Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI

Disusun Oleh:
Nama : Rafael Erlangga Dwilasnovri
NIM : 208114171
Golongan/ Kelompok : E1 / 3
Hari/ Tanggal : Rabu, 3 November 2021
Penanggung Jawab Laporan : Ignasius Andika Nugrahanto

LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
PERCOBAAN 8

UJI TOKSISITAS AKUT

A. Tujuan

Memahami tujuan, sasaran, tatacara pelaksanaan, luaran, dan manfaat uji


ketoksikan akut sesuatu obat.

B. Alat dan Bahan

a) Alat
1) Timbangan
2) Jarum oral (ujung tumpul)
3) Stopwatch
b) Bahan
1) Mencit
2) Pestisida
3) Aquadest

C. Prosedur Kerja

a) Cara kerja praktikum

Mencit dibagi ke dalam 4 kelompok dimana tiap kelompok terdiri dari 4 ekor.


Kelompok 1 sebagai kontrol negatif, kelompok 2, 3, dan 4 sebagai kelompok
induksi pestisida dengan dosis yang bervariasi

Mencit dipuasakan selama 14 jam tetapi tetap diberikan air minum


Hewan akan dianggap sehat, jika perubahan berat badan tidak lebih dari 10%
dan diperlihatkan perilaku normal


Setelah itu diinduksi secara per oral. Kelompok 1 adalah kontrol aquadest, dan
kelompok 2, 3, dan 4 diberi pestisida (tiap kelompok diberi dosis yang
berebeda)


Mencit ditempatkan dan efek toksiksitas yang terjadi diamati


Pengamatan dilakukan dalam waktu 2 jam untuk dilihat tanda-tanda toksisitas
dan diamati selama 24 jam untuk dilihat jumlah mencit yang mati


Hasil pengamatan kemudian diamati dan dicatat serta dihitung LD50 untuk
luminal

(Stevani,2016)
b) Cara pemberian per oral

Gambar 1. Pemberian Peroral

Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral.


Sonde oral ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit,


perlahan lahan dimasukkan sampai ke esofagus dan cairan obat dimasukkan.

(Stevani,2016)
D. Perhitungan Data

Mencit 1

V=

V= 0,15 ml

Mencit 2

V=

V= 0,29 ml

Mencit 3

V=

V= 0,88 ml

Perhitungan LD50

JUMLAH JUMLAH
DOSIS LOG DOSIS MATI %MATI PROBIT PI PI
12 1,079181246 1 33,33 4,56 0,33
24 1,380211242 2 66,67 5,41 0,67 2,00
48 1,681241237 3 100,00 8,09 1,00
a) Metode Miller & Tainter

 Kurva

Log Dosis vs Probit


a = -2,0725
10
y = 5,8632x - 2,0725
8 R² = 0,9178 b = 5,8632
6
Probit

4 Series1 r = 0,95801879
2 Linear (Series1)
0
0 1 2
Log Dosis

 Menghitung LD50

y=5

y = 5,8632x - 2,0725

5 = 5,8632x - 2,0725
x=

x= 1,208974359

LD50 = antilog x

LD50 = 16,180 mg/kg

b) Litchfield & Wilcoxon

 Kurva

Log Dosis vs % Mati


a= -86,165
150,00
y = 110,73x - 86,165
100,00 R² = 1 b= 110,73
% Mati

50,00 Series1
r= 1
Linear (Series1)
0,00
0 0,5 1 1,5 2
Log Dosis

 Menghitung LD50

y= 50

y = 110,73x - 86,165

50 = 110,73x - 86,165

x=

x = 1,229703
LD50 = antilog x

LD50 = 16,972 mg/kg

c) Metode Farmakope Indonesia

a = log tertinggi

a = log 48

a = 1,681241

b = log selisis

b = log 48 – log 24

b = 0,301030

Log LD50 = a – b (∑PI – 0,5)

Log LD50 = 1,681241 - 0,301030 (2 - 0,5)

Log LD50 = 1,229696

LD 50 = antilog 1,229696

LD50 = 16,970 mg/kg

E. Pembahasan

Tujuan dari praktikum ini adalah memahami tujuan, sasaran, tata cara
pelaksanaan, luaran, dan manfaat uji ketoksikan akut sesuatu obat. Sasaran
pratikum ketoksikan akut berarti mengetahui uji kualitatif (gejala klinis, wujud,
dan mekanisme toksik) dan kuantitatif (LD50). Semakin besar nilai LD50 maka
semakin rendah toksisitasnya, makin kecil nilai LD50 maka semakin toksik
senyawa tersebut. Ketoksikan akut merupakan derajad efek toksik sesuatu
senyawa yang terjadi dalam waktu singkat setelah pemberiannya dalam dosis
tunggal. Batasan waktu singkat disini ialah rentang waktu selama 24 jam setelah
pemberian senyawa. Uji ketoksikan akut merupakan cara untuk mendeteksi efek
toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian suatu zat dalam dosis
tunggal atau dosis berulang yang diberikan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
Prinsip uji toksisitas akut yaitu, sediaan uji diberikan dalam beberapa tingkat dosis
pada hewan uji dengan satu dosis per kelompok, kemudian dilakukan pengamatan
adanya efek toksik dan kematian. Hewan yang mati selama percobaan dan yang
hidup sampai akhir percobaan diotopsi untuk dievaluasi adanya gejala-gejala
toksisitas (BPOM, 2014).

Pada dasarnya, uji toksikologi dibagi menjadi dua golongan, yakni uji
ketoksikan tak khas dan uji ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas adalah uji
toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek
toksik suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Contoh uji ketoksikan tak
khas adalah uji ketoksikan akut, subkronism dan kronis. Sedangkan uji ketoksikan
khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek
yang khas suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji, misalnya adalah uji
potensiasi, karsinogenetika, kemutagenikan, keteratogenikan, reproduksi, kulit dan
mata, dan perilaku (Hilma, 2016).

Uji ketoksikan akut merupakan cara untuk mendeteksi efek toksik yang
muncul dalam waktu singkat setelah pemberian suatu zat dalam dosis tunggal atau
dosis berulang yang diberikan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam (BPOM, 2014).
Uji toksisitas subkronis adalah suatu substansi tes diberikan secara oral dalam
dosis berjangka yang telah ditentukan pada beberapa grup dari hewan percobaan,
suatu dosis per grup, dalam periode 90 hari dengan cara yang sama dengan
pemberian pada tes akut. Uji toksisitas kronik atau jangka panjang dilakukan
dengan memberikan bahan uji berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau
sekurang-kurangnya sebagian besar dari masa hidupnya, misalnya 18 bulan untuk
mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet. Tujuan
toksisitas kronik adalah untuk memperoleh informasi adanya efek toksik zat yang
tidak terdeteksi pada uji toksisitas subkronik (Mustapa dkk, 2018).

Perbedaan antara uji ketoksikan kronis dengan uji ketoksikan subkronis


yaitu uji ketoksikan subkronis dilakukan dengan menggunakan 3 dosis yang
diberika dengan dosis yang berulang selama 4 minggu hingga sampai 3 bulan
dengan menggunakan 2 spesies yang berbeda. Uji ketoksikan kronis dilakukan
pengamatan selama 6 bulan atau lebih pada hewan roden maupun non roden. Uji
ini perlu dilakukan bila obat nantinya akan digunakan dalam jangka waktu yang
panjang (Hilma, 2016).

