Anda di halaman 1dari 25

f

Alamat Sekretariat : JL. PROPINSI RT. 03 DESA LABANGKA KEC. BABULU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
TELP. 081310107361/WA 081253807763, EMAIL : ramliwali679@gmail.com

Labangka, 14 Oktober 2022

Nomor : 28/Korwil/KPRI-1/Kaltim/X/2022
Lampiran : 1 (Satu) Bendel Bukti Surat
Perihal : Permohonan Penyelesaian Permasalahan Tanah masyarakat hukum adat dan masyarakat 72

Kepada Yth,
Kepala Staf Presiden Republik Indonesia
Bapak Jenderal TNI (Purn.) Dr. H Moeldoko, S.I.P
Di -
Tempat

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Dengan Hormat,
Teriring salam dan do'a kami sampaikan semoga Bapak Kepala Staf Persiden Republik Indonesia dalam
keadaan sehat Wal'afiat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Penkenankan kami dari Komunitas Pendukung RI-1 disingkat KPRI-1 yang terdaftar di TKN dengan nomor
registrasi 091 dan berbadan hukum dengan AHU-0013278.AH.01.07.2018 selaku organisasi masyarakat yang
senantiasa mengawal program dan kebijakan RI-1, sebagai mata telinga presiden. Dalam hal ini Korwil KPRI-1
Kalimantan Timur mengawal program pemerintah daerah untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sosial,
serta turut mendukung dan membantu pemerintah dan Polri dalam memberantas mafia tanah di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan bertindak mewakili masyarakat hukum adat kecamatan waru kabupaten
penajam paser utara dan masyarakat 72 yang terzholimi haknya oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
dan di duga tidak berpihak kepada masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
Mengacu pada komitmen Pemerintah sebagaimana di sampaikan oleh BAPAK PRESIDEN RI yang mana
harus adanya transparansi dan keterbukaan serta pelibatan control dari masyarakat demi kemajuan bersama sebagai
bangsa besar dan mandiri demi kesejahteraan Masyarakat Bangsa dan Negara, dengan spirit itu maka kami ingin
menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :

MASALAH TANAH HGU


1. Sertifikat HGU NO. 01 tanggal 29 Januari 1987 seluas 6.464,36 Ha tercatat atas nama PT. Waru Kaltim
Plantation, terletak di Desa Sesulu Kecamatan Waru, Kabupaten Pasir Provinsi Kalimantan Timur, diterbitkan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Cq. Direktur Jenderal Agraria tanggal 18 September 1985
Nomor Cq. Direktur Jenderal Agraria tanggal 18 September 1985 Nomor : SK.33/HGU/DA/85 yang berakhir
haknya tanggal 31 Desember 2015 lokasinya berada di dalam kawasan hutan. Kemudian tanggal 30 Juli 1997
kawasan hutan tersebut baru dilepaskan statusnya oleh Menteri Kehutanan berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor : 428/Kpts-ll/1997 tanggal 30 Juli 1997 dan menyatakan tanah tersebut sebagai tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara ( HGU fatal).
2. Hak Guna Usaha Nomor 01/1987, tanggal 29 Januari 1987, seluas 6.464,36 Ha tercatat atas nama PT. Waru
Kaltim plantation, terletak di Desa Sesulu, Kecamatan Waru, Kabupaten Pasir, Provinsi Kalimantan Timur yang
berakhir haknya tanggal 31 Desember 2015. Maka pukul 00.01waktu Indinesia tanggal berubah menjadi tanggal
1 Januari 2016 dengan sendirinya objek tanah HGU tersebut tidak lagi dibebani Hak Guna Usaha karena telah
berakhir haknya tanggal 31 Desember 2015 diperkuat dengan ketentuan Pasal 34 UUPA NO 5 Tahun 1960 hak
guna usaha hapus karena jangka waktunya berakhir.
3. SK Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11/HGU/KEM-ATR/BPN/2016
tentang Pemberian Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Usaha atas nama PT. Waru Kaltim Plantation Atas
Tanah di Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur tertanggal 4 April 2016 seluas 4.999,87 Ha
tidak dapat dimaknai sebagai perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha karena objeknya tidak lagi dibebani
Hak Guna Usaha sejak tanggal 1 Januari 2016, karena haknya berakhir tanggal 31 Desember 2015
(perpanjangan HGU fatal).
4. Tanggal 4 Maret 1999 terbit Sertifikat HGU NO 15 atas nama PT. Waru Kaltim Plantation sesuai SK Menteri
Negara Agraria/Kepala BPN NO 22/HGU/BPN/98 tanggal 10 Juni 1998 seluas 1.265,64 Ha yang merupakan
tanah garapan milik masyarakat 72 dan tanah hak ulayat serta tanah kuburan milik masyarakat hukum adat
kecamatan waru ( HGU fatal ).

