Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARDISASI BAHAN ALAM

PERCOBAAN 3
PENETAPAN KADAR ABU TOTAL
Disusun Oleh:
Rheinanda maulida ayu ( 10060320107 )
Hilal faturohman ( 10060320108)
Muhammad vito gandana ( 10060320109 )
Mutiara nur afni ( 10060320111 )
Dita anggun novianta ( 10060320112 )

Shift/Kelompok : D/1
Tanggal Praktikum : 14 April 2022
Tanggal Laporan : 21 April 2022

Asiten Penanggung Jawab : Riza Andriani Hanifa, S.Farm., Apt.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1442 H/2022 M
PERCOBAAN 3
PENETAPAN KADAR ABU TOTAL
I. Tujuan percobaan
Memahami cara penetapan kadar abu total pada simplisia dan mengetahui manfaat dari
penetapan kadar abu total.

II. Alat & Bahan


Alat Bahan
Cawan krus dan penutupnya Air panas
Corong Kertas saring
Desikator Larutan HCl
Krus silikat Simplisia buah ketumbar
Penjepit krus
Timbangan analisis
Tanur

III. Prosedur percobaan


1. Prosedur penentuan kadar abu total
Pertama, Krus dipijarkan terlebih dahulu dan ditara untuk dinyatakan sebagai
bobot kosong (S0), Kemudian bahan tumbuhan atau simplisia yang dipakai yaitu buah
ketumbar dihaluskan hingga menjadi serbuk kasar (ukuran ayakan no.1250) lalu
ditimbang dengan tepat sebanyak 1g lalu dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah
dipijarkan dan ditara (S1). Krus yang telah berisi simpisia dimasukkan kedalam tanur dan
dipijarkan pada suhu 500-600˚C hingga arang habis (antara 2-6 jam). Jika sampai tahap
ini arang tidak dapat dihilangkan maka sampel hasil pemijaran didinginkan dan
ditambahkan 2ml air panas, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring bebas
abu. Kemudian residu dikeringkan di penangas air (Water Bath), kertas saring beserta
residu dimasukkan kedalam krus yang sama dan dipijarkan kembali pada suhu 500-
600˚C, krus didinginkan dalam deksikator hingga suhu kamar dan ditimbang (S 2),
kemudian dipijarkan kembali selama 30 menit lalu didinginkan dan ditimbang hingga
diperoleh bobot konstan. Dihitung kadar abu total (%) dan dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan diudra.
2. Prosedur penentuan kadar abu tidak larut asam
Pertama, disiapkan HCl dan abu yang diperoleh dari prosedur penentuan kadar
abu total, kemudian abu dilarutkan dengan HCl, bagian abu yang tidak larut dengan asam
disaring dengan kertas saring bebas abu, wadah dicuci dengan sedikit air panas, kemudian
air bilasan dimasukkan dan disaring, ampas yang tersaring berikut kertas saringnya
dimasukkan ke cawan krus dan dipijarkan kembali. Keluarkan cawan krus dari tanur dan
disimpan di desikator lalu ditimbang dan dipijarkan kembali, krus ditimbang hingga
memperoleh bobot konstan. Dihitung kadar abu tidak larut asam (%)

IV. Data pengamatan

Hasil Pengamatan
Klasifikasi Perhitungan
• Nama Simplisia: 1) Penetapan kadar abu total Data

Buah ketumbar yang diperoleh:

• • S0 = 35,93 gram
Nama Latin Simplisia:
Coriamdri Sativi • S1 = 2 gram

Fructus • S2 = 36,08 gram


• Nama Latin Perhitungan % kadar abu total:
Tumbuhan:
S2 − S0
Coriandri sativi
x 100 S1

36,08 gr − 35,93 gr
x 100 = 7,5%
2,0 gr
2) Penetapan kadar abu tidak larut
asam
Data yang diperoleh:

• S2 = 35,973 gram

Perhitungan % kadar abu tidak


larut asam:
S2 − S0
x 100 S1

35,973 gr − 35,93 gr
x 100 = 2,15%
2,0 gr

V. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan penetapan kadar abu total dari simplisia Buah
ketumbar. Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar abu total
dari suatu simplisia Coriandri Sativus Fructus(Buah Ketumbar) serta mengetahui manfaat
yang didapatkan dari informasi kadar abu total. Abu merupakan residu anorganik dari
proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu
bahan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian,
serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Abu dalam bahan dibedakan menjadi abu
total, abu terlarut dan tidak terlarut. Bentuk mineral dalam abu sangat berbeda dari bentuk
asalnya dalam bahan pangan. Sebagai contoh kalisium oksalat dalam makanan berubah
menjadi kalsium karbonat dan bila dipanaskan lebih lama lagi akan menjdai kalsium
oksida (Nuri Andarwulan, dkk, 2011)
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu
garam organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya
garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain
dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat,nitrat. Selain kedua garam tersebut,
kadangkadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis.
Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya sangatlah sulit, oleh
karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral
tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, 2003).
Penentuan kadar mineral dalam bentuk asli sulit ditentukan, oleh karena itu biasanya
dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang
dikernal sebagai pengabuan (Sediaoetomo,2000). Pengabuan merupakan tahapan utama
dalam proses analisis kadar abu suatu bahan pangan dan hasil pertanian. Terdapat tiga
jenis pengabuan yaituy pembakaran dalam tanur , prmbakaran api terbuka dan uji
kontribusi. Pada analisis abu dan serat seringkali digunakan jenus pengabuan dalam
tanur.(Khopkor , 2003) Pengabuan cara basah mendestruksi komponenkomponen
organik (C, H, dan O) bahan dengan oksidator seperti asam kuat. Pengabuan cara ini
dilakukan untuk menentukan elemen-elemen mineral. (Apriyantono, 1989).
Pada analisa kadar abu umumnya menggunakan dua metode pengabuan kering dan
metode pengabuan basah. Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan
reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang
biasanya ditambahkan adalah gliserol dan etanol atau pasir bebas anorganik selanjutnya
dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Prinsip pengabuan cara kering (yang paling sering
digunakan) yaitu dengan mengoksidasi semua zat prganik pada suhu tinggi yaitu sekitar
500-600°C dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut. (Sudarmadji,1996)
Penentuan kadar abu dapat dilakukan secara langsung dengan cara membakar bahan
pada suhu tinggi (500-600°C) selama 3 jam kemudian menimbang sisa pembakaran yang
tertinggu sebagai abu jumlah sampel pada analisis kadar abu adalah sekitar 2- 5 gram
untuk bahan yang mengandung banyak mineral atau sekitar 0 gram untuk bahan seperti
jelly , selai m sirup dan buah kering atau lebih besar lagi untuk bahan yang mengandung
sedikit mineral seperti buah segar , jus , dan anggur. (Legawa dan Nurwantoro , 2004)
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan.
2. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan.
3. Untuk memperkirakann kandungan buah yang digunakan untuk membuat
jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan
fruit uinegar (asli) atau sintesis.
4. Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang
tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau
kotoran lain.( Irawati.2008 ).

Suatu simplisia harus memenuhi syarat-syarat mutu diantaranya adalah kadar abu
total, kadar abu tidak larut air, kadar abu tidak larut asam. Abu terbagi menjadi abu
fisiologis dan abu non fisiologis. Abu fisiologis adalah abu yang berasal dari tanaman itu
sendiri contohnya yaitu kalsium oksalat, natrium oksidan dan sebagainya. Sedanga kan
abu non fisiologis adalah abu yang berasal dari selain tumbuhan itu sendiri, contohnya
silikat dan pasir. (Winarno, 2004)
Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan
jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang
dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010)
Penentuan kadar abu dengan cara kering dibagi menjadi 3 yaitu penetapan kadar
abi total , kadar abu tidak larut adsan dan kadar abu larut air. Pada penentuan kadar abu
total digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan , mengetahui
jenis-jenis bahan yang digubakan , menentukan parameter nilai gizi suatu bahan
makanan.(Kaderi , 2015)
Kadar abu tak larut asam adalah zat yang tertinggal bila suatu sampel bahan
makanan dibakar sempurna di dalam suatu tungku pengabuan, kemudian dilarutkan
dalam asam (HCl) dan sebagian zat tidak dapat larut dalam asam. Penentuan kadar abu
tak larut asam berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu
bahan, kemurnian serta kebersihan bahan tersebut (Husna, 2014)
Standarisasi pada obat herbal terdapat 2 aspek penting yaitu aspek parameter
spesifik dan parameter non spesifik. Pada aspek parameter spesifik difokuskan untuk
senyawa aktif yang bertanggung jawab unutk efek farmakologis. Aspek parameter non
spesifik meliputi aspek kimiawi , fisik dan mikrobiologi yang berperan dalam keamanan
konsumen secara langsung. Parameter non spesifik diantaranya yaitu susut pengeringan ,
bobot jenis , kadar abu , kadar air , sisa pelarut organic , cemaran mikroba dan logam
berat. (Saifuddin , 2011)
Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan
jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang
dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010).
Klasifikasi Coriandrum sativum:
Kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam pada simplisia buah ketumbar yaitu
Kadar abu total tidak lebih dari 8,4 % dan kadar abu tidak larut asam tidak boleh lebih
dari 0,8%.(Farmakope Herbal , 2017)
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan
mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan
yang dihasilkan. Abu dalam bahan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan tidak
terlarut. Bentuk mineral dalam abu sangat berbeda dari bentuk asalnya dalam bahan
pangan. Sebagai contoh kalisium oksalat dalam makanan berubah menjadi kalsium
karbonat dan bila dipanaskan lebih lama lagi akan menjdai kalsium oksida (Nuri
Andarwulan, dkk, 2011)
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya
garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain
dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat,nitrat. Selain kedua garam tersebut,
kadangkadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis.
Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya sangatlah sulit, oleh
karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral
tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, 2003).
Penentuan kadar mineral dalam bentuk asli sulit ditentukan, oleh karena itu
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,
yang dikernal sebagai pengabuan (Sediaoetomo,2000). Pengabuan merupakan tahapan
utama dalam proses analisis kadar abu suatu bahan pangan dan hasil pertanian. Terdapat
tiga jenis pengabuan yaituy pembakaran dalam tanur , prmbakaran api terbuka dan uji
kontribusi. Pada analisis abu dan serat seringkali digunakan jenus pengabuan dalam
tanur.(Khopkor , 2003) Pengabuan cara basah mendestruksi komponenkomponen
organik (C, H, dan O) bahan dengan oksidator seperti asam kuat. Pengabuan cara ini
dilakukan untuk menentukan elemen-elemen mineral. (Apriyantono, 1989).
Pada analisa kadar abu umumnya menggunakan dua metode pengabuan kering
dan metode pengabuan basah. Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu
memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan pengabuan.
Senyawa yang biasanya ditambahkan adalah gliserol dan etanol atau pasir bebas
anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Prinsip pengabuan cara
kering (yang paling sering digunakan) yaitu dengan mengoksidasi semua zat prganik pada
suhu tinggi yaitu sekitar 500-600°C dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. (Sudarmadji,1996)
Penentuan kadar abu dapat dilakukan secara langsung dengan cara membakar
bahan pada suhu tinggi (500-600°C) selama 3 jam kemudian menimbang sisa
pembakaran yang tertinggu sebagai abu jumlah sampel pada analisis kadar abu adalah
sekitar 2- 5 gram untuk bahan yang mengandung banyak mineral atau sekitar 0 gram
untuk bahan seperti jelly , selai m sirup dan buah kering atau lebih besar lagi untuk bahan
yang mengandung sedikit mineral seperti buah segar , jus , dan anggur. (Legawa dan
Nurwantoro , 2004)
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan.
2. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan.
3. Untuk memperkirakann kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly.
Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit uinegar
(asli) atau sintesis.
4. Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut
dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.(
Irawati.2008 ).

Suatu simplisia harus memenuhi syarat-syarat mutu diantaranya adalah kadar abu
total, kadar abu tidak larut air, kadar abu tidak larut asam. Abu terbagi menjadi abu
fisiologis dan abu non fisiologis. Abu fisiologis adalah abu yang berasal dari tanaman itu
sendiri contohnya yaitu kalsium oksalat, natrium oksidan dan sebagainya. Sedanga kan
abu non fisiologis adalah abu yang berasal dari selain tumbuhan itu sendiri, contohnya
silikat dan pasir. (Winarno, 2004)

Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan


jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang
dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010)

Penentuan kadar abu dengan cara kering dibagi menjadi 3 yaitu penetapan kadar
abi total , kadar abu tidak larut adsan dan kadar abu larut air. Pada penentuan kadar abu
total digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan , mengetahui
jenis-jenis bahan yang digubakan , menentukan parameter nilai gizi suatu bahan
makanan.(Kaderi , 2015)

Kadar abu tak larut asam adalah zat yang tertinggal bila suatu sampel bahan
makanan dibakar sempurna di dalam suatu tungku pengabuan, kemudian dilarutkan
dalam asam (HCl) dan sebagian zat tidak dapat larut dalam asam. Penentuan kadar abu
tak larut asam berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu
bahan, kemurnian serta kebersihan bahan tersebut (Husna, 2014)
Standarisasi pada obat herbal terdapat 2 aspek penting yaitu aspek parameter
spesifik dan parameter non spesifik. Pada aspek parameter spesifik difokuskan untuk
senyawa aktif yang bertanggung jawab unutk efek farmakologis. Aspek parameter non
spesifik meliputi aspek kimiawi , fisik dan mikrobiologi yang berperan dalam keamanan
konsumen secara langsung. Parameter non spesifik diantaranya yaitu susut pengeringan ,
bobot jenis , kadar abu , kadar air , sisa pelarut organic , cemaran mikroba dan logam
berat. (Saifuddin , 2011)
Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan
jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang
dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010).
Pada percobaan kali ini dilakukan penetapan kadar abu total dari simplisia Buah
ketumbar. Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar abu total
dan presentase senyawa yang hilang dari suatu simplisia Coriandri Sativus Fructus(Buah
Ketumbar) serta mengetahui manfaat yang didapatkan dari informasi kadar abu total.
Klasifikasi Coriandrum sativum:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Trachebionta
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Apiles
Famili : Apiaceae
Genus : Coriandrum
Spesies : Coriandrum sativum (Hasanah, 2002).
Proses pengabuan dilakukan menggunakan tanur yang diatur suhunya (500-
600°C),menggunakan tanur karena suhu pada tanur dapat diatur sesuai dengan suhu yang
telah ditentukan untuk proses pengabuan.Kadar abu dari simplisia setelah proses
pengabuan menunjukkan kadar abu non fisiologisnya yang tidak teroksidasi selama
proses pengabuan berlangsung.Metode yang dilakukan ini merupakan metode langsung
menggunakan suhu tinggi dan O2 yang prinsipnya adalah dekstruksi dan menguapnya
komponen organic akibat suhu tinggi dengan tanur tanpa terjadinya nyala api hingga
terbentuk abu berwarna putih yang menandakan hilangnya senyawa organic dan hanya
tersisa komponen non organic dan mineral saja serta berat konstan tercapai.Setelah proses
pengabuan krus dimasukkan kedalam desikator agar mendinginkan krus serta untuk
mengikat uap air yang akan mempengaruhi bobot simplisia bila dibiarkan.
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎−𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛
%Kadar abu total = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎

Kelebihan dari metode kering ini adalah metode ini merupakan metode yang
sering digunakan karena mudah,praktis,sederhana dan dapat dilakukan untuk penentuan
abu larut air dan abu tidak larut asam,sedangkan kekurangannya adalah waktu yang
diperlukan untuk metode ini cukup lama.Tujuan dari penentuan abu ini adalah untuk
memberikan gambaran kandungan mineral yang berasal dari simplisia,selain itu juga
bertujuan untuk mengontrol kemurnian simplisia dengan mengetahui kadar pencemarnya
berupa tanah dan pasir yang seringkali tidak hilang selama proses pembuatan simplisia.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh nilai kadar abu total sebesar
7,5%,berdasarkan literatur yaitu Farmakope Herbal Indonesia edisi II tahun 2017
menyatakan bahwa kadar abu total pada buah ketumbar tidak boleh lebih dari 8,4% maka
dapat disimpulkan bahwa kadar abu total pada buah ketumbar telah sesuai
literatur.Kemudian diperoleh pula nilai kadar abu tidak larut asam sebesar 2,15% dimana
kadar abu ini belum memenuhi syarat karena nilainya lkebih besar dari syarat yang
terdapat pada Farmakope Herbal Indonesia II yaitu sebesar 0,8%.Hal ini dapat disebabkan
karena proses pemijaran didalam tanur terlalu lama yang dapat menyebabkan bobot
simplisia berkurang akibat hilangnya zat organic dan anorganik.Selain itu dapat juga
disebabkan oleh proses pendinginan dalam desikator yang tidak optimal dimana uap air
tidak terikat secara sempurna sehingga uap air akan berikatan dengan simplisia yang
menyebabkan bobot simplisia bertambah.
Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa kadar abu sangat sangat lah
berpengaruh terhadap kualitas dan kemurnian suatu simplisia karena penetapan kadar abu
khususnya kadar abu tidak larut asam merupakan indicator cemaran pada simplisia akibat
adanya pengotor yang tidak diinginkan berupa abu non fisiologis atau tanah yang berasal
dari lingkungan simplisia itu ditanam yang bisa saja bersifat toksik bagi tubuh.Karena
itulah semakin rendah kadar abu pada suatu bahan maka semakin baik kualitas dan
kemurnian bahan tersebiu sehingga dapat memenuhi spesikasi dan ketentuan yang
berlaku.

VI. Kesimpulan
1. Hasil yang diperoleh dari penentuan kadar abu total dengan metode gravimetri
menggunakan simplisia buah ketumbar (Coriandri Sativi Fructus) adalah sebesar
7.5%, maka kadar abu total dari simplisia tersebut sudah memenuhi persyaratan,
karena syarat kadar abu total simplisia buah ketumbar (Coriandri Sativi Fructus)
menurut Farmakope Hebal Indonesia adalah tidak lebih dari 8.4%
2. Hasil yang diperoleh dari penentuan kadar abu tidak larut asam dengan metode
gravimetri menggunakan simplisia buah ketumbar (Coriandri Sativi Fructus) adalah
sebesar 2.15%, maka kadar abu tidak larut asam dari simplisia tersebut belum
memenuhi persyaratan, karena syarat kadar abu tidak larut asam simplisia buah
ketumbar (Coriandri Sativi Fructus) menurut Farmakope Hebal Indonesia adalah
tidak lebih dari 0.8%
VII. Daftar Pustaka
Andarwulan, Nuri, Kusnandar Feri. (2011). Analisis pangan. Jakarta: PT. Dian
Rakyat.
Apriantono A, Fardian D. (1989). Analisa Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2017), Farmakope Herbal Indonesia
Edisi II. Jakarta
Hasanah, M. 2002. Pengembangan Industri Benih Tanaman Industri. Jurnal Litbang
Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO). 21 (3): 84-
85.
Husna, N.E. 2014. Dendeng ikan Leubirna (Canthidermis maculatus) dengan variasi
metode pembuatan , jenis gula , dan metode oengeringan. Jurnal Teknologi dan
Industri Pertnian Indonesia : Universitas Syahkuala
Legowo , A.M dan Nurwanto.(2004). Analisis Pangan. Semarang : Universitas
Diponogoro.
Saifuddin , A., Rahayu & Teruna.(2011). Standarisasi BAhan Obat Alam. Yogyakarta
: Graha Ilmu.
Sudarmadji, Slamet I. B. (2003). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian (Edisi ke 2
ed., Vol. III). Yogyakarta.
Sudarmadji,S.,B. Haryono dan Suhardi.(1996). Analisis BAhan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta : Liberty UGM.
Widodo, Didik S. dan Retno A. L. (2010). Kimia Analisis Kuantitatif
Winarno, F. G. (2004). Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai