Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS BAHAN HASIL PERTANIAN

PENENTUAN KADAR ABU

OLEH :
NURUL KHASANAH
1321800005
KELOMPOK 1

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
2020
PENENTUAN KADAR ABU

I. Tujuan
Untuk mengetahui jumlah kadar abu yang ada dalam suatu bahan pangan

II. Dasar Teori


Dalam industri pangan untuk mengetahui kadar abu sangatlah perlu sebab dengan
mengetahuinya kita dapat menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Abu
merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik yang kandungan
dan komposisinya tergantung bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu suatu bahan
menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Kadar abu total
adalah bagian dari analisis proksimat yang digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu
bahan/produk pangan. Pengabuan juga merupakan tahapan persiapan contoh yang harus
dilakukan pada analisis mineral.
Penentuan kadar mineral dalam bentuk asli sulit dilakukan, oleh karenanya
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,
yang dikenal dengan pengabuan (Sediaoetomo, 2000). Pengabuan adalah tahapan utama
dalam proses analisis kadar abu suatu bahan pangan dan hasil pertanian. terdapat 3 jenis
pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaranapi terbuka, dan wet combustion
pada analisis abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur
Dalam penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Penentuan kadar abu secara langsung (cara kering)
b. Penentuan kadar abu secara tidak langsung (cara basah)
Penentuan abu total dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu pengabuan langsung/
pengabuan kering dan pengabuan tidak langsung/ pengabuan basah.Prinsip dari
pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan
sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol
ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi.
Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan
terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan
pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan
dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses
pengabuan. (Sudarmadji, 1996).
Beberapa bahan kimia yang sering digunakan untuk pengabuan basah adalah
a. Asam sulfat ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu mempercepat terjadinya
oksidasi
b. Campuran asam sulfat dan potasium sulfat digunakan untuk mempercepat
dekomposisi sampel
c. Campuran asam sulfat dan asam nitrat digunakan unruk mempercepat proses
pengabuan
Prinsip dari pengabuan cara kering (yang paling sering digunakan) yaitu dengan
mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500- 600 derajat C dan
kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut (Sudarmadji,1996). Bahan yang mengandung kadar air lebih tinggi, sebelum
pengabuan dilakukan pengeringan pada bahan. Bahan yang mengandung kandugan zat
yang mudah menguap dan berlemak, pengabuannya dilakukan dengan suhu rendah pada
awal proses sampai hilangnya asam, kemudian suhu dinaikan sesuai yang dikehendaki.
Sedangkan bahan yang dapat membentuk buih selama dipanaskan, sebelumnya
dilakukan pengeringan dan ditambahkan zat anti buah seperti olive atau paraffin.
Pengabuan dilakukan dengan muffle (tanur) yang dapat diatur suhunya, apabila
tidak tersedia dapat menggunakan pemanas bunsen. Lama pengabuan tiap-tiap bahan
berbeda, berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa
pengabuan berwarna putih abu-abu dan memiliki berat konstan. Penimbangan terhadap
bahan dilakukan dalam suhu dingin, krus yang berisi abu dipanaskan dalam oven bersuhu
105oC untuk menurunkan suhu krus, kemudian dimasukan ke desikator.
Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah yaitu :
a. Cara kering digunakan untuk penentuan abu total dalam suatu bahan pangan,
sedangkan cara basah digunakan untuk penentuan trace element
b. Penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu yang tidak larut dalam
asam membutuhkan waktu rekalif lama apabila pengabuan dilakukan dengan cara
pengabuan kering, sedangkan pengabuan basah relatif lebih cepat.
c. Cara kering membutuhkan suhu relative tinggi, sedangkan pengabuan basah
membutuhkan suhu relatif rendah.
d. Cara kering dapar digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedangkan cara basah
sebaiknya sampel yang diuji sedikit dan membutuhkan regensia yang merupakan
bahan kimia cukup berbahaya.
III. Alat dan Bahan
3.1 Alat
a. Cawan porselin
b. Desikator
c. Tanur
d. Oven
e. Timbangan analitik
f. Penjepit kayu

3.2 Bahan
a. Kacang kedelai

IV. Cara Kerja

Cawan dioven pada suhu 105°C (± 3 jam)

Didinginkan dalam deksikator (±15 menit)

Ditimbang berat cawan kosong

Ditambahkan sampel (± 2 g) kemudian di


timbang

Dimasukkan ke tanur sampai sampel


berbentuk abu putih (selama ± 3 jam, 400°C)

Dimasukkan ke dalam deksikator (± 15


menit)

Ditimbang dan berat dicatat

V. Data Pengamatan dan Perhitungan


5.1 Data Pengamatan

Sampel Berat Cawan Berat Sampel Berat Cawan + Sampel Setelah % Kadar
Sebelum di (gr) Dikeringkan abu
Tanur (gr)
Kedelai I 43.4320 2.0018 43.5770 7.2 %
Kedelai II 44.2949 2.0011 44.4391 14.42%
Rata - rata 10.83%
5.2 Perhitungan
𝑎−𝑏
Rumus Kadar Abu = × 100%
𝑐

Keterangan :
a = berat cawan + sampel setelah dikeringkan
b = berat cawan kosong
c = berat sampel mula-mula

5.2.1 Kadar Abu Cawan I


43.5770 − 43.4320
Kadar Abu (I) = × 100%
2.0018
Kadar Abu (I) = 0.0724 x 100 %
Kadar Abu (I) = 7.2 %

5.2.2 Kadar Abu Cawan II


44.4391 − 44.2949
Kadar Abu (II) = × 100%
2.0011
Kadar Abu (II) = 0.1442 x 100 %
Kadar Abu (II) = 14.42 %

5.2.3 Rata-Rata Kadar Abu


(Kadar Abu I) + Kadar Abu (II)
Kadar Abu (Rata − rata) = x 100 %
2
0.0724 + 0.1442
Kadar Abu (Rata − rata) = x 100 %
2
0.2166
Kadar Abu (Rata − rata) = x 100 %
2
Kadar Abu (Rata − rata) = 0.1083 x 100 %
Kadar Abu (Rata − rata) = 10.83 %

VI. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan praktikum dengan judul penentuan kadar abu.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui jumlah kadar abu yang ada dalam
suatu bahan pangan. Bahan pangan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kacang
kedelai. Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan
air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat
organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu
bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi
komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu.
Dalam praktikum ini penentuan kadar abu dilakukan dengan metode tanur.
Prinsip kerja tanur adalah dengan menggunakan tanur ( 300˚C – 800 ˚C) selama ± 3 jam,
lalu praktikum ini menggunakan berbagai macam alat dan bahan yang dapat memperlancar
praktikum. Bahan yang digunakan adalah kacang kedelai yang berfungsi sebagai sampel
yang akan diuji kandungan mineral atau kadar abu dalam sampel dan juga tissue digunakan
untuk membersihkan crusble atau cawan porselin.
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah Crusible atau cawan porselin yang
berfungsi sebagai wadah sampel, neraca analitik yang digunakan untuk menimbang cawan
porselin dan juga sampel, kemudian spatula yang berfungsi untuk mengambil sampel yang
akan digunakan. Lalu penjepit kayu yang digunakan untuk mengambil dan menaruh dari
oven, desikator timbangan dan juga tanur, kemudian desikator berfungsi untuk
menstabilkan suhu pada cawan porselin agar tidak menambah bobotnya, lalu oven yang
berfungsi menghilangkan kandungan kadar air pada cawan porselin.
Pada praktikum kali ini di siapkan alat dan bahan terlebih dahulu agar
mempermudah praktikum lalu ditimbang 2 cawan porselin kosong yang sebelumya sudah
dipanaskan di oven agar tidak ada uap air yang menempel didalam atau pada cawan
porselin dan dimasukan ke desikator agar menstabilkan suhu sehingga tidak
mempengaruhi berat penimbangan. Dimasukkan sampel sebesar 2 gram ke dalam setiap
cawan porselin dalam penimbangan. (Ditimbang kedua cawan + sampel) lalu Dimasukkan
cawan berisi sampel kedalam tanur dengan suhu 400°C – 550oC selama kurang lebih 3
jam agar membuat sampel menjadi abu atau arang sehingga bisa dihitung atau diketahui
kandungan mineralnya. Pemanasan pada suhu tersebut untuk melindungi kandungan
bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam ilang. Kemudian
Dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan kedalam desikator ± 15 menit agar menurunkan
suhu sehingga tidak mempengaruhi penimbangan lalu ditimbang masing-masing cawan
dan dicatat serta dilakukan perhitungan.
Setelah didapatkan data pengamatannya maka dilakukan perhitungan dengan
rumus berat pengeringan akhir dikurangi berat cawan kosong kemudian dibagi berat
sampel lalu dikali 100 %, maka pada kadar abu cawan dengan cawan I berat cawan
ditambah sampel setelah pengeringan adalah 43.5770 gram, berat sampelnya 2.0018 gram
dengan berat cawan porselin kosongnya adalah 43.4320 gram. Setelah dihitung
mendapatkan hasil 7.2 % setelah itu menghitung kadar abu pada cawan II, diketahui berat
cawan ditambah sampel setelah dikeringkan adalah 44.4391 gram dan sampel awalnya
2.0011 gram serta berat cawan kosongnya 44.2949 gram, setelah dihitung mendapatkan
hasil 14.42 %. Setelah didapatkan kedua kadar abu dari masing-masing cawan maka
dilakukan rata-rata yaitu kadar abu cawan I ditambah kadar abu dengan cawan II dibagi 2
menghasilkan 10.83 %. Jadi kadar abu pada kedelai sebesar 10.83 %.
Jika dilihat dari Syarat Mutu kedelai menurut SNI 01-3144-2009 diketahui kadar
Abunya yaitu maksimal 1.5 %, dari hasil praktikum yang dilakukan hasilnya melewati
ketentuan. Kemungkinan karena tidak dilakukan pengeringan terlebih dulu pada sampel,
sehingga sampel nya masih mempunyai kadar air yang tinggi dan dapat mempengaruhi
bobot bahan. Pengeringan bisa dilakukan dengan oven atau dengan membakar dengan
nyala bunsen sampai terbentuk karbon dan baru dimasukkan ke dalam tanur sampai
terbentuk abu berwarna putih.
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain untuk
menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, untuk mengetahui jenis bahan yang
digunakan, dan untuk parameter nilai gizi bahan makanan. Ada kandungan abu yang tidak
larut dalam asam yang cukup tinggi yang menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.

VII. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil praktikum penentuan kadar abu pada sampel kacang
kedelai adalah sebagai berikut :
1. Dari hasil praktikum didapatkan kadar abu pada sampel kacang kedelai adalah 10.83%

VIII. Daftar Pustaka


Anonim. 2014. Analisis Kadar
Abu. http://maharajay.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/Analisis-Kadar-Abu.pdf.
Diakses pada 08 Desember 2020.
Hidayar, Rinyani. 2013. Kadar Abu. https://id.scribd.com/doc/181096922/Kadar-Abu.
Diakses pada 08 Desember 2020.
Lira, Yuvita. 2015. Laporan Analisis Kadar Abu.
https://www.academia.edu/28973290/Laporan_ANALISIS_KADAR_ABU.
Diakses pada 08 Desember 2020.

Anda mungkin juga menyukai