MASALAH TANDA BATAS HGU


1. Bahwa BPN RI melakukan pengukuran secara kadastral hanya mengambil titik koordinat pada tanah yang
dimohon Hak Guna Usaha (HGU) oleh PT. Waru Kaltim Plantation tanpa ada tanda-tanda batas yang berdiri
diatas batas tanah yang bersangkutan, maka dapat dipastikan akan terjadi pelanggaran HGU, bila terjadi
pelanggaran HGU tentu terjadi penggelapan Pajak. Tanda-tanda batas yang disebut dalam SURAT UKUR NO
101, NO 102, NO 103, NO 104, NO 105 tanggal 16 Juni 2016 Untuk Sertifikat HGU NO 01, NO 17, NO 18, NO
19, NO 20 tanggal 19 Juli 2016 tidak pernah ada di lapangan, tidak ada data fisik HGU PT. Waru Kaltim
Plantation dalam warka tanah (pengukuran fatal).
2. Bahwa areal penanaman kelapa sawit PT. Waru Kaltim Plantation seluas 8.295 Ha, yang terdaftar di instansi
pajak seluas 6.265,51 Ha.

MASALAH PENGGELAPAN PAJAK (HAK NEGARA)


Rincian Dugaan Penggelapan Pajak Sejak Tahun 1984. Tanaman kelapa sawit :
1. Tahun Tanam 1984 diatas tanah masyarakat 72 diatas tanah masyarakat hukum adat seluas 865,64 Ha sampai
tanggal 3 Maret 1999, tidak terdaftar di instansi pajak selama 14 tahun;
2. Diluar HGU NO 33 Tahun Tanam 1986 seluas 190 Ha sampai sekarang, tidak terdaftar di instansi pajak selama
35 tahun;
3. Diluar lokasi HGU NO 33 Tahun Tanam 1995 seluas 155 Ha sampai sekarang, tidak terdaftar di instansi pajak
selama 26 tahun;
4. Diluar HGU NO 33 Tahun Tanam 2005 seluas 76 Ha dan 105 Ha sampai sekarang, tidak terdaftar di instansi
pajak selama 16 tahun;
5. Diluar HGU NO 33 Tahun Tanam 2006 seluas 39 Ha sampai sekarang, tidak terdaftar di instansi pajak selama 15
tahun;
6. Tanaman kelapa sawit di dalam Eks lokasi HGU NO 33 seluas 1.464,49 Ha sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai
sekarang, tidak terdaftar di instansi pajak selama 6 tahun.

HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT KECAMATAN WARU


1. Status tanah ada 3
- tanah ulayat;
- tanah negara; dan
- tanah hak atas tanah.

Status hukum ada 2


- Tanah terdaftar; dan
- Tanah yang belum terdaftar.
2. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2) menyatakan bahwa : Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur
dalam undang-undang.
3. Adat terdiri dari 3 unsur :
- Wilayah adat;
- Masyarakat adat; dan
- Hukum adat.
Apabila salah satu unsur tidak ada maka bukan adat. Dalam 3 unsur tersebut :
- Wilayah adat seluas 955,89 Ha;
- Masyarakat adat sebanyak 1.498 orang;
- Hukum adat: hukum Tuo Kampung, hukum Manti, dan hukum Panggawa.
4. Riwayat tanah hak ulayat bermula tahun 1920 masyarakat hukum adat desa sesulu, desa api-api, desa bangun
mulya dan kelurahan waru, kecamatan waru kabupaten penajam paser utara provinsi kalimantan timur. Telah
menguasai tanah hak ulayat secara turun-temurun yang mempunyai kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak
bersama atas tanah ulayat yaitu wilayah kesatuan budaya tempat adat istiadat itu tumbuh, hidup dan
berkembang sehingga menjadi penyangga keberadaan adat istiadat masyarakat hukum adat kecamatan waru
seluas 955,89 Ha terletak di Desa Sesulu dan Desa Api-Api Kecamatan Waru Kabupaten Penajam Paser Utara,
dibuktikan wilayah adat atau tanah hak ulayat adanya kuburan masyarakat hukum adat kecamatan waru di dalam
lokasi tersebut adanya makam BAI wafat tahun 1920 DINGKUT Bin WAPA wafat tahun 1937 dan lainnya masuk
dalam satu area.
5. Lahan seluas 955,89 Ha tersebut satu-satunya wilayah adat atau tanah hak ulayat yang dipertahankan secara
turun temurun oleh masyarakat hukum adat kecamatan waru, diperkuat dengan ketentuan UU Hak Asasi
Manusia NO 39 Tahun 1999 Pasal 6 ayat (1) dan (2)
Ayat (1) menyatakan bahwa : Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam
masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah.
Ayat (2) menyatakan bahwa : Identitas budayah masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat
dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.
6. Tuntutan Adat kepada PT. Waru Kaltim Plantation adalah minimal 60% dari hasil keuntungan yang diperoleh oleh
PT. WKP atas lahan Adat yang dikelola seluas 955,89 Ha berdasarkan poin 2 Berita Acara Rapat yang dipimpin
oleh Plt. Bupati Penajam Paser Utara tertanggal 2 Maret 2022.

HAK MASYARAKAT 72

1. Berdasarkan Alas Hak Atas Tanah Nomor : 015/ST/KK-AA/V/79 tertanggal 2 Mei 1979 seluas 309,75 Ha yang
dikeluarkan oleh atas nama Kepala Kampung Api-Api terletak dalam Kampung Api-Api Kecamatan Waru,
Kabupaten Pasir menyatakan : Tanah tersebut sejak tahun 1978 kami garap secara bersama-sama bergotong
royong sebanyak 72 orang sampai menjadi tanah kebun yang berasal dari tanah negara sehingga kami merasa
mempunyai hak kuasa / milik atas tanah tersebut, dasar hukumnya Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa : Atas
dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak
atas permukaan bumi, yang disebut tanag, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
2. Negara terdiri dari 3 unsur :
- Wilayah;
- Rakyat; dan
- Pemerintah.
Rakyat bagian dari negara, maka siapa yang pertama membuka tanah tidak boleh dirampas miliknya dan tidak
boleh dihilangkan haknya, dasar hukumnya Pasal 36 ayat (2) UU Hak Asasi Manusia NO 39 Tahun 1999
menyatakan bahwa : Tidak boleh seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara
melawan hukum, dan Pasal 16 ayat (1) huruf f UUPA NO 5 Tahun 1960 menyatakan bahwa : Hak membuka
tanah.
3. Tuntutan masyarakat 72 atas tanah garapan milik warga 72 seluas 309,75 Ha kepada PT. WKP adalah minimal
sewa lahan Rp. 550.000,00,- per Ha perbulan selama 37 tahun dan nilai lahan Rp. 250.000.000,00,- per Ha
berdasarkan berita acara tanggal 5 Oktober 2020 dan berita acara tanggal 2 Maret 2022 yang di tandatangani
oleh Plt. Bupati Penajam Paser Utara.

KEJAHATAN ATAU MAFIA TANAH YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN, KEHUTANAN DAN
PERTANAHAN ATAS TANAH MASYARAKAT 72 DAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
1. Pada bulan Februari tahun 1984 tanam tumbuh diatas tanah garapan milik masyarakat 72 dan tanam tumbuh di
atas tanah ulayat dan tanah kuburan milik masyarakat hukum adat dirintis tebang oleh perusahaan tanpa izin
dan tanpa persetujuan dari masyarakat 72 dan masyarakat hukum adat kecamatan waru, dan bulan Agustus
tahun 1984 tanah garapan milik masyarakat 72 dan tanah masyarakat hukum adat tersebut dikuasai diduduki
ditanami kelapa sawit oleh perusahaan PT. Moeis seluas 865,64 Ha tanpa izin dan tanpa persetujuan dari
masyarakat 72 dan masyarakat hukum adat, kemudian pada bulan Desember tahun 1985 karyawan PT. Moeis
mogak Keja dilapangan karena sudah 3 bulan tidak menerima gaji dari PT. Moeis karena kapal tengker PT. Moeis
2 buah di dock di Balikpapan, datang lah PT. Astra bergabung dengan PT. Moeis di lapangan menduduki lahan
masyarakat tersebut tanpa izin dan tanpa persetujuan dari warga 72 dan masyarakat hukum adat. Kemudian
tanggal 26 Januari 1987 PT. Astra mendirikan anak perusahaannya bernama PT. Moeis Kaltim No 50, kemudian
berubah namanya menjadi PT. Waru Kaltim Plantation berdasarkan Akta pernyataan Keputusan Rapat PT. Moeis
Kaltim tanggal 9 Juli 1993 No 9 sampai sekarang bernama PT. Waru Kaltim Plantation disingkat PT. WKP.
2. Berdasarkan hal-hal sebagaimana terurai dalam poin 1 tersebut diatas, cukum beralasan hukum untuk
menyatakan perbuatan perusahaan menggunakan tanah garapan milik masyarakat 72 dan tanah masyarakat
hukum adat tanpa izin dan tanpa persetujuan dari masyarakat 72 dan masyarakat hukum adat adalah perbuatan
melawan hukum.
3. Tanggal 10 Juni 1996 tanah garapan milik masyarakat 72 dan tanah masyarakat hukum adat tersebut, diploting,
dipetakan, diklaim oleh kehutanan propinsi kalimantan timur sebagai areal hutan yang akan dilepaskan untuk
perkebunan PT. Waru Kaltim Plantation (WKP) tanpa izin dan tanpa persetujuan dari masyarakat 72 dan
masyarakat hukum adat.
4. Tanggal 30 Juli 1997 tanah garapan milik masyarakat 72 dan tanah masyarakat hukum adat tersebut, Menteri
Kehutanan menerbitkan Keputusan pelepasan kawasan hutan No. 428/Kpts-ll/1997 tanggal 30 Juli 1997 dan
menyatakan tanah tersebut sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, tanpa izin dan tanpa persetujuan
dari masyarakat 72 dan masyarakat hukum adat.
5. Kemudian tanggal 10 Juni 1998 tanah garapan milik masyarakat 72 dan tanah ulayat serta tanah kuburan milik
masyarakat hukum adat tersebut, Menteri Negara Agraria/Kepala BPN menerbitkan Keputusan pemberian Hak
Guna Usaha No. 22/HGU/BPN/98 tanggal 10 Juni 1998 atas nama PT. Waru Kaltim Plantation tanpa izin dan
tanpa persetujuan dari masyarakat 72 dan masyarakat hukum adat.
6. Tanggal 4 Maret 1999 tanah garapan milik masyarakat 72 dan tanah hak ulayat serta tanah kuburan milik
masyarakat hukum adat tersebut, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pasir menerbitkan Sertifikat HGU No.
15 tanggal 4 Maret 1999 atas nama PT. Waru Kaltim Plantation, tanpa izin dan tanpa persetujuan dari
masyarakat 72 dan masyarakat hukum adat, siapa yang pertama membuka tanah tidak boleh dirampas miliknya
dan tidak boleh dihilangkan haknya.
7. Bahwa segala surat-surat yang terbit untuk dan atas nama yang ada dalam kekuasaan PT. Waru Kaltim
Plantation mengenai tanah garapan milik masyarakat 72 dan tanah hak ulayat serta tanah kuburan milik
masyarakat hukum adat yang berdasar hukum menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.
8. Bahwa segala surat-surat yang diterbit diatas tanah garapan milik masyarakat 72 dan diatas tanah hak ulayat
serta tanah kuburan milik masyarakat hukum adat yakni SK pelepasan kawasan hutan No. 428/Kpts-ll/1997, SK
HGU No. 22/HGU/BPN/98, Sertifikat HGU No. 15 Tahun 1999 serta surat-surat lainnya yang diterbitkan diatas
tanah garapan milik masyarakat 72 dan diatas tanah hak ulayat serta tanah kuburan milik masyarakat hukum
adat tersebut di nyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat termasuk IUP atas HGU No.
22/HGU/BPN/98 bila sudah diterbitkan oleh Menteri karena bertentangan dengan pasal 50 UU Perkebunan No 39
Tahun 2014 menyatakan bahwa : Menteri, gubernur, bupati/wali kota yang berwenang menerbitkan Izin Usaha
Perkebunan dilarang :
b. menerbitkan Izin yang tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Pemerintah daerah kabupaten penajam paser utara belum pernah menerbitkan IUP atas HGU NO
22/HGU/BPN/98 dikarenakan lahan tersebut tumpang tindih dengan wilayah adat atau tanah hak ulayat dan
tanah kuburan milik masyarakat hukum adat dan tanah garapan milik warga kelompok 72 berdasarkan poin 1
berita acara tanggal 2 Maret 2022 yang di tandatangani oleh Plt. Bupati Penajam Paser Utara.
10. Bahwa masyarakat sangat yakin apabila PT. Waru Kaltim Plantation memiliki surat-surat yang ada dalam
kekuasaannya baik yang awalnya kertas kosong 2 lembar di tandatangani oleh masing-masing warga 72 diatas
materai 2000 pada bulan Oktober 1999 yang disodorkan oleh ibu Hartanti sebagai pemegang kuasa hak tanam
tumbuh masyarakat 72, maupun yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan, Menteri Negara Agraria, Kantor
Pertanahan maupun pihak lain yang mana bila ditelusuri penerbitan surat-surat tersebut kuat diduga
perolehannya melalui hasil rekayasa dan terkandung unsur melawan hukum.
11. Dokumen yang digunakan PT. WKP mengelabui Pemerintah Pusat,, mengelabui Penerintah Provinsi, mangalabui
Pemerintah Daerah adalah kertas kosong yang di tandatangani warga 72 diatas materai 2000 pada bulan
Oktober tahun 1999, lalu diketik materinya tertanggal 20 Desember 1999 oleh PT. WKP Surat Pernyataan
Pelepasan Hak, dan lembaran Surat Pernyataan, digunakan mengelabui Pemerintah. Buktinya surat asli alas hak
kami pegang
Untuk Surat kuasa masyarakat 72 kepada Ibu Hartati tanggal 4 September 1995 khusus untuk mewakili
masyarakat 72 mengurus penyelesaian ganti rugi tanam tumbuh kepada PT. Waru Kaltim Plantation.
12. Tanggal 20 Desember 1999 akibat perbuatan perusahaan PT. Waru Kaltim Plantation mengetik Surat Pernyataan
Pelepasan Hak dan Lembaran Surat Pernyataan tanggal 20 Desember 1999, diatas kertas kosong yang telah di
tandatangani di atas materai 2000 oleh masing-masing warga 72 pada bulan Oktober tahun 1999, digunakan oleh
PT. WKP mengelabui pemerintah dan menipu masyarakat 72, serta menguasai tanpa hak dan melanggar hukum
terhadap tanah garapan milik masyarakat 72 dan tanah hak ulayat, serta tanah kuburan milik masyarakat hukum
adat sejak tahun 1984. Karenanya berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan "Tiap perbuatan yang
melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu
karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut" sehingga berdasarkan hukum masyarakat 72 dan
hukum masyarakat adat kecamatan waru berhak meminta ganti rugi kepada PT. Waru Kaltim Plantation :
Permintaan warga 72 sebesar 153.577.950.000 (Seratus Lima Puluh Tiga Miliar Lima RatusTujuh Puluh Tujuh
Juta Sembilan Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
13. Bahwa akibat perbuatan perusahaan PT. Waru Kaltim Plantation yang menguasai tanah garapan milik
masyarakat 72 tanah hak ulayat dan tanah kuburan milik macarakat hukum adat secara melawan hukum sejak
tahun 1984 telah menimbulkan kerugian moril kepada diri masyarakat 72 karena terhalang untuk memanfaatkan
segala potensi objek tanah garapan, hal mana apabila dinilai dengan uang setara dan patut ditetapkan sebesar
Rp. 153.077.950.000 ( Seratus Lima Puluh Tiga Miliar Tujuh Puluh Tujuh Juta Sembilan Ratus Lima Puluh Ribu
Rupiah ).
14. Hasil Rapat DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara yang dihadiri atas nama Direksi PT. WKP tanggal 16 Januari
2013 pada poin 2 menyatakan bahwa : Untuk lokasi Hak Guna Usaha (HGU) PT. WKP seluas 1.265,64 Ha yang
merupakan tanah garapan milik warga dan milik ulayat masyarakat hukum adat maupun yang diluar lokasi HGU
seluas 553,75 Ha sampai sekarang belum dibebaskan oleh PT. WKP, dan poin 3 menyatakan bahwa : PT. WKP
bersedia membayar ganti rugi dengan catatan apabila Bapak Ramli CS bisa menunjukkan bukti legalitas yang
asli, serta pada poin 4 menyatakan bahwa : Apabila warga bisa memberikan bukti secara nyata atau mempunyai
legalitas maka Perusahaan harus siap mengganti rugi.
15. Bahwa apabila PT Waru Kaltim Plantation tidak menepati janjinya siap bayar ganti rugi lahan warga sesuai
pernyataan PT. WKP tersebut, maka demi kesejahteraan masyarakat Bangsa dan Negara kami minta agar
dibentuk TIM KERJA untuk menyelesaikan masalah Tanah HGU, masalah tanda-tanda batas HGU, masalah
penggelapan Pajak, dan masalah penyerobotan tanah masyarakat yang terdiri dari:

Anda mungkin juga menyukai