TINJAUAN PUSTAKA
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik
(Sudarmadji, 2003). Bahan makanan yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari
memiliki banyak kandungan mineral di dalamnya. Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan garam
anorganik. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang
bersifat organis (Sediaoetomo, 2000).
Penentuan kadar mineral dalam bentuk asli sulit dilakukan, oleh karenanya
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral
tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sediaoetomo, 2000). Pengabuan adalah
tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu bahan pangan dan hasil
pertanian. Terdapat 3 jenis pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran
api terbuka, dan wet combustion. Pada analisis abu dan serat seringkali digunakan
jenis pengabuan dalam tanur (Khopkar, 2003).
Pada analisa kadar abu umumnya menggunkan 2 metode, yaitu metode
pengabuan kering dan metode pengabuan basah. Prinsip dari pengabuan cara tidak
langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum
dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol
ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi.
Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga
menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat
oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan
yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas,
sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996)
BAB IV
4.2 Pembahasan
Unsur mineral dikenal sebagai zat organic atau kadar abu. Dalam proses
pembakaran, bahan-bahan oragnik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah
disebut abu (Winarno, 2004). Abu merupakan residu anorganik dari hasil pembakaran
atau hasil oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu berhubungan dengan
kandungan mineral suatu bahan. (Vanessa, 2008).
Pada percobaan kali ini dilakukan penetapan kadar abu dalam simplisia kumis
kucing. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat
dalam tumbuhan tersebut dengan prinsip yaitu, mengoksidasi semua zat organik pada
suhu tinggi, yakni sekitar 500-600o C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Kadar abu dari suatu bahan biasanya
menunjukkan kadar mineral, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan.
Kandungan mineral pada buah – buahan.
Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Solo: Tiga
Serangkai
Deliani, 2008. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi
Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. USU-Press, Medan.
Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press. Khopkar. 2003.
Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press. Khopkar. 2003. Konsep
Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press.
Legowo, A.M. dan Nurwantoro. 2004. Analisis Pangan. Semarang: Diktat Universitas
Diponegoro.
Sarwono. 2005. Membuat Tempe dan Oncom. Cetakan 29. Jakarta : Penebar Swadaya.
Satuhu S., dan A. Supriyadi, 1999. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian Penebar
Swadya, Yakarta.
Sediaoetama Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Penerbit:
Dian Rakyat. Jakarta, Edisi I, Hal: 31, 45-49, 53, 55, 59, 61, 8591, 106.
Sudarmadji S., B. Haryono dan Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM.
Sudarsih dan Kurniaty, Yuliana. 2009. Makalah Penelitian. Pengaruh Waktu dan Suhu
Perendaman Kedelai pada Tingkat Kesempurnaan Ekstraksi Protein Kedelai
dalam Proses Pembuatan Tahu. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.