Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS

KUALITATIF II
IDENTIFIKASI SENYAWA DENGAN
MENGGUNAKAN TITRASI IODIMETRI

Kelompok 3
Sampel 6D
Irma Halimatu Sadiah
Santi Febriani
Toni Herdianto
Farmasi 3B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BAKTI TUNAS HUSADA
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
TASIKMALAYA
2015

I.

Tujuan praktikum
Menganalisis kuantitatif vitamin C dalam sediaan
Mengetahui dan memahami prinsip penetapan kadar dengan metode

1.
2.

Iodimetri
Mengetahui dan memahami penerapan metode Iodimetri dalam bidang

3.

farmasi
II.

Dasar Teori

Stuktur kimia Vitamin C


Nama Kimia

: Asam askorbat

Rumus Molekul : C6H8O6 (BM.176.1)


Pemerian

: Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan, tidak berbau, rasa

asam
Indikasi

: Merupakan obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) yang

digunakan
untuk mengurangi rasa sakit dan nyeri
Kelarutan

: Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P,

praktis tidak larut dalam kloroform P, dalm eter P dan dalam


benzene P.
Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99.0% C6H8O6. Penetapan
kadar asam askorbat dilakuakan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat karena
titik akhirnya jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang encer
yaitu 0,001 N. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksinya lebih
rendah dari sistem larutan iodium. (Alamsyah, 1994).
Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin
sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah
dari sistem iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan
dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8). Pada antalgin, gugus SO3Na
dioksidasi oleh I2 menjadi SO4Na. (Alamsyah, 1994)

Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin ebagai larutan titer. Larutan
iodin sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam kalium iodlida pekat. Larutan
titer iodin dibuat dengan melarutkan iodium kedalam larutan KI pekat. Larutan ini
dibakukan dengan Arsen (III) oksida atau larutan baku Natrium tiosulfat.
(Alamsyah, 1994)
Mekanisme Reaksi
Iodium akan mengoksidasi vitamin C, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
OH

O
OH

CH2OH

HC

III.

Alat
Gelas Kimia 100 ml
Gelas Kimia 10 ml
Gelas Ukur
Buret
Spirtus
Kaki Tiga
Pipet volume
Erlenmeyer
Statip
Tabung sentrifuge
Kaca arloji
Batang pengaduk
II.

X.
XI.

O
CH

HO

IV.

V.

Bahan
Aqua destillata
Sample vitamin c
HCl
H2SO4
larutan Iodium
Kanji
K2Cr2O7
Larutan Na2S2O3
VI.
VII.
VIII.
IX.

prosedur
1. Isolasi sampel
Sampel

XII.
XIII.

Alat dan Bahan

I.

III.
IV.

I2
CH2OH

OH

Timbang

2HI

XIV.
XV.
XVI.

Dilarutkan dalam air

XVII.
XVIII.

Sentrifuge sampel

XIX.
XX.
Diambil filtrat

XXI.
XXII.
XXIII.
XXIV.

Uji kualitatif, dan isolasi kembali sampai


hasil uji kualitatif negative vit C
XXV.
Pembakuan Larutan Iodium dengan Na2S2O3
2.

XXVI.
XXVII.
XXVIII.
XXIX.
XXX.

Memipet 10 ml larutan iodium.


Tambahkan air

XXXI.

Menitrasi dengan Na2S2O3 ad warna kuning pucat.

XXXII.
XXXIII.
XXXIV.

+ 3 tetes indikator amylum menjadi warna biru

XXXV.
XXXVI.

Titrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai warna biru menjadi tidak berwarna
XXXVII.
3. Pembakuan Larutan Baku Na2S2O3 dengan K2Cr2O7

XXXVIII.
XXXIX.
XL.
XLI.
XLII.
XLIII.
XLIV.
XLV.
XLVI.
XLVII.
XLVIII.

Memipet 2 gr larutan K2Cr2O7


Menambahkan 3 ml Asam
Titrasi dengan Na2S2O3 ad warna berubah
menjadi kuning pucat.
+ 3 tetes indikator amylum

XLIX.
L.
LI.

Titrasi lagi dengan Na2S2O3 sampai warna biru


menjadi tidak berwarna
4. Titrasi Sampel

LII.
LIII.

Sample yang telah di sentrifuge

LIV.
LV.

Pipet 10 ml

LVI.

LVII.
Asamkan larutan dengan HCl

LVIII.
LIX.
LX.

Ditambahkan indikator 3 tetes

LXI.
LXII.
LXIII.

Titrasi dengan I2 sampai terjadi perubahan


warna menjadi ungu

LXIV.

LXV.

LXVI.
V. Hasil Pengamatan
1. Standarisasi Na2S2O3 0,1 N dengan K2Cr2O7
LXVII.
LXIX.
LXXI.
LXXIII.
LXXV.

K2CrLXVIII.
2O7

Volume Na2S2O3

(mg)
60 mg
LXX.
60 mg LXXII.
60 mg LXXIV.
Rata - LXXVI.
rata

(ml)
11,4mL
11,4 mL
11,5 mL
11,43 mL

LXXVII.
LXXVIII.

LXXIX.

N Na2S2O3

N Na2S2O3

mg kalium K 2 Cr 2 O7
BE K 2 Cr 2 O7 x V Na 2 S 2 O3

60 mg
49 mg x 11,43 mL

= 0,1071 N
2. Standarisasi I2 0,1 N dengan Na2S2O3 yang telah baku
LXXX.

LXXXI. LXXXII.
N
o
LXXXIV. LXXXV.
1
LXXXVII.LXXXVIII.
2
XC.
XCI.
3
XCIII.
XCIV.
r

I2 (ml)
LXXXIII.

Volume

10LXXXVI.
ml
10LXXXIX.
ml
10 ml XCII.
10 ml XCV.

Na2S2O3 (ml)
10,3 ml
10,3 ml
10,3 ml
10,3 ml

ata-rata
XCVI.

XCVII.

N I2 =

XCVIII.

V Na2 S 2O 3 x N Na2 S 2O 3
V I2
10,3 mL x 0,1071
10

XCIX.
= 0,1103 N
3. Penetapan kadar asam askorbat
Sampel 1
C.

N CI.
o

CIII.
CVI.
CIX.
CXII.

1 CIV.
2 CVII.
3 CX.
rCXIII.

Volume
sampel (ml)
10 ml
10 ml
10 ml
10 ml

CII.

Volume I2

CV.
CVIII.
CXI.
CXIV.

(ml)
1,2 ml
1,4 ml
1,5 ml
1,367 ml

ata-rata
CXV.

N as. Askorbat =

CXVI.

V I2xN I2
V asam askorbat

CXVII.

CXVIII.
CXIX.

1,367 mL x 0,1103 N
10 mL

= 0,0151 N

BM asam askorbat = 176, Ekivalen (E) asam askorbat = 2

CXX.

CXXI.

BE asam askorbat =

Berat asam askorbat


N=

Grek
Volume

BM 176
=
=88
E
2

CXXII.

Gram
BE
N=
V dalam Liter

CXXIII.

gram=N x BE x V

gram=0,0151 x 88 x 0,05=0,0664 gram

CXXIV.
CXXV.

gram asamaskorbat
x 100
berat sampel yang ditimbang

% kadar as.askorbat =

CXXVI.

CXXVII.

0,0664 g
x 100
0,150 g

= 44,26 %

Sampel 2

CXXVIII.

CXXIX.
N

VolumeCXXX.

CXXXI.
CXXXIV.
CXXXVII.
CXL.

sampel (ml)
CXXXII.
1
10 mlCXXXIII.
CXXXV.
2
10 mlCXXXVI.
CXXXVIII.
3
10 mlCXXXIX.
r CXLI.
10 ml CXLII.

Volume I2
(ml)
1,3 ml
1,4 ml
1,6 ml
1,433 ml

ata-rata
CXLIII.

CXLIV.

N as. Askorbat =

V I2xN I2
V asam askorbat

CXLV.

CXLVI.
CXLVII.

1,433 mL x 0,1103 N
10 mL

= 0,0158 N

BM asam askorbat = 176, Ekivalen (E) asam askorbat = 2

CXLVIII.

CXLIX.

BE asam askorbat =

Berat asam askorbat


N=

Grek
Volume

BM 176
=
=88
E
2

CL.

Gram
BE
N=
V dalam Liter

CLI.

gram=N x BE x V

gram=0,0158 x 88 x 0,05=0,0695 gram

CLII.
CLIII.

% kadar as.askorbat =

CLIV.

CLV.
CLVI.
CLVII.
VI.

gram asamaskorbat
x 100
berat sampel yang ditimbang
0,0695 g
x 100
0,150 g

= 46,33 %
Jadi, kadar asam askorbat dalam sampel adalah :
44,26 + 46,33
=45,295 b /b
2

Pembahasan
CLVIII.
Pada percobaan analisis kuantitatif ini yaitu analisis sampel dalam
bentuk tablet. Dalam sediaan tablet terdiri atas zat aktif dan exipiennya. Untuk
mendapatkan vitamin C dalam bentuk murni tanpa exipien harus dilakukan
isolasi terlebih dahulu. Cara isolasi nya berdasarkan kelarutannya yaitu dengan
cara tablet di gerus dengan menggunakan mortar lalu dirimbang terlebih dahulu
dan dilarutkan dalam air, yaitu sebanyak 150 mg yang akan larut dalam 10 mL
air, sampel dimasukkan kedalam tabung sentrifuga, kemudian dihomogenken
dengan menggukan vortex dan setelah homogen dilakukan sentrifuga selama
10 menit. Pemisahan sentrifuga menggunakan prinsip dimana objek diputar
secara horizontal pada jarak tertentu. Apabila objek berotasi di dalam tabung
atau silinder yang berisi campuran cairan dan partikel, maka campuran tersebut
dapat bergerak menuju pusat rotasi, namun hal tersebut tidak terjadi karena
adanya gaya yang berlawanan yang menuju kearah dinding luar silinder atau
tabung, gaya tersebut adalah gaya sentrifugasi. Gaya inilah yang menyebabkan
partikel-partikel menuju dinding tanbung dan terakumulasi membentuk
endapan. Sehingga parasetamol akan berada dalam fase larutan yaitu dalam

etanol dan zat tambahan akan mengendap sehingga proses selanjutnya yaitu
dekantasi , dan didapatlah vitamin C murni.
CLIX.
Pada percobaan ini menggunakan metode tidak langsung yang
artinya titrasi ini menggunakan larutan iodin, di mana iodin yang digunakan
berasal dari sisa iodin yang dihasilkan dari reaksi sebelumnya. Larutan standar
yang digunakan yaitu NaSO.5HO. Larutan tersebut perlu distandarisasi
terlebih dahulu karena larutan ini merupakan tipe larutan standar sekunder, di
mana larutan ini bersifat mudah bereaksi dengan senyawa lain di udara.
Sehingga larutan ini tidak dapat dibuat dan ditentukan konsentrasinya hanya
dengan melarutkan padatannya dalam sebuah pelarut karena bersifat
higrokopis. Menyerap uap air, dan menyerap CO pada waktu proses
penimbangannya, sehingga konsentrasinya dapat berubah degan cepat. Oleh
sebab itu, setiap kali ingin digunakan dalam titrasi maka harus distandarisasi
terlebih dahulu.
CLX.
Pembakuan Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku I2 percobaan ini
menggunakan metode titrasi iodimetri yaitu titrasi langsung dimana mulamula iodium direaksikan dengan HCl , kemudian iodium yang terjadi dititrasi
dengan natrium thiosulfat.
CLXI.
I2 + 2Na2S2O3
2NaI + Na2S4O6
CLXII.
Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan
kemurnian yang tinggi, namun selalu ada saja sedikit ketidak pastian dari
kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau melapuk-lekang dari
garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi
syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer. Natrium tiosulfat
merupakan suatu zat pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
CLXIII.
2S2O32
S4O62- + 2eCLXIV.

Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan

menggunakan kalium kromat sebagai larutan standar sekundernya. Larutan


thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodimetri
ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium kromat yang merupakan
standar primer. Larutan kalium kromat ini ditambahkan dengan asam sulfat
pekat, warna larutan menjadi bening.

Dan setelah ditambahkan dengan

kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman.

Fungsi

penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan


suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida
berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah.

Reaksinya

adalah sebagai berikut :


CLXV.
CLXVI.

IO3- + 5I- + 6H+

3I2 + 3H2O

Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah

indikator amilum 1%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati


titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena
akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula.
Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2
yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang
bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan
perubahannya sangat jelas.

Penggunaan indikator ini untuk memperjelas

perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas
warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum
memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan
pada titik akhir titrasi. Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral
dititrasi dengan natrium thiosulfate.
CLXVII.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh volume rata-rata NaSO

yang dibutuhkan untuk mencapai ekivalen yaitu 10,15 ml. Sehingga, dapat
ditentukan molaritas NaSO yakni 0,1 N.
CLXVIII.

Analisis Vitamin C Pada analisis vitamin C akan ditentukan kadar

asam askorbat dalam sampel vitamin C. Pada proses analisis ini digunakan
metode titrasi iodimeti (titrasi iodine langsung). Pada metode ini, iodin
dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi yang langsung ditambahkan
ke dalam larutan, sehingga bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan
larutan baku Iodium. Metode ini sangat efektif sebab vitamin C mudah
teroksidasi dan iodium mudah berkurang. Hal ini berdasarkan bahwa sifat
vitamin C dapat bereaksi dengan iodine mengingat asam askorbat merupakan
agen pereduksi yang tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah. Larutan standar

yang digunakan pada analisis ini yaitu larutan NaSO 0,07 M yang
sebelumnya telah distandarisasi terlebih dahulu.
CLXIX.

Sampel vitamin C perlu dilarutkan ke dalam larutan asam sulfat

(HSO). hal ini dikarenakan untuk membentuk suasana asam dalam larutan
karena reaksi antara asam askorbat dan larutan NaSO akan berlangsung
dalam keadaan asam (pH,8,0). Selain itu, adanya HSO juga sebagai
katalisator yang dapat mempercepat reaksi. Panambahan larutan H2SO4
dilakukan di awal sebelum adanya penambahan larutan Iod yang bertujuan
agar larutan Iod tidak mengalami oksidasi.
CLXX.

Penambahan kalium iodide (KI) ke dalam larutan sampel bertujuan

untuk membentuk ion kompleks triiodida dengan iodine. Oleh sebab itu, KI
ditambahkan berlebih untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan
keatsirian iodine.
CLXXI.
CLXXII.

I2 + I -

I3-

Adanya pembahan kalium iodat (KIO) akan menyebabkan adanya

reaksi antara ion IO dengan I dari hasil reaksi sebelumnya. Reaksi antara
keduanya akan menghasilkan I (triiodida), di mana I ini yang akan
bereaksi dengan NaSO saat proses titrasi berlangsung.
CLXXIII.

Penambahan indicator amilum digunakan karena sensitivitas warna

biru tua yang mempermudah pengamatan perbuahan pada saat tercapainya


ekivalen. Larutan sebelum ditambahkan indicator amilum berwarna kuning
kehijauan, namun saat telah ditambahkan indicator amilum berubah menjadi
coklat kehitaman yang disebabkan amilum membentuk kompleks terhadap ion
I. Sehingga, jika warna larutan yang coklat kehitaman tersebut menandakan
adanya kandungan iodine dalam larutan. Saat dititrasi dengan larutan NaSO
0,1 N dan mencapai ekivalen iodium yang terikat akan habis bereaksi dengan
NaSO, sehingga warnanya akan berubah kembali menjadi kuning
kehijauan. Pada titrasi ini, I akan direduksi oleh NaSO membentuk I
kembali, sedangkan SO akan teroksidasi membentuk SO. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut. Oksidasi: Reduksi: Berdasarkan hasil
percobaan diperoleh volume rata-rata NaSO yang diperlukan untuk

mencapat ekivalen yakni 14 ml. Sehingga, dapat diperoleh kadar asam


askorbat dalam sampel tablet vitamin C yakni 45,295 b /b
VII. Kesimpulan
CLXXIV.
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa kadar vitamin C
adalah 45,295 b /b
VIII. Daftar Pustaka
CLXXV.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.
CLXXVI.
Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta:
CLXXVII.
CLXXVIII.

Universitas Indonesia.1995.P. 134, 135, 226, 227, 231.


Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia.
Higuchi, Takeru and E.B. Hanssen. 1961. Pharmaceutical Analysis. New

CLXXIX.
CLXXX.
CLXXXI.

York: London.
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Tadjuddin, Naid. Penuntun Praktikum Analisa Farmasi. UNHAS:

CLXXXII.

Makassar.2001.P.22, 23
Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Makro.
Jakarta: Kalman Media Pustaka.

CLXXXIII.
CLXXXIV.
CLXXXV.
CLXXXVI.
CLXXXVII.
CLXXXVIII.
CLXXXIX.
CXC.
CXCI.
CXCII.
CXCIII.
CXCIV.
CXCV.
CXCVI.

CXCVII.

Anda mungkin juga menyukai