Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI ANALISIS II

ANALISIS KUANTITATIF ASAM ASETILSALISILAT (ASETOSAL) DENGAN


TITRASI ASAM BASA TIDAK LANGSUNG

Dosen Pengampu :

Dra. Hj. Lilis Tuslinah, M.Si.,Apt

Ade Yeni Aprilia, M.Si

Disusun Oleh

Kelompok 1 _ 3A Farmasi

31118004 Gina Nur Fitria M.P

31118005 Cindi Kartika

31118020 Mutia Ambar Permatasari

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA
2021
Hari, Tanggal : Senin, 12 April 2021

Praktikum ke- :2

A. TUJUAN
1. Mengetahui cara pembakuan NaOH dan HCl
2. Mengatahui dan memahami cara menetapkan kadar analit (Asam
asetilsalisilat/Asetosal) menggunakan titrasi Asam Basa Tidak Langsung

B. DASAR TEORI
Titrasi merupakan suatu analisis dengan mengukur jumlah larutan yang
diperlukanuntuk bereaksi tepat sama dengan larutan lain (Syuki, 1999). Titrasi
asam basa (asidimetri-alkalimetri) merupakan salah satu metode analisis kuantitatif
untuk menentukan konsentrasi dari suatu zat yang ada dalam larutan. Asidimetri
dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hydrogen yang
berasal dari asam dan ionhidroksida yang beraal dari basa untuk menghasilakn air
yang bersifat netral. Netralisasidapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi
proton (asam) dengan penerima proton(basa). (Gholib dan Rohman, 2007)
Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar
larutan asam atau larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi
dengan larutan basa atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan
basa tepat habis bereaksi). Jika molaritas salah satu larutan (asam atau asa)
diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi dapat ditentukan. (Muchaael,
1997)
Keberhasilan dalam titrasi asam-basa sangat ditentukan oleh kinerja
indikator yangmampu menunjukkan titik akhir dari titrasi. Indikator merupakan
suatu zat yangditambahkan ke dalam larutan sampel sebagai penanda yang
menunjukkan telah terjadinyatitik akhir titrasi pada analisis volumetrik. Suatu zat
dapat dikatakan sebagai indikatortitrasi asam basa jika dapat memberikan
perubahan warna sampel seiring dengan terjadinya perubahan konsentrasi ion
hidrogen atau perubahan pH (Day & Underwood, 1986).
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-
ekuivalen basa. Maka hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume
maka rumus dapat ditulis
N1 . V1 (asam) = N2. V2 (basa)
Berdasarkan metodenya, titrasi dibedakan menjadi :
1. Titrasi Langsung
Titrasi langsung adalah titrasi dimana zat yang akan kita tentukan kadarnya
secara langsung dapat dititrasi dengan larutan standar hingga reaksi berlangsung
secara sempurna.
2. Titrasi Tidak Langsung
Titrasi dilakukan dengan cara penambahan titran dengan cara penambahan
dalam jumlah berlebih, kemudian kelebihan titran dititrasi dengan larutan titran
lain. Cara ini umumnya dilakukan titrasi blanko (tanpa zat uji), perhitungan
didasarkana pada kesetaraan tidak langsung larutan titer dengan zat uji.
Dilakukannya titrasi tidak langsung jika garam terhidrolisis sebagian yaitu
reaksi antara Asam kuat dengan basa lemah atau basa kuat dengan asama
lemah.
Suatu zat tidak bisa ditentukan dengan menggunakan titrasi secara langsung hal
ini bisa disebabkan karena:
- Kinetika reaksinya berjalan secara lamba.
- Tidak ditemukan indikator yang tepat apabila titrasi dilakukan secara
langsung
- Perubahan indikator berlangsung secara lambat
- Titik akhir titrasi berada jauh dari titik ekuivalen

C. PRINSIP DASAR
Prinsip dasar dari titrasi asam basa yaitu proses penggaraman melalui reaksi
netralisasi antara asam dan basa.
D. PERSAMAAN REAKSI

E. SIFAT FISIKOKIMIA ANALIT


Nama : Asam Asetilsalisilat/Asetosal/Aspirin
Struktur :

 Rumus Kimia : C 9 H 8 O4
 BM : 180,16
 Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun,
atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara
kering; di dalam udara lembap secara bertahap terhidrolisa menjadi asam
salisilat dan asam asetat.
 Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol; larut dalam
kloroform dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak.
 Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(Farmakope Indonesia Edisi 6, Hal 170).
F. ALAT DAN BAHAN
 Alat yang digunakan : Statif, Klem, Buret, Erlenmeyer, Pipet volume 10 ml,
Pipet volume 25 ml, Pipet tetes, Gelas ukur 10 ml, Gelas ukur 50 ml, Gelas
kimia 250 ml, Labu ukur 50 ml,
 Bahan yang digunakan : Etanol, NaOH 0,1 N, Asam oksalat, HCl, indicator
Fenolftalein.
 Sampel : Asetosal

G. PROSEDUR KERJA
Pada praktikum ini dilakukan menggunakan metode Titrasi tidak langsung, adapun
prosedur yang dilakukan :
1) Pembakuan NaOH oleh Asam Oksalat
Larutkan dalam 10
Timbang 63 mg ml aquadest.
+ indikator PP
asam oksalat Masukkan kedalam
erlenmeyer

Titrasi dengan
Catat volume NaOH sampai
NaOH yang terbentuk warna
digunakan merah muda yang
tidak hilang.

2) Pembakuan HCl oleh NaOH


Titrasi dengan
Pipet 10 ml HCl sampai Catat
+
NaOH terbentuk volume
indikator
kedalam warna merah HCl yang
PP
erlenmeyer muda yang diunakan
tidak hilang.
3) Titrasi Blanko

Pipet 10 ml + NaOH 25 ml
+ indikator
etanol kedalam hingga terbentuk
PP
erlenmeyer warna merah muda

Titrasi dengan
Catat volume
HCl hingga
HCl yang
warna merah
digunakan
muda hilang.

4) Titrasi sampel (Asetosal)


Pipet 10 ml
Ambil 10 ml
Asetosal Encerkan ad
asetosal hasil
kedalam labu etanol 50 ml
pengenceran
ukur.

Titrasi dengan + NaOH 25 ml


HCl hingga hingga
+ indikator PP
warna merah terbentuk warna
muda hilang. merah muda

Catat volume
HCl yang
digunakan

H. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Sampel : 18
 Pembakuan NaOH menggunakan Asam Oksalat 0,1 N
Percobaan Ke- VAsam Oksalat VNaOH NNaOH
1 10 ml 10, 8 ml 0,092 N
2 10 ml 10,5 ml 0,095 N
3 10 ml 10,6 ml 0,094 N
Rata-rata 0,094 N
Perhitungan :
Mgek NaOH = Mgek Asam Oksalat
mg Asam Oksalat
1. VNaOH . NNaOH =
BE AsamOksalat
mg Asam Oksalat
NNaOH =
BE AsamOksalat . VNaOH
63 mg
NNaOH =
63 .10 , 8 ml
NNaOH1 = 0,092 N
mg Asam Oksalat
2. NNaOH2 =
BE AsamOksalat . VNaOH
63 mg
=
63 .10,5 ml

NNaOH2 = 0,095 N
mg Asam Oksalat
3. NNaOH3 =
BE AsamOksalat . VNaOH
63 mg
=
63 .10,6 ml

NNaOH3 = 0,094 N
0,092 N + 0,095 N +0,094 N
NNaOH rata-rata = = 0,094 N
3

 Pembakuan HCl menggunakan NaOH hasil pembakuan (0,094 N)


Percobaan Ke- VNaOH VHCl NHCl
1 10 ml 10,4 ml 0,090 N
2 10 ml 10,6 ml 0,090 N
3 10 ml 10,4 ml 0,090 N
Rata-rata 0,090 N
Perhitungan :
1. VHCl . NHCl = VNaOH . NNaOH
VNaOH . NNaOH
NHCl1 =
VHCl 1
10 ml . 0,094 N
=
10,4 ml
NHCl1 = 0,090 N
VNaOH . NNaOH
2. NHCl2 =
VHCl 2
10 ml . 0,094 N
=
10,6 ml

NHCl2 = 0,090 N
VNaOH . NNaOH
3. NHCl3 =
VHCl 3
10 ml . 0,094 N
=
10,4 ml
NHCl3 = 0,090 N
0,090 N + 0,090 N + 0,090 N
NHCl rata – rata = = 0,090 N
3

 Titrasi Blanko (Pelarut yang digunakan etanol 96%)


Percobaan Ke- VPelarut VHCl NPelarut
1 10 ml 0,2 ml 0,0018 N
2 10 ml 0,2 ml 0,0018 N
3 10 ml 0,1 ml 0,0009 N
Rata-rata 0,0015 N
Perhitungan :
1. VPelarut . NPelarut = VHCl . NHCl
VHCl. NHCl
NPelarut1 =
VPelarut 1
0,2 ml . 0,090 N
=
10 ml
NPelarut1 = 0,0018 N
VHCl . NHCl
2. NPelarut2 =
VPelarut 2
0,2 ml . 0,090 N
=
10 ml
NPelarut2 = 0,0018 N
VHCl . NHCl
3. NPelarut3 =
VPelarut 3
0,1 ml . 0,090 N
=
10 ml
NPelarut3 = 0,0009 N
0,0018 N + 0,0018 N + 0,0009 N
NPelarut rata-rata = = 0,0015 N
3

 Penetapan Kadar Analit (Asetosal) dengan Titrasi Asam Basa Tidak


Langsung
Percobaan VAsetosal VNaOH yang VTitrasi VHCl (VNaOH VNaOH VNaOH yang
Ke- ditambahkan Blanko yang berlebih bereaksi
bereaksi dengan
dengan HCl) analit
1 10 ml 25 ml 0,2 ml 20,8 ml 19,91 4,89 ml
ml
2 10 ml 25 ml 0,2 ml 20,5 ml
19,63 5,17 ml
ml
3 10 ml 25 ml 0,1 ml 20,6 ml 19,72 5,18 ml
ml
Keterangan : VNaOH yang bereaksi dengan analit = VNaOH yang ditambahkan -
VTitrasi Blanko – VNaOH berlebih
NNaOH = 0,094 N

Perhitungan :
1. VNaOH berlebih . NNaOH = VHCl . NHCl
VHCl . NHCl
VNaOH berlebih =
NNaOH
20,8 ml . 0,090 N
=
0,094 N
VNaOH berlebih = 19,91 ml

1. VAsetosal . NAsetosal = VNaOH. NNaOH


VNaOH . NNaOH berlebih
NAsetosal =
VAsetosal
4,89 ml . 0,094 N
=
10 ml
NAsetosal = 0,046 N

VHCl. NHCl
2. VNaOH berlebih =
NNaOH
20,5 ml . 0,090 N
=
0,094 N

VNaOH berlebih = 19,63 ml


VNaOH . NNaOH berlebih
1. NAsetosal =
VAsetosal
5,17 ml . 0,094 N
=
10 ml
NAsetosal = 0,049 ml

VHCl. NHCl
3. VNaOH berlebih =
NNaOH
20,6 ml . 0,090 N
=
0,094 N
VNaOH berlebih = 19,72 ml

VNaOH . NNaOH berlebih


1. NAsetosal =
VAsetosal
5,18 ml . 0,094 ml
=
10 ml
NAsetosal = 0,049 N
0,046 N +0,049 N +0,049 N
NAsetosal rata-rata = = 0,048 N
3

 g Asetosal = NAsetosal x BE Asetosal x VAsetosal


= 0,048 N x 180,16 x 0,05 L
g Asetosal = 0,43 g
g Asetosal
 % Asetosal = x 100%
VAsetosal
0,43 g
= x 100%
50 ml

% Asetosal = 0,86 % b/v

I. PEMBAHASAN
Analisis kali ini yaitu mengenai titrasi asam basa dari sampel asetosal/aspirin,
dengan metode tidak langsung. Dilakukannya titrasi asam basa tidak langsung
karena senyawa asetosal memiliki nilai pKa lebih dari 3 yakni 3,5 sehingga lebih
efektif dan akurat dilakukan dengan metode tidak langsung. Aspirin atau asam
asetil salisilat merupakan obat analgesik atau pereda rasa sakit tanpa menyebabkan
ketidaksadaran penggunanya.
Asetosal bersifat asam karena dapat mendonorkan proton. Pelepasan proton ini
diakibatkan adanya ikatan rangkap terkonjugasi pada gugus karbonil di mana atom
O memiliki pasangan elektron bebas. Hal ini menyebabkan pada atom C akan lebih
tertarik pada atom O sehingga atom C bersifat lebih elektropositif, karena atom C
pun berikatan pada gugus hidroksil (OH) menyebabkan atom O lebih
elektronegatif. Akibatnya atom H lebih elektropositif yang nantinya akan
didonorkan sesuai teori Bronsted-Lowry yang berbunyi “Asam adalah senyawa
yang dapat melepaskan proton, sedangkan basa adalah senyawa yang dapat
menangkap proton (Ibnu Gholib, 2007).
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, sebanyak 10 mL sampel diencerkan
dengan etanol 96% menjadi 50 mL. Sebelum dilakukan titrasi sampel, dilakukan
terlebih dahulu pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebagai pelarut primer
tujuannya untuk mengetahui normalitas yang sebenarnya dari NaOH. Hasil yang
diperoleh dari 3x pengulangan, konsentrasi NaOH yaitu sebesar 0,094 N.
Kemudian dilakukan pembakuan HCl dengan NaOH yang telah dibakukan untuk
mengetahui konsentrasi dari HCl sehingga nantinya dapat digunakan dalam
mencari kadar sampel asetosal. Hasil yang diperoleh yaitu 0,090 N.
Larutan analit yang telah diencerkan menjadi 50 mL, diambil 10 ml
ditambahkan NaOH berlebih, indikator PP (fenolftalin), dan dititrasi dengan HCl
pada 3 erlenmeyer. Hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah volume larutan
NaOH berlebih yang bereaksi dengan sampel berturut-turut dari titrasi pertama,
kedua dan ketiga adalah 4,89 mL; 5,17 mL dan 5,18 mL. Meskipun volume larutan
asetosal yang digunakan untuk titrasi pada masing-masing erlenmeyer adalah sama,
yaitu 10 ml namun data menunjukkan bahwa volume HCl yang dibutuhkan agar
larutan asetosal mencapai titik kesetimbangan mempunyai jumlah yang berbeda-
beda. Persamaan reaksi yang terjadi sebagai berikut :

Adapun tujuan dari penambahan indikator fenolftalein adalah untuk mengetahui


titik akhir titrasi dengan memberi perubahan warna menjadi merah muda.
Fenolftalein memiliki nilai pKa 9,4 dan akan berubah pada rentang pH 8,4-10,4. Di
mana pada rentang tersebut fenolftalein akan mengalami pengaturan ulang struktur
karena satu proton dihilangkan dari salah satu gugus fenolnya seiring dengan
meningkatnya pH sehingga menyebabkan perubahan warna (Watson, 2007).

Selain melakukan titrasi untuk pembakuan NaOH dan HCl serta titrasi sample.
Dilakukan juga titrasi blanko. Dimana titrasi blanko ini bertujuan untuk mengetahui
volume titran yang disini menggunakan HCl yang bereaksi dengan pelarut. Dalam
praktikum ini , titrasi blanko dilakukan pada pelarut yang digunkan yaitu etanol
96% yang dititrasi dengan HCl. Untuk perlakuan yang dilakukan sama dengan
titrasi saat pembakuan maupun pada sampel yaitu sebanyak 10 mL etanol 96%
ditambahkan 1-2 tetes indicator Fenolftalein dan ditambahkan 25 NaOH berlebih
lalu dititrasi menggunakan HCl hingga warna pink/merah muda larutan tersebut
berubah menjadi warna bening/larutan tak berwarna. Volume HCl yang diperoleh
dari titrasi blanko ini digunakan sebagai salah satu komponen untuk menentukan
volume NaOH yang bereaksi dengan analit. Titrasi blanko ini dilakukan pada etanol
96% karena pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel analit (Asetosal)
adalah etanol 96%.

Hasil akhir dari titrasi asetosal dengan volume NaOH berlebih yang
ditambahkan sebanyak 25 mL didapat volume NaOH berlebih yang bereaksi
dengan sampel rata-rata yaitu sebesar 5,08 mL dan larutan NaOH berlebih yang
bereaksi dengan HCl sebanyak 20,63 mL. Dimana hasil tersebut dapat digunakan
untuk menghitung normalitas dari sampel sehingga diperoleh 0,048 N.

Setelah diketahui konsentrasi analit (asetosal), dapat dihitung bobot asetosal


dalam larutan sampel. Dengan konsentrasi asetosal 0,048 N bobot asetosal dalam
50 mL larutan sampel adalah sebesar 0,43 gram. Dalam 100 mL larutan sampel
dapat diketahui mengandung 0,86 gram asetosal. Sehingga persentase asetosal
dalam larutan sampel adalah sebesar 0,86%.

J. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil titrasi yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa kadar analit
(ASETOSAL) dalm sampel nomor 18 adalah sebesar 0,86% , artinya dalam 100
mL larutan mengandung 0,86 g Asetosal.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar. Translation copyright. Erlangga : Jakarta.

Kartika, Harpolia. 2016. Kimia Farmasi. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia :


Jakarta.

Anonim. 2020. Farmakope Indonesia Edisi Keenam. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
LAMPIRAN

1. Pembakuan NaOH oleh Asam oksalat

\
Hasil pembakuan NaOH Hasil pembakuan NaOH Hasil pembakuan NaOH
ke-1 ke-1 ke-1

2. Pembakuan HCl oleh NaOH

Hasil pembakuan HCl ke-1 Hasil pembakuan HCl ke-1 Hasil pembakuan HCl ke-1

3. Titrasi Asetosal
Hasil titrasi sampel ke-1 Hasil titrasi sampel ke-2 Hasil titrasi sampel ke-3

Anda mungkin juga menyukai