibandingkan dengan proses biasa.
Kandungan energi butanol menyamai premium termasuk sifat fisika dan kimia mirip bensin dengan
angka oktan 96, sehingga menjadi pencampur bensin terbaik. Infrastruktur transportasi baru tidak
diperlukan.
Biobutanol tidak larut dalam air, tidak menyebabkan korosi, dan dapat dicampur dengan bensin
beraneka variasi. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada rekomendasi penggunaan biobutanol 100%
pada kendaraan bermotor, kecuali bioethanol 100% (dengan memasang alat tambahan/engine
dimodifikasi yang disebut flexi-car) atau campuran bioethanol dan bensin di Brazil.
Biomassa, bagas, jerami, sekam, dan sejenisnya yang amat melimpah di Indonesia dapat diubah
menjadi biobutanol dengan hasil samping gas hidrogen, aceton, metanol, dll.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit mengubah TKS (Tandan Kosong Sawit) menjadi 3 produk utama
biobutanol, bioetanol, dan aseton melalui fermentasi mikroba, meski hasilnya masih sangat rendah.
Tiga mahasiswa Teknik Kimia ITB (A.R.D. Hartanti, D.J. Roria S, L.W. Dianningrum) merancang
pabrik biobutanol dari (tepung) ubi kayu (Juni 2011) dengan kapasitas 18.102,44 kL/tahun melalui
proses likuefaksi, sakarifikasi, sterilisasi, fermentasi (acidogenesis, dan solventogenesis), distilasi
untuk mendapatkan biobutanol 99,5%. satu liter biobutanol Rp.14.800,- dapat diproduksi dari 5,8 kg
tepung ubi kayu seharga Rp.2.500,-.
Enzim yang diperlukan: glukoamilase (US$9,95/lb), alpha-amilase (US$14,99/lb), bakteri clostridium
acetobutylicum (US$205), dan clostridium tyrobutyricum (US$255). Produk samping berupa aseton
(US$400/ton), gas CO2 (US$0,0076/L), dan H2 (US$0,16/L).
Tiga mahasiswa Teknik Kimia ITB lainnya (E. Bratadjaja, M.E. Prasetya, dan Richard) mengolah dan
merancang pabrik pengolahan tongkol jagung menjadi biobutanol, PT Tiga Perkasa. Karya mereka

menjadi finalis Lomba Rancang Pabrik Tingkat Nasional (LRPTN) XII kategori Energi di kampus ITB
tahun 2011. Pabrik rancangan mereka membutuhkan 1,2 juta ton tongkol jagung/tahun, sedangkan
produksi nasional sekitar 12,5 juta ton tongkol jagung/tahun.
Mereka

menggunakan

teknologi thermochemical,

yaitu

proses

gasifikasi

tongkol

jagung

menjadi syngas, kemudian dikonversikan menjadi alkohol melalui reaksi Fischer-Tropsch.


Tongkol

jagung

dikeringkan

(kadar

air

5%),

dipotong-potong

(cone

crusher),

diolah

menjadi syngas (gasifier) yang dibersihkan dari pasir olivine dan char (via cyclone), tar diubah
menjadi syngas (tar

reformer,

reaktor

berkatalis),

water

scrubber,

dan MEA

absorber

menyingkirkan gas CO dan Hidrogen.


Syngas yang sudah bersih diumpankan ke reaktor sintesis alkohol (fixed bed reactor dengan katalis
Cu+Mn+Ni/ZrO2). Produk berupa campuran alkohol cair (+sisa syngas dan alkana lain) yang
dipisahkan dalam flash drum, kemudian cairan dalam flash drum didistilasi menggunakan dua kolom.
Kolom I menghasilkan metanol (96,85 %, 32,28 ton/jam) dan butanol dengan kemurnian tinggi (99,99
% mol, sekitar 16,5 ton/jam), kolom II menghasilkan campuran etanol (48,66 %mol) , propanol (24,55
%mol), dan air (20,5 %mol, 7,55 ton/jam).
Nilai ekonomi: Tongkol Jagung: Rp.800,-/kg, metanol Rp2.000,-/kg, biobutanol Rp.8,800,-/kg. Limbah
padat berupa pasir olivine, partikulat, dan char digunakan sebagai landfill; abu sisa pembakaran
diubah menjadi batako; katalis jenuh diregenerasi. Limbah cair berupa senyawa organik dan sulfur
diolah di WWT, sedangkan gas CO2 menuju system flare dibuang.
Limbah gas lainnya berupa NH3, H2S dikirim ke sistem scrubber dan absorber. Total investasi diduga
Rp800 miliar dengan kapasitas produksi 120 ribu ton/tahun (300 hari/tahun), dengan ROI 19,2%; RR
28,23%,; Payback Period 3,5 tahun; dan BEP 12%. Lokasi yang disarankan adalah di Bojonegoro,
Jawa Timur yang diharapkan dekat dengan bahan baku dan utilitas.
SURYA

Potensi PLTS Indonesia sangat besar, di atas 1 TW (1000 GW). Indonesia adalah negara dengan
serapan tenaga suryaterbesar di ASEAN, karena matahari disajikan setiap hari sepanjang tahun.

Intensitas radiasi rata-rata 4,8 kWh/m2/hari yang setara dengan 112.000 GWp (10x potensi
Jerman/Eropa).
NTB dan Papua tertinggi 5,7 kWh/m2/hari dan Bogor terendah 2,56 kWh/m2/hari. Kapasitas
terpasang:27,23 MW (nov 2014), sedangkan target PLTS hingga 2025 yang disinggung dalam
Roadmap PLTS sekitar 870 MW atau sekitar 50 MWp/tahun.

Riset:

Sel

surya Gen.

III berupa bahan dasar zat

organik dan serbuk nano

TIO2 masih

terus

dikembangkan agar mendapatkan harga sel murah dan efisiensi serapan matahari yang

tinggi.
Mahasiswa Teknik Fisika ITB menggunakan ekstrak ketan hitam sebagai sel surya organik
pengganti silikon sintetik yang mampu menghasilkan arus listrik sekitar 1,9 mA. Penelitian
tentang dye-sensitezed solar cell (DSSC) masih terus dilanjutkan (mis. ekstrak buah

naga merah).
Tim Sapu Angin Surya Indonesia ikut berlaga dalam lomba mobil surya sepanjang 3000 km
(Darwin-Adelaide) di Australia.

Contoh rencana PLTS yang akan dibangun:

PLTS di Bandara Internasional


PT Angkasa Pura I bekerjasama dengan Sintesa Group &SunEdison membangun PLTS di Empat
bandara Internasional (akhir 2014) (Ngurah Rai/Bali 15MW, Djuanda/Surabaya, Sepinggan/
Balikpapan, dan Hasanuddin/Makassar) dengan biaya US$ 45juta untuk daya total 50 MW.
Pembangunan PLTS diharapkan rampung akhir tahun 2015.
PLN membidik pulau-pulau kecil di KIT guna membangunPLTS 22 MWpada 100 pulau terpencil
dengan pola sistem listrik kepulauan. dengan dukungan pendanaan dari Bank Dunia, PLN juga
membangun 5 PLTS di KIT, yaitu di Derawan, Raja Ampat, Wakatobi, Banda, dan Trawangan.
Jawa-Bali

Tahun 2015, Pemda Banten akam membangun 300 PLTS gratis di lokasi terpencil yang tidak
terjangkau PLN di Kab. Pandeglang (100 unit) dan Lebak (200 unit). Satu unit PLTS (berupa
1 modul surya, 1 inverter /ballast, 1 BCU (Battery Control Unit), 1 Baterai) menghasilkan

daya 50 Wp, seharga Rp.3juta.


Proyek PLTS 1 MW di Bangli, Bali sedang diupayakan oleh Pemda Bangli.
Kemen ESDM membangun 1 unit PLTS (25 kW) di desa Wargasara, kec. Tirtayasa,
Kab.Serang, Banten untuk 320 KK (2013). Unit ini menambah 2 PLTS (15 kW) yg sudah ada

di desa Pulo Panjang, kec. Pulo Ampel.


Pembangunan pabrik Sel Surya baru di area LEN Technopark, Rp.2T, 10Ha (kompleksPT
Dahana) Subang Jabar sedang dijajagi dengan pemerintahan baru (2015) guna membangun
Industri ICT, Industri Signaling Kereta Api, dan Industri Defence Electronics (rudal Starstreak)
sekaligus mengantisipasi permintaan ET (termasuk PLTS)5.600MW. Hal itu untuk melengkapi
pembangunan

pabrik

PLTS

terdahulu

(2011)

yang

dioperasikan

oleh

PT LEN

Industri (Persero) dengan kapasitas produksi pabrik fotovoltaik 90 MW/tahun menggunakan


teknologi Thin film yang menelan investasi US$ 125 juta. Pabrik yang berlokasi di Karawang

Barat, Kab. Karawang, Jabar, dibangun di lahan bekas pabrik tekstil ISN seluas 28 Ha.
Pemprov Jateng menargetkan pembangunan 213 PLTS di Wonogiri, Sragen, dan Boyolali.
Samsung C&T Co. Korsel meneken MoU (2011) dengan pemerintah Indonesia (melibatkan
PLN dan perusahaan lokal) untuk mengembangkan PLTS berdaya sekitar 50 MW di

Madura/Bali.
PLTS yang akan dibangun di 2 dusun (Bejur & Lor Selor) (2015) di Ds. Bajur Timur, Kec.
Waru, Pamekasan, Madura, Jatim, menelan dana Rp.2miliar. Tahun 2014, PLTS berhasil
dibangun di 2 desa di Kec. Pasean. Sentara di Bangkalan, 2 PLTS (masing-masing 10 unit) di
Ds Brekas Daja (Kec. Modung), dan Ds. Galis Daja (Kec. Konang) berhasil dibangun, dan

beroperasi (Nov 2014).


Perekayasa ITS Surabaya meluncurkan kapal tenaga surya JALAPATIH.

Energi

surya

disimpan dalam 114 baterai ion Litium, yang menghasilkan daya 2 kW, dan melaju 10 knot
dengan jelajah 220 km. Teknologi tsb diperlukan untuk melistriki kapal nelayan di Jatim. Di
lain pihak, ada upaya uji-coba kapal nelayan tenaga surya yang dirakit oleh PPPTKP,

Balitbang KP, KKP.


Sel Surya generasi II (thin film, lapis tipis) buatan DN (Nano-PV) dengan kapasitas 90
MW/tahun di Cikarang, Jabar (rancangan WW.Wenas, ITB + investor DN/Bakrie Power +
investor LN/AS, kantor Pusat di New Jersey AS) dipesan LN (10MW, Spanyol, 2009). Harga
komersialnya termurah di dunia (0,8-0,9 USD/W).

Sumatera

PLTS 20kW (150 rumah) di seberang S. Pengabuan, Kab. Tanjab barat dibangun. Proyek

selesai akhir 2015.


PLTS di Ds. Sungai Upih (Pelalawan, Kuala Kampar) (Feb 2015) diresmikan penggunaannya

yang menelan dana Rp9miliar.; Sebelumnya, PLTS di Ds. Sungai Solok juga telah digunakan.
Dinas Pertambangan dan Energi Sumut telah menyelesaikan 250 PLTS, di antaranya 85 unit
di Desa Satahi Nuli, Kec. Kolang, Kab. Tapanuli Tengah, 85 unit di Desa Parausorat
Sitabotabo, Kec. Saipar Dolok Hole, Kab. Tapanuli Selatan, dan 80 unit di Desa Napa

Gadung Laut, Kec. Padang Bolak, Kab. Padang Lawas Utara. Pembangunan itu menelan

biaya sekitar Rp.1,8 miliar.


PLTS Pulaupisang 20 MWh (untuk 263 rumah + 40 fasilitas umum, APBNP Rp.5,5 miliar,
bantuan KKP), kec. Pesisir Utara, Lampung Barat, diresmikan Maret 2012. Biaya Op & Rawat
sekitar Rp.30-50 ribu per rumah. Warga dilatih agar dapat mengoperasikannya.

Kalimantan

PLTS Sintang 1,5 MW, Kalbar.


PLTS Nanga Pinoh 1 MW, Kalbar.
PLTS Kotabaru 2 MW, Kalsel.
PLTS Tanjung Selor 1 MW, Kaltim.
Enam puluh (60) PLTS untuk 465 KK dibangun di 2 Desa, Ds. Dambung Raya & Ds.Kuwari
(Kec. Bintang Ara), dan 2 Desa Ds. Salikung (kec.Muara Uya), Kab. Tabalong, Kalsel (akhir

2015). PLTS sudah dibangun: 150 unit (2012), 17 unit (2013), dan 80 unit (2014).
PLTS (20kW / 250Wx180) di Ds. Mura Enggelam, Kec. Muara Wis, Kukar, dibangun dengan

dana Rp.3,25miliar.
PT PLN mengalokasikan kepada Pemkab Nunukan, Kalimantan sebanyak 400 PLTS sejak
Mei 2012 yang seluruhnya akan menjadi 3000 PLTS. Si penerima PLTS akan otomatis

menjadi pelanggan PLN.


PLTS 350 kW dioperasikan di P. Sebatik, Kaltim, berbatasan dengan Malaysia.

Sulawesi

PT PLN & PT Surya Energi Indotama membangun (bagian dari proyek PLTS 100 pulau)
PLTS pulau Makalehi di Sitaro. Target PLN lainnya adalah Manado Tua, Nain, Mantehage,

Talisa, Dapalan, Karatung, Nanedakele, Biaro, dan Gangga.


PLTS 2 MW di Gorontalo.
PLTS 2 MW di Sultra.

NTB

PLTS tahap I di NTB menerangi 1.000 KK di lokasi: Longseran Barat Utara (Lombar), Poan
Selatan (Lombar), Sintung Barat (Lomteng), Kembang Sri Utara (Lomtim), Barang Panas
(Lomtim), Sukatani (Lomtim), Limbungan Barat (Lomtim), Sempol (Lomtim), Lembah Bedak
(Lomut), Temuan Sari (Lomut). PLTS tahap II di NTB akan menerangi 700 KK di lokasi Kab.

Bima, Dompu, Sumbawa, Sumbawa Barat.


Pemprov NTB menganggarkan dana dari APBD untuk pembangunan 110 unit PLTS th 2012
di kab. Lombok Timur dan Bima. Th 2011, dana APBD telah dialokasikan untuk 494 unit PLTS
berskala kecil 10-55 Wattpeak untuk 20 rumah dengan aki penyimpan 200 A yang harganya
berkisar antara Rp3,5-6juta per unit di 4 kab, yaitu Bima, Lomtim, Lombar, dan Lomteng.

Selama ini, 5.785 unit PLTS sudah dibangun di 7 kab. di NTB, terbanyak di Pulau Lombok.
PLTS 2 MW di Lombok Utara, NTB

NTT

PLTSAtambua 1 MW, NTT.


PLTS sebanyak 840 unit ditempatkan pada 16 lokasi translok di Kab. Sikka, Ngada (Flores),
dan Kab. TTS (Timor Tengah Selatan) di Pulau Timor.

PLN (NTT) meneken PPA dengan LEN (pemenang tender) untuk membeli listrik (Permen
ESDM no.17/2013) dari PLTS Oelpuah 5 MW di kec. Kupang Tengah, Kab.Kupang (NTT)
dengan biaya Rp120miliar. Listrik akan melewati jaringan transmisi 20kV. COD ditargetkan 18

bulan dari penekenan PPA.


Pemerintah Jepang membantu warga desa Labuan Sangor, Maronge, Sumbawa, NTT
dengan memberikan 2 alat penjernih air tenaga surya (buatan Torey International) sebagai
sumbangan dari PT Bio Greenland (BGL), investor tanaman jarak rambutan asal Jepang.

Maluku

PT PLN mengoperasikan PLTS 600 kW (terbesar) di Morotai, Maluku Utara.


Tahun 2011, PT Surya Energi Indotama, anak perusahaan PT LEN Industri (Persero),
membangun PLTS 100 kWp untuk PLN di Banda Naira yang terhubung ke jaringan listrik
nasional. Di samping itu, PLTS 200 kWp di Gili, P. Trawangan, 80 kWp di Tual, P. Dullah Laut,
dan 6 PLTS di 6 desa di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara atas biaya PT Antam Tbk
Rp.1,4 miliar yang berkapasitas masing-masing 0,5 kW juga sukses dibangun.

Papua

PLTS Oksibil, tertinggi di dunia (3000m di atas muka laut) (300 kWp, 1280 panel surya,
Rp.14-18miliar) dari China (inverter & sel surya) dan Selandia Baru (interface) diuji-coba di
pegunungan Bintang, papua.

ANGIN / BAYU
Potensi energi: 9,3 GW. Kapasitas terpasang: ~ 2 MW.

PLTB Kalihi, Sumba Timur, NTT


PLTB, karya anak bangsa, 48 kincir kecil (micro wind turbine), 24 kW, (52 KK) beroperasi di Tana
Rara, Kec. Pandawai, dan PLTB 20 kincir angin 11 kW, tinggi 4 m,sudu 1,6m, KT500 (500Wp),
di Kalihi Ds. Kamanggih, Kec.Kahunga Eti (25 KK) Sumba Timur (NTT) yang didesain oleh R. Elson
(generatornya bermagnit hanya 200g).
Dana berasal dari dana sosial BUMN (Pertamina). MCB 0,5 A, 4 lampu tiap rumah. Sementara, PLTB
0,5 MW sedang dibangun oleh PT Sewatama di Hambapraing, Sumba Timur, NTT (2015), dengan
target 4 MW. Laju angin ~5,9m/detik.

PT PLN (Persero) membangun PLTB 5x200 kW di Waingapu (sepanjang pantai) dan di Soe
(di atas bukit) Timor Tengah, Flores, NTT dengan skema IPP (Independent Power Producer,
listrik swasta). Beberapa PLTB sudah ada di P. Rote dengan daya 2x10 kW yang

dilaksanakan oleh BPPT, dioperasikan oleh PLN.


PLTB berkapasitas 10 MW dibangun di Desa Suak Bakong, Kecamatan Kluet Selatan,
Kabupaten Aceh Selatan di lahan 75 Ha yang berada di tepi pantai. PLTB dengan jumlah
tower 200 unit rampung tahun 2011 untuk memenuhi kebutuhan 10.000 KK yang mencakup

seluruh kebupaten Aceh Selatan.


PT Viron Energy yang menggandeng perusahaan Suzlon, India membangun PLTBTaman
jaya Ciemas di Sukabumi, Jawa Barat dengan kapasitas 5 x 2 MW yang beroperasi th 2013
dan menghabiskan dana US$14juta. Secara bertahap kapasitasnya akan dinaikkan hingga

100 MW selama 5 tahun ke depan.


Jembatan Suramadu bakal dilengkapi PLTB sepanjang 5,4 km bila laju angin mencapai 3
m/detik. Setiap lampu membutuhkan daya 500 Watt, 300 Watt dari PLTB, kekurangannya

akan dipasok oleh PLTS.


Ditjen EBTKE meneken MoU dengan UPC Renewables Indonesia Ltd. (investor asal AS)
guna melaksanakan Studi Kelayakan PLTB 50 MW di Pantai Samas, Kab. Bantul, Prov.
DIY. UPC menggandeng PT Binatek Reka Energi untuk mengembangkan wind farm 50 MW
itu di desa Patehan, Kec. Sanden, yang meliputi 33 turbin angin (1,5 MW/turbin, jarak antar
kincir 80 m) via PPA dan listriknya dijual ke PLN (Rp.1.450-/kWh). Investasi PLTB itu sekitar
US$75-100juta dengan memanfaatkan teknologi terkini, kandungan lokal dan pekerja lokal.
Listrik

yang

dihasilkan

akan

dimanfaatkan

terutama

untuk

industri

pasir

besi

dan bandara Kulon Progo. Akan tetapi, proyek tersebut masih terus dijajagi pelaksanaannya

di tahun 2015.
Sementara, pantai Sukabumi bakal memproduksi 200 MW dengan TKDN masih 35%.
Daerah lain seperti Sulsel (Sidrat), Madura, dan Bangka Belitung berpotensi untuk dibangun

PLTB selanjutnya.
Potensi PLTB di

NTB

cukup

memadai

dengan

laju

angin

berkisar

3,5-7

m/detik. LAPANmembuat proyek percontohan PLTB 7 kW (7 unit). Potensi PLTB di P. Lombok

60 kW (10 unit), dan Sumbawa 40 kW (10 unit).


PLTB digunakan pula di kapal nelayan di Pelabuhan Ratu, Jabar oleh SKEA (Sistem Konversi
Energi Angin).

PLT HIBRID (Surya, Bayu, Diesel)


Target hingga 2015: 18,115 GWh (BPPT-UNDP). Dana: GEF (Global Environment Facility).

Program PLT Hibrid SB (Wind Hybrid Power Generation, WHyPGen) dimatangkan di


Kab. Kayong Utara, menggunakan teknologi kerjasama BPPT-UNDP untuk dibangun di desa
Pelapis, Kep. Karimata, Kalbar. WHyPGen menyasar 8 titik lain di NTT (>50MW), Banten,
Yogyakarta (100MW), Jabar (100MW), dan Bali. Uji-coba teknologi hibrid di Pandansimo juga

telah dilakukan dengan memasang 34 unit menara setinggi 100 m guna menghasilkan listrik

50 kW yang akan dimasukkan ke jaringan PLN.


KMRT bekerjasama dengan LAPAN, KKP, E-wind
UGMmengembangkan

PLT Hibrid SB

Energy,

(Surya+Bayu/angin)

di

Pemkab.
pesisir

Bantul,

pantai

dan

(Pantai

Baru)dusun Ngentak, Ds.Poncosari, Kec. Pandansimo, Kab. Bantul (Selatan Yogya, daerah
wisata), DIY di lahan 10-17Ha (2010). Laju angin di lokasi rerata 4m/detik, dan sinar Matahari
cerah sepanjang hari. PLTB memiliki kincir 37 unit (103kW) beraneka jenis: turbin angin 1kW
(28unit),

2,5kW

(6unit),

10kW

(2unit),

dan

50kW

(1unit);

dan

kapasitas

PLTS

17,5kWp. Reverse engineering dilakukan terhadap turbin angin 1 kW untuk pelatihan dan
pemenuhan turbin DN via IKM. PLT Hibrid tersebut dimanfaatkan oleh pabrik pengolahan es
balok bagi nelayan untuk mengawetkan hasil tangkapannya, dan es kristal bagi warung
makan / wisatawan yang berkunjung ke pantai Baru. Listrik dc itu masuk ke baterai diubah
oleh inverter ke ac (15kW untuk mengoperasikan es balok, 10kW untuk es kristal,
perkantoran, dan lampu jalan). Pusat workshop untuk warga sekitar (pembuatan sudu,
generator, tower, dan sistem kendali) & study clubmahasiswa (menjaga kelanjutan teknologi
ke masa depan). KMRT+LAPAN membuka workshop lapangan kepada lembaga/yayasan,

dan menerima kunjungan siswa dan masyarakat.


Kemenristek melatih masyarakat Natuna mengelola PLT hibrid SB.
Teknologi buatan LAPAN dicoba di Biak Numfor, Papua.
Mahasiswa Unand Padang (TE) membuat PLT sistem hibrid PLTB/PLTS dengan ketinggian
50m di kawasan Pantai pasir Jambak, Kec. Koto tengah, Kota Padang, Sumbar yang mampu

memberikan listrik 1200 Watt.


BPPT bekerjasama dengan KNRT, PT PLN (Persero) dan Pemda mengembangkan energi
terbarukan dengan cara menggabungkan 3 pembangkit listrik seperti tenaga surya,
bayu/angin, dan diesel yang disebut PLTH SBD, guna mendapatkan catu daya listrik yang
kontinyu dengan efisiensi yang optimal di pedesaan dan daerah terpencil. Contoh:
PLTH SBD Wini 64 kW, Kec. Insana Utara, Kab. Timor Tengah Utara, NTT dengan komposisi
alat berupa 1) Surya (50 kWp/240 Volt), 2) Bayu (10 kW), 3) Diesel (150 kVA, cadangan), 4)
Baterai 4000 Ah (240 unit, masing-masing 120 unit, 240 V/2000 Ah), dan 5) BDI (Bidirectional inverter) yang memasok daya listrik kepada 509 KK rata-rata 942 kWh/hari selama
24 jam. PLTH SBD dikembangkan guna membantu PLTD yang sudah berjalan agar bila
terjadi kekurangan pasokan BBM mendadak, Desa tersebut masih dapat dialiri listrik. PLTD
menjadi

sumber

energi

cadangan

saja.

Beban

dapat

dipasok

dari

genset

maupun inverter secara paralel. Kelebihan daya dari genset dimasukkan ke baterai BDI yang
digunakan untuk menjembatani antara baterai dan sumber AC. BDI dapat mengisi baterai dari
genset (AC-DC converter) maupun sumber energi terbarukan, yang juga beraksi sebagai DCAC converter. PLTS dan PLTB masuk pada sisi DC, sedangkan genset masuk pada sisi AC.
Urutan kerja PLTH SBD adalah:
1. Kondisi beban rendah: pasok daya berasal dari baterai 100%, modul surya, dan angin,
sementara diesel mati.

2. Beban di atas 75%: bila baterai mulai kosong, diesel beroperasi, sekaligus mengisi
baterai hingga 70-80% (tergantung setting). Kendali hibrida berfungsi sebagai charger,
tegangan AC dari diesel diubah ke DC untuk mengisi baterai.
3. beban puncak: diesel dan inverter beroperasi paralel, bila diesel tak mampu sampai
beban puncak. Jika genset cukup memasok hingga beban puncak, maka inverter tidak
bekerja paralel dengan genset.
4. Semua pengaturan dilaksanakan oleh Kendali Hibrida.
NUKLIR
Potensi energi listrik dari ET di Indonesia sungguh sangat besar, > 8394 GW, yang berasal dari PLTA
~75 GW, PLTMH ~231 GW, PLTAL >7.000 GW, PLTP ~28,5 GW, Biomassa ~50 GW, PLTS >1.000
GW, dan PLTBayu ~9,3 GW. Jumlah itu belum termasuk potensi energi listrik dari BBM, Gas (PLTG),
dan Batubara (PLTU).
Sementara, kapasitas pembangkit terpasang di Indonesia diduga (Jan 2015) hanya ~47
GW. Kebutuhan listrik Indonesia th 2025 diperkirakan 115 GW, th 2030 diperkirakan sebesar 160
GW, dan th 2050 sekitar 450-550 GW dengan catatan kebutuhan listrik meningkat sekitar 9% per
tahun. Bila potensi ET yang sangat besar itu serius dikembangkan, maka ET dapat memenuhi
pasokan energi Indonesia yang menyamai bahkan ratusan kali melebihi pasokan energi yang
dibangkitkan oleh PLTN.

Integral Molten Salt Reactor, Canada


Nuklir (PLTN) masih belum mengambil bagian dalam menyumbang bauran energi nasional.
Peristiwa PLTN Fukushima menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia guna mengambil keputusan
politik dalam suasana kontroversi pro dan kontra, sekaligus memilih generasi PLTN terkini (Generasi
IV). Presiden RI telah memutuskan bahwa pembangunan PLTN komersial (skala besar) akan menjadi
opsi terakhir untuk pemenuhan energi di Indonesia dengan mendahulukan sumber energi dari ET dan
mengoptimalkan batubara dan gas.
Tahun ini keputusan Go Nuclear belum dilakukan.

Menristekdikti menyinggung bahwa PLTN Eksperimental (EPR, jenis HTGR / HTTR Gen. IV)
25-30 MWth (8-10 MWe) (skala kecil, Rp.1,6-1,8 triliun, BATAN sebagai operator)
direncanakan Studi Kelayakannya dimulai th 2015, akan dibangun th 2017, dan diperkirakan
th 2021 beroperasi di Serpong, Tangsel, Banten, guna menyiapkan SDM Indonesia yang
trampil dan mumpuni di bidang pengoperasian PLTN. IAEA bersedia mendukung dan

membantu program EPR. Fasilitas tsb akan mempelajari kemampuan EPR menghasilkan

listrik dan produksi gas hidrogen.


Kerma Jepang-Indonesia menyinggung perencanaan reaktor jenis HTGR (hingga 100 MWe)

untuk memenuhi kebutuhan listrik dan panas di Kalimantan, Sulawesi, dan pulau lainnya.
Pengusaha Rusia berminat
mengembangkan
nuklir
di
Indonesia
dengan
menawarkantongkang PLTN-nya (akademik Lomonosov), yang sesuai dengan kontur
kepulauan di Indonesia. Kelebihan tongkang PLTN (PLTN terapung) adalah dapat berpindahpindah,

dan

limbah

nuklirnya

dibawa

pulang

ke

Rusia.

Hal

itu

diperkuat

lagi

dengan kunjunganwakil Rusia ke Wakil Presiden RI (JK) dan BATAN untuk mendukung target

tambahan daya listrik nasional 35 GW dalam 5 tahun.


Rusia melirik P. Batam sebagai lokasi PLTN, karena konsumsi dan pertumbuhan listrik di
Batam sangat tinggi. Sep 2014, Rosatom mengusulkan kerma PLTN 1200 MWdengan nilai
investasi USD 9 miliar (Rp.100triliun). Akan tetapi, pemerintah masihmenolak usulan Rusia

itu, karena Indonesia masih berkonsentrasi pada pengembangan ET.


BPPT menilai pembangunan PLTN sudah dapat dimulai tahun 2020, dan beroperasi pada
tahun 2028, karena dinilai pengembangan EBT saat ini cukup lambat. Akan tetapi, ESDM
(Nov

2014)

menyinggung

bahwa

meski

rencana

pembangunan

PLTN sudahmasuk KEN (Kebijakan Energi Nasional), realisasi pembangunannya (dalam


RUEN) dimulai tahun 2025 dengan daya awal sekitar 5 GW. MPEN (Majelis Pertimbangan
Energi Nuklir, 7 orang) dalam waktu dekat akan dibentuk. Buku putih percepatan
pembangunan PLTN 5 GW di Babel th 2014-2024 sedang disiapkan oleh Kementerian

ESDM.
Provinsi Bangka Belitung (Babel) merencanakan pembangunan PLTN, karena aspek geologi
yang baik / lapisan granit di pulau ini tidak bergerak. Lokasi PLTN yang paling tepat adalah di
desa Sebagin, Simpang Rimba, Kab. BaSel (1000 MWe x 4/6 PLTN), dan Teluk Manggris di
Muntok, BaBar (1000 MWe x 6/8 PLTN). Keduanya berada sekitar 30 Km dari pantai Barat
Sumatera yang mudah disambungkan ke Jawa-Sumatera grid dan Asean grid ke Singapura
dan Malaysia. BB Nuklir thorium (Th) (ditaksir sekitar 23.000 ton) juga ditemukan di Provinsi
ini bersama timah, zirkon (oksidanya / zirkonia lazim dipakai sebagai bahan baku fuel
cell, SOFC), uranium, Logam Tanah Jarang (LTJ) (Nd, Y, Sc, Eu, Gd, Dy, Er, dll). Lahan 850

Ha di Muntok dan 850 Ha di Simpang Rimba telah disiapkan untuk beberapa PLTN ke depan.
Pengembangan PLTN skala kecil menengah (SMR) di Babel, misalnya RGTT200, KLT40 (Rusia), mPower (B&W, AS), SMART (Korsel), dll. juga memungkinkan dilakukan, kendati
biaya

kWh

SMR

lebih

mahal

dibandingkan

reaktor

besar.

Selain BATAN, ITBdan UGM (Fisika Teknik) juga mengembangkan SMR. PLTN jenis SMR
ini digadang-gadang akan dibangun di Indonesia dalam waktu dekat, dan PLN siap menjadi
operatornya.
SEL TUNAM (FUEL CELL) (umpan: Gas Hidrogen / Gas Alam / Metan / Biogas / Etanol)

Sel Tunam Jaya Ancol 0,3 MW


Pengembangan teknologi ini lambat di Indonesia, meski LIPI, BPPT, BATAN, ITB, dll telah memulai
riset dasarnya. Pembangkit Listrik Tenaga Sel Tunam (PLTST) berkapasitas 0,3 MW (DFC300)
dicoba dibangun di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta (dana hibah, 3 juta USD), oleh pemerintah
Korsel via KOICA hasil kerjasama POSCO (Korsel) dengan PT Propertindo.
Desain PLTST dibuat oleh Fuel Cell EnergyKorsel yang telah mampu memproduksi energi 58,8
MW (terbesar di dunia yang dibangun di kota Hwasung selama 14 bulan dan terdiri atas 21 sel tunam
MCFC berdaya 2,8 MW yang dipasang seri, 21 DFC3000 oleh konsorsium POSCO Energy Korsel,
Gyunggi Green Energy, dan Fuel Cell Energy AS).
Jalur gas alam (metan)/gas hidrogen/biogas diperlukan bila ingin membangun PLTST di Indonesia. Di
Luar Negeri, PLTST telah banyak digunakan di perumahan, Universitas / Institusi, Supermarket,
Industri, dll.

Puslit Fisika Terapan LIPI pernah menciptakan purwarupa sepeda motor, Versa, yang masih
perlu perbaikan. BPPT (Eniya LD dkk) juga terus mengembangkan purwarupasepeda
motor FC (PEMFC) terutama dari sisi keandalannya. INAFHE dibentuk untuk mempercepat

pengembangan FC di Indonesia.
PT Cascadiant telah memanfaatkan sel tunam dalam industri telekomunikasi sebagai daya
cadangan pada BTS (Base Transceiver Station) di daerah. Satu botol gas H2 (0,5 kg) mampu
menyediakan listrik 7 kWh. Enam botol digunakan sebagai back-up selama 42 jam. Ada 472

unit sel tunam (2011) dipakai pada BTS yang bekerjasama denganHutchinson dan Ida Tech.
Toyota Indonesia mempromosikan mobil sel tunam (FCV) dengan kemampuan jelajah 700
km (gas hidrogen) dalam ajang IIMS (2014) yang akan diproduksi April 2015.

SANTRI, AGEN UTAMA ET DI PEDESAAN

PLTMH di Ponpes Suryalaya


Pondok Pesantren (Ponpes) dapat dijadikan basis mengubah pola fikir penggunaan energi fosil ke
EBT sekaligus tempat pengembangan EBT. Hal itu sesuai dengan program rancangan LPLH-SDA
MUI hasil Munas MUI VIII 2010, yaitu pemberdayaan ponpes bagi kelestarian lingkungan dan sumber
daya alam.
Di Indonesia terdapat lebih dari 9000 Ponpes dan jutaan santri.
Para santri memiliki posisi sangat strategis di mata masyarakat, karena pemahaman agama mereka
sangat menunjang dan kata-kata mereka diikuti oleh warga.
Oleh karena itu, mereka dapat dijadikan agen utama yang berpotensi merevolusi kondisi penggunaan
EBT saat menyosialisasikan kepandaian mereka.
Langkah awal, para santri perlu dilatih apa saja tentang EBT dan penerapannya, guna meneruskan
hasil pendidikan mereka ke teman-teman mereka, dan selanjutnya meneruskannya ke masyarakat di
sekitar tempat tinggal mereka.

Contohnya,

Ponpes Nurul

Bayan,

Desa

Cihampelas,

Kec.

Cililin,

Kab.

Bandung,

memanfaatkan biobriket dari enceng gondok, sedangkan ponpes Bina Insani, Ketapang,

Susukan, Semarang memanfaatkan sampah di sekitar ponpes.


Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah (PAYM) Bojonegoro, Jatim, dan ponpes Al-Amin, Desa

Bojong gede, Kab. Bogor, Jabar, memanfaatkan biogas dari limbah sapi.
Ponpes Darul Qur'an, (400 santri) di Kab. Gunung Kidul, dan ponpes Al Hikmah (700 santri),
Kab. Bantul, DIY, Ponpes Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai (Rakha), Kab.Hulu Sungai Utara,
Kalsel, menggunakan biogas dari limbah santri/manusia untuk kompor, penerangan, dan
listrik genset 5 KVA. BLH Prov. Bengkulu & LIPI memanfaatkan tinja untuk biogas dan

bioelektrik di Ponpes Pancasila, Darussalam, dan rusunawa di Univ. Bengkulu.


Ponpes Riyadlul Ulum (2500 santri), Condong, Cibeureum, Tasikmalaya seluas 5 Ha,
memanfaatkan tinja santri, sampah sisa makanan, serasah halaman, dan biomassa lainnya di
sekitar pesantren yang berencana mendapatkan 125 m3 biogas per hari. Peralatan yang ada
hanya berupa Bak Cerna BD 3000L berkapasitas 3000 liter/hari dengan fermentor anaerobik
bakteri

metagenesis

GP-7,

dan

gas

metan

yang

dihasilkan

dimurnikan

menggunakan methane purifier 12135 sehingga mendapat gas metan (> 70%) sekitar 4,6
m3/hari. Listrik dari biogas (~100 %) mampu menggerakkan genset bio elektrik 1 kW secara
ajeg selama 5 jam. Lumpur (slurry) keluaran dari bak cerna digunakan sebagai pupuk kolam

yang menghidupkan jasad renik dan plankton sebagai bahan makan ikan yang sesuai

dengan sanitasi kesehatan.


Ponpes Suryalaya (50kW) Kab. Tasikmalaya, Jabar; Ponpes Roudlotuth Tholibin (174 kW),
Wanganaji,

Wonosobo;

Ponpes Latansa, Parakan

Santri,

Lebak

(2x50

kW);

dan

Ponpes Nurussalam (Bunut Jambul, 30 kW) Tetebatu, Sikur, Kab. Lombok Timur, NTB

memanfaatkan PLTMH.
Ponpes Al-Hikmah, kec. Betung, Kab. Banyuasin, Sumsel, memanfaatkan PLTS untuk
menggerakkan Instalasi Air Minum (sumbangan PT Medco E&P yang bekerjasama
dengan Lions Club Wiesbanden, Jerman, dan METI) guna mencukupi air bersih bagi para

santri.
Ponpes Sunan Drajat, Paciran, Lamongan, Jatim memanfaatkan minyak kemiri sunan untuk

pembuatan biodiesel.
Ponpes Al-Ishlah, Grujugan, Bondowoso, Jatim via PT Biidznillah Tambang Nusantara (PT
BTN milik pesantren tsb sepakat (April 2013) menggarap proyek energi terpadu dengan 2
perusahaan yang berasal dari China (CMEC, BUMN China) dan Malaysia (BTN Power Sdn
Bhd) di Kawasan Industri Situbondo, Jatim seluas 2,000 Ha (sedang dibangun: Kawasan
industri Petrokimia, Kilang minyak mentah, dan PLTU 1x600MW). Lahan seluas 11,000 Ha di
Maluku juga disiapkan untuk memproduksi minyak sawit. Di Kawasan Industri Bantaeng, PT
BSE, PT BTN, dan CMEC membangun PLTU/batubara 2x300MW (batubara dari Kaltim yang
dioperasikan oleh PT BTN) untuk memasok listrik bagi 8 Smelter di kawasan industri tsb. Th
2014, PLTU/batubara Dumai3x150MW dibangun oleh PT BTN & CMEC (BUMN China)

(2018). BTN akan memasok batubara 3,2juta ton/th.


Ponpres internasional modern Istiqlal (PT Istiqlal Sarana Utama) Pemkot. Banjarmasin,
Kalsel memproses dan memproduksi tepung terigu dari ketela pohon; VCO (diekspor ke
Kanada), Briket (diekspor ke Saudi Arabia), minyak goreng, dan sabut kelapa; sementara
sampah atau limbah yang ada diolah secara terpadu menjadi thinner, minyak tanah,

biokarbol, gas metan dan bioetanol 99,9%.


Pesantren Al-Zaytun menanam sorgum sekitar 250 Ha di Indramayu bersama dengan
perhutani Indramayu 250 Ha untuk diolah menjadi bahan pangan dan BB bioetanol.

Anda mungkin juga menyukai