Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS BAHAN BAKU OBAT

UJI BATAS ZAT TIDAK LARUT DAN ZAT LARUT

Dosen Pengampu : 1. Dra. Bina Lohita S., M.Pd., M.Farm., Apt.


2. Sri Wardatun, M.Farm., Apt
3. Zaldy Rusli, M.Farm
Asisten Dosen : Afif Adhyas Sahira
Nama penyusun : Nabila Aulia Permata Sukma ( 066119075 )
Kelas : 3C
Kelompok : 8
Anggota kelompok : 1. Muhammad Zidan Perdana ( 066119086 )
2. Egi Agung Harsoni ( 066119097 )

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


Memahami konsep uji batas dan memahami identifikasi senyawa larut dan
tidak larut
1.2 Dasar Teori
Air berwujud cair pada suhu 0 – 100OC dengan tekanan 1 atm. Perubahan
suhu pada air menyebabkan air mengalamu perubahan fisik. Apabila
airdipanaskan, jumlah rata-rata air dalam satu kelompok molekul air menurun
danikatan hidrogen putus kemudian terbentuk lagi secara cepat. Bila suhu
pemanasanair makin tinggi maka molekul air akan bergerak dengan sangat
cepat dan padasaat tekanan uap air melebihi tekanan atmosfer, beberapa
molekul dapat terlepasdari permukaan dan membentuk gas. Perubahan fisik
air dari cair menjadi gasinilah yang dijadikan prinsip pengeluaran air dari
suatu bahan pangan terutamadalam penentuan kadar air pangan dengan
metode pengeringan.(Andarwulan,2011)
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga merupakan satu karakteristik yang
sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan
pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut
(Sandjaja 2009).
Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini
tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan
dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam
atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.(Winarno,2004)
Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara
mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan
proses pengeringan. Analisis kadar air dengan metode oven didasarkan atas
berat yang hilang, oleh karena itu sampel seharusnya mempunyai kestabilan
panas yang tinggi dan tidak mengandung komponen yang mudah menguap.
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi analisis air metode oven
diantaranya adalah yang berhubungan dengan penimbangan sampel, kondisi
oven, pengeringan sampel., dan perlakuan setelah pengeringan. Faktor-faktor
yang berkaitan dengan kondisi oven seperti suhu, gradien suhu, kecepatan
aliran dan kelembaban udara adalah faktor-faktor yang sangat penting
diperhatikan dalam metode pengeringan dengan oven. (Andarwulan,2011)
Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau
thermogravitimetriyaitu mengupakan air yang ada dalam bahan dengan jalan
pemanasan. Penimbangan bahan dengan berat konstan yang berarti semua air
sudah diuapkan dan cara ini relatif mudah dan murah. Percepatan penguapan
air serta menghindari terjadinya reaksi yang lain karena pemanasan maka
dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah atau vakum. Namun, terdapat
kelemahan cara analisa kadar air dengan cara pengeringan, yaitu bahan lain
selain air juga ikut menguap dan ikut hilang misalnya alkohol, asam asetat,
minyak atsiri. Kelemahan lain yaitu dapat terjadi reaksi selama pemanasan
yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lainya, dan juga bahan yang
mengandung zat pengikat air akansulit melepaskan airnya walaupun sudah
dipanaskan. (Sudarmadji,2010)
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan
menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut,
kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar abu
dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan cara mendestruksi
komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan
(furnace), tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih
keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara
bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari
suatu sampel.(Andarwulan, 2011)
Kadar abu merupakan komponen bahan anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan. Terdiri dari 96% bahan anorganik dan air. Kadar
abu dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan. Bahan-bahan organik
dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak,
karena itulah disebut sebagai kadar abu (Astuti, 2012)
Prinsip dari penentuan kadar abu dengan taur yaitu cara langsung yaitu
dengan mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-
800oC dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah
proses pembakaran tersebut (Sudarmaji, 2010)
BAB II
METODE KERJA

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat

1. Beaker glass 6. Oven

2. Cawan petri 7. Penangas air

3. Desikator 8. Tang krus

4. Kertas saring 9. Tanur

5. Krus porselin 10. Timbangan analitik


2.1.2 Bahan

1. Asam klorida pekat

2. Asetosal

3. Kalium Hidroksida

4. Natrium karbonat

5. Simplisia dan ekstrak daun

2.2 Cara Kerja


2.2.1 Uji Batas Zat Tak Larut Dalam Asam

1. Dilakukan penetapan dengan melarutkan 2,0 g dalam 30ml asam


klorida
2. Dipanaskan sampai mendidih, kemudian disaring.
3. Dicuci sisa dengan air panas dan dipijarkan

2.2.2 Uji Batas Zat Tidak Larut Dalam Natrium Klorida PL


1. Dilarutkan sampel sebanyak 500mg dalam 20 ml larutan natrium
karbonat LP hangat
2.2.3 Penetapan Kadar Abu

1. Ditimbang simplisia dan ekstrak daun sebanyak kurang lebih 2 g


2. Dimasukkan kedalam krus yang telah dipijarkan dan ditara
3. Dipijarkan dengan suhu 600oC hingga arang habis dengan ditandai
serbuk abu
4. Didinginkan kemudian ditimbang
5. Sisa dan kertas saring dipijarkan dalam kruus yang sama, kemudian
filtrate dimasukkan kedalam krus dan diuapkan
6. Dipijarkan dan ditara krus hingga bobot konstan

2.2.4 Penetapan Kadar Air

1. Dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri

2. Simplisia dan ektrak ditimbang sebanyak 2 g

3. Dimasukkan kedalam cawan uap yang sudah ditara sebelumnya

4. Dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105oC selama 3-5 jam

5. Didinginkan dan ditimbang,dilakukan secara berulang hingga


mendapatkan bobot konstan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


3.1.1 Uji batas zat tidak larut dalam asam
%
Bobot bobot
Berat sisa krus
zat tidak zat
Berat bahan Berat krus setelah
larut tidak
dipijarkan
asam larut
asam
2,0 g 2,1242 g 2,1321 g 0,0079 g 0,395%

3.1.2 Uji batas zat tidak larut dalam Natrium Karbonat LP

Volume
Berat sampel Hasil
larutan

500 mg 20 ml Keruh

3.1.3 Penetapan kadar abu

W krus isi W serbuk


Ulangan Bobot W kosong Kadar
Sampel setelah di simplisia
Ke - simplisia krus abu %
pijar (g) (g)

I 2 gram 59,4380 59,5875 2,0263 7,377%


Daun
Binahong
II 2 gram 62,8508 63,0020 2,0276 7,457%
3.1.4 Penetapan Kadar air
W
W W cawan
W cawan +
serbuk simplisi Penimban +
cawan simplisia Kadar
Sampel Percobaan simplisi a gan jam
kosong sesudah %
a sebelum ke
(g) di oven
(g) di oven
(g)
(g)
1 61,3949 3,424%
2 61,3925 3,543%
I 59,438 2,0263 61,4643
3 61,3903 3,651%
Daun 4 61,3893 3,701%
Binahon 64,7990
g 1 0,039%
2 64,7946 0,041%
II 62,850 4 2,0276 64,8784 64,7944
3 0,041%
64,7939
4 0,042%

3.2 Perhitungan

3.2.1 Uji batas zat tidak larut dalam asam


( ( bobot kurs+ abu )−bobot kurs kosong)
 Kadar (%) = x 100 %
bobot sampel
2,1321−2,1242
Kadar (%) = 2 x 100 % = 0, 395 %

 Bobot = 2,1321−2,1242 = 0,0079 g = 7,9 mg

3.2.2 Uji batas zat tidak larut dalam Natrium Karbonat LP

3.2.3 Penetapan kadar abu

( ( bobot kurs+ abu )−bobot kurs kosong)


% Kadar Abu = x 100%
bobot sampel

 Perlakuan I
59,5875−59,4380
Kadar (%) = x 100% = 7,377 %
2,0263
 Perlakuan II
63,0020−62,8508
Kadar (%) = x 100% = 7,457 %
2,0276

3.2.4 Penetapan kadar air

bobot awal−bobot akhir


Kadar air (%) = x 100%
bobot sampel

 Perlakuan I
61,4643−61,3949
Jam ke-1 = x 100% = 3,424 %
2,0263
61,4643−61,3925
Jam ke-2 = x 100% = 3,543 %
2,0263
61,4643−61,3903
Jam ke-3 = x 100% = 3,651 %
2,0263
61,4643−61,3893
Jam ke-4 = x 100% = 3,701 %
2,0263
 Perlakuan II
64,8784−64,7990
Jam ke-1 = x 100% = 3,915 %
2,0276
64,8784−64,7946
Jam ke-2 = x 100% = 4,132 %
2,0276
64,8784−64,7944
Jam ke-3 = x 100% = 4,142 %
2,0276
64,8784−64,7939
Jam ke-4 = x 100% = 4,167 %
2,0276

3.3 Reaksi
-

3.4 Pembahasan
Uji batas merupakan pengujian untuk mengamati perubahan yang terjadi.
Adanya kontaminasi menunjukkan proses pemurnian yang kurang baik.
Kontaminasi bisa berasal dri bahan yang terkontaminasi, komponen dalam
sintesis kimia, peralatan produksi, dan hasil urai senyawa yang tidak stabil.

Uji batas merupakan suatu pengujian untuk mengetahui apakah pengotor


anorganik suatu zat masih dibawah batas atau tidak, untuk mengetahui bahan
baku obat yang akan dibuat sudah memenuhi standar yang ada dan tidak
melewati batasan yang ada. Uji batas ini mempengaruhi efek dan kualitas
suatu bahan baku obat.

Prinsip uji batas yaitu membandingkan kekeruhan atau endapan pada


sampel uji dengan baku pembanding. Uji batas ini dapat digunakan untuk
menentukan kemurnian sampel atau senyawa tertentu. Uji batas logam
dilakukan merupakan uji untuk menunjukkan cemaran logam yang ada dalam
sampel yang berikatan dengan ion sulfida. Penetapan uji batas logam berat ini
dilakukan dengan membandingkan kekeruhan yang dihasilkan dari endapan
logam berat dengan ion sulfida yang dibandingkan dengan baku pembanding.
Uji batas logam dilakukan karena logam yang terdapat dalam zat yang
dikonsumsi manusia dalam jumlah kecil akan bersifat toksik dan dalam
jumlah yang besar akan terakumulasi dalam tubuh dan tidak dapat diuraikan
sehingga menyebabkan sifat yang karsinogenik pada tubuh manusia

Pada percobaan zat tidak larut dalam asam digunakan Kalium Hidroksida.
Percobaan ini untuk melihat adanya persentase pengotor yang tidak larut
asam. Pada syarat yang telah ditentukan pengotor tidak boleh lebih dari 0,5%
dan zat bobot nya tidak boleh lebih dari 10 mg. Dengan hasil data yang telah
diperoleh yaitu zat bobot 7,9 mg dan dalam persentase mendapatkan 0,395 %
maka dapat dikatakan bahwa masih memenuhi persyaratan.

Pada data uji zat tidak larut dalam Natrium Karbonat jika menghasilkan
warna jernih maka bahan baku tersebut tidak mengandung zat pengotor.
Tetapi jika kesimpulan dari data tersebut larutan berwarna akhir tersebut
keruh maka masih terdapat zat pengotor.
Zat-zat pengotor yang dimaksudkan pada pengujian ini adalah adanya
logam berat seperti arsen, merkuri, timbal dan lain sebagainya. Jika pengotor
telah melewati persentase 1% maka bahan baku tersebut berbahaya, karena
pengotor tidak boleh lebih dari 1%.

Analisa kadar abu dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan


mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi dalam
tanur pengabuan, tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna
putih keabuan dan berat konstan tercapai. Sampel yang digunakan pada
metode pengabuan kering ditempatkan dalam suatu cawan pengabuan yang
dipilih berdasarkan sifat bahan yang akan dianalisis. Dalam praktikum ini,
cawan yang digunakan untuk sampel adalah cawan porselen.

Sampel yang digunakan adalah simplisia daun binahong, kemudian sampel


tersebut dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu mencapai kurang lebih
600ºC hingga diperoleh berat konstan. Besarnya berat abu dihitung dengan
cara mengurangi selisih berat akhir dikurang berat awal cawan kemudian
dibagi dengan berat awal bahan kemudian dikali seratus persen.

Pada percobaan pengujian kadar abu didapatkan rata-rata persentase


7,417 %. Pada pengujian kadar air dilakukan secara 2 kali, dengan
pengulangan 4 kali. Pada data dapat diketahui bahwa selisih percobaan
pertama pada jam kesatu dan kedua didapatkan hasil 0,119 % dan percobaan
kedua pada jam kesatu dan kedua didapatkan selisih yaitu 0,217 % dimana
hasil tersebut telah memenuhi syarat kadar air.

Dilakukannya uji kadar air dimaksudkan agar bahan tersebut tidak akan
mengalami perubahan fisik dan kimiawi yang ditandai dengan tumbuhnya
mikroorganisme pada bahan sehingga bahan tersebut masih layak untuk
digunakan.

Simplisia pada bidang farmasi banyak digunakan dalam berbagai


pembuatan obat tradisional maupun sediaan-sediaan industri farmasi. Serta
manfaat dalam bidang farmasi dengan melakukan percobaan ini diharapkan
pada saat preformulasi dapat mengetahui dengan mudah cara membedakan
dan mengidentifikasi senyawa apa saja yang terkandung dalam senyawa
metabolit tersebut sehingga dengan mudah untuk pembuatan sediaan farmasi.

Kelebihan metode oven adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan


dapat diatur sesuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene
dapat dikendalikan. Kelemahan metode oven adalah memerlukan
keterampilan dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding
pengeringan alami.

Keuntungan dari metode tanur adalah penggunaannya yang aman, hanya


membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit, beberapa sampel dapat dianalisis
secara bersamaan, tidak memerlukan tenaga kerja yang intensif, dan abu yang
dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral. Sementara
kelemahan metode ini adalah memerlukan waktu lama, biaya listrik yang
lebih tinggi untuk memanaskan tanur dan kehilangan mineral yang dapat
menguap pada suhu tinggi.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum penentuan unsur maka dapat disimpulkan


bahwa :

1. Uji batas merupakan suatu pengujian untuk mengetahui apakah terdapat


zat pengotor anorganik, untuk memastikan bahan baku obat yang akan
dibuat sudah memenuhi standar yang ada dan tidak melewati batasan
yang ada.
2. Pada percobaan zat tidak larut dalam asam digunakan Kalium
Hidroksida. Percobaan ini untuk melihat adanya persentase pengotor
yang tidak larut asam. . Dengan hasil data yang telah diperoleh yaitu zat
bobot 0,0079 g dan dalam persentase mendapatkan 0,395 %
3. Pada data uji zat tidak larut dalam Natrium Karbonat jika menghasilkan
larutan berwarna akhir tersebut keruh maka berarti masih terdapat zat
pengotor.
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan,Nuri,dkk. 2011. Analisis Pangan. Jakarta : Dian Rakyat.

Astuti. 2012. Kadar Abu. Bandung : Penerbit Angkasa

Sandjaja,dkk. 2009. Kamus Gizi. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara

Sudarmadji, Slamet dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.


Yogyakarta : Liberty Yogyakarta

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
LAMPIRAN

Bukti kehadiran saat praktek ABBO

Hasil dari Analisis Kadar Abu

Anda mungkin juga menyukai