Struktur Transfluthrin (Pubchem,2021)

. Transfluthrin merupakan pyretroid sintetik tipe 1, yang mempunyai


kemampuan fast knockdown dengan mekanisme kerja menghalangi penutupan
gerbang natrium (Na + ) pada saraf dan transfluthrin bekerja memperpanjang
waktu pembukaan channel Na+ sehingga kontraksi otot terjadi secara terus
menerus yang akan menyebabkan kelumpuhan dan kematian (Srinita dkk, 2021).
Struktur d-allethrin (Pubchem,2021)

Mekanisme d-allethrin seperti piretrin alami, d-allethrin bertindak sebagai


racun saraf dengan mendepolarisasi membran sel saraf parasit. Kemudian dapat
mempertahankan Na-Chanel dalam sel saraf terbuka, sehingga ion Natrium dapat
masuk ke dalam sistem saraf dan menyebabkan depolarisasi berkepanjangan. Hal
ini akan menyebabkan neurotransmitter seperti asetilkolin dapat ditransmisikan
dengan lebih leluasa. Sehingga repolarisasi tertunda mengakibatkan kelumpuhan
saraf di otot pernapasan eksoskeletal parasit yang menyebabkan kematian (Srinita
dkk, 2021).

Metode-metode perhitungan LD50:

 Metode Litchfield-Wilcoxon

Metode ini merupakan salah satu metode yang sering dipakai dalam
penetuan efektif dosis yang terdiri dari tingkat data dan range data dosis
yang digunakan. Tingkat data akan dibandingkan dengan suatu nilai untuk
melihat diterima atau tidaknya hipotesis yang digunakan. Metode ini
menggunakan banyak tabel dan beberapa monogram. Heterogenitas data
ditentukan dengan uji chi kuadrat. Kelebihan dari metode ini adalah
perhitungan mudah dimengerti dengan cara membuat regresi hubungan
antara log dosis vs presentase kematian, batas keamanan dapat di evaluasi
dengan slope. Kekurangan dari metode ini yaitu hanya ada 2 data yang
dikoreksi, harus membuat persen mati pada dosis tertinggi dan terendah
tidak mutlak (adanya faktor koreksi) (EPA, 2002).

 Metode Miller-Tainter

Metode ini menggunakan kertas grafik khusus yaitu kertas logaritma probit
yang memiliki skala logaritmik sebagai absis dan skala probit sebagai
ordinat. Persentase kematian dikonversikan menjadi nilai probit sesuai
dengan nilai yang terdapat pada tabel probit. Dosis yang menyebabkan
50% kematian pada hewan uji atau memiliki nilai probit 5 diambil sebagai
nilai LD50. Kelebihan dari metode ini adalah terdapat batas taraf
kepercayaan, terdapat slope pada kurva sehingga dapat digunakan untuk
mengevaluasi batas keamanan obat, variabilitas diperkecil. Kekurangan
dari metode ini adalah metode ini kurang baik karena memerlukan tabel
probit (Donatus, 2009).

 Metode Farmakope Indonesia

Perhitungan nilai LD50 berdasarkan metode Farmakope Indonesia Edisi III


dengan rumus:

Log LD50 = a – b (∑Pi – 0,5)

Keterangan:
a = log dosis terkecil yang masih menyebabkan jumlah kematian 100%
pada hewan percobaan.

b = beda log dosis yang berurutan

Pi = jumlah hewan yang mati menerima dosis i dibagi dengan jumlah


hewan seluruhnya yang menerima dosis i.

Persyaratan untuk menggunakan metode yang tertera dalam Farmakope


Indonesia adalah:

a) Menggunakan seri dosis dengan pengenceran kelipatan tetap.

b) Jumlah hewan percobaan tiap kelompok harus sama.

c) Dosis diatur sedimikian rupa sehingga memberikan efek dari 0%


sampai 100% dan perhitungan dibatasi pada kelompok percobaan
yang memberi efek dari 0-100%.

Kelebihan dari metode ini adalah perhitungan sangat sederhana


dengan menggunakan logaritma, serta hewan uji tidak terbatas.
Kekurangan dari metode ini adalah hasil yang didapatkan kurang valid dan
apabila tidak ada dosis yang melemahkan hewan uji 100% maka LD50
tidak dapat dihitung, serta tidak dapat menggambarkan distribusi normal
dan variabel(Muhtadi dkk, 2011).

 Metode Thomson and Weil

Log m = Log D + d(f +1)

Keterangan :

m = harga LD50

D = dosis terkecil yang digunakan


d = log r (kelipatan dosis)

f = faktor

Metode Thomson dan Well mulai digunakan pada tahun 1952. Kelebihan
metode ini adalah mempunyai tingkat kepercayaan yang cukup tinggi, hasil
yang akurat, dan tidak memerlukan hewan coba yang cukup banyak
(Mustapa dkk, 2018). Kelebihan dari metode ini adalah perhitungannya
sederhana dan hewan uji yang digunakan sedikit, mempunyai tingkat
kepercayaan yang cukup tinggi, perhitungan LD50 tida menggunakan
kertas probit logaritma, dan uji heterogenitas data tidak dilakukan. Metode
ini juga menggunakan daftar perhitungan LD50 sehingga hasil lebih akurat.
Kekurangan dari metode ini adalah tidak dapat digunakan untuk
menghitung LD50 secara pasti, karena bergantung pada tetapan f, bila
komposisi hewan uji yang mati tidak terdapat dalam tabel maka LD50
tidak bisa ditetapkan sehingga memerlukan 4 tingkatan dosis (Donatus,
2009).

Uji Potensiasi adalah uji ketoksikan khas yang melibatkan dua atau lebih
senyawa uji, dengan tolok ukur kuantitatifnya yaitu harga LD50 gabungan
senyawa relatif terhadap LD50 masing-masing senyawa tunggalnya Maksud dari
uji potensiasi adalah untuk menentukan efek suatu senyawa dengan adanya
senyawa lain, yang kemungkinan akan meningkatkan ketoksikan salah satu
senyawa tersebut. Jadi dengan uji potensiasi, dapat diperoleh informasi tentang
adanya kemungkinan peningkatan efek toksik suatu senyawa karena adanya
senyawa lain (Donatus, 2009).
PEMANTAUAN RESPON TOKSIK

Sistem Saraf
SSP dan Somatomatis Pernapasan Jumlah
Otonom
Kelompok
Gerakan Keaktifan
Salivasi Lakrimasi Bradipnia Dispnea Hidup Mati
Gemetar Konvulsi Bringas Pasif
1 V
Dosis
2 V 2 1
I
3 V V V
1 V V V V
Dosis
2 V 1 2
II
3 V V V
1 V V V
Dosis
2 V V V V 0 3
III
3 V V V V
Berdasarkan table diatas pada mencit dengan kelompok kontrol tidak
menunjukkan gejala apapun, sedangkan pada mencit yang diberi perlakuan atau
diberikan HIT (pestisida) muncul gejala seperti data table di atas.

Menurut tabel kriteri ketoksikan Loomis (Wahyuningsih, 2015)

Kriteria LD50 (mg/kg)


Luar biasa toksik 1 atau kurang
Sangat toksik 1-50
Cukup toksik 50-500
Sedikit toksik 500-5000
Praktis tidak toksik 5000-15000
Relatif kurang berbahaya Lebih dari 15000
Berdasarkan dari simulasi perhitungan data didapatkan nilai LD50 pada
metode Miller-Tainter sebesar16,18 mg/kg masuk dalam kriteria sangat toksik, nilai
LD50 pada metode Litchfield-Wilcoxon sebesar 16,97 mg/kgBB ini menandakan
nilai ini masuk dalam kriteria sangat toksik, dan nilai LD50 pada metode Farmakope
Indonesia adalah 16,97 mg/kgBB masuk dalam kriteria sangat toksik. Ketiga metode
ini memiliki hasil yang masuk ke dalam kriteria yang sama, yaitu sangat toksik.
Sedangkan berdasarkan teori, senyawa trnasfluthrin memiliki LD50 sebesar 583-688
mg/kgBB yang masuk ke dalam kriteria sedikit toksik. Terjadi ketidaksesuain antarqa
simulasi data perhitungan dengan teori disebabkan oleh HIT yang digunakan tidak
hanya terdiri bahan aktif transfluthrin saja, tetapi juga mengadung bahan yang lainn,
yaitu d-allethrin yang memiliki LD50 tunggal lebih tinggi, sehingga dapat
menimbulkan potensiasi senyawa tersebut dapat menjadi sangat toksik (WHO, 2006).

F. Kesimpulan

Praktikum kali ini bertujuan untuk menetapkan potensi ketoksikan akut,


yakni kisaran dosis letal atau dosis toksik obat terkait pada hewan uji. Berdasarkan
dari simulasi perhitungan data didapatkan nilai LD50 pada metode Miller-Tainter
sebesar16,18 mg/kg masuk dalam kriteria sangat toksik, nilai LD50 pada metode
Litchfield-Wilcoxon sebesar 16,97 mg/kgBB ini menandakan nilai ini masuk
dalam kriteria sangat toksik, dan nilai LD50 pada metode Farmakope Indonesia
adalah 16,97 mg/kgBB masuk dalam kriteria sangat toksik. Dari hasil LD50 yang
didapatkan telah didapatkan dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan data tidak
sesuai dengan teori. Hal ini disebabkan oleh HIT yang digunakan tidak hanya
terdiri bahan aktif transfluthrin saja, tetapi juga mengadung bahan yang lainn,
yaitu d-allethrin yang memiliki LD50 tunggal lebih tinggi, sehingga dapat
menimbulkan potensiasi senyawa tersebut dapat menjadi sangat toksik.
DAFTAR PUSTAKA

BPOM, 2014. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. 7 Tahun 2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara
In Vivo. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.

Donatus I. A., 2009. Toksikologi Dasar. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi


Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

EPA, 2002. Methods for Masuring The Acute Toxicity of Effluents and Receiving
Waters to Freshwater and Marine Organism. Environmental Protection Agency,
United States.

Hilma, N., 2016. Ketoksikan Akut Kombinasi Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma
ulmifolia Lmk.) dan Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dengan
Parameter Histopatologi Organ Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus
norvegicus). Fakultas Farmasi Universitas Jember, Jawa Timur.

Muhtadi, dkk., 2011, Uji Toksisitas Akut dari Kombinasi Ekstrak Herba Meniran
(Phyllantus niruri auct. Non L.), Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.), dan
Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.). Pharmacon, 12(2), 69-72.

Mustapa, M.A., Tuloli, T.S., Mooduto, A.M., 2018. Uji Toksisitas Akut Yang Diukur
Dengan Penentuan LD50 Ekstrak Etanol Bunga Cengkeh (Syzygium
aromaticum L.) Terhadap Mencit (Mus muscullus) Menggunakan Metode
Thompson-Weil. Frontiers: Jurnal Sains dan teknologi, 1(1), 105-117.

PubChem., 2021, Allethrin,


https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Allethrin#section=Structures,
diakses tanggal 3 November 2021.
PubChem., 2021, Transfluthrin,
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/656612, diakses tanggal 3
November 2021.

Srinita, G., Fuadi, L. N., Nazarudin, N., 2016. Perbandingan Efektivitas Obat
Nyamuk Listrik Mat yang Mengandung d-alletrin-transflutrin dengan
dimeflutrin terhadap Nyamuk Aedes aegypti Sebagai Vektor Demam Berdarah
Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Universitas Jenderal Achmad Yani,
Jawa Barat.

Stevani, H., 2016, Praktikum Mikrobiologi, Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Wahyuningsih, B., 2015. Uji Toksisitas Akut Infusa Biji Alpukat Persea americana
Mill. Pada Mencit Galur Swiss. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.

WHO, 2016, Transfluthrin,


https://www.who.int/whopes/quality/Transfluthrin_eval_specs_WHO_Ma
y_2016.pdf?ua=1, diakses tanggal 3 November 2021.

Anda mungkin juga menyukai