Disusun Oleh :
NIM : 2105902020037
Prodi : Gizi
Kelompok : 1
Prodi Gizi
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik (Sudarmadji,
2003). Bahan makanan yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari memiliki banyak
kandungan mineral di dalamnya. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat
merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan garam anorganik. Mineral juga
biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis (Sediaoetomo,
2000).
Penentuan kadar mineral dalam bentuk asli sulit dilakukan, oleh karenanya biasanya
dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang
dikenal dengan pengabuan (Sediaoetomo, 2000). Pengabuan adalah tahapan utama dalam
proses analisis kadar abu suatu bahan pangan dan hasil pertanian. Terdapat 3 jenis
pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran api terbuka, dan wet combustion.
Pada analisis abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur (Khopkar,
2003).
Pada analisa kadar abu umumnya menggunkan 2 metode, yaitu metode pengabuan
kering dan metode pengabuan basah. Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu
memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan.
Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik
selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol
alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi
besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas
dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan
memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996)
Prinsip dari pengabuan cara kering(yang paling sering digunakan) yaitu dengan
mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–600ºC dan kemudian
melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut
(Sudarmadji, 1996).
Pemilihan metode pengabuan bergantung pada tujuan pengabuan, jenis mineral yang
akan diukur, dan metode penentuan mineral yang digunakan.Prinsip penentuan kadar
abu didalam bahan pangan adalah menimbang berat sisa mineral hasil pembakaran
organik pada suhu sekiar 550 ⁰C. Penenetuan kadar abu dapat dilakukan secara langsung
dengan cara membakar bahan pada suhu tinggi (500-600⁰C) selama beberapa (2-8) jam
dan keudian menimbang sisa pembakaran yang tertinggal sebagai abu jumlah sampel
pada analisis kadar abu adalah sekitar 2-5 g untuk bahan yang banyak mengandung
mineral (misalnya: ikan, daging, susu, biji-bijian), atau sekitar 0 g untuk bahan seperti
jelly, selai, sirup dan buah kerin, atau lebih bessar lagi (25-5- g) untuk bahan yang
mengandung sedikit mineral seperti buah segar, jus, dan anggur (Legowo dan
Nurwantoro, 2004).
1.2 Tujuan pratiukum
1. Mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian
2. Mengukur kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian dengan metode pengabuan kering
Kashiwamochi
Di China, tepung beras disebut mifen. Di Filipina disebut dengan galapong dan
digunakan untuk membuat cascaron, yaitu kudapan yang terbuat dari tepung beras,
gula, dan kelapa. Di Turki tepung beras disebut dengan pirinç unu.
Tepung beras juga digunakan untuk membuat bihun, bakmi, aneka jajanan, kue
kering, biskuit, makanan bayi, dan tepung campuran.
Berbagai jenis mi dibuat dari tepung beras, seperti Bánh canh asal Vietnam. Makanan
lainnya yang terbuat dari tepung beras yaitu neer dosa, golibaje (Mangalore bajji),
mantou, Kori Rotti, shondesh dan Kheer
1. Tanur
2. Kompor listril
3. Loyang
4. Cawan porselen
5. Desikator
6. Timbangan
7. Tang crush
8. Pensil
Bab III
KESIMPULAN