Anda di halaman 1dari 14

PENETAPAN KADAR ANTALGIN TABLET

DENGAN METODE TITRASI IODIMETRI

Jurnal praktikum
Mirobiologi dan parasitologi

AKFAR 5D
Disusun Oleh
Noer Eka Lestari 14139
Partin Widiyawati 14147
Putri Diana A. 14154
Rika Dwi N. 14160
Welly Octaviyani 14189

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG


DESEMBER 2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara dikempa atau cetak berbentuk rata atau cembung
rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan.

Analgetik atau obat penghilang rasa nyeri adalah zat-zat yang mengurangi rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Antalgin merupakan salah satu obat yang memiliki khasiat sebagai
obat analgesik dan antipiretik. Berbagai cara dapat dilakukan untuk menentukan kadar suatu
obat, tergantung dari struktur kimia dan sifat fisiko-kimianya. Antalgin dapat ditentukan
kadarnya dengan menggunakan metode titrasi iodimetri. Titrasi Iodimetri adalah titrasi langsung
terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium-iodida, sehingga zat
tersebut akan teroksidasi oleh iodium.

Menurut FI III (1979), Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang 20 tablet.
Dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari dua tablet
yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5 % (CV <
5%). Dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari 10% bobot rata-ratanya.

Untuk menjamin suatu sediaan tablet dilakukan beberapa evaluasi mutu tablet, yaitu meliputi
uji keseragaman bobot, uji keregasan tablet, uji kekerasan tablet, uji waktu hancur, uji kadar
tablet dan uji disolusi. Pada percobaan ini akan dilakukan evaluasi uji keseragaman bobot dan
kadar kandungan tablet antalgin

1.2 Tujuan

1.2.1 Untuk mengetahui penetapan kadar antalgin (metampiron) secara iodimetri.

1.2.2 Untuk mengetahui penetapan kadar antalgin dalam tablet antalgin.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tablet

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan
penambahan bahan tambahan yang sesuai, tablet dapat berbeda ukuran, bentuk, berat, kekersan,
dan ketebalalan, daya hancurnya dan aspek lain yang tergantung dengan pemakaian tablet dan
cara pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian secara oral. Kebanyakan
tablet dibuat dengan penambahan zat warna dan zat pemberi rasa.
Dengan metode pembuatan tablet yang manapun, tablet yang dihasilkan harus mempunyai sifat-
sifat yang baik, yaitu:
1. Cukup kuat dan resisten terhadap gesekan selama proses pembuatan, pengemasan,
transportasi dan sewaktu di tangan konsumen. Sifat ini diuji dengan uji kekerasan dan uji
friabilitas.
2. Zat aktif dalam tablet harus dapat tersedia dalam tubuh. Sifat ini dilihat dari uji waktu hancur
dan uji disolusi.
3. Tablet harus mempunyai keseragaman bobot dan keseragaman kandungan (untuk zat aktif
kurang dari 50 ml). Parameter ini diuji dengan variasi bobot dan uji keseragaman kandungan.
4. Tablet berpenampilan baik dan mempunyai karakteristik warna, bentuk dan tanda lain yang
menunjukkan identitas produk.
5. Tablet harus menunjukkan stabilitas fisik dan kimia serta efikasi yang konsisiten.

2.2 Tinjauan Antalgin


Antalgin memiliki bobot molekul 3151,4, titik lebur 172C. Kelarutan larut dalam 1,5
bagian air, 30 bagian etanol, praktis tidak larut dalam eter, aseton benzene, dan kloroform.
Antalgin memiliki panjang gelombang serapan maksimum yang berbeda pada pelarut yang
berlainan. Antalgin dan fenil butanon memiliki kemiripan dan fenil butason, mampu membentuk
reaksi molekuler berupa senyawa molecular yang melebur.
2.2.1 Farmakodinamika Antalgin
Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai
sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi.
Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan
ketagihan (adiksi) dan efek samping sentral yang merugikan (Setiabudy, 2007).
2.2.2 Farmakologi Antalgin
Antalgin termasuk derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang mudah larut dalam air dan
cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral di otak dalam menghilangkan nyeri,
menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam
menurunkan sensitifitas reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto,
1986).
2.2.3 Efek Samping Antalgin
Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama, penggunaan obat-obat yang
mengandung metampiron kadang-kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk
mendeteksi hal tersebut, selama penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur.
Jika gejala tersebut timbul, penggunaan obat ini harus segera dihentikan (Lukmanto, 1986).

2.3 Metode Penetapan Kadar Antalgin


2.3.1 Iodimetri
Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat karena titik
akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang encer. Iodimetri
dilakukan terhadap zat yang potensial reduksi lebih tinggi dari sistem larutan iodin. Iodin
merupakan oksidator yang lemah dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat
reaksi oksidasi, iodin akan direduksi menjadi iodida (Rohman, 2007).
2.3.2 Prinsip Iodimetri
Titrasi Iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai pentiter
dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida dimana
sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8).
Pada antalgin (metampiron), gugus SO3Na dioksidasi oleh I2 menjadi SO4Na (Satiadarma,
2004).
2.3.2 Indikator
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Sensitivitas warnanya
tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodin amilum mempunyai kelarutan yang
kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2007). Larutan
kanji dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tak
boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi. Karena itu, dalam titrasi iod, larutan kanji
hendaknya tak ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir ketika warna mulai memudar
(Basset, 1994).
2.3.3 Larutan Pentiter
Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Iodin adalah oksidator
lemah sedangkan iodida merupakan reduktor lemah. Iodin hanya larut sedikit dalam air, namun
larut dalam larutan yang mengandug ion iodida. Larutan iodin standar dapat dibuat dengan
melarutkan iodin dengan larutan KI pekat. Karena iodin mudah menguap, maka larutan ini harus
dibakukan dengan Natrium tiosulfat segera akan digunakan (Day, 2002). Kelemahan pelarut
beriodida adalah ion ini dapat teroksidasi oleh O2 dari udara yang dipercepat reaksinya dalam
suasana asam atau oleh adanya cahaya, tetapi bersifat lambat dalam suasana netral. Selain itu,
senyawa iodida (biasanya KI) yang digunakan dipersyaratkan agar bebas iodat (karena iodat
bereaksi dengan I- dalam suasana asam dengan membentuk I2). Persyaratan harus dipenuhi bila
larutan I2 dalam KI akan digunakan sebagai larutan baku (Mulyono, 2006).

2.4 Monografi Bahan


2.4.1 Metampiron
BM : 351,37
RM : C6H16N3NaO4S
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air larut dalam HCl 0,02 N
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan
Kegunaan : Sebagai Sampel
2.4.2 Aquades
Sinonim : Aqua destilata
BM : 18,02
RM : H2O
Pemerian : cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
Kegunaan : Sebagai Pengencer
2.4.3 Kanji
Sinonim : Amylum Manihot
Kelarutan : Larut dalam air panas, membentuk dan menghasilkan larutan agak keruh
Penyimpanan : Serbuk putih hablur
Kegunaan : Indikator
2.4.4 Iodium
BM : 126,91
RM : I2
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam gram iodide mudah larut dalam etanol
95%
Pemerian : Keping atau butir, mengkilat seperti logam, hitam kelabut bau khas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
Kegunaan : Larutan baku
BAB III

METODEOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Alat Bahan
1. Mortar + Stemper 1. Antalgin
2. Buret 2. Larutan iodide 0,5 N
3. Labu ukur 3. Larutan natrium tiosulfat
4. Erlemeyer 4. Larutan kanji
5. Starp dan klen 5. Aquades
6. Corong
7. Bola hisap
8. Timbangan analitik
9. Gelas ukur
10. Botol semprot
11. Pipet ukur
12. Corong

3.2 Perhitungan Bahan dan Prosedur Kerja

3.2.1 Pembuatan Larutan Sampel

Timbang antalgin 400 mg


Dimasukkan antalgin ke dalam beaker glass dan dilarutkan dengan aquades
Dipindah dalam labu ukur 50 ml, ditambahkan aquadest sampai tanda batas
Kemudian kocok ad homogen

3.2.2 Pembuatan Larutan Indikator Amylum

Timbang amylum 500 mg


Dimasukkan amylum ke dalam beaker glass dan dilarutkan dengan aquades 100 ml
Dipanaskan hingga mendidih ad homogeny

gram
3.2.3 Pembuatan baku primer KIO3 0,1 N = 100 ml, Mr = 214 mol
N = M x Valensi

0,1 N =Mx6

0,017 =M

mol
M = V

mol
0,017 M = 0,1

Mol = 0,0017

massa
Mol = Mr

massa
0,0017 M = 214

Massa = 0,3638 gram = 363,8 mg

Timbang KIO3 sebanyak 0,3638 gram pada timbangan kasar


Timbang kembali KIO3 pada timbangan analitik
Larutkan KIO3 pada beaker glass
Pindahkan larutan KIO3 pada labu ukur dan ad kan hingga tanda batas atau 100 ml

gram
3.2.4 Pembuatan KI 0,9 N = 50 ml Mr= 166 mol

N = M x Valensi

0,9 N =Mx1

0,9 =M

mol
M = V
mol
0,9 M = 0,05

Mol = 0,045

massa
Mol = Mr

massa
0,045 = 166

Massa = 7,47 gram = 7470 mg

Timbang KI sebanyak 7,47 gram pada timbangan kasar


Timbang kembali KI pada timbangn analitik
Larutkan KI pada beaker glass
Pindahkan KI pada labu ukur dan ad kan hingga tanda batas atau 50 ml

gram
3.2.5 Pembuatan baku sekunder I2 0,1 N = 100 ml Mr = 253,89 mol

N = M x Valensi

0,1 =Mx2

0,05 =M

mol
M = V

mol
0,05 M = 0,01

Mol = 0,005

massa
Mol = Mr
massa
0,005 = 253,89

Massa = 1,86945 gram

Timbang I2 sebanyak 1,86945 gram pada timbangan kasar


Timbang kembali I2 pada timbangn analitik
Larutkan I2 pada beaker glass
Pindahkan I2 pada labu ukur dan ad kan hingga tanda batas atau 100 ml

gra m
3.2.6 Pembuatan baku sekunder Na2S2O3 0,1 N = 100 ml Mr = 248 mol

N = M x Valensi

0,1 =Mx1

0,1 =M

mol
M = V

mol
0,1 M = 0,1

Mol = 0,01

massa
Mol = Mr

massa
0,01 = 248,17

Massa = 2,4817 gram = 2481,7 mg

Timbang Na2S2O3 sebanyak 2,4817 gram pada timbangan kasar


Timbang kembali Na2S2O3 pada timbangn analitik
Larutkan Na2S2O3 pada beaker glass
Pindahkan Na2S2O3 pada labu ukur dan ad kan hingga tanda batas atau 100 ml

3.2.7 Pembakuan Pertama Na2S2O3 oleh KIO3

Siapkan buret
Masukkan baku sekunder (Na2S2O3) ke dalam buret
Ambil 5 ml baku primer (KIO3) lalu masukkan ke erlemeyer
Tambahkan H2SO4 2 ml ke erlemeyer
Dilakukan titrasi
Tambahkan indikator amylum menjelang TAT ke erlemeyer
Titrasi Na2S2O3 dengan KIO3 hingga mencapai TAT
Catat hasil (BIru-tidak berwarna)
Replikasi 3 kali

3.2.8 Pembakuan kedua Na2S2O3 oleh I2

Ambil 5 ml I2 lalu masukkan kedalam erlemeyer


Masukkan H2SO4 2 ml ke erlemeyer
Lakukan titrasi
Tambahkan indikator amylum menjelang TAT ke erlemeyer
Titrasi Na2S2O3 oleh I2 hingga mencapai TAT
Catat hasil (biru-tidak berwarna)
Replikasi 3 kali

3.2.9 Penetapan Kadar

Masukkan I2 kedalam buret


Mengambil 5 ml sampel (antalgin) masukkan ke erlemeyer
Masukkan H2SO4 2 ml ke erlemeyer
Tambahkan indikator amylum menjelang TAT ke erlemeyer
Titrasi I2 dengan sampel (antalgin) hingga mencapai TAT
Catat hasil (biru-tidak berwarna)
Replikasi 3 kali
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Pembakuan Pertama Na2S2O2 dan KIO3

Volume KIO3 Volume Na2S2O2


Awal Akhir
5 ml 25 ml 4,8 ml
5 ml 25 ml 5,6 ml
5 ml 25 ml 5,8 ml

20,2+19,4 +19,2 58,8


Rata-rata = 3 = 3 = 19,6

Pembakuan kedua Na2S2O2 dan I2

Volume I2 Volume Na2S2O2


Awal Akhir
5 ml 25 ml 4,5 ml
5 ml 25 ml 4,7 ml
5 ml 25 ml 4,8 ml
20,5+ 20,3+20,2 61
Rata-rata = 3 = 3 = 20,3

Penetapan kadar

Volume Volume I2
Antalgin Awal Akhir
5 ml 25 ml 1 ml
5 ml 25 ml 1,1 ml
5 ml 25 ml 1 ml
24 +23,9+24 71,9
Rata-rata = 3 = 3 = 23,9

18,6945 gram/liter
1. M I2 = 253,89

= 0,07 M
2. M Na2S2O2
V1 . M1 = V2 . M2
5 ml . 0,07 = 19,6 . M2
0,35
M2 = 19,6

= 0,017 M
3. V1 . M1 = V2 . M2
5 ml . M1 = 23,9 . 0,017
0,406
M1 = 5 ml

= 0,081 gram/liter
= 0,0040 gram/50 ml
4. Kadar Antalgin
0,004 gram/ 50 ml
= 0,4 gram/50 ml x 100 %

=1%

3.2 Pembahasan

Kadar tablet antalgin dengan metode iodimetri yang diperoleh adalah 1%. Kadar yang
diperoleh jika dibandingkan dengan persyaratan kadar tablet antalgin dalam Farmakope
Indonesia edisi IV, 1995 yaitu tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105%, maka kadar
antalgin tersebut memenuhi persyaratan.

Titrasi iodimetri harus dilakukan dengan lambat agar I2 sempurna bereaksi dengan
antalgin, jika titrasi cepat maka I2 tidak bereaksi sempurna dengan antalgin sehingga titik akhir
lebih cepat tercapai dan hasilnya tidak akurat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dilakukan
dengan menggunakan indikator kanji atau amilum yang akan memberikan warna biru pada saat
tercapai titik akhir.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada praktikum yang telah dilakukan penentuan kadar tablet antalgin dengan metode
iodimetri kadarnya adalah 1%. Hasil masih belum memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia
edisi IV, 1995 (syarat kadar tablet antalgin tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0%).

5.2 Saran

Pada praktikum selanjutnya agar lebih memperhatikan kualitas tablet antalgin terlebih dahulu
sebelum melakukan titrasi dengan metode iodimetri.

Anda mungkin juga menyukai