Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TIN JAUN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman


2.1.1 Klasifikasi tanaman bidara ( Ziziphus mauritiama lam )
Sinonim : zizyphus rotundifolia lamk, ziziphus jujuba auct. Non lamk.
Divisi : spermatophyte
Sub divisi : angiospermae
Kelas : dicotyledoneae
Bangsa : rosales
Suku : rhamnaceae
Marga : zizyphus
Jenis : zizyphus jujube auct. Non lamk.

Gambar 2.2.1
a. Gambar daun dan buah Zizyphus Mauritiana lamk
b. Gambar daun dan bunga Zizyphus Mauritiana lamk
2.1.2 Deskripsi Tanaman Bidara
Ziziphus Mauritania Lam. buah-buahan memiliki sangat berguna kuantitas isi
yang berguna untuk kesehatan manusia. Ini adalah tanaman semak atau pohon
hingga yang memiliki tinggi sekitar 15 m dan hingga 40 cm. Daun adalah bulat dan
elips, panjang 2,5-3,2 cm dan dengan warna yang berbeda ada yang hijau tua dan
hijau muda hingga kuning. Disedkitar sudut daun terdapat / di himpit oleh dua duri,
panjang dan lurus yang kecil dan melengkung. Meskipun sebagian besar pohon
menghasilkan duri, individu lemah yang tidak biasa. banaman bidara memiliki
Bunga-bunga kecil dan biseksual, kuning atau kehijauan, pada tangkai pendek, 2-3
yang terdapat pada sudut daun. Habitus, semak tegak, tinggi 1-5 m. Batang bulat,
menjuntai, permukaan kasar, pada batang muda terdapat duri, batang tua duri
melengkung, kecoklatan- abu- abu. Daun tunggal, berseling; tangakai kurang lebih 1
cm; helaiian bulat telur sampai memanjang, ujung meruncing, tidak simetris, pangkal
betrlekuk lemah, bergerigi tipis, panjang 2- 8 cm, lebar 1-5 cm, bagian atas hijau
gelap berkilap, gundul, bagian bawah berambut rapat, coklat. Bunga majemuk,
diketiak daun; panjang ibu tangkai 5-10 mm, anak tangkai 2-10 mm, diameter bunga
4-6mm, berbau kuat, kelopak kuning kehijauan, daun mahkota putih, tangkai putik
bertaut di bagian tengah ke atas. Buah batu berdaging, menggantung, bulat atau elips
lebar, panjang 1-2 cm, diameter 1-2,5 cm, mudah hijau, tua coklat kemerahan atau
kekuningan. Akar tunggang.

2.1.3 Deskripsi
2.1.4 Khasiat Tanaman Bidara

Tanaman Z izyphus mauritiana lamk banyak memiliki kegunaan. Secara


tradisional tanaman ini digunakan sebagai tonik. Biji dari Zizyphus mauritiana lamk
dilaporkan memiliki efek sedatif dan direkomendasikan sebagai obat tidur. Selain itu
juga digunakan untuk menghentikan mual, muntah dan untuk meredakan nyeri dalam
kehamilan dan untuk penyembuhan luka. Daun dari Zizyphus mauritiana lamk
digunakan untuk mengobati diare, penurun panas antiobesitas dan dapat mengobati
luka. Kulit batang dan daun zizyphus mauritiana lamk. Berkhasiat sebagai obat diare,
disentri, dan nyeri lambung. Sedangkan buahnya dapat menambah stamina, berat
badan, sebagai pembersih darah dan obat diare serta demam, kulit akarnya berkhasiat
sebagai obat demam dan diare. (Sharma and Gaur, 2013; Goyal et al., 2012).

2.1.5 Kandungan Senyawa Daun Bidara

Zizyphus mauritiana lamk. Mengandung saponin, flavonoid, gula, getah, vitamin


A, B2 dan C, kalsium, pospor, besi. (inventaris tanaman obat Indonesia, 2006).

1. Flafonoid
Flavonoid berasal dari bahasa latin yang berarti kuning. Flavonoid merupakan
senyawa alam fenol dan merupakan pigmen pada tumbuhan. Flavonoid mempunyai
efek yang berbeda terhadap organisme antara lain sebagai antivirus, antimikroba,
antiinflamasi dan antiplatelet. Flavonoid adalah salah satu golongan senyawa
metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuhan, khususnya dari golongan
berbunga kupu-kupu. Kandungan senyawa flavonoid sendiri dalam tanaman sangat
rendah yaitu sekitar 0,25%. Senyawa- senyawa tersebut

2. Fenolik
fenol dalam banyak hal mirip dengan alkohol dengan struktur alifatik dimana
gugus hidroxil terikat pada rantai karbon. Gugus hidtroxsil fenolik dipengaruhi
adanya cincin aromatik. Karena adanya cincin aromatic, hydrogen dari hidroxil
fenolik bersifat labil yang menyababkan fenol bersifat sebagai asam lemah.
Polifenol adalah senyawa yang memiliki lebih dari satu gugus hidroxil fenolik
yang terikat pada satu atau lebih cincin benzene. Istilah tersebut sering dikacaukan
oleh anggapan polifenol sebagai polimer dari beberapa molekul fenol. Senyawa fenol
khas terdapat pada tanaman dan sebagai suatu gufus biasaya ditemukan dalam
bentuk ester atau glikosida dibandingkan senyawa bebas.(Anirahmawati,FKUI, 2009)
3. Saponin
Saponin mula-mula nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun
(bahasa lain sapo berarti sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat
menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba ( robinson, 1991 dalam ). Saponin menurunkan tegangan
permukaan pada dinding sel bakteri dan menyebabkan lisis yang akhirnya sel bakteri
pecah dan bakteri mati.
Saponin umumnya mempunyai karakteristik yaitu rasa pahit, sifat iritasi mucosa.
Sifat penyabunan, dan sifat hemolitik dan sifat membentuk komplek dengahn asam
empedu dan kolesterol. Saponin mempunyai efek menurunkan konsumsi racun
karena rasa pahit dan terjadinya iritasi pada oral mukosa dan saluran pencernaan.
2.2 Kulit
2.2.1 Gambaran Umum Tentang Kulit
Kulit merupakan organ yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi
utama sebagai pelindung dari berbagai gangguan dan rangsangan luar. Kulit terbagi
atas dua lapisan utama yaitu, epidermis ( kulit ari) sebgai pelapis paling luar dan
dermis ( korium, kutis, kulit jangat). Dibawah dermis terdapat subkutis atau jaringan
lemak bawah kulit ( tranggono, & latifah, 2007).
1. Lapisan Epidermis
Epidermis adalah lapisan kulit yang paling luar. Epidermis memiliki ketebalan
yang berbeda, paling tebal berukuran 1 mm, misalnya pada telapak kaki dan telapak
tangan, dan paling tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan
perut. Sel epidermis disebut dengan keratinosit( tranggono & latifah, 2007).
Epidermis terbagi menjadi lima lapis, yaitu :

a. Stratum Corneum ( lapisan tanduk)


Lapisan ini merupakan lapisan yang paling atas dan terdiri atas beberapa lapis sel
pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami metabolism, tidak berwarna, dan
sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin ( protein
yang tidak larut dalam air) dan sangat resisten terhadap bahan kimia. Secara alami,
sel-sel yang mati di permukaan kulit akan melepaskan diri untuk bergenerasi.
Permukaan lapisan ini dilapisi oleh lapisan pelindung lembab tipis bersifat asam
disebut mantel asam kulit (tranggono & latifah, 2007).

b. Stratum Lucidum (lapisan jernih )


Lapisan ini disebut juga lapisan barrier yang letaknya tepat di bawah stratum
corneum. Lapisan ini merupakan lapisan tipis, jernih, mengandung eleidin yang
terdapat antara stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis
disebut reins barrier ( szakall) yang tidak dapat ditembus ( impermeable).

c. Stratum Spinosum ( lapisan malphigi )


Lapisan ini memiliki sel berbentuk kubus dan seperti berduri, berinti besar, dan
berbentuk oval. Setiap sel berisi filament kecil terdiri atas serabut protein. Cairan
limfe ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan ini.

d. Stratum Granulosum (lapisan berbutir-butir)


Lapisan ini tersusun atas sel-sel keratonisit berbentuk polygonal, berbutir kasar,
berinti mengkerut. Dalam butir keratohyalin tersebut terdapat bahan logam,
khususnya tembaga, sebagai katalisator proses pertandukan kulit.

e. Stratum Germinativum ( lapisan basal atau membrane basalis)


Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis. Didalamnya terdapat sel-sel
melanosit, yaitu sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya
membentuk pigmen melanin dan melalui dendrit-dendrit diberikan kepada sel-sel
keratinosit. Satu sel melanin untuk sekitar 36 sel keratinosit dan disebut dengan unit
melanin epidermal ( tranggono & latifah, 2007).
2. Dermis
Berbeda dengan epidermis yang tersusun dalam berbagai bentuk dan keadaan, dermis
terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Yang berada didalam
substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida serabut
kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak.
3. Hypodermis
Lapisan hypodermis terdiri dari jaringan konektif, pembuluh darah dan sel-sel
penyiapan lemak. Fungi dari lapisan ini yaitu membantu melindungi tubuh dari
benturan- benturan fisik dan mengatur suhu tubuh.

2.2.2 Fungsi kulit


Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan selaput
lender yang melapisi rongga- rongga dan lubang- lubang masuk. Kulit mempunyai
banyak fungsi yaitu di dalamnya terdapat ujung saraf peraba, membantu mengatur
suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh, juga mempunyai sedikit
kemampuan ekstori, sektori dan absorbs (pearce, 2004).
2.2.3 pH kulit
kulit merupakan organ terbesar yang meliputi luar dari seluruh tubuh dan juga
membentuk pelindung tubuh terhadap lindungi. Bagian luar yang kuat dan kering
menandakan sifat fisik kulit. Morfologi dan ketebalan kulit berbeda pada setiap
bagian tubuh. Kulit mempertahankan karakterisasi fisikokimia seperti struktur, suhu,
pH dan keseimbangan oksigen dan karbondioksida. Sifat asam dari kulit ditemukan
pertama sekali oleh heuss tahun 1982 dan kemudian disahkan oleh Schade dan
Marchionini pada tahun 1928, yang dianggap bahwa keasaman digunakan sebagai
pelindung dan menyebutnya sebagai pelindung asam dan beberapa literature saat
ini menyatakan bahwa pH permukaan kulit sebagian besar asam antara 5,4 dan 5,9.
Sebuah variasi permukaan pH kulit terjadi pada setiap orang karena tidak semua
permukaan kulit orang terkena kondisi yang asam seperti perbedan cuaca. Banyak
penelitian menyatakan bahwa pH kulit alami adalah pada rata-rata 4,7 dan sering
dilaporkan bahwa pH kulit antara 5,0 dan 6,8. pH permukaan kulit tidak hanya
bervariasi di lokasi yang berbeda, tetapi juga dapat mempengaruhi profil pH di
stratum korneum (Ansari.,dkk, 2009).

2.2.4 Macam kulit


Ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit umunya terdiri atas 3 tambahan
jenis, dengan kombinasi dan kulit yang bermaslah
a. Kulit normal, merupakan kulit ideal yang sehat, tidak mengkilap atau kusam,
segar dan elastis dengan minyak dan kelembaban cukup.
b. Kulit berminyak, adalah kulit yang mempunyai kadar minyak permukaan kulit
yang berlebihan sehingga tampak mengkilat, kotor dan kusam, biasanya pori-
pori kulit lebar sehingga kesannya kasar dan lengket.
c. Kulit kering, adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang
kurang atau sedikit sehingga pada perabaan terasa kering, kasar karena banyak
lapisan kulit yang lepas dan retak, kaku atau tidak elastis dan mudah terlihat
kerutan.
d. Kulit campuran atau kombinasi, yaitu kulit seseorang yang sebagian normal
sebagian lagi kering atau berminyak.
e. Kulit sensitive, yaitu kulit yang peka terhadap aplikasi zat kimia diatanya.
f. Kulit hiperpigmentasi, yaitu kulit dengan bercak hitam (wasitaatmaja, 1997).

2.3 Tinjauan Tentang Inflamasi


2.3.1 Definisi inflamasi
Inflamasi dapat mengakibatkan menginaktivasi atau merusak organisme yang
menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika
penyembuhan lengkap, proses peradangan biasanya reda. namun, kadang-kadang
inflamasi tidak bias dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya seperti tepung
sari, atau suatu respon imun, seperti asma dan artritis rematoid (Mawardin, 2013).
Radang adalah suatu rangkaian reaksi pada jaringan yang menyebabkan musnahnya
agens yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agens ini menyebar lebih
luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki
atau diganti dengan jaringan baru (Mawardin, 2013).

2.3.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi

Bila jaringan cidera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi oleh
kuman, maka pda jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan
musnahnya agens yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen ini
menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang
cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkain reaksi yang terjadi
pada tempat jaringan cedera ini disebut radang (Mawardin, 2013).

Tanda-tanda utama radang (makroskopik)

1. Warna merah (rubor): terjadi karena jaringan yang meradang mengandung


banyak darah akibat kapiler-kapilernya yang tadinya kosong menjadi berisi
darah juga.

2. Panas (calor): juga akibat sirkulasi darah yang meningkat.


3. Pembengkakan (tumor): disebabkan sebagian oleh hiperemi dan sebagian
besar oleh eksudat yang terjadi pada radang.

4. Rasa nyeri (dolor): agaknya disebabkan pengaruh zat pada ujung saraf perasa
yang rusak.

Table 2.2 penggolongan obat-obat antiinflamasi secara kimiawi

1. Salisilat Asetosal, benorilat, dan diflunisal


2. Asetat Alklofenac, Diklofenac, indometasin dan
sulindac
3. propionat Ibuprofen, ketoprofen, flurbiprofen, Naproksen,
Tiaprofenat, dan fenoprofen.
4. oxicam Piroxicam, Tenoxicam, dan Meloxicam
5. Antranilat Mefenaminat, Nifluminat, dan Meclofenamic
Acid
6. Pirazolon (Oxy) fenilbutazon, dan Azapropazon
7. Lainnya Nabumeton, Benzidamin, Krem 3% bufexamac
krim 5%
Sejumlah NSAID digunakan topical dalam krem atau gel misalnya piroxicam
0,5% naproxen 10% (gel), niflumic acid, dan diklofenac (dietilamonium) 1%
juga benzidamin 5%. (Mawardin, 2013)
2.3.3 Mekanisme obat Antiinflamasi

Pada inflamasi prostaglandin berperan dalam menyebabkan vasodilatasi dan


meningkatkan permeabilitas vaskular, akan tetapi, inhibisi sintesis prostaglandin oleh
OAINS mengurangi inflamasi dari pada menghilangkannya karena obat ini tidak
menghambat mediator inflamasi lainnya, Meskipun demikian, pada sebagian besar
pasiean dengan artritis rheumatoid, efek antiinflamasi OAINS yang relatif ringan
mengurangi nyeri, kekakuan dan pembengkakan. Namun OAINS tidak mengubah
perjalanan penyakit (Mawardin, 2013)

2.3.4 Jenis jenis radang (inflamasi)

Jenis radang tau inflamasi ada 2 macam, yaitu :


1. Radang akut

Inflamasi akut akan terjadi secara cepat (menit hingga hari) dengan ciri khas
utama eksudasi cairan, akumulasi neutrofil memiliki tanda-tanda umum berupa rubor
(rednees), calor (heat), tumor (swelling), Dolor (pain), function laesa (lose of
function). Terjadi karena tujuan utama adalah mengirim leukosit ke tempat jelas
bersihkan setiap mikroba. Dengan dua proses utama, perubahan vascular
(vasodilatasi,peningkatan permeabilitas) dan perubahan seluler (rekrutmen dan
aktifitas seluler) perubahan makroskopik yang dapat diamati berupa hyperemia yang
memberikan penampakan eritemi, exudation, yang memberikan penampakan edema,
dan emigrasi leukosit.

Berbagai bentuk radang akut :

1. Radang kataral

2. Radang supuratifa

3. Radang fibrinosa

4. Radang psudomembranosa

5. Radang serosa

2. Radang kronik

Flamasi kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang


(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari
inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaanya dengan radang akut,
radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, infiltrasi neutrofil dalam
jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti
makrofag, limfosit, dan sel plasma) destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi
poliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis)(Apriani, 2011).

Ciri-ciri histologis radang kronis :


1. Infiltrasi sel mononuclear, yaitu makrofag, monosit, limfosit, dan sel plasma.

2. Kerusakan sel

3. Pengkajian jaringan ikat yang terkena oleh suatu proses yang ditandai oleh
proliferasi pembuluh darah (angiogenesis) dan fibrosis.

2.4 Tinjauan Tentang Luka Bakar


Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame) jilatan api ketubuh (flash), terkena
air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik akibat
bahan bahan kimia serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat,2001)
Fase cidera fisik meliputi cidera langsung dan tidak langsung. Segera setelah
permukaan kulit terpapar sumber panas, cidera langsung yang dihasilkan adalah
nekrosis dari kulit yang berhubungan, dimana disebut sebagai direct physical thermal
injury. Meskipun sumber panas penyebab cidera langsung telah dihilangkan, panas
tidak dapat hilang dengan segera dari kulit. Panas yang tersisa berlanjut menghasilkan
efek panas yang kumulatif yang menyebabkan timbulnya cidera panas sekunder pada
kulit. Cidera sekunder biasanya berlangsung sekitar 6-12 jam. Hal ini disebut sebagai
indirect physical injury phase (Xu, 2004). Cidera biokimia lokal dimulai dalam 1 jam
sejak terkena panas dan sampai dengan kira-kira 72 jam pasca luka bakar. Hal ini
berlangsung melalui fase reaksi biokimia panas dan fase reaksi radang biokimia pada
urutan waktu. Pada 1-2 jam pasca cidera luka bakar, terjadi peningkatan permiabilitas
kapiler yang signifikan pada jaringan yang cidera, meskipun jaringan masih sehat,
berdekatan dengan jaringan nekrosis yang disebabkan oleh cidera panas langsung.
Hal ini menghasilkan eksudasi cairan intravaskuler ke arah permukaan luka dan ruang
interstisial selama iskemia jaringan terjadi. Secara bersamaan, jaringan yang cidera
tetapi masih sehat dan sel di daerah lesi, akan timbul edema dalam kaitannya dengan
kelainan metabolik. Pada waktu bersamaan, kapiler yang permiabel melepas banyak
substansi kimia dimana tidak hanya di daerah local cidera dan merusak daerah
sekeliling yang tidak cidera, tetapi juga hasil cidera yang sistemik sesudah itu.
Meskipun hal ini tidak diketahui dengan pasti apa substansi kimia tersebut, tampak
didalamnya adalah histamin, 5-HT, ion hidrogen, kinin, bradikinin dan lainnya. Fase
ini disebut sebagai thermal biochemicalreaction phase. Dalam 2 jam kemudian,
reaksi biokimia panas berlanjut mempengaruhi jaringan sehat di daerah cidera
menyebabkan rangkaian reaksi radang. Permulaan reaksi patologik radang pada
daerah cidera mungkin dihasilkan pada cidera patologik yang spektrum penuh.
Sebagai contoh, reaksi radang mengaktivasi sistem koagulasi darah untuk
mempengaruhi thrombosis mikrosirkulasi yang progresif, dimana mungkin
menyebabkan nekrosis pada cidera tetapi juga jaringan sehat dan mungkin juga
menghasilkan pada iskemik dan nekrosis anoxic pada jaringan yang tidak cidera
disekitarnya. Proses ini mungkin berakhir dalam 72 jam pasca luka bakar dan proses
ini disebut sebagai biochemical inflammatory reaction phase (Xu, 2004).
Dalam 72 jam pasca luka bakar, jaringan luka memasuki fase reaksi penolakan,
dimana respon jaringan sehat yang menyebabkan kehancuran dari jaringan nekrosis
dan sel pada daerah lesi yang berhubungan. Biasanya bercampur dan luas, proses
reaksi ini utamanya terkandung tiga patogenesis: (1) disintegrasi histiosit nekrotik
pada cidera yang berhubungan; (2) regenerasi histiosit sehat daerah lesi yang
berhubungan; (3) infeksi mikroba pada cidera yang berhubungan. Disamping reaksi
radang, disintegrasi histiosit nekrotik mungkin mempengaruhi pencairan sel pada
cidera yang berhubungan dan sangat penting, akumulasi hasil pencairan sel berlanjut
dengan bertambahnya jaringan cidera. Sementara itu, sisa jaringan sehat pada cidera
yang berhubungan mulai regenerasi dengan sendirinya ketika jaringan yang rusak
menjadi substansi yang destruktif yang tidak menguntungkan bagi lingkungan untuk
regenerasi sel, dengan demikian dapat mempengaruhi inflamasi yang serius.
Kombinasi dua patogenesis diatas mengganggu habitat flora normal di kulit dan
menyebabkan destruksi mikroba di daerah cidera, dimana keduanya selanjutnya akan
menyebabkan kerusakan menjadi lebih buruk dan mungkin suatu saat menghasilkan
cidera sistemik. Proses ini disebut sebagai rejection injury of necrotic tissues dan ini
adalah akhir dari cidera primer pada luka bakar (Xu, 2004).
Secara histopatologik, cidera luka bakar mempunyai tiga karakteristik area yang
terlibat. Area pertama adalah zona koagulasi, yang terletak dekat dengan sumber
panas dan meliputi jaringan mati yang membentuk eskar luka bakar. Area kedua
adalah zona stasis, yang terletak di dekat area nekrosis, dimana area ini viabel tapi
beresiko untuk mengalami nekrosis dan kerusakan iskemik karena gangguan perfusi.
Area ketiga adalah zona hiperemi, yang meliputi kulit yang relatif sehat dengan
peningkatan aliran darah dan vasodilatasi sebagai respon terhadap cidera dan
kerusakan seluler pada area ini minimal. Ketiga area tersebut berbentuk tiga dimensi,
maka apabila terjadi kehilangan jaringan pada zona stasis maka luka akan semakin
dalam dan luas. Jika tidak ada cidera sekunder, maka tiga zona tersebut akan tetap
pada proses yang natural (Xu, 2004; Murray, 2008)

2.4.1 Derajat Luka Bakar


Kedalaman luka bakar penting untuk menilai beratnya luka bakar, merencanakan
perawatan luka, dan memprediksi hasil dari segi fungsional maupun kosmetik.
Derajat luka bakar dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Derajat satu (superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai
eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa
dengan terbakar mata hari ringan. Tampak 24 jam setelah terpapar dan fase
penyembuhan 3-5 hari.
2. Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai
lepuh atau terbentuknya vesikula dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya
fungsi fisiologis. Fase penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari.
3. Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis
dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi
kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam,
coklat dan putih, mengenai jaringan termasuk (fascia, otot, tendon dan
tulang).

2.5 Tinjauan Tentang Ekstrak


Ekstrak adalah sedian sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh
dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan
menstrium yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dengan pelarutnya dan sisa
endapan atau serbuk diatur untuk ditetepkan standarnya (Ansel , 1989 : 616-617).

Macam macam ekstrak dikelompok menjadi (Hidayah, 2013:15) :

1. Ekstrak kental (extractum spissum) sedian ini liat dalam keadaan dingin dan
tidak dapat dituang sehingga sulit ditakar. Kandungan airnya sejumlah sampai
30%.

2. Ekstrak cair (extractum fluidum) ekstrak dari simplisia yang dibuat sedemikian
rupa dengan berbagai konsentrasi etanol dengan zat tambahan tertentu sehingga
1 bagian simplisia sesuai dengan 1 atau 2 bagian ekstrak cair. Ekstrak cair pada
umumnya diperoleh melalui perkolasi.

3. Ekstrak kering (Ekstrak sicca) ekstrak berbentuk serbuk yang dibuat dari
ekstrak tumbuhan melalui penguapan bahan pelarutnya, ekstrak kering pada
umunya diperoleh melalui cara perkolasi.

2.5.1 Definisi Ekstraksi

Ektraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair, senyawa aktif yang terdapat
dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, fenol, dan lain-lain. Skruktur kimia yang berbeda-beda akan
mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap
pemanasan, udara , cahaya, logam berat dan dan derajat keasaman. Diketahuinya
senyawa aktif dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (triyowibowo,2013).

Meserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, meserasi dilakukan


dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari, cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,
zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar,
peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan
diluar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986).

Meserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif


yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah
mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoid, stirak dan lain-lain.
Cairan penyari yang digunakan berupa air, etanol dan methanol atau pelarut lain. Bila
cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat
ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian (Depkes RI,
1986).

Keuntungan cara penyarian dengan meserasi adalah cara pengerjaan dan


peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan, kerugian cara meserasi
adalah pengerjaanya lama dan penyaringannya kurang sempurna.

Prinsip meserasi adalah ekstrak zat aktif yang digunakan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature
kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk kedalam sel tanaman melewati
dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
didalam sel dengan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi kan terdesak keluar
dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut
akan berulang sampai terjadi kesimbangan antara larutan didalam sel dan larutan
diluar sel.

Mesersi biasanya dilakukan pada temperature 15o - 20o C dalam waktu selama
3 hari sampai bahan bahan yang larut, melarut (Ansel,1986). Pada umumnya
meserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan yang
cocok, dimasukan kedalam bejana kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan
penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya, sambil berulang-
ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambah cairan
penyari secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak
100 bagian, bejana ditutup dan dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya,
selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan.

Pada penyari dengan cara meserasi, perlu dilakukan pangadukan. Pengadukan


diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan diluar butir serbuk simplisia,
sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan
konsentrsi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan diluar sel.
Hasil penyarian dengan cara meserasi perlu dibiarkan selama waktu tertentu, waktu
tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut
terlaut dalam cairan penyari seperti malam dan lain-lain.

2.6 Tinjauan tentang Hewan Uji

Klasifikasi tikus putih meneurut depkes sebagai berikut (Mawardin, 2013):

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Sub Ordo : Odontoceti

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : R. Norvegicus

Pemilihan hewan uji idealnya harus dipilih semirip mungkin dengan kondisi
manusia, utamanya dalam hal absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi terhadap
hewan uji. Hal ini dilakukan untuk memperkecil perubahan respon antar jenis dan
dalam satu jenis hewan uji terhadap efek senyawa uji. Pada umumnya hewan uji yang
sering digunakan adalah tikus putih, tikus , kelinci, anjing, kera serta kucing.
(Handayani, 2012 dalam Hanum, 2013).

Penggunaan tikus atau rat (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya


dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok
untuk berbagai macam penelitian. Terhadap beberapa galur atau varietas tikus yang
memiliki kekhususan tertentu antara lain galur Sprague-dawley yang berwarna albino
putih berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari pada badannya dan galur wistar
yang ditandai dengan kepala besar dan ekor lebih pendek (Hardianty, 2011).

Tikus (Rattus norvegicus) galur wistar lebih besar dari famili tikus umumnya
dimana tikus ini dapat mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai ujung ekor dan
berat 140-500 gram. Tikus betina biasanya memiliki ukuran lebih kecil dari tikus
jantan dan memiliki kematangan seksual pada umur 4 bulan dan dapat hidup selama 4
tahun (Hardianty, 2011).

Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti tikus putih jantan. Tikus dapat
tinggal sendiri dalam kandang, asal dapat melihat dan mendengar tikus lain. Jika
dipegang dengan cara yang benar, tikus-tikus ini tenang dan mudah ditangani di
laboratorium. Pemeliharaan dan makanan tikus lebih mahal dari pada tikus putih,
tetapi tikus dapat berbiak sebaik tikus putih. karena ini lebih besar dari pada tikus
putih, makan untuk beberapa macam percobaan, tikus lebih menguntungkan
(Hardianty, 2011). di banding dengan tikus liar, tikus laboratorium lebih cepat
menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umunya lebih
mudah berkembang biak. Jika tikus liar dapat hidup 4-5 tahun tahun, tikus
laboratorium jarang hidup dari 3 tahun (Hardianty, 2011).

Umumnya berat tikus laboratorium lebih ringan dibanding berat tikus liar, biasnya
pada umur empat minggu beratnya 35-40 gram, dan berat dewasa rata-rata 200-250
gram, tetapi bervariasi trgantung pada galur. Tikus jantan tua dapat mencapai 500
gram, tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 gram (Hardianty, 2011).
Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain, tikus tidak
dapat mudah, karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esophagus
bermuara ke dalam lambung dan tidak mempunyai kandung empedu (Hardianty,
2011).

Pada penelitian ini hewan uji hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan
karena jika di bandingkan dengan tikus betina, tikus jantang menunjukkan periode
pertumbuhan yang lebih lama. Selain itu tikus putih jantan dapat memberikan hasil
penelitian lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya tikus siklus menstruasi
dan kehamilan seperti pada tikus betina. Tikus putih jantan juga mempunyai
kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih
stabil di banding tikus betina (Hanum, 2013). Pemilihan tikus sebagai hewan uji juga
berdasarkan sifatnya yang tenang, mudah ditangani, dan tidak terlalu fotofobik.
Selain itu, ukuran telapak kaki tikus lebih muda di amati dan diukur volume kakinya,
tikus putih cenderung aktif pada malam hari, sedangkan siang hari digunakan untuk
istirahat dan tidur sehingga pada siang hari tikus putih lebih muda ditangani.
Pemilihan tikus jantan didasarkan pada fungsi hormonal yang kurang berperan dalam
menimbulkan respon inflamasi adaptif (Apriani, 2011).

Terdapat lima prinsip untuk persiapan hewan percobaan, yaitu menjaga


lingkungan sehat bagi hewan, control kesehatan, pengaturan makanan dan air minum,
pengawasan sistem pengelolaan dan pengawasan kualitas hewan (Mayasari, 2010
dalam kalumbang, 2013).
Gambar 2.7 konsep kerangka teori

Luka Bakar Disebabkan :


- kobaran api di
tubuh (flame)
- jilatan api ketubuh
(flash)
Penyembuhan dengan - terkena air panas
obat herbal/tanaman obat (scald)
- tersentuh benda
panas (kontak
panas),

Daun bidara Mengandung :


(zizyphus
mauritiana lamk) - Saponin
- Flavonoid
- fenolik

Ekstraksi dengan
pelarut methanol

Konsentra Konsentra Konsentra


si 20% si 30% si 40%

Di uji pembuktian pada


hewan uji tikus putih
2.8 Hipotesis
a. Ekstrak daun bidara (ziziphus mauritiana lam) memiliki kandungan senyawa
kimia sebagai antiinflamasi.
b. Efektivitas ekstrak daun bidara sebagai intiiflamasi pada luka bakar.

Anda mungkin juga menyukai