Anda di halaman 1dari 13

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK DASAR

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2018/2019

PRAKTIKUM KIMIA PANGAN


MODUL : Analisa Kadar Abu dan Mineral

PEMBIMBING : Dra. Bevi Lidya, Msi., Apt.

Praktikum : 14 September 2018


Penyerahan Laporan : November 2018
Oleh:
Kelompok : IV
Nama : Fitria Alifviani (161431013)
Hanny Supriaty (161431014)
Lia Nurliana (161431015)
M. Idris Asyraf Ali (161431019)

Kelas : 3– A Analis Kimia

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2018

I. Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu:
1. Mengetahui cara analisis kadar abu pada gula semut
2. Mengukur kadar abu bahan pangan dengan metode pengeringan langsung

II. Dasar Teori


Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik
(Sudarmadji, 2003). Bahan makanan yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari
memiliki banyak kandungan mineral di dalamnya. Mineral yang terdapat dalam suatu
bahan dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan garam anorganik.
Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis
(Sediaoetomo, 2000).
Penentuan kadar mineral dalam bentuk asli sulit dilakukan, oleh karenanya
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,
yang dikenal dengan pengabuan (Sediaoetomo, 2000). Pengabuan adalah tahapan utama
dalam proses analisis kadar abu suatu bahan pangan dan hasil pertanian. Terdapat 3 jenis
pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran api terbuka, dan wet combustion.
Pada analisis abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur (Khopkar,
2003).
Pada analisa kadar abu umumnya menggunkan 2 metode, yaitu metode
pengabuan kering dan metode pengabuan basah. Prinsip dari pengabuan cara tidak
langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan
pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas
anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan
gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan
menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir
bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan
memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996)

Prinsip dari pengabuan cara kering(yang paling sering digunakan) yaitu dengan
mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–600ºC dan kemudian
melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut
(Sudarmadji, 1996). Pemilihan metode pengabuan bergantung pada tujuan pengabuan,
jenis mineral yang akan diukur, dan metode penentuan mineral yang digunakan.Prinsip
penentuan kadar abu didalam bahan pangan adalah menimbang berat sisa mineral hasil
pembakaran organik pada suhu sekiar 550 ⁰C. Penenetuan kadar abu dapat dilakukan
secara langsung dengan cara membakar bahan pada suhu tinggi (500-600⁰C) selama
beberapa (2-8) jam dan keudian menimbang sisa pembakaran yang tertinggal sebagai abu
jumlah sampel pada analisis kadar abu adalah sekitar 2-5 g untuk bahan yang banyak
mengandung mineral (misalnya: ikan, daging, susu, biji-bijian), atau sekitar 0 g untuk
bahan seperti jelly, selai, sirup dan buah kerin, atau lebih bessar lagi (25-5- g) untuk
bahan yang mengandung sedikit mineral seperti buah segar, jus, dan anggur (Legowo dan
Nurwantoro, 2004).

III. Metodologi Percobaan

Penetapan Kadar Abu dan Mineral

1. Penerapan Total Abu


Prinsip :
Abu dalam bahan pangan diterapkan dengan menimbang sisa mineral hasil
pembakaran bahan organik diuraikan menjadi air dan CO2 sekitar suhu 550⁰C

Peralatan :

1. Cawan
2. Tanur (Furnace)
3. Penjepit Cawan
4. Neraca Analitik

Cara Kerja

Gunakan Cawan Porselen yang telah diketahui bobotnya

Timbang sampel 2-3 gram Sampel

Arangkan diatas nayala, abukan pada suhu 550⁰C

Pengabuan dilakukan 2 tahap, pertama suhu 400⁰C dan kedua 550⁰C

Dinginkan dalam Desikator


Perhitungan Timbang higga didapatkan bobot tetap

W1 − W₂
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = 𝑥 100%
𝑊
Keterangan

W = Bobot Contoh Sebelum diabukan

W₁ = Bobot Contoh + Cawan sesudah diabukan

W₂ = Bobot Cawan Kosong

2. Abu Sulfat

Prinsip :

Pengukuran Abu yang diendapkan sebagai sulfat

Peralatan :

1. Cawan Porselen
2. Tanur
3. Neraca Analitik

Pereaksi : Asam Sulfat Pekat

Timbang sampel 2-3 gram Sampel

Arangkan diatas pembakaran

Abukan dalam tanus hingga didapatkan pengabuan sempurna

Dinginkan dalam Desikator, + Asam Sulfat Pekat

Uapkan dalam ruang asam sampai gas SO2 hilang

Pijarkan kembali dalam Tanur


Dinginkan dalam Desikator

Timbang hingga diperoleh bobot tetap

Perhitungan :

W₁
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 𝑆𝑢𝑙𝑓𝑎𝑡 = x 100%
W
Keterangan :

W₁ = Bobot Abu Sulfat

W = Bobot Contoh

3. Abu Tak Larut dalam Asam

Prinsip : Bagian abu yang tak larut dalam asam

Pereaksi : HCl 10%, AgNO₃ 0,1 N

Peralatan :

1. Penangas air
2. Tanur
3. Kertas Saring Whatman No.41
4. Cawan Porselen

Cara Kerja

Larutkan Abu Bekas Penetapan Abu, + 25 mL HCl 10%

Didihkan selama 5 menit

Dinginkan dalam Desikator, + Asam Sulfat Pekat

Saring larutan menggunakan kertas saring tak berabu

Cuci dengan air suling sampai bebas klorida


Keringkan Kertas saring dalam oven

Masukkan kedalam cawan kemudian bakar

Dinginkan dalam Desikator

Timbang hingga diperoleh Bobot Tetap

Perhitungan :
W1 − W₂
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 𝑡𝑎𝑘 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑎𝑚 = x 100%
W

Keterangan :
W₁ = Bobot Cawan + Abu
W₂ = Bobot Cawan Kosong
W = Bobot Cuplikan

4. Kealkalian Abu
Prinsip : Kealkalian abu ditetapkan dengan titrasi asam basa
Pereaksi : H₂O₂ 3%, HCl 0,5 N, NaOH 0,5 N, Indikator PP
Peralatan :
1. Erlenmeyer 250 mL
2. Pipet Ukur 25 mL
3. Penangas Air
4. Buret

Cara Kerja

Tambahkan 1-2 tetes H₂O₂ 3% ke dalam abu

Pipet 20 mL HCl 0,5 N dan masukkan ke cawan

Panaskan diatas Penangas air ±10 Menit

Saring dan Cuci dengan air panas bebas asam


Titrasi hasil saringan dengan NaOH o,5 N

Sebelumnys gunakan Indikator PP

Lakukan Titrasi Blanko

Perhitungan :
(V1 −V2 )x N x 100
𝐾𝑒𝑎𝑙𝑘𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝐴𝑏𝑢 = ml N NaOH/100 gram
W

Keterangan :
W = Bobot Cuplikan
V₁ = Volume NaOH untuk titrasi blako
V₂ = Volume NaOH untuk titrasi Contoh
N = Normalitas NaOH

5. Penetapan kadar Mineral Kalsium


Bahan:
- Ammonium oksalat jenuh
- Indikator metil merah
- Asam asetat encer (1+4)
- Asam sulfat encer (1+4)
- Ammonium hidroksida encer
- KMnO4 0.1 N
- KMnO4 0.01 N

Cara Kerja

Memasukkan 20 mL larutan abu dan 20 mL aquades dalam gelas kimia 250 mL

Menambahkan 10 mL larutan ammonium oksalat jenuh dan 2 tetes indikator

Menambahkan larutan ammonia encer untuk pembasaan


Menambahkan beberapa tetes asam asetat sampai warna merah muda (pH 5,0)

Memanaskan larutan hingga mendidih, kemudian didiamkan hingga suhu kamar

menyaring

Membilas residu dengan larutan H2SO4 encer

Titrasi dengan larutan KMnO4 0.01 N dalam keadaan panas sampai larutan warna
merah jambu

Perhitungan:
𝑣𝑜𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑁 𝐾𝑀𝑛𝑂4 𝑥 20 𝑥 𝑣𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑏𝑢 𝑥 100
Mg Ca/100 g sampel =
𝑣𝑜𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑏𝑢 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛
IV. DATA PENGAMATAN

Bahan : Gula semut

Sampel Berat Cawan Berat sampel Berat cawan Berat cawan Berat Abu
(gram) awal (gram) + sampel + bahan (gram)
(gram) setelah
pengabuan
(gram
1 (AS) 33,9796 2,0110 35,9906 34,0060 0,0264
2 (AT) 35,1341 5,0048 40,1389 35,2877 0.1536
3 (AT) 20,8438 5,0040 25,8478 21,0134 0,1696
4 (AS) 23,8136 2,0459 25,8595 23,8667 0,0531

PENGOLAHAN DATA

1. Penetapan kadar abu

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 (𝑔)


% 𝑎𝑏𝑢 = × 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)

0,0264
% 𝑎𝑏𝑢 (1) = × 100 = 1,31 %
2,0110
0,1536
% 𝑎𝑏𝑢 (2) = × 100 = 3,07 %
5,0048

0,1696
% 𝑎𝑏𝑢 (3) = × 100 = 3,39 %
5,0040

0,0264
% 𝑎𝑏𝑢 (4) = × 100 = 2,595 %
2,0110

Catatan:

(1) Abu Sulfat


(2) Abu Total
(3) Abu tak larut dalam asam
(4) Abu alkalinitas
2. Penetapan kadar kalsium

Standardisasi KMnO4 0.01 N

Kosentrasi Asam Oksalat = 0.01 N

Volume KMnO4 = 7.7 mL

Volume Asam Oksalat = 10 mL

𝑁 × 𝑉 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑜𝑘𝑠𝑎𝑙𝑎𝑡
Konsentrasi KMnO4 =
𝑉 KMnO4

0.01 𝑁 × 10 𝑚𝐿
=
7.7 𝑚𝐿

Konsentrasi KMnO4 = 0.0130 N

Penetapan kadar kalsium

𝑣𝑜𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑁 𝐾𝑀𝑛𝑂4 𝑥 20 𝑥 𝑣𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑏𝑢 𝑥 100


Mg Ca/100 g sampel =
𝑣𝑜𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑏𝑢 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛
1.5 𝑚𝐿 𝑥 0.0130 𝑁 𝑥 20 𝑥 100 𝑚𝐿 𝑥 100
=
50 𝑚𝐿 𝑥5.0048 𝑔

= 15.5850 mg/100 g
PEMBAHASAN

Analisis kadar abu dalam bahan pangan merupakan pengukuran jumlah residu dari
proses pembakaran/oksidasi komponen organik pada bahan pangan. Kadar abu yang kami uji
yaitu abu total. Pengujian didasarkan pada analisis Proksimat dengan metode langsung atau
pengabuan kering dengan pemijaran sampel pada furnace pada suhu 500-600 °C. Prinsip nya
yaitu Destruksi komponen organic hingga terbentuk abu warna putih keabuan dan berat yang
konstan.

Mula-mula sampel dilakukan pemanasan menggunakan oven biasa pada suhu sekitar 50-
60°C, hal ini dilakukan untuk mencegah case hardening pada gula, yaitu pengerasan
permukaan akibat caramelisasi ikatan gula dan hydrogen dari gula tersebut, sehingga pada
proses penguapan air akan lebih mudah karena tidak ada halangan dari caramel nya.
Kemudian, proses penguapan air pada suhu ±97°C pada suhu laboratorium. Kemudian
dilanjutkan pemijaran pada Bunsen untuk menghilangkan komponen organic atau karbonnya,
yang ditandai dengan warna hitam pada cawan ketika proses pemijaran. Setelah dari Bunsen,
dilanjutkan ke furnace untuk dilakukan pengabuan. Abu tersebut dipijar hingga padatan
berwarna putih dan didapat berat konstan, data nya dapat kita lihat di Data Pengamatan.

(Sumber: Suter, I ketut.2013.Teori Ilmu Pangan Dasar.Politeknik Kesehatan.Denpasar)


Menurut SNI 2043-87 tersebut menunjukkan bahwa kadar abu maksimal dalam gula semut
sebesar maksimal 2%. Dari ke empat percobaan yang kami lakukan, hanya 1 sampel yang
memenuhi batas maksimal kadar abunya, dan 3 sampel yang lainnya mengandung kadar abu
yang tidak sesuai, sehingga secara perhitungan rata-rata dapat disimpulkan bahwa kadar abu
sampel semut gula tidak memenuhi standar. Hal ini dapat disebabkan pengabuan yang tidak
sempurna, karena ketika pengabuan dalam furnace pembakarannya tidak sempurna, sehingga
kami alihkan pengabuan nya diatas Bunsen untuk membantu pengabuan lebih cepat.

Dari kadar abu yang telah didapat, abu total kemudian di buat menjadi larutan untuk di
analisa kadar mineral yang terdapat abu gula semut. Abu merupakan senyawa an organic dan
residu dari proses pemijaran. Mineral yang kami uji kadarnya yaitu kalsium. Pada penentuan
kadar mineral kalsium, prinsipnya yaitu pengendapan sebagai kalsium oksalat, dan
endapatkan tersebut kemudian dilarutkan dalam H2SO4 encer panas dan dititrasi dengan
KMnO4. Dari hasil titrasi tersebut didapatkan volume akhir rata ratanya yaitu 1.50 mL titran,
sehingga didapatkan kadar kalsium dalam 100 g sampel sebesar 15.5850 mg.

Pada SNI tersebut ditunjukkan bahwa kadar kalsium dalam gula merah aren 75 mg/100 g
gula. Namun kadar kalsium pada gula merah aren yang kami analisa sebesar 15.5850 mg/100
g sampel. Terdapat beberapa kesalahan yang menyebabkan hasil tersebut, bisa dari proses
pengabuan yang tidak sempurna karena dilakukan lebih dari 2 minggu. Faktor lain yang
menyebabkan kurangnya kadar yang terhitung karena dalam metode ini yang merupakan
metode pengabuan kering atau dry ashing akan menyebabkan menghilangnya elemen elemen
yang volatile yang menyebabkan kontaminasi, sehingga bisa dikatakan bahwa yang terukur
merupakan kalsium murni. Namun suhu yang kita gunakan berubah ubah dalam proses
pengabuannya, maka dapat menjadi faktor dalam ketidaktepatana kadar yang terbacanya.
KESIMPULAN

- Rata rata kadar abu dari empat sampel > 2%, sehingga tidak memenuhi syarat.
- 4 sampel digunakan untuk penentuan kadar abu total, abu sulfat, abu tak larut dalam
asam, dan abu alkalinitas.
- Kadar mineral kalsium dalam sampel adalah 15.5850 mg/100g sampel

DAFTAR PUSTAKA

Rofirman. Dr. Abdul 2011. Analisis Bahan Pangan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Iis, dkk.2014. “Penentuan Kadar Abu”.Universitas, UG.Tasikmalaya:STIK Bakti Tunas


Husada

Anda mungkin juga menyukai