Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI

Disusun Oleh:
Nama : Rafael Erlangga Dwilasnovri
NIM : 208114171
Golongan/ Kelompok : E1 / 3
Hari/ Tanggal : Kamis, 21 Oktober 2021
Penanggung Jawab Laporan : Ignatius Novryan Kurung

LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
PERCOBAAN 6

EFEK ANALGESIK

A. Tujuan

Mampu memahami prosedur analgesik narkotik.

B. Alat dan Bahan

a) Alat
1) Spuit injeksi (0,1-1 ml)
2) Jarum oral (ujung tumpul)
3) Stopwatch
b) Bahan
1) Mencit
2) Ketolorac 0,2 mg/ml dosis 5 mg/kgBB: 0,75 ml/30gBB
3) Petidin 2 mg/ml dosis 33,33 mg/kgBB: 0,5 ml/30gBB

C. Prosedur Kerja

a) Cara kerja praktikum

Mencit disiapkan sebanyak 9 ekor kemudian dibagi ke dalam 3 kelompok


Selanjutnya mencit ditimbang dan dihitung volume pemberian obat.


Kelompok 1 adalah kontrol NaCl, kelompok 2 diberikan ketolorac secara i.p,
kelompok 3 diberikan petidin secara i.p.


Jika sudah 15 menit, mencit diletakkan pada pelat panas suhu 55°C di menit
ke 0,30,60,90.


Setelah itu dicatat jumlah waktu yang dibutuhkan oleh mencit untuk menjilat
atau melompat dari plat hot plate.


Selanjutnya dihitung persentase proteksi rangsang panas dengan rumus
berikut. Rumus = (rerata waktu dari perlakuan-rerata waktu kontrol)/rerata
waktu kontrol X 100.

b) Cara pemberian per oral

Gambar 1. Pemberian Peroral

Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral.



Sonde oral ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit,


perlahan lahan dimasukkan sampai ke esofagus dan cairan obat dimasukkan.

(Stevani,2016)

c) Cara pemberian intraperitonial

Gambar 2. Pemberian Intraperitonial

Pada saat penyuntikan, posisi kepala mencit lebih rendah dari abdomen.

Jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 100° dari abdomen pada daerah yang
sedikit menepi dari garis tengah, tujuannya agar jarum suntik tidak mengenai
kandung kemih.

Penyuntikan dilakukan tidak pada daerah yang terlalu tinggi untuk


menghindari terjadinya penyuntikan pada hati.

(Stevani,2016
D. Data Perhitungan

NaCl

V= 0,5ml/ 40gBB . 28,4 g

V= 0,36 ml

Ketorolac

V = 0,75ml/30gBB . 27,6 g

V= 0,69 ml

Petidin

V= 0,5ml/30gBB . 30,5 g

V= 0,51 ml

Tabel Simulasi Data

Waktu Kontrol NaCl Ketorolac Petidin

1 2 3 X 1 2 3 X 1 2 3 X
0 2,7 2,8 2,7 2,73 2,7 2,6 2,9 2,77 2,9 2,9 2,8 2,87
30 2,8 2,7 2,7 2,73 5,7 5,3 4,9 5,30 13,4 12,9 11,9 12,73
60 2,8 2,9 2,8 2,83 6,0 5,5 4,9 5,47 9,5 8,4 8,9 8,93
90 2,9 2,7 2,7 2,77 5,6 5,7 5,4 5,57 6,7 6,2 6,9 6,60
Mean 2,77 4,78 7,78

Persentase Proteksi Rangsang Panas

 %Proteksi Keotrolac

%=| |
%=| |

%= 72,56 %

 %Proteksi Petidin

%=| |

%=| |

%= 180,87 %

E. Pembahasan

Praktikum kali ini bertujuan untuk memahami prosedur analgesik narkotik


dengan metode rangsang panas (hot-plate). Pada praktikum ini menggunakan
metode rangsang panas, Eddy’s hot plate untuk mengetahui aktivitas analgesik
narkotik suatu senyawa. Pada praktikum ini petidin berfungsi sebagai analgesic
narkotik, ketorolac berfungsi sebagai analgesic non-narkotik, dan NaCl berfungsi
untuk perlakuan kontrol. Analgesik adalah senyawa yang pada dosis terapi dapat
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Analgesik dibagi menjadi 2 golongan yaitu golongan narkotik dan golongan
nonnarkotik.

Analgesik golongan narkotik merupakan senyawa yang menekan sistem


saraf pusat secara selektif dan digun akan untuk mengurangi rasa sakit sedang
atau berat. Sifat analgesic dari golongan narkotik lebih kuat dibandingkan
golongan non-narkotik. Mekanisme dari obat golongan analgesik narkotik yaitu
bekerja dengan menempel di reseptor opioid dan bersifat agonis sehingga dapat
meningkatkan ambang batas nyeri. Contoh obat analgesik narkotik yaitu : petidin,
kodein, morfin. Metode uji yang dapat dilaukan pada analgesic narkotik yaitu
meotde jepitan ekor, metode rangsang panas, metode pengukuran tekanan, metode
antagonis nalorfin, dan metode kejang okitosin.

Struktur Petidin (Pubchem,2021)

Petidin merupakan agonis reseptor kappa-opiat dan juga memiliki efek


anestesi lokal. Petidin memiliki afinitas lebih untuk reseptor kappa daripada
morfin. Reseptor opiat digabungkan dengan reseptor protein G dan berfungsi
sebagai regulator positif dan negatif dari transmisi sinaptik melalui protein G yang
mengaktifkan protein efektor. Pengikatan opiat merangsang pertukaran GTP
dengan PDB pada kompleks protein-G. Karena sistem efektornya adalah adenilat
siklase dan cAMP yang terletak di permukaan bagian dalam membran plasma,
opioid menurunkan cAMP intraseluler dengan menghambat adenilat siklase.
Selanjutnya, pelepasan neurotransmiter nosiseptif seperti substansi P, GABA,
dopamin, asetilkolin dan noradrenalin dihambat. Opioid juga menghambat
pelepasan vasopresin, somatostatin, insulin dan glukagon. Opioid menutup
saluran kalsium yang dioperasikan dengan tegangan tipe-N (agonis reseptor OP2)
dan membuka saluran kalium penyearah dalam yang bergantung pada kalsium
(agonis reseptor OP3 dan OP1). Hal ini menyebabkan hiperpolarisasi dan
mengurangi rangsangan saraf (Drugbank, 2021).
Analgesik non-narkotik merupakan senyawa yang mengurangi rasa nyeri
dengan bekerja pada sistem saraf perifer. Analgesik non narkotik menghambat
COX-1 dan COX-2 sehinggga tidak terbentuk mediator nyeri. Contoh obat
analgesik non narkotik yaitu : ketorolac, NSAID, dan obat golongan steroid.
Metode uji yang dapat dilaukan pada analgesic narkotik yaitu metode induksi
kimia, metode pododolorimeter, dan metode rektodolorimeter.

Struktur Ketorolac (Pubchem,2021)

Ketorolac menghambat jalur kunci dalam sintesis prostaglandin yang


sangat penting untuk mekanisme kerjanya.4 Meskipun ketorolac bersifat non-
selektif dan menghambat enzim COX-1 dan COX-2, kemanjuran klinisnya berasal
dari penghambatan COX-2nya. Enzim COX-2 dapat diinduksi dan bertanggung
jawab untuk mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin yang memediasi
peradangan dan nyeri. Dengan menghalangi jalur ini, ketorolak mencapai
analgesia dan mengurangi peradangan.3 Ketorolak diberikan sebagai campuran
rasemat; namun, enansiomer "S" sebagian besar bertanggung jawab atas aktivitas
farmakologisnya (Drugbank, 2021).
Perbedaan NSAIDS selektif dan non selektif didasarkan pada mekanisme
kerjanya NSAIDS golongan selektif hanya menghambat enzim COX-2 saja
sedangkan yang NSAIDS golongan non-selektif menghambat COX-1 dan COX-2.

Parameter dari metode rangsang panas pada praktikum ini yaitu waktu
reaksi obat. Waktu reaksi adalah waktu yang dibutuhkan oleh mencit untuk
merespot dalam bentuk menjilat atau melompat setelah adanya stimulus nyeri.
Waktu reaksi dapat digunakan untuk evaluasi efek analgesic. Hubungan antara
waktu reaksi dan proteksi rangsang panas semakin lama waktu reaksi maka
proteksi rangsang semakin tinggi maka semakin baik kerja obat analgesic.

Berdasarkan dari simulasi data perhitungan praktikum kali ini didapatkan


persentasi proteksi rangsang panas dari ketorolac sebesar 72,56% dan persentasi
proteksi rangsang panas dari petidin sebesar 180,87%. Pada simulasi data juga
didapatkan rata-rata waktu reaksi kontrol yaitu 2,77 detik, rata-rata waktu reaksi
ketorolac 4,78 detik, dan rata-rata waktu reaksi petidin 7,78 detik. Hasil dari
simulasi data perhitungan dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat sudah
sesuai dengan teori karena hasil dari Petidin > Ketorolac > Kontrol. Petidin
memberikan efek analgesik yang lebih besar karena petidin merupakan obat
analgesik golongan narkotik yang langsung bereaksi pada sistem saraf pusat.
Sedangkan ketorolac merupakan obat analgesik golongan non narkotik yang tidak
bereaksi langsung dengan saraf pusat melainkan dengan saraf perifer. Semakin
lama waktu reaksi maka proteksi rangsang semakin tinggi maka semakin baik
kerja obat analgesic.
Grafik Waktu Reaksi
Kontrol Ketorolac Petidin

12,73

8,93

6,6
5,3 5,47 5,57

2,73 2,77 2,87 2,73 2,83 2,77

0 30 60 90

F. Kesimpulan

Pada praktikum ini yang bertujuan untuk memahami prosedur analgesik


narkotik dengan metode rangsang panas (hot-plate) didapatkan hasil proteksi
rangsang panas dari ketorolac sebesar 72,56% dan persentasi proteksi rangsang
panas dari petidin sebesar 180,87%. Pada simulasi data juga didapatkan rata-rata
waktu reaksi kontrol yaitu 2,77 detik, rata-rata waktu reaksi ketorolac 4,78 detik,
dan rata-rata waktu reaksi petidin 7,78 detik. Hasil dari simulasi data perhitungan
dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapat sudah sesuai dengan teori karena
hasil dari Petidin > Ketorolac > Kontrol yang berarti Petidin memberikan efek
analgesik yang lebih besar dibandingkan ketorolac dan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA

DrugBank, 2021, Ketorolac, https://go.drugbank.com/drugs/DB00465, diakses pada


tanggal 22 Oktober 2021.

DrugBank, 2021, Petidin, https://go.drugbank.com/drugs/DB00454, diakses pada


tanggal 22 Oktober 2021.

PubChem, 2021, Ketorolac,


https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/3826#section=Pharmacology ,
diakses pada tanggal 22 Oktober 2021.

PubChem, 2021, Petidin, https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/4058, diakses


pada tanggal 22 Oktober 2021.

Stevani, H., 2016, Praktikum Mikrobiologi, Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta, hal. 24.

Anda mungkin juga menyukai