Anda di halaman 1dari 9

Nilai

LAPORAN PRAKTIKUM VI
FITOKIMIA
UJI KADAR ABU TIDAK LARUT ASAM

Nama Mahasiswa : Yuanita Erma Zakiya

Nim : 19.71.020987

Kelas : Farmasi A

Dosen Pengampu : Risqika Yulia Tantri, M.Farm

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
2021
LAPORAN PRAKTIKUM VI
UJI KADAR ABU TIDAK LARUT ASAM
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan uji kadar abu tidak larut asam pada simplisia.

II. PENDAHULUAN
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan
mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan
yang dihasilkan. Abu dalam bahan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan tidak
terlarut. Bentuk mineral dalam abu sangat berbeda dari bentuk asalnya dalam bahan
pangan. Sebagai contoh kalisium oksalat dalam makanan berubah menjadi kalsium
karbonat dan bila dipanaskan lebih lama lagi akan menjadi kalsium oksida (Nuri
Andarwulan, dkk, 2011).
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya
garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain
dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut,
kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis.
Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya sangatlah sulit, oleh
karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral
tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, 2003).
Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang
tinggi, yaitu sekitar 500-600°C dan melakukan penimbangan zat yang tunggal setelah
proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara
2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat yaitu tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan
dianggap selesai apabila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-
abu dan beratnya konstan dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan
dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu krus yang berisi abu diambil dari dalam tanur
harus terlebih dahulu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105°C agar suhunya turun
menyesuaikan dengan suhu didalam oven, kemudian dimasukkan kedalam desikator
sampai dingin, barulah abunya dapat ditimbang hingga hasil timbangannya konstan
(Anonim, 2010).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan

1. Cawan porselin 1. Aquadest


2. Gelas beker 2. Simplisia
3. Gelas ukur 3. Asam sulfat
4. Corong
5. Botol penyemprot

IV. CARA KERJA


Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml asam sulfat 2 N,
bagian yang tidak larut dikumpulkan, disaring dengan menggunakan kertas saring

Dicuci dengan air panas dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450ºC
hingga bobot tetap

Ditimbang dan dihitung kadar abu yang larut dalam air

berat abu tetap


Kadar abu yang tidak larut asam(%) = × 100%
berat abu awal
V. HASIL PENGAMATAN
No DATA HASIL PENGAMATAN

1 Berat krus kosong = 16,370 gram


Berat krus + sampel = 19,370 gram
Berat krus + abu = 16,420 gram
Berat krus + abu tidak larut asam = 16,377 gram

Perhitungan :
Berat abu tidak larut asamnya = 16,377 g - 16,370 g = 0,007 g
0,007 g
Kadar abu yang tidak larut asam (%) = × 100 = 0.23 %
2N
VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini yaitu analisis kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam
dengan proses pengabuan menggunakan tanur. Pengabuan dilakukan untuk menentukan
jumlah mineral yang terkandung dalam bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli
sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas
garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan
organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan segera terbentuk
elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif. Penentuan abu
total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan,
mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.

Pada peroses pengabuan ini dilakukan dengan menggunakan tanur yang memijarkan
sampel pada suhu mencapai 550ºC, dilakukan menggunakan tanur ini yaitu karena suhu dapat
diatur sesuai yang telah ditentukan untuk proses pengabuan. Metode yang digunakan adalah
metode langsung yaitu pengabuan kering (suhu tinggi dan O2). Prinsip dari pengabuan kering
ini adalah destruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi dalam tanur pengabuan
tanpa terjadinya nyala api sampai terbentuk abu berwarna keabuan dan tercapainya berat yang
konstan.
Kelebihan dari pengabuan kering ini adalah yang paling banyak dipakai, mudah,
murah, sederhana, abu larutair, tidak larut air dan tidak larut asam. Sedangkan kekurannya
adalah waktu yang relatif lebiih lama, interaksi mineral serta kehilangan mineral. Sampel yang
kita gunakan adalah berbentuk biskuit yang kemudian dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2
gram, sebelum dilakukan proses pengabuan didalam tanur, sampel dimasukkan terlebih
dahulu kedalam oven agar dapat meminimalkan asap atau jelaga yang muncul pada saat proses
pengabuan. Kemudian setelah itu dimasukkan kedalam desikator untuk didinginkan.
Desikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air, seperti silikagel atau
kapur aktif atau kalsium klorida, natrium hidroksida. Agar desikator dapat mudah digeser
tutupnya maka permukaan gelas olesi dengan vaselin. Sestelah berat konstan kemudian
dilakukan proses pengabuan dalam tanur selama ± 6 jam hingga diperoleh sisa pengabuan
yang umumnya berwarna putih keabu-abuan dengan berat yang konstan. Berat kadar abu tidak
larut asam yang didapat 0,007 gr dan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,23% yang tidak
memenuhi syarat kadar abu tidak larut asam karena tidak boleh melebihi 0,1%.

VII. KESIMPULAN
Penetapan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui jumlah kadar abu
yang diperoleh dari faktor eksternal, berasal dari pengotor yang berasal dari pasir atau tanah
(Depkes RI, 2000). Menurut Depkes RI, (2008) menyatakan bahwa kadar abu tidak larut
asam (tabel II) tidak boleh lebih dari 0.1%. Berat kadar abu tidak larut asam yang didapat
0,007 gr dan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,23% yang tidak memenuhi syarat kadar abu
tidak larut asam karena tidak boleh melebihi 0,1%.
DAFTAR PUSTAKA
Togatorop, E. (2014). Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu dalam Bahan Pangan.
https://www.academia.edu/8844570/PENENTUAN_KADAR_AIR_DAN_KADAR_ABU_DAL
AM_BAHAN_PANGAN. Diakses pada Maret 2021
Andarwulan Nuri, dkk. 2011. Analisis Pangan. Bogor : Dian Rakyat.
Rohman, Dr. Abdul. 2011. Analisis Bahan Pangan.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Post Test
1. Carilah sebuah jurnal penelitian yang membahas terkait pengujian kadar abu tidak larut
asam, tuliskan dan bahas perhitungan dan hasil yang didapatkan dari jurnal tersebut.
JAWAB :
JUDUL JURNAL
ANALISIS KADAR AIR, KADAR ABU, KADAR ABU TAK LARUT ASAM DAN
KADAR LEMAK PADA MAKANAN RINGAN DI BALAI RISET DAN
STANDARISASI INDUSTRI MEDAN

LINK JURNAL
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=
8&ved=2ahUKEwjGxaGT_ZXwAhUF8HMBHRwdDisQFjABegQIAxAD&url=http%3
A%2F%2Frepositori.usu.ac.id%2Fbitstream%2Fhandle%2F123456789%2F22116%2F16
2410028.pdf%3Fsequence%3D1%26isAllowed%3Dy&usg=AOvVaw1eR82wqZCqJmM
sAAx5TSKF

PERHITUNGAN
HASIL
Penetapan kadar abu tak larut asam pada sampel makanan ringan tidak memenuhi
syarat, dimana hasil yang di dapat adalah 0.13% sedangkan batas max yang di
perbolehkan adalah 0.1%

Anda mungkin juga menyukai