Disusun Oleh :
Kelompok : 1 /Gelombang B
1. Kadek Sintya Dewi (221026)
2. Jericha Syalom Gloria (221027)
3. Ni Made Gita Widani (221028)
4. I Putu Aditya Vidyananda (221029)
5. Patricia Novica Dua Poa (221030)
6. Elia Devansa Tobing (221031)
2. Dasar Teori
Susut pengeringan adalah persentase senyawa yang menghilang selama proses
pemanasan (tidak hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa menguap lain
yang hilang). Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan pada temperatur 105°C
selama 30 menit pada oven sampai berat konstan dan dinyatakan dalam persen (metode
gravimetri).
Penetapan Susut Pengeringan
Analisis kadar air dilakukan dengan metode gravimetri yaitu dengan menimbang
sejumlah bahan basah yang kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin yang dipanaskan
dalam oven dengan suhu 105°C hingga mencapai bobot konstan yaitu perbedaan 2
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%. Hasil yang diperoleh dinyatakan dengan %
kadar susut pengeringan. Kadar air diperoleh dari persentase kadar susut pengeringan dikurangi
kadar minyak atsiri yang didapat.
Uji susut pengeringan mencapai bobot ini dikatakan selesai apabila berat penimbangan sudah
konstan. Hasil susut pengeringan dapat digunakan untuk menghitung kadar air.
Susut pengeringan merupakan kadar bagian yang menguap dari suatu zat. Kecuali
dinyatakan lain, sebanyak 1 g sampai 2 g zat ditetapkan pada temperatur 105°C selama 30
menit atau sampai bobot tetap pada oven. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan
mendingin dalam keadaan tertutup di dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika suhu lebur zat
lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5°C dan 10°C
dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama
waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap (Anonim, 1989).
Sebelum pengeringan pada sampel, jika menggunakan botol sebagai wadah sampel,
maka dibiarkan mendingin dalam keadaan tertutup di dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika
suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5°C
dan 10°C dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan
selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap (Depkes RI, 1989).
Tujuan dari susut pengeringan adalah untuk memberikan batas maksimal (rentang)
besarnya senyawa yang hilang selama proses pengeringan. Nilai atau rentang yang
diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Agoes, 2007).
Batas maksimum susut pengeringan menurut Farmakope Herbal tidak lebih dari 11%.
Dengan mengetahui susut pengeringan dapat memberikan batasan maksimal tentang besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes RI, 2000). Jika lebih dari 11%, maka
dapat memungkinkan simplisia ditumbuhi oleh jamur yang dapat merusak dan mempengaruhi
kualitas simplisia.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diketahui tentang susut pengeringan simplisia:
1. Faktor yang mempengaruhi susut pengeringan simplisia: Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi susut pengeringan simplisia, seperti suhu dan kelembapan lingkungan, ukuran
bahan, dan jenis bahan yang dikeringkan.
2. Metode pengeringan: Ada beberapa metode pengeringan yang dapat digunakan untuk
mengeringkan simplisia, seperti pengeringan dengan sinar matahari, oven, atau pengering
udara panas. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
3. Pengaruh susut pengeringan terhadap kualitas simplisia: Susut pengeringan dapat
mempengaruhi kualitas simplisia. Jika simplisia terlalu kering, maka kandungan senyawa aktif
dapat hilang atau berkurang. Sebaliknya, jika simplisia terlalu basah, maka bisa terjadi
pertumbuhan mikroorganisme atau terjadinya kerusakan bahan.
4. Pengukuran susut pengeringan: Susut pengeringan dapat diukur dengan cara mengukur berat
simplisia sebelum dan setelah pengeringan. Persentase rata-rata susut pengeringan dihitung
dengan rumus:
(𝐵−𝐶 )
Susut pengeringan = (𝐵−𝐴) × 100%
Keterangan : A = berat kering cawan (gr)
B = berat kering cawan dan sampel awal (gr)
C = berat kering cawan dan sampel setelah dipanaskan (gr)
b. Bahan
Serbuk simplisia
4. Cara Kerja
Sterilkan cawan porselin dalam oven pada suhu 105 oC dalam
15 menit
R B–C=
1
= 0,2673
R B–C=
2
= 0,2959
77,4773 77,4773+2= 79,4773 79,1814
R B–C=
3
= 0,2549
(𝑩−𝑪)
Persen Susut Pengeringan = (𝑩−𝑨) × 𝟏𝟎𝟎%
(88,5175−88,2502)
R1 = (88,5175−86,5162) × 𝟏𝟎𝟎%
0,2673
= × 𝟏𝟎𝟎%
𝟐,𝟎𝟎𝟏𝟑
= 13,3%
(79,4773−79,1814)
R2 = (79,4773−77,4773) × 𝟏𝟎𝟎%
0,2959
= × 𝟏𝟎𝟎%
𝟐
= 14,7%
(83,8763−83,6214)
R3 = × 𝟏𝟎𝟎%
(83,8763−81,8763)
0,2549
= 𝟐,𝟎𝟎𝟎𝟏 × 𝟏𝟎𝟎%
= 12,8%
Replikasi % Susut
R1 13,3%
R2 14,7%
R3 12,8%
Rata-rata 13,6%
6. Pembahasan
Praktikum kali ini adalah Penetapan Susut Pengeringan yang bertujuan untuk
memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses
pengeringan. Cawan yang di gunakan untuk menetukan susut pengeringan harus di sterilkan
terlebih dahulu pada suhu 105 selama 15 menit kemudian di dinginkan dan di timbang berat
cawan porselin tersebut untuk mendapatkan gram dari A (berat kering cawan). Setelah cawan
disterilkan, di timbang dengan bahan yang kita gunakan yaitu serbuk rimpang kunyit sebanyak
2 gram untuk mendapatkan gram B (Berat kering cawan dan sampel awal), kemudian panaskan
dalam oven pada suhu 1050 C selama 1 jam atau hingga bobot konstan dan di dinginkan di
dalam desikator selama 20 menit dan di timbang untuk mendapatkan gram C (Berat kering
cawan dan sampel setelah di panaskan. Pemanasan dilakukan menggunakan oven tujuannya
agar air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan
pada suhu 105 ̊C selama waktu yang ditetapkan. Kelebihan metode oven adalah suhu dan
kecepatan proses pengeringan dapat diatur sesuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi,
dan higiene dapat dikendalikan. Kelemahan metode oven adalah memerlukan keterampilan dan
peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami.
Salah satu perubahan fisik yang penting selama pengeringan adalah pengurangan
volume eksternal bahan. Kehilangan air dan pemanasan menyebabkan tekanan terhadap
struktur sel bahan diikuti dengan perubahan bentuk dan pengecilan ukuran (Yadollahinia &
Jahangiri, 2009). Kemudian di masukan dalam desikator, fungsi dari desikator sebagai tempat
menyimpan sampel yang harus bebas air dan mengeringkan dan mendinginkan sampel yang
akan digunakan untuk uji kadar air.
Hasil praktikum Penetapan Susut Pengeringan yang di dapat pada rimpang kunyit
didapat susut pengeringannya yaitu pada replikasi pertama 13,3%, pada replikasi kedua sebesar
14,79% dan pada replikasi ketiga 12,8%, sehingga rata-rata persen penyusutan adalah 13,6%.
Pada Farmakope Herbal Indonesia Edisi I (2008) menyatakan bahwa susut pengeringan tidak
lebih dari 10%. Pada praktikum kali ini, hasil susut pengeringan yang didapat pada ketiga
replikasi tidak sesuai dengan literatur, mungkin disebabkan karena ketebalan dan penyebaran
bahan yang tidak merata, distribusi bahan yang tidak merata pada permukaan pengering atau
ketebalan yang tidak seragam dapat mengakibatkan susut yang tidak merata. Bagian bahan
yang lebih tebal mungkin tidak terkering dengan baik, sementara bagian yang lebih tipis
mungkin terlalu kering. Ini dapat menyebabkan cacat pada bahan yang dikeringkan, dan pada
kondisi bahan sebelum pengeringan juga dapat mempengaruhi susut pengeringan.
7. Kesimpulan
8. Daftar Pustaka
Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia jilid V, Jakarta, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Departemen kesehatan RI. 1989 .Materia medika Indonesia.jilid V .Jakarta : Direktorat
jedral pengawasan obat dan makanan.hal 194-197.
Agoes. G. 2007., Teknologi Bahan Alam, ITB Press Bandung.
Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Cetakan Pertama, 3-11, 17-19, Dikjen POM, Direktorat Pengawasan Obat
Tradisional.
Yadollahinia A, Jahangiri M., 2009. Shrinkage of potato slice during drying. Journal of
FoodEngineering :94(2009) 52- 58.