Anda di halaman 1dari 16

EFEK DIURETIKA

“UJI POTENSI DIURETIKA”

Disusun oleh :

Kashimah Adawiyah (19330038)

Kelas A

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Percobaan


Diare adalah sebuah penyakit yang cukup sering masyarakat alami dan
membuat sering buang air besar. Secara klinis istilah “dieresis” menunjukkan
peningkatan volume urine. Diuretik merupakan obat yang meningkatkan laju aliran urin
dan sekresi natrium serta digunakan untuk mengatur volume dan atau komposisi cairan
tubuh pada berbagai keadaan klinis.
Penggunaan klinis diuretika yang paling penting adalah edema dengan cara
mengeluarkan cairan edema (dan elektrolit), yang berarti mengubah keseimbangan
cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.
Diuretika membantu ginjal membuang garam dan air yang akan mengurangi volume
cairan diseluruh tubuh. Diuretika bisa saja menghilangkan kalium melalui air kemih
sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium.
Beberapa obat yang dapat digunakan untuk mengobati diare diantaranya
adalah senyawa intralumen, antimotalitas dan antisekretori. Mendeteksi aktivitas
antidiare ditunjukkan terbatas pada aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik
usus.

1.2 Tujuan Percobaan


Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa dapat :
1. Memahami kerja farmakologi dari berbagai kelompok diuretika.
2. Memperoleh gambaran tentang cara evaluasi potensi diuretika.

1.3 Prinsip Percobaan


Melihat efek diuretika dari tiga obat yang diuji pada hewan uji yaitu mencit
dengan membandingkan volume urin yang dikeluarkan selama 2 jam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin menjadi lebih
banyak frekuensi dan kuantitasnya. Jika pada peningkatan ekskresi air terjadi juga ekskresi
garam garam, maka diuretika ini disebut natriuretika atau saluretika.

Diuretika dapat dikelompokkan menurut mekanisme kerjanya, yaitu:

 Diuretika inhibitor karboanhidrase; contohnya asetazolamid.


 Diuretika lengkung Henle; contohnya furosemide.
 Diuretika golongan tiazid; contohnya hidroklortiazid.
 Diuretika antagonis aldosterone; contohnya spironolakton.
 Diuretika hemat kalium jenis siklomidin; contohnya triamterene dan amilorid.

Karbonat inhibitor karboanhidrase digunakan untuk pengobatan sebelum ditemukan


diuretika turunan tiazida. Senyawa ini bekerja di sel epitelium tubulus proksimal yang kaya
akan karbonat anhydrase. Peran utama karbonat anhydrase adalah dalam reabsorbsi NaHCO3
dan sekresi asam. Diuretic golongan ini bekerja dengan menghambat enzim karbonik
anhydrase pada sel epitel tubulus proksimal dan menghambat penyerapan kembali ion Na, Cl
dan air. Enzim karbonik anhidrae berfungsi mengkatalis pembentukan H dan HCO, dengan
berkurangnya ion H maka pertukaran Na dan H akan terhambat menyebabkan penumpukkan
Na yang menyebabkan perbedaan tekanan osmosis.

Diuretik lengkung henle bekerja di sel-sel tubuli dengan merintangi transport Cl dan
reabsorbsi Na sehingga pengeluaran K dan air diperbanyak. Furosemid merupakan obat
diuretik kuat, terutama diberikan pada penderita hipertensi. Pada pemberian secara oral,
hanya sekitar 60% obat yang terabsorpsi.

Diuretik golongan tiazid bekerja dengan menghambat transport NaCl dalam distal
convoluted tubule (DTC). Korteks ginjal mempunyai reseptor yang berafinits tinggi mengikat
tiazid yang terdapat di DTC.

Spironolakton merupakan antagonis farmakologis spesifik aldosterone yang


bertindak mengikat secara kompetitif reseptor yang berikatan dengan aldosterone, tempat
pertukaran natrium kalium di distal tubulus ginjal. Spironolakton menyebabkan peningkatan
jumlah natrium dan air untuk disekresi sedangkan kehilangan kalium diminimalkan.

Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik ringan
dan dapat menurunkan sekresi ion H dan K . Senyawa tersebut bekerja pada tubulus distalis
dengan memblokir penukaran Na dengan H dan K , menyebabkan retensi K dan
meningkatkan sekresi Na dan air. Aktivitas diuretiknya relatif lemah, biasanya diberikan
bersama-sama dengan diuretik tiazida.
BAB III
ALAT, BAHAN, DAN METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan


Hewan uji : Tikus putih, jantan (jumlah 6 ekor), bobot tubuh 200-300 g
Obat :
- CMC Na 1% secara PO
- Furosemid 20 mg/ 70 kgBB manusia secara PO
- Spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara PO
- Air hangat 50 ml/ kgBB tikus
Alat :
o Spuit injeksi 1 ml
o Sonde
o Timbangan hewan
o Kandang diuretic
o Beaