Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI ANALISIS II


ANALISIS KUANTITATIF KADAR KAFEIN DALAM SEDIAAN
FARMASI DENGAN METODE IODOMETRI

Nama/NIM : Iif Syaifulloh (31116121)


Rani Agustiani (31116132)
Salsabila Septiani (31116138)

Kelas / Kelompok : Farmasi 3C / 3


Tanggal Praktikum : 19 Maret 2019
Tanggal Masuk Laporan : 6 April 2019
Dosen : Dra. Lilis Tuslinah, M.Si.,Apt
Ade yeni Aprillia, M.Si

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2019
ANALISIS KUANTITATIF KADAR KAFEIN DALAM SEDIAAN
FARMASI DENGAN METODE IODOMETRI

Tanggal praktikum : 19 Maret 2019

Nomor sampel :8

A. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengisolasi analit Kafein dan memisahkannya dari matriks.

2. Menentukan kadar Kafein dalam sediaan farmasi dengan metode iodometri

B. PRINSIP

Prinsip iodometri berdasarkan reaksi reduksi-oksidasi untuk menetapkan

senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar dari pada sistem iodium-

iodida, atau senyawa yang bersifat oksidator. Kafein yang bersifat oksidator akan

direduksi dengan Kalium Iodida yang berlebih sehingga menghasilkan iodium,

kemudian iodium yang dihasilkan akan dititrasi dengan larutan baku Natrium

tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan setara dengan

iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya kafein atau kadar kafein

yang dihasilkan.

C. DASAR TEORI

Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit berupa reduktor

atau oksidator dengan titran berupa larutan dari zat standar oksidator dan reduktor.

Prinsip yang digunakan dalam titrasi redoks adalah reaksi reduksi dan oksidasi.

Reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan dan pelepasan

elektron, sehingga terjadi perubahan bilangan oksidasi (Pursitasari, 2014).


Kafein atau 1,3,7-Trimetilxantin adalah senyawa alkaloid yang ditemukan

dalam teh, kopi, dan biji kola (Amiruddin, 2008). Kristal kafein berbentuk jarum-

jarum, berwarna putih, tidak berbau, dan berasa pahit. Kafein yang tidak

mengandung air kristal akan mencair pada suhu 238OC. Kafein larut dalam larutan

pirol dan tetrahidrofuran. Kelarutan kafein dalam air berkurang dengan adanya

asam-asam organik. Kafein meningkatkan kerja sistem saraf pusat dan kekuatan

jantung, khasiat lainnya sebagai diuretik (Sumardjo, 2006).

 Pemerian : Serbuk putih, bentuk jarum mengkilat, biasanya menggumpal;

tidak berbau; rasa pahit; larutan bersifat netral terhadap kertas

lakmus; bentuk hidratnya mengembang di udara (Farmakope

Indonesia,2014).

 Kelarutan : agak sukar larut dalam air dan dalam etanol; mudah larut dalam

kloroform; sukar larut dalam eter (Farmakope Indonesia,2014).

 BM : 212,21 (Farmakope Indonesia,2014).

O
CH3

H3C
N
N

N
O N

CH3

Gambar 2.1 Struktur kafein


D. REAKSI

1. Pembakuan Natrium tiosulfat dengan Kalium dikromat

Cr2O72- + KI Cr2+ + I2
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62- Kuning jerami
2I + amilum 2I- amilum warna biru

2. Titrasi sampel

O CH3 OH CH3
H3C N H3C N
N H+ N
+ KI + I2 berlebih

O N N HO N N

CH3 CH3

I2 + S2O32- 2I- + S2O62- warna jerami

2I- + amilum warna biru hijau

E. ALAT DAN BAHAN

 Alat yang digunakan:


1. Pipet volume
2. Pump pipet
3. Tabung sentrifugasi
4. Gelas kimia 100 mL
5. Spatula
6. Labu ukur 100 mL
7. Buret dan statif
8. Tabung reaksi
9. Gelas ukur
10. vortex
 Bahan:
1. Sampel serbuk kafein
2. Standar kafein
3. Larutan atau serbuk KI
4. H2SO4 pekat
5. Larutan natrium tiosulfat
6. Indikator amilum
7. Aquades hangat
8. K2Cr2O7

F. PROSEDUR

 Isolasi Sampel

Sampel 1,2946 gram di homogenkan

(+) gliserin
(+) pelarut aquades hangat

Dilakukan vortex

Dilakukan sentrifugasi, kecepatan 2000 rpm selama 20 menit

Filtrat Residu

Dimasukkan ke
labu ukur 100 mL Filtrat Residu

Dimasukkan ke labu ukur 100 mL


 Filtrat diuji dengan tanic acid apabila menghasilkan endapan putih
artinya sampel belum terekstraksi sempurna, maka:

Residu

(+) pelarut aquades hangat

Dilakukan vortex dan sentrifugasi kembali

Filtrat Residu

Dimasukkan ke labu ukur 100 mL

 Dilakukan sampai pengujian filtrat dengan tanic acid tidak


menghasilkan endapan putih.
 Tambahkan aquades hangat kedalam labu ukur yang berisi filtrat
ad tanda batas 100 mL.

 Pembakuan Natrium Tiosulfat

10 mL larutan K2Cr2O7+ serbuk KI dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan H2SO4 pekat sampai PH=2-3

Titrasi dengan natrium tiosulfat sampai terbentuk kuning jerami

Ditambahkan indikator amilum sampai terbentuk warna biru


Titrasi kembali sampai titik akhir terbentuk yang ditandai dengan
hilangnya warna biru

 Penetapan kadar kafein

10 mL sampel + serbuk KI berlebih dimasukan ke dalam


erlenmeyer

Ditambahkan H2SO4 sampai pH= 2-3

Titrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna kuning


jerami

Ditambahkan indikator amilum sampai terbentuk


warna biru ke hijau

Titrasi kembali dengan natrium tiosulfat sampai warna biru hijau


hilang

G. PERHITUNGAN PENIMBANGAN SAMPEL

𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑘𝑎𝑓𝑒𝑖𝑛 = 𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘 𝐾𝐼

𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑘𝑎𝑓𝑒𝑖𝑛 = 𝑉 𝐾𝐼 × 𝑁 𝐾𝐼

𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑘𝑎𝑓𝑒𝑖𝑛 = 10 𝑚𝐿 × 0,1 𝑁

𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑘𝑎𝑓𝑒𝑖𝑛 = 1
𝑚𝑔
=1
𝐵𝐸

𝑚𝑔
=1
194,19
𝑚𝑔 𝑘𝑎𝑓𝑒𝑖𝑛 = 194,19

Sampel kafein yang ditimbang

Sediaan kafein : 150mg dalam 1000mg (Handbook of Pharmaceuticals


Manufacturing Formulations)

194,19 𝑚𝑔
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = × 1000𝑚𝑔
150𝑚𝑔

𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 1.294,6 𝑚𝑔

𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 1,2946 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑎𝑓𝑒𝑖𝑛 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

H. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, senyawa yang dianalisis adalah kafein dengan

menggunakan metode analisis kuantitatif titrasi iodometri. Penggunaan titrasi

iodometri ini karena perbandingan stoikiometri yang sederhana dan pelaksaannya

yang praktis. Titrasi iodometri ini termasuk kedalam titrasi reduksi oksidasi.

Karena kafein ini bersifat oksidator dilakukan penentuan kadar menggunakan

iodometri dimana gugus karbonil pada kafein akan mengalami reduksi dengan

penambahan kalium iodida (KI) berlebih yang nantinya ketika dalam suasana

asam akan melepaskan I2 , maka dari itu penambahan asam sulfat diperlukan

untuk membentuk suasana asam hingga pH 2-3 sekaligus sebagai katalisator.

Iodin yang terbentuk setara dengan kafein sebagai oksidator yang kemudian

dititrasi dengan natrium tiosulfat (yang sudah dibakukan) sebagai reduktor. Maka

dari itu, kadar kafein dapat ditentukan dalam sediaan.


Penambahan amylum sebagai indikator ditambahkan setelah titrat di titrasi

oleh natrium tiosulfat sampai berwarna kuning jerami, setelah penambahan

amylum maka larutan akan berubah warna menjadi biru hal ini dikarenakan

penambahan kalium iodida yang berlebih hingga nanti kelebihannya akan dititrasi

dengan natrium tiosulfat sehingga terjadi perubahan warna dari biru hingga

warna biru hilang.

Praktikum penentuan kadar kafein dalam sediaan menggunakan titrasi

iodometri ini mengalami kegagalan. Adapun kegagalan tersebut dapat disebabkan

oleh beberapa faktor diantaranya :

Ketika pembakuan natrium tiosulfat dengan menggunakan kalium

dikromat, sebelum ditambah dengan indikator amilum sudah memebentuk warna

hijau, yang seharusnya tidak terbentuk, pengujian dilakukan triplo dan hasil tetap

sama. Maka disimpulkan ada kesalahan pada bahan kimia yang digunakan

contohnya adalah kalium dikromat yang digunakan kemungkinan sudah

mengalami kerusakan karena kontaminasi bahan kimia lain dan atau penyimpanan

yang tidak sesuai. Kalium iodida yang digunakan juga dapat mengalami

kerusakan kerena kemungkinan penyimpanan yang tidak terlindung cahaya dan

rapat serta adanya reaksi dengan oksidator mengakibatkan reaksi eksotermik.

Sebenarnya natrium tiosulfat yang merupakan larutan baku sekunder yang

kestabilannya mudah dipengaruhi oleh pH rendah (pH<5), dan sinar matahari,

pada ph asam tersebut, natrium tiosulfat akan terganggu karena S2O32- akan

mengalami penguraian namun reaksi penguraian ini berjalan lambat sehingga

presentase kesalahan pada saat titrasi sangat kecil.


Titrasi pada analit juga dilakukan, sayangnya I2 sama sekali tidak

terbentuk juga pada kafein yang murni (PA). Kemungkinan lainnya adalah iodin

yang sudah menguap dan dalam suasana asam, iodida akan dioksidasi oleh

oksigen dari udara. Ataupun reaksi pembentukan iodin (I2) berjalan lambat

sehingga iodin belum terbentuk ketika titrasi dilakukan.

Menurut Perdana (2009) hal-hal yang harus diperhatikan dalam titrasi

iodometri dan iodimetri:

1. Oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara akan

mengoksidasi iodide menjadi iod (kesalahan makin besar dengan

meningkatnya asam)

2. Reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH <8)

3. Larutan kanji yang sudah rusak akan memberikan warna violet yang sulit

hilang warnanya, sehingga akan mengganggu peniteran.

4. Pemberian kanji terlalu awal akan menyebabakan iod menguraikan amilum

dan hasil peruraian menggangu perubahan warna pada titik akhir.

5. Penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam

air tetapi mudah larut dalam KI.

6. Larutan Thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat menguraikan

larutan thiosulfat menjadi belerang, pada suasana basa (pH>9) thio sulfat

menjadi ion sulfat.

Kemungkinan kemungkinan tersebut dapat terjadi disamping karena

human error yang sudah terkoreksi karena dilakukan lebih dari tiga kali dan oleh
orang yang berbeda serta penatalaksaan secara prosedural sudah dilakukan maka

dapat disimpulkan bahwa kegagalan penetuan kadar kafein menggunakan titrasi

iodometri adalah karena ada bahan kimia yang digunakan sudah tidak sesuai

dengan standar atau rekasi yang berjalan lambat sehingga I2 sama sekali belum

terbentuk.

I. KESIMPULAN

Penentuan kadar kafein menggunakan iodometri tidak dapat dilakukan

karena penentuan kadar mengalami kegagalan. Kegagalan penetuan kadar kafein

menggunakan titrasi iodometri adalah karena ada bahan kimia yang digunakan

sudah tidak sesuai dengan standar atau rekasi yang berjalan lambat sehingga I2

sama sekali belum terbentuk.


DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, A. 2008. Kamus Kimia Organik. Pusat Pembinaan dan


Pengembangan Bahasa, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2014. Farmakope Indonesia Edisi V.


Jakarta: Depkes RI

Pursitasari, I. D. 2014. Kimia Analitik Dasar Dengan Strategi Problem Solving


dan Open-ended Experiment. Bandung : Cv. Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai