Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

(PENGAMATAN ANALISIS KADAR ABU)

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :

Dominica Arnettha Meilinda (231030790784)


Fitri Aulia Ananda Efrizon (231030790778)
Rian Widianto (231030790757)
Rina Anis Rahayu (231030790775)
Frissa Aghitsna (231030790762)

S1 FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGGERANG
2023
I. TUJUAN PERCOBAAN
Mampu memahami prinsip kerja dari penetapan kadar abu total dan kadar abu
tidak larut asam serta mampu menetapkan kadar abu total dan kadar abu tidak larut
asam pada sampel dan menganalisa mutu standar dari sampel yang dianalisis.

II. PRINSIP
Prinsip analisis kadar abu melibatkan pembakaran sampel organik untuk
menghilangkan materi organik dan meninggalkan abu. Abu yang dihasilkan kemudian
diukur untuk menentukan kadar abu dalam sampel. Metode ini sering digunakan dalam
analisis bahan makanan atau sampel biologis untuk mengetahui jumlah mineral atau
unsur anorganik yang terkandung dalam sampel tersebut.

Prinsip analisis kadar abu dalam kimia analitik melibatkan beberapa langkah kunci:

1. Pembakaran: Sampel organik ditempatkan dalam lingkungan oksigen berlebih dan


dibakar pada suhu tinggi. Proses ini menghilangkan materi organik, meninggalkan abu
sebagai residu.

2. Pengukuran Abu: Residu abu yang dihasilkan dianalisis untuk menentukan


jumlahnya. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan cara gravimetri, di mana berat abu
diukur setelah pembakaran, atau dengan metode instrumentasi, seperti spektroskopi
emisi nyala atau metode lainnya.

Prinsip utama di balik analisis kadar abu adalah mengukur sisa mineral atau
unsur anorganik setelah pembakaran sampel organik. Metode ini berguna dalam
menentukan komposisi mineral dalam berbagai jenis sampel, terutama dalam bidang
analisis makanan, pertanian, dan ilmu lingkungan.

III. TEORI UMUM


Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan
kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan
suatu bahan yang dihasilkan. Abu dalam bahan dibedakan menjadi abu total, abu
terlarut dan tidak terlarut. Bentuk mineral dalam abu sangat berbeda dari bentuk
asalnya dalam bahan pangan. Sebagai contoh kalisium oksalat dalam makanan
berubah menjadi kalsium karbonat dan bila dipanaskan lebih lama lagi akan menjdai
kalsium oksida (Nuri Andarwulan, dkk, 2011).
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik
misalnya garam- garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam
anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat.
Selain kedua garam tersebut, kadang- kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan
komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam
bentuk aslinya sangatlah sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan
menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan
pengabuan ( Sudarmadji, 2003).

Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang
tinggi,yaitu sekitar 500-600°C dan melakukan penimbangan zat yang tunggal setelah
proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar
antara 2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat yaitu tanur yang dapat diatur suhunya.
Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya
bewarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu 30 menit.
Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu krus yang
berisi abu diambil dari dalam tanur harus terlebih dahulu dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 105°C agar suhunya turun menyesuaikan dengan suhu didalam oven,
kemudian dimasukkan kedalam desikator sampai dingin, barulah abunya dapat
ditimbang hingga hasil timbangannya konstan (Anonim, 2010). Sebagian besar
bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri
dari unsur-unsur mineral.

Metode pengabuan ada dua yaitu metode pengabuan kering (langsung) dan
metode pengabuan basah (tidak langsung).

1. Pengabuan kering
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat
organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600 oC dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji,
1996). Pengabuan dilakukan melalui dua tahap yaitu :
• Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat
melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga
kandunganasam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
• Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada
bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah
pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.

2. Pengabuan basah
• Pengabuan basah memberikan benerapa keuntungan. Suhu yang digunakan
tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur
daripada menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada
prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu
rendah dengan maksudmenghindari kehilangan mineral akibat penguapan.
• Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia
tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa
ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya
dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol
membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar
dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat
membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan
memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji,
1996).
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Alat :
• Krus
• Tang krus (Tong)
• Mortir dan stemper
• Oven
• Tanur

2. Bahan :
• Sampel biskuit
• HCl encer

V. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Penetapan Kadar Abu Total

Krus kosong di oven terlebih dahulu


selama 30 menit pada suhu 105oC

Kemudian angkat dan dinginkan krus


kedalam desikator selama 30 menit

Krus kosong ditimbang (A)

Kemudian masukkan sampel


kedalam krus kosong tersebut

Timbang dan catat berat krus + sampel


tersebut

Masukkan dalam oven panaskan diatas suhu 105oC,


kemudian angkat dan dinginkan kedalam desikator
lalu timbang. Lakukan hal ini sampai berat konstan
(untuk menghilangkan kadar air)
Kemudian masukkan kedalam tanur selama 6 jam
dengan tahapan suhu mulai dari 400oC, 500oC dan

Kemudian angkat dan dinginkan kembali


didalam desikator selama 30 menit

Timbang sampai berat konstan (C)

Perhitungan Kadar Abu Total


bobot krus +abu ( C )−bobot krus kosong (A )
Kadar Abu Total = x 100
berat sampel

2. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu hasil tanur dari penetapan kadar abu


total dilarutkan dengan HCl encer

Saring dengan kertas saring wathman

Masukkan kedalam krus yang konstan, lalu


masukkan dalam oven kemudian panaskan
pada suhu 105oC

Angkat dan dinginkan kembali didalam


desikator selama 30 menit, lalu oven
kembali sampai berat konstan

Kemudian masukkan kedalam tanur selama


30 menit dengan tahapan suhu mulai dari
400oC, 500oC dan 600oC
Angkat dan dinginkan kembali didalam
desikator selama 30 menit, lalu oven
kembali sampai berat konstan

Hitung sebagai kadar abu tidak larut asam

Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam

(bobot krus +abu)−bobot krus kosong x 100


Kadar Abu Tidak Larut Asam = berat sampel

3. HASIL PENGAMATAN
Sampel = Biskuit
Pengulangan Berat krus Berat krus + sampel Berat krus + abu Berat krus + abu
(gram) (gram) (gram) + HCl (gram)
1 30, 3556 35, 7934 32,8905 32,2235
2 30, 3687 35, 7543 32,8123 32,2310
3 30, 3521 35, 7134 32,9031 32,2984

4. PERHITUNGAN

(bobot krus +abu)−bobot krus kosong


x 100
Kadar Abu Tidak Larut Asam = berat sampel
• Pengulangan 1
32,8905−30,3556
= 𝑥100
5,4378

2,5349
=5,4378 𝑥100

=46,6162

• Pengulangan 2
32,8123−30,3687
= 𝑥100
5,3856

2,4436
=5,3856 𝑥100

=45,3728

• Pengulangan 3
32,9031−30,3521
= 𝑥100
5,3613
2,551
=5,3613 𝑥100

=47,5817
5. KESIMPULAN

• Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang
tinggi, yaitu sekitar 500-600°C dan melakukan penimbangan zat yang tunggal
setelah proses pembakaran tersebut.
• Prinsip analisis kadar abu melibatkan pembakaran sampel organik untuk
menghilangkan materi organik dan meninggalkan abu. Abu yang dihasilkan
kemudian diukur untuk menentukan kadar abu dalam sampel.
• Metode pengabuan ada dua yaitu metode pengabuan kering (langsung) dan metode
pengabuan basah (tidak langsung). Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu
dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600 oC
dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran tersebut. Sedangkan prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu
memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan.
DAFTAR PUSTAKA

Feringo, T. (2019) Analisis Kadar Air, Kadar Abu, Kadar Abu Tak Larut Asam dan Kadar
Lemak pada Makanan Ringan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan.
Universitas Sumatera Utara.

Hidayanto, A. P. (2017) Modul praktikum. Jakarta: Fakultas Ilmu Ilmu Kesehatan Universitas
Esa Unggul.

Puspitaningrum, R., Supriyatin and Fitri, A. L. (2018) Penuntun Praktikum Biokimia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai