KELOMPOK 2
Syntia Apdajuna Putri
(G1F012012)
Dilla Wendistia
(G1F012014)
(G1F012016)
(G1F012018)
(G1F012020)
I.
Tujuan
Memilih dan menerapkan metode analisis untuk analisis obat sediaan cair.
Analisis kadar obat dalam sediaan cair tentunya melibatkan suatu pelarut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pelarut antara lain:
1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap
terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.
2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senywa yang dianalisis.
3. Kemurniannya harus tinggi atau untuk derajat analisis (Pro Analyze).
(Mulja dan Suharman, 1995)
Salah satu senyawa obat yang dapat dianalisis kadarnya dengan
menggunakan spektrofotometri UV adalah kloramfenikol. Kloramfenikol adalah
antibiotik yang merupakan agen bakteriostatik
Streptomyces venezuelae, diisolasi pertama kali oleh David Gottlieb dan pertama
kali diperkenalkan ke dunia klinik pada tahun 1949. Kloramfenikol merupakan
antibiotik pertama yang disintetis dalam skala besar. Kloramfenikol merupakan
antibiotik
spektrum
luas
yang
digunakan
untuk
mengatasi
berbagai
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah pipet volume 1 mL, 2
mL, 3 mL, dan 5 mL; 9 buah labu ukur 10 mL; 50 mL; filler; 2 buah beaker
glass 500 mL; spektrofotometer UV; kuvet kuarsa.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah obat tetes telinga
kloramfenikol , 50 mL etanol, dan 150 mL aquadest
IV. Cara Kerja
a. Pembuatan Larutan Induk dan Penetapan Panjang Gelombang
Maksimum
Kloramfenikol
- Ditimbang 50 mg
- Dilarutkan dalam 50 ml ethanol
Larutan induk 1000 ppm
- Diambil 1 mL
- Ditambah aquadest hingga 10 mL
Larutan 100 ppm
- Diambil 2 mL
- Di tambah aquadest hingga 10 ml
Larutan 20 ppm
- Diukur serapannya pada rentang
panjang gelombang 200-400 nm
Hasil
Larutan 7,5; 10; 12,5; 15; 20; 25 ppm diukur serapannya pada max
Dibuat kurva baku absorbansi vs konsentrasi sehingga diperoleh
persaamaan regresinya
= 448 mg
= 398 mg
= 50 mg
Cawal
1000
100
100
100
50
15
50
25
Volume
1 ml
1 ml
2 ml
5 ml
3 ml
5 ml
5 ml
5 ml
Cakhir
100
10
20
50
15
7.5
25
12.5
r2 = 0.968
Fp
500 kali
500 kali
500 kali
Absorbansi
0.686
0.644
0.512
%kadar
117.7586
110.5172
87.75862
Volume
10
10
10
10
10
10
10
10
% kadar =
b x fp (500)
X 100 %
100 x V1 = 50 x 10
V1=
V1= 5 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml
-
= 7,5 x 10
V1=
V1= 5 ml, ditambah aquadest hingga 10 ml
-
sampel 2 :
% kadar
x 100 % = 110.5172%
Sampel 3 :
% kadar =
x 100 % = 87.7586 %
X = 105.3448
SD = 15.65456
Kadar = X sd
= 105.3448 15.65456
VI. Pembahasan
Cara Kerja dan fungsi perlakuan
Pada praktikum kali ini, sampel yang dianalisis adalah kloramfenikol dalam
sediaan tetes telinga dengan menggunakan metode spektrofotometri uv. Alasan
pemilihan analisis tetes telinga dengan spektrofotometri UV adalah :
Prosedur
20
ppm.
Kemudian
dibaca
absorbansinya
menggunakan
berbanding lurus dengan intensitas cahaya yang diserap. Absorban yang terbaca
pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70%
jika dibaca sebagai transmitan, agar kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005
atau 0,5% (Mathias, 2005). Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis
kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal.
Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang
maksimal, yaitu :
Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada
panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap
satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan
pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
Jika dilakukan pengukuran berulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan
panjang gelombang maksimal (Gandjar, 2007).
Dari percobaan ini diperoleh panjang gelombang maksimum sebesar 252
nm dimana panjang gelombang ini akan digunakan untuk mengukur absorbansi
kadar kloramfenikol selanjutnya. Panjang gelombang maksimum pada sediaan
kloramfenikol tetes telinga seharusnya 278 nm dengan absorbansi 0,5-0,6
sehingga hasil yang didapat hampir sesuai dengan literatur
Pembuatan larutan baku
Pembuatan kurva baku kloramfenikol dilakukan dengan cara larutan baku
1000 ppm diambil sebanyak 1 ml lalu ditambahkan aquadest hingga 10 mL
sehingga didapatkan konsentrasi 100 ppm setelah itu dibuat 3 larutan dengan
konsentrasi masing-masing 10, 20 dan 50 ppm dengan masing masing larutan
diambil sebanyak 1 ml, 1 ml, dan 5 ml setelah itu ditambahkan aquadest hingga
10 ml. Larutan 50 ppm diencerkan menjadi 2 larutan konsentrasi yang pertama
yaitu dengan larutan 15 ppm dengan cara diambil larutan sebanyak 3 ml,
ditambahkan aquadest hingga 10 ml lalu yang kedua diencerkan dengan larutan
25 ppm dengan cara diambil larutan sebanyak 5 ml, ditambahkan aquadest
hingga 10 ml sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 15 ppm. Larutan
15 ppm diencerkan kembali menjadi larutan 7,5 ppm dengan cara diambil
larutan
baku
diukur
absorbansinya
dengan
menggunakan
untuk
mendeteksi
rentang
absorbansinya
dalam
berbagai
konsentrasi.
Pembuatan kurva kalibrasi atau kurva standar bertujuan untuk mengetahui
linieritas hubungan antara konsentrasi larutan standar dengan absorbansinya.
Masing masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi yang telah
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y)
dan konsentrasi (x) pada panjang gelombang maksimum 252 nm. Bila hukum
Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus (Gandjar, 2007).
Selanjutnya ditentukan kelinieritasnya dengan menggunakan koefisien korelasi
dimana kurva dikatakan linier apabila nilai koefisien korelasinya mendekati 1.
y = 0.0291x + 0.0034
R = 0.968
Kurva Baku
Kloramfenikol
0
10
20
30
Hasil yang didapat dari kurva diatas adalah linier dimana nilai koefisien
korelasinya mendekati 1 namun, grafik yang terbentuk kurang lurus. Hal ini bisa
disebabkan karena adanya kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, serta
reaksi ikutan yang terjadi. Dari kurva baku didapatkan persamaan y = 0,0291x +
0,0034 dengan nilai R = 0,968. Dimana nilai a= 0,0034 , b= 0,0291. Persamaan
ini akan digunakan untuk mengukur kadar larutan sampel.
Penetapan Kadar Kloramfenikol
Penetapan kadar kloramfenikol dilakukan dengan diambilnya larutan sampel
tetes telinga kloramfenikol 1 % sebanyak 1 ml lalu ditambahkan aquadest hingga
10 ml sehingga di dapatkan sampel teoritik dengan konsentrasi 1000 ppm.
Kemudian diambil 1 ml dari larutan sampel teoritik konsentrasi 1000 ppm dan
ditambahkan aquades hingga 10 ml, sehingga didapatkan larutan sampel teoritik
sebesar 100 ppm. Kemudian larutan sampel teoritik sebesar 100 ppm diambil
sebanyak 2 ml ditambahkan aquadest hingga 10 ml sehingga, didapatkan larutan
sampel teoritik dengan konsentrasi 20 ppm dan dibuat replikasi sebanyak 3 kali.
Untuk sampel teoritik dengan konsentrasi 20 ppm diukur serapannnya pada
panjang gelombang maksimum yaitu 252 nm dengan menggunakan blanko
aquades. Setelah itu dihitung kadar kloramfenikol dalam tetes telinga dan
dibandingkan dengan
kadar teoritik
kadar
kloramfenikol.
Hasil penetapan kadar sampel kloramfenikol pada replikasi pertama dengan
volume 1 ml dan faktor pengenceran 500 kali didapatkan nilai absorbansi
sebesar 0,686 A dan persentase kadar sebesar 117,7586 %. Kemudian untuk
replikasi kedua dengan volume 1 ml dan faktor pengenceran 500 kali didapatkan
nilai absorbansi 0,646 A dan persentase kadar sebesar 110,5172 %. Sedangkan
untuk replikasi ketiga dengan volume 1 ml dan faktor pengenceran 500 kali
menghasilkan nilai absorbansi 0,512 A dengan persentase kadar 87,75%. Hasil
absorbansi yang didapat apabila dibandingkan dengan literatur dari Farmakope
Indonesia edisi ketiga (1979) menyatakan bahwa tetes telinga kloramfenikol
harus memiliki serapan sekitar 0,58-0,61 diukur pada panjang gelombang 280
nm. Pengukuran ini akan menghasilkan kadar senyawa kloramfenikol di dalam
sediaan adalah tidak kurang dari 95 % dan tidak lebih dari 105% dari jumlah
yang tertera pada etiket.
Berdasarkan literatur yang ada nilai absorbansi pada replikasi kesatu dan
kedua terlalu tinggi, sedangkan nilai absorbansi pada replikasi ketiga terlalu
rendah. Persentase kadar yang didapat juga menunjukkan nilai yang sama
dengan absorbansi. Perbedaan hasil ini dikarenakan adanya ketidaktepatan
dalam pengambilan sampel oleh praktikan yang menyebabkan sampel yang
diambil terlalu banyak atau terlalu sedikit. Kesalahan yang lain mungkin
dikarenakan ketidaktepatan praktikan dalam mengencerkan sampel sehingga
sampel terlalu encer atau terlalu pekat yang mampu mempengaruhi nilai serapan
sampel. Faktor lain yang dapat menyebabkan hasil serapan menjadi terlalu besar
adalah adanya partikel-partikel halus yang terdispersi dalam larutan. Salah satu
persyaratan analisis kadar suatu senyawa dengan menggunakan spektrofotometri
UV adalah larutan yang dianalisis harus jernih dan bebas dari partikel-partikel
yang tidak larut sebab keadaan tersebut dapat memberikan hasil serapan yang
besar tapi palsu (Basset, 1994). Kemungkinan partikel yang mempengaruhi
serapan adalah adanya cemaran dari luar serta kurang bersihnya alat-alat yang
digunakan sehingga mengganggu proses absorbansinya.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J., R.C. Denney, G.H. Jeffrey, dan J. Mendhom, 1994, Buku Ajar Vogel
Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Day, R.A. dan J.R. Underwood, 1989, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga,
Jakarta.
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Gandjar, I.G. dan A. Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Mulja, M. dan Suharman, 1995, Validasi Metode Analisa Instrumental, Airlangga
University Press, Surabaya.
Rimawi, F.A. dan Maher K., 2011, Analysis of Chloramphenicol and Its Related
Compound 2-Amino-1-(4-nitrophenyl)propane-1,3-diol by Reversed-Phase
High
Performance
Liquid
Chromatography
with
UV
Detection,