Anda di halaman 1dari 17

HASIL PERCOBAAN

1. Gradual
Tabel 1. % Respon Tanpa Pemberian PGV-0

Gambar 1. Kurva % Respon Vs Log Kumulatif Organ 1


Gambar 2. Kurva % Respon Vs Log Kumulatif Organ 2

Gambar 3. Kurva % Respon Vs Log Kumulatif Organ 3


Perhitungan pD2
a. Organ 1
Persamaan: Y = 79,056 X + 821,26
Y = 50 (persen respon)
Maka, X = -9,756 = log ED50 = - pD2
pD2 = 9,756
b. Organ 2
Persamaan: Y = 64,325 X + 682,18
Y = 50 (persen respon)
Maka, X = -9,983 = log ED50 = - pD2
pD2 = 9,983
c. Organ 3
Persamaan: Y = 67,462 X + 720,74
Y = 50 (persen respon)
Maka, X = -9,943 = log ED50 = - pD2
pD2 = 9,943

Rata-Rata = 9,894
SD = 0,121

Tabel 2. %Respon dengan Pemberian PGV-0

Gambar 4. Kurva % Respon Vs Log Kumulatif Organ 1


Gambar 5. Kurva % Respon Vs Log Kumulatif Organ 2

Gambar 6. Kurva % Respon Vs Log Kumulatif Organ 3


Perhitungan pD2
a. Organ 1
Persamaan: Y = 63,408 X + 678,18
Y = 50 (persen respon)
Maka, X = -9,907 = log ED50 = - pD2
pD2 = 9,907
b. Organ 2
Persamaan: Y = 62,215 X + 668,62
Y = 50 (persen respon)
Maka, X = -9,943 = log ED50 = - pD2
pD2 = 9,943
c. Organ 3
Persamaan: Y = 54,372 X + 621,32
Y = 50 (persen respon)
Maka, X = -10,508 = log ED50 = - pD2
pD2 = 10,508
2. Quantal

Tabel 2. Hasil uji ketoksikan akut Kapsul JAHEⓇ pada mencit


jantan

Perlakuan suspensi Kapsul Jumlah hewan


JAHEⓇ yang mati dalam %respon
tiap kelompok
Kontrol (CMC-Na 0,5%) 0 0%
Dosis I : 40 mg/kg BB 1 10 %
Dosis II : 80 mg/kg BB 3 30 %
Dosis III : 160 mg/kg BB 6 60 %
Dosis IV: 320 mg/kg BB 10 100 %

● Perhitungan LD50
1. Metode Farmakope Indonesia

m = log LD50 = a - {b (∑Pi – 0,5)}

Keterangan:

m = log dosis terendah yang menyebabkan 50% kematian hewan uji (log LD50)

a = log dosis terendah yang menyebabkan 100% kematian hewan uji

b = beda logaritma dosis yang berurutan

jumlah hewan yang mati


Pi ¿ , ∑Pi = Pi I + Pi II + Pi III + … + Pin
jumlah total hewan uji

Diketahui :

a = log 320 = 2,505

b = log 80 - log 40 = 0,301

Pi = 0.1+0.6+0.3+1 = 2

m = log LD50 = 2,505 - (0,301 (2-0,5))

log LD50 = 2,505 - 0,452

log LD 50 = 2,0535

LD50 = 113,13 mg/kgBB


2. Metode Thomson Weil

log m = log D0 + d (f + 1)

Keterangan :

D0 = dosis terendah yang digunakan

d = logaritma kelipatan dosis yang digunakan

f = nilai yang dapat dilihat dalam tabel

LD50 = antilog log M

Perhitungan :

a. Menentukan n, N, K
● n = 10 (jumlah hewan uji per kelompok)
● N = 4 (jumlah kelompok dosis yang digunakan)
● K=N–1=4–1=3

Maka r value 1,3,6,10, nilai K = 3 dan n = 10 memiliki nilai f = 0,55560

b. Logaritma Kelipatan Dosis


d = logaritma kelipatan dosis
mg
80 BB
dosis II kg
d = log = log = log 2 = 0,301
dosis I mg
40 BB
kg
c. log m

log m = log D0 + d (f + 1)

log m = log 40 + log 3 (0,55560 + 1)

log m = 1,602 + 0,301 (1,55560)

log m = 1,602 + 0,468

log m = 2,070

d. LD50
LD50 = antilog log m
LD50 = antilog (2,070)
mg
LD50 = 117,582 BB
kg
e. SD
SD = log m ± 2 σ log m
SD = log m ± 2 d (σf)
SD = 2,070 ± 2 (0,301) (0,141)
SD = 2,070 ± 0,0847
f. Rentang LD50
Rentang LD50 = Antilog SD ≤ LD50 ≤ antilog SD
Rentang LD50 = 96,6718 ≤ LD50 ≤ 142,7907
Keterangan :
SD = log m - 2 d (σf)
= 2,070 - 0,0847
= 1,9853
SD = log m + 2 d (σf)
= 2,070 + 0,0847
= 2,1547
*Rentang LD50 = antilog SD

1. Metode Probit secara manual

Jumlah hewan
yang mati Persen Dosis
Kematian (%) Probit (mg/kgBB) log dosis X-X1 X
0 0 0 0 0 53.76344086 53.76344086
1 10 3.72 40 1.602059991 67.36842105 27.36842105
3 30 4.48 80 1.903089987 54.02597403 -25.97402597
6 60 5.25 160 2.204119983 -14.08450704 -174.084507
10 100 8.09 320 2.505149978 -121.6130574 -441.6130574
Nilai probit diketahui dari tabel dengan menggunakan data dari % respon.

Keterangan :

LD50 = dosis yang menyebabkan 50% kematian hewan uji

y = probit 50% = 5,00


Perhitungan :

a = -4,08

b = 4,61

r = 0,8816

y = bx + a

y = 4,61x + (-4,08)

y+ 4,08
x¿
4,61

5+4,08
x¿
4,61

x = 1,969 mg/kgBB

LD50 = 93,2462 mg/kgBB

PEMBAHASAN
Praktikum kali ini bertujuan agar mahasiswa mampu menganalisis hubungan dosis
respon berdasarkan respon quantal dan gradual. Respon dosis-respon ini penting dalam
bidang farmasi untuk mengetahui rentang dosis yang mampu memberikan efek tertentu
kepada individu secara umum. Hasil dari praktikum ini dapat digunakan untuk evaluasi batas
keamanan dan efektivitas suatu obat.
Dalam praktikum ini tingkat dosis-respon diamati melalui dua jenis percobaan yaitu
respon gradual dan respon quantal. Respon gradual berprinsip bahwa kenaikan dosis akan
diikuti dengan kenaikan respon. Sedangkan respon quantal sendiri memiliki prinsip “all or
none effect” yang berarti apakah tingkat dosis yang diberikan dapat memberikan respon yang
diharapkan untuk sekelompok subjek uji atau tidak.
Praktikum ini dilakukan secara dry lab yang mana mahasiswa dapat melihat dan
mempelajari percobaan yang dilakukan melalui video yang telah disediakan dan kemudian
melakukan pengerjaan data simulasi yang telah disiapkan. Untuk percobaan respon gradual
dilakukan dengan mengobservasi tingkat kontraksi trakea marmut akibat dari pemberian
agonis histamin tanpa pengaruh senyawa lain yang dibandingkan dengan tingkat kontraksi
trakea mencit akibat dari pemberian agonis histamin dengan adanya pengaruh PGV-0.
Sedangkan untuk respon quantal menggunakan simulasi uji toksisitas akut terhadap kapsul
JAHE yang dilakukan pada hewan uji mencit jantan, galur Swiss dan obat diberikan secara
oral dosis tunggal untuk dianalisis hubungan dosis-respon quantal.

1. Gradual
Tujuan pada percobaan ini adalah untuk memantau hubungan dosis respon pada
trakea mencit akibat pemberian agonis histamin dengan dan tanpa pengaruh PGV-0.
Dalam percobaan ini digunakan 2 macam zat aktif obat yaitu agonis histamin dan PGV-0
yang sebagai variabel bebas pada pengamatan respon gradual. Ikatan histamin dengan
reseptornya akan menyebabkan kontraksi sel otot polos, vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas vaskular, peningkatan sekresi mukus, takikardi, perubahan tekanan darah,
aritmia, serta menstimulasi sekresi asam lambung (Kusche, dkk., 1980). PGV-0
merupakan hasil modifikasi senyawa kurkumin, senyawa ini merupakan calon obat
antiinflamasi yang kuat serta memiliki efek samping yang relatif rendah dibanding obat-
obat antiinflamasi yang ada di peredaran. (Oetari dkk, 2001).
Data yang dianalisis yaitu perbandingan dosis-respon agonis histamin tanpa vs dengan
pengaruh PGV-0 terhadap kontraksi otot polos trakea. Uji ini untuk melihat pengaruh
pemberian PGV-0 terhadap aktivitas agonis histamin pada otot polos. Untuk uji ini
diberikan data pemberian agonis histamin yang diberikan secara kumulatif pada organ
bath volume 20 mL dan 2 gambar kurva respon kontraksi otot polos trakea akibat
perlakuan. Gambar pertama memperlihatkan respon akibat pemberian agonis histamin
tanpa PGV-0 yang direplikasi 2 kali sehingga terdapat kurva yang secara sekilas mirip.
Gambar kedua memperlihatkan respon kontraksi akibat agonis histamin setelah
pemberian PGV-0, secara sekilas tampak 3 kurva dengan perbedaan signifikan.
Untuk mengamati hubungan dosis respon secara gradual dilakukan perhitungan pD2
masing-masing gambar dan dibandingkan respon tanpa PGV-0 dan respon dengan PGV-
0. pD2 mampu memberikan gambaran afinitas suatu agonis terhadap reseptornya yang
spesifik. Perhitungan pD2 sendiri perlu dilakukan perhitungan % respon diperoleh dengan
membandingkan tinggi respon kumulatif pada setiap dosis dengan tinggi respon kumulatif
maksimum dikalikan 100%. Kemudian dibuat kurva hubungan log dosis terhadap %
respon. Dibuat kurva dengan perbandingan log dosis dan % respon untuk
menyederhanakan kurva yang memberikan rentang konsentrasi yang lebih besar.
Dari data masing-masing kurva ditunjukkan, kenaikan respon seiring dengan
penambahan dosis agonis histamin yang diberikan, maka kenaikan dosis agonis
berbanding lurus dengan kenaikan respon. Hasil ini dapat terjadi karena semakin banyak
obat yang diberikan, maka ikatan obat dengan reseptor juga semakin banyak sehingga
respon yang ditimbulkan juga semakin besar. Akan tetapi, jika semua reseptor telah
ditempati oleh agonis histamin maka kenaikan respon tidak lagi terjadi, yang dapat dilihat
dari kurva yang mulai melandai setelah dosis yang diberikan cukup tinggi.
Selain itu, dari data kurva yang diperoleh respon kontraksi akibat agonis histamin
dengan pemberian PGV-0 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tanpa
pemberian PGV-0. Maka dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa PGV-0
dapat meningkatkan respon kontraksi otot polos trakea. Untuk memperkuat hipotesis
sebelumnya dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh PGV-0 terhadap
hubungan dosis-respon agonis histamin.
Dari hasil yang diperoleh, didapat rata-rata pD2 tanpa pemberian PGV-0 adalah 9,894
± 0,121. pD2 menunjukkan besarnya afinitas obat dengan reseptornya yang spesifik
ketika suatu dosis menghasilkan respon 50% (ED50). Semakin besar nilai pD2, maka
semakin besar kemampuan obat untuk membentuk kompleks dengan reseptornya
sehingga kemampuan untuk menimbulkan efek juga semakin besar. Dilakukan analisis
selanjutnya yaitu perhitungan pD2 akibat pengaruh PGV-0 dengan seri konsentrasi 3x10 -
6
M, 1x10-5M, dan 3x10-5M. Untuk seri konsentrasi pertama diperoleh nila pD2 sebesar
9,907, untuk seri konsentrasi kedua sebesar 9,94, dan untuk seri konsentrasi ketiga
sebesar 10,508.
Dari hasil pD2 yang telah diperoleh, jika dibandingkan dengan pD2 tanpa PGV-0
didapati kenaikan nilai pD2 akibat pemberian PGV-0 seiring meningkatnya konsentrasi
PGV-0 yang berikan. Hasil ini berbanding lurus dengan interpretasi grafik respon yang
diperoleh. PGV-0 yang diberikan mampu memperkuat respon kontraksi otot polos yang
diakibatkan oleh agonis histamin. Semakin besar konsentrasi PGV-0 yang diberikan
semakin besar pula peningkatan respon yang terjadi pada dosis agonis histamin yang
sama. Padahal menurut teori, PGV-0 memiliki efek dalam menghambat pelepasan
histamin dari sel mast dengan cara blokade kanal Ca 2+ (Nugroho, et al., 2009). Dalam
penelitian lain dikatakan bahwa PGV-0 juga jelas menghambat pelepasan histamin pada
kaki tikus edema yang diinduksi senyawa 48/80 (Nugroho, et al., 2008). Akan tetapi,
respon yang ditimbulkan oleh histamin setelah pemberian PGV-0 malah mengalami
kenaikan, sehingga hasil tidak sesuai dengan teori. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan
dalam pengambilan data, atau dapat juga disebabkan PGV-0 yang digunakan sudah tidak
baik kondisinya sehingga tidak memberikan respon yang seharusnya.
2. Quantal
Respon quantal memunculkan dua kemungkinan: yaitu ada atau tidak ada efek (All or
None effect). Sistem hayati yang digunakan adalah satu kelompok bukan perindividu.
Contoh respon quantal yaitu uji efek tidur untuk obat golongan Barbiturat, maka yang
diperhatikan adalah efek bisa atau tidak bisa menidurkan, intensitas tidurnya tidak
diperhatikan, sehingga data yang diperoleh berupa frekuensi tidur hewan uji (berapa
jumlah hewan uji yang tidur dalam tiap kelompoknya) (Purwantiningsih, 2004).
Evaluasi hubungan dosis-respon berdasarkan respon quantal dapat diukur dengan
harga LD50. LD50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statistik, guna
menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau
menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan uji. Beberapa metode yang
digunakan untuk menghitung harga LD50 yaitu metode grafik Lithfield dan Wilcoxon,
metode kertas grafik probit logaritma (Miller -Tainter), metode rata-rata bergerak
Thompson-Weil 4, dan menurut Farmakope Indonesia. Metode-metode tersebut
berdasarkan kekerabatan antara dosis dan % hewan yang menunjukkan respon
(Purwantiningsih, 2004).
Suatu ukuran yang menghubungkan dosis suatu obat yang menghasilkan efek yang
diinginkan dengan menghasilkan efek yang tidak diharapkan disebut dengan indeks
terapeutik. Obat ideal menimbulkan efek terapi pada penderita tanpa menimbulkan efek
toksik. Semakin besar indeks terapi, semakin baik obat tersebut.
Praktikum ini dilakukan secara dry lab, dan didapatkan data
untuk dianalisis berupa data uji toksisitas akut Kapsul JAHEⓇ
terhadap hewan uji mencit jantan, galur Swiss dan obat
diberikan secara oral dosis tunggal. Mencit dibagi dalam lima
kelompok (tiap kelompok N=10). Kelompok I (kontrol) mendapat
larutan pembawa suspensi CMC-Na 0,5% 1 ml/kgBB. Kelompok I-
IV mendapat perlakuan suspensi Kapsul JAHEⓇ dalam CMC-Na
0,5% dengan dosis sebagai berikut : dosis I 40 mg/kg BB; dosis II
80 mg/kg BB; dosis III 160 mg/kg BB; dosis IV 320 mg/kg BB. Mencit
yang mati, yaitu pada kelompok dosis I sebanyak 1 ekor,
kelompok dosis II sebanyak 3 ekor, kelompok dosis III sebanyak
6 ekor, dan kelompok dosis 4 sebanyak 10 ekor.
LD50 dapat digunakan untuk menentukan batas aman suatu obat. Syarat uji LD 50
adalah menggunakan seri dosis dengan pengenceran kelipatan tetap, jumlah hewan uji
tiap kelompok harus sama, dan dosis diatur sedemikian rupa sehingga memberikan
respon 0-100%. Dihitung nilai LD50 dengan metode antara lain sebagai berikut.
a. Metode Farmakope Indonesia
Log m = log LD50 = a – {b (Σ𝑷𝒊-0,5)}
Keterangan:
m = log dosis terendah yang menyebabkan 50% kematian hewan uji (Log LD50)
a = log dosis terendah yang menyebabkan 100% kematian hewan uji
b = beda logaritma dosis yang berurutan
jumlah hewan yang mati
Pi = , Σ𝑃𝑖 = PiI + PiII + PiIII + … + Pin
jumlahtotal hewan uji
LD50 = antilog log m

Menghitung nilai LD50 dengan metode Farmakope Indonesia memiliki kelebihan dan
kekurangan, yaitu:
Kelebihan metode Farmakope Indonesia:
1) Tidak diperlukan data tambahan
2) Jumlah hewan uji dan kelompok uji tidak dibatasi
3) Dosis analisis tidak terbatas
Kekurangan metode Farmakope Indonesia:
1) Diperlukan data dosis yang menyebabkan 100% kematian hewan uji
2) Kelipatan dosis harus tetap
3) Tidak menggambarkan distribusi normal dan variabilitas
b. Metode Thomson Weil
Log m = log D0 + d (f + 1)

Keterangan:

D0 = dosis terendah

d = logaritma kelipatan dosis

f = nilai yang dapat dilihat dalam tabel

LD50 = antilog log m

Jika dibandingkan dengan metode Farmakope Indonesia, terlihat perbedaan,


yaitu metode ini digunakan log D0 dimana D0 adalah dosis peringkat yang paling
rendah. Sedangkan pada metode Farmakope Indonesia digunakan a yang merupakan
log dosis terendah yang mampu menyebabkan kematian 100% hewan uji.
Kelebihan metode Thompson-Weil:
1) Hewan uji yang mati tidak perlu 100%
2) Dosis merupakan kelipatan tetap sehingga efek bisa diprediksi
3) Valid
4) Tidak membutuhkan banyak hewan uji
Kekurangan metode Thompson-Weil:
1) Membutuhkan data tambahan tabel Thompson Weil
2) Bila kombinasi respon tidak ditemukan dalam tabel, maka nilai LD 50 tidak
dapat dihitung
3) Jumlah hewan uji maksimal 10 per kelompok

c. Metode Probit Manual


Kurva log dosis vs probit
Persamaan regresi y = bx +a
x = log dosis
y = probit
Menghitung LD50
Y = 5.0
Y = bx + a
LD50 = 10x
Metode probit menggunakan prinsip regresi linier. Metode probit ada 2 yaitu
Analisis Probit Manual dan Analisis Probit Komputer. Dalam hal ini digunakan
analisis probit secara manual dan analisis probit komputer dilakukan dengan
program SPSS.
Kurva hubungan logaritma dosis yang digunakan dengan persen respon
biologis pada umumnya menunjukkan gambaran sigmoid, agar menjadi lurus
diperlukan analisis probit. Dalam metode ini dibuat tabel mengenai dosis, log dosis,
jumlah kematian, Pi, dan % Pi. Harga probit dapat dilihat dalam tabel probit
disesuaikan dengan % jumlah hewan uji yang mati dari jumlah hewan dalam
populasi. Pi menunjukkan jumlah hewan yang mati setelah diberi dosis tertentu
dibagi jumlah hewan uji dalam satu kelompok.
Kelebihan metode probit secara manual:
1) Jumlah hewan uji bebas
2) Hewan uji yang mati tidak perlu sampai 100%
3) Peringkat dosis tidak terbatas
4) Dapat menghitung LD50 atau LD berapapun dengan persamaan regresi linier
5) Tidak tergantung faktor kelipatan
Kekurangan metode probit secara manual:
1) Kurang akurat karena % respon yang ditunjukkan pada tabel probit terbatas
2) Tidak mempunyai nilai probit untuk % respon kematian 0 dan 100
3) Perhitungan rumit dan tidak praktis
Dari praktikum ini didapat kisaran nilai LD 50 dari metode Farmakope
Indonesia sebesar 113,13 mg/kgBB. Dengan metode Thompson-
Weil sebesar 96,6718 mg/kgBB ≤ LD50 ≤ 142,7907 mg/kgBB.
Sedangkan pada analisis probit secara manual didapat
persamaan y = 4,61x - 4,08 dan LD50 sebesar 93,246 mg/kgBB.
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan metode-metode tersebut, metode
perhitungan nilai LD50 paling akurat untuk percobaan kali ini adalah metode
Thompson-Weil. Hal ini dikarenakan beberapa sebab antara lain :
1) Metode ini memiliki keuntungan yaitu hasil perhitungan yang didapatkan
lebih akurat dan valid
2) Dari ketiga metode yang digunakan untuk perhitungan LD50 hanya metode
Thompson-Weil yang dapat menentukan kisaran nilai LD50
3) Hewan uji tiap kelompok yang digunakan adalah 10 sehingga masih dapat
dihitung dengan metode ini
4) Metode ini juga tidak perlu dosis yang menyebabkan 100% kematian hewan
uji sehingga dapat meminimalisir kematian dari hewan uji

Kesimpulan
1. pD2 merupakan suatu parameter yang menggambarkan afinitas ikatan antara agonis
(dalam percobaan ini histamin) dan reseptor, pada saat dosis memberikan 50% respon dari
respon maksimum (ED50).
2. Agonis histamin menginduksi reseptor histamin sehingga dihasilkan efek berupa kontraksi
trakea.
3. Hubungan dosis-respon dapat diketahui atau dievaluasi dalam dua metode, yaitu metode
gradual dengan parameter pD2 dan metode quantal dengan parameter LD50.
4. LD50 merupakan dosis yang menyebabkan kematian pada 50% maksimum hewan uji.
Makin tinggi LD50 toksisitasnya semakin rendah.
5. Dari metode gradual didapatkan :
a. Dari tabel simulasi yang diberikan, diperoleh untuk seri konsentrasi pertama diperoleh
nila pD2 sebesar 9,907, untuk seri konsentrasi kedua sebesar 9,94, dan untuk seri konsentrasi
ketiga sebesar 10,508. Berdasarkan kurva %respon vs log kumulatif, terjadi kenaikan nilai
pD2 akibat pemberian PGV-0 seiring meningkatnya konsentrasi PGV-0 yang berikan. Hasil
ini berbanding lurus dengan interpretasi grafik respon yang diperoleh. Penambahan
konsentrasi histamin akan meningkatkan respon sampai pada titik tertentu dimana tercapai
respon maksimal yang menandakan ikatan histamin-reseptor telah jenuh.
b. Penambahan PGV-0 mengakibatkan nilai ED50 semakin kecil karena nilai pD2
semakin besar. pD2 menunjukkan besarnya afinitas obat dengan reseptornya yang spesifik
ketika suatu dosis menghasilkan respon 50% (ED50). Akan tetapi, respon yang ditimbulkan
oleh histamin setelah pemberian PGV-0 malah mengalami kenaikan, sehingga hasil tidak
sesuai dengan teori.
6. Dari metode quantal, semakin besar dosis maka semakin banyak tikus yang mati,
sehingga dosis berbanding lurus dengan respon. Dari ketiga metode yang digunakan,
diperoleh LD50 yang berkisar antara 93,246 mg/kgBB - 142,7907 mg/kgBB, sehingga
dapat disimpulkan bahwa dari uji toksisitas akut, Kapsul JAHE® diklasifikasikan sebagai
obat yang toksik.

a) Alat :
· Organ bath
· Transduser
· Pipet ukur 0,07-0,2 ml dan 20 ml.
· Komputer
· Spuit injeksi
· Kertas grafik semi-logaritmik
· Recorder
b) Bahan :
· Larutan bufer Krebs
· Larutan agonis histamin dengan kadar 2x10-6; 2x10-5; 2x10-4; 2x10-3; 2x10-2; 2x10-1
M
· Organ trakhea marmut
· Gas karbogen
· Phenobarbital, tiopental strikhnin, KCN
c) Cara kerja :
1. Respon Gradual
Diikat organ yang telah dipreparasi pada organ bath, kemudian segera diberi larutan
buffer Krebs hingga terendam sempurna, dan dialiri gas karbogen.

Diatur kedudukan tuas pencatat sedemikian rupa sehingga bisa memberikan rekaman
terbaik pada recorder (preload yang diberikan adalah 0,5 gram).

Diekuilibrium organ tersebut di dalam organ bath selama 15 menit, dengan
penggantian larutan buffer setiap 5 menit.

Diganti larutan buffer pada organ bath, dengan diisikan larutan buffer sebanyak 20 ml
dengan menggunakan pipet volume setelah tercapai waktu ekuilibrasi yang ditandai
dengan diperolehnya kimogram yang stabil.

Direkam kurva dosis respon yang pertama dengan faktor kumulasi kenaikan dosis
sebesar ½ log 10 (lihat tabel cara pemberian dosis di Buku Petunjuk Praktikum)
setelah 5 menit.

Dicuci organ tersebut dengan menggunakan larutan buffer selama 30 menit, dengan
pergantian buffer setiap 5 menit setelah diperoleh respon maksimal (ditandai dengan
tidak bertambahnya intensitas respon yang timbul pada penambahan dosis)

Diisikan pada organ bath 20 ml larutan buffer dan dilakukan rekaman pembuatan
kurva dosis respon seperti di atas setelah 5 menit pada akhir penggantian buffer.

Diulangi percobaan sampai diperoleh dua kurva yang identik satu sama lain.

Diubah data respon yang timbul (yang digambar dengan tingginya gambar kontraksi
pada kimogram) pada masing masing dosis terukur dalam satuan mm, kemudian ke
nilai persen dari nilai respon maksimal.

Diplotkan nilai presentase tersebut secara linear (100% = 100nm) pada ordinat (sumbu
X, log 10 = 30 mm)

Dihitung dosis yang menimbulkan respon 50% dari respon maksimal yang mungkin
bisa timbul dengan menggunakan grafik tersebut diatas (plot dosis vs respon). Nilai
negatif logaritma dari dosis ini dikenal dengan nama pD2 dan besaran ini memberikan
gambaran nilai afinitas agonis yang bersangkutan terhadap reseptor spesifiknya.
2. Respon Quantal
Mencit dibagi menjadi 5 kelompok (dosis 5 mg/Kg; 50mg/Kg; 300mg/Kg; dan 2000
mg/Kg) dan kelompok kontrol. Masing masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit

Pemberian obat Phenobarbital bisa dimulai dari dosis 5; 50; 300; atau 2000 mg/Kg.
Hewan uji diamati dengan pengamatan onset, durasi dan tanda tanda toksik sampai
kematian hewan uji

Dihitung dan catat jumlah mencit yang mati pada tiap kelompok

Dibuat tabel log dosis dan % respon dari data yang diperoleh

Dihitung harga LD50 obat dengan beberapa metode
i. Menurut Farmakope Indonesia
ii. Metode Thompson Weil
iii. Analisis Probit baik secara manual maupun komputerisasi

Dianalisis perhitungan hasil harga LD50, dari keempat metode.

Ditentukan kelebihan dan kekurangan masing masing metode.

Purwaningsih, S., 2004, Isolasi, Enumerasi, Dan Karakterisasi Bakteri Rhizobium Dari Tanah
Kebun Biologi Wamena, Papua, Jurnal dipublikasikan, Bidang Mikrobiologi, Pusat
Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Lipi), Bogor.
Nugroho A. E., Sardjiman, dan Maeyama, K., 2008, Inhibitory Effect Of 2,5-Bis(4-Hydroxy-
3-Methoxy Benzylidene) Cyclopentanone On Mast Cell Histamine Mediated-Rat Paw
Edema, 61th Annual Japanese Pharmacological Society Southwest Regional Meeting,
Proceeding, Yonago, Jepang.
Nugroho, A. E., Ikawati, Z., Sardjiman, dan Maeyama, K., 2009, Effects Of Benzylidene
Cyclopentanone Analogues Of Curcumin On Histamine Release From Mast Cells, Biological
Pharmaceutical Bulletin, 32, 5, 842-849.
Kusche, J., Bieganski, T., Hesterberg, R., 1980, The Influence Of Carcinoma Histamine And
Histamine Intolerance, National University of Singapore, http://www.ajcn.org, diakses pada
27 April 2021 pukul 16.00 WIB.
Oetari, R.A., Sardjiman, Yuwono, T., dan Hakim, L., 2001, Upaya Peningkatan Absorpsi
Senyawa Baru Antiinflamasi PGV-0, Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX/1 Perguruan
Tinggi, Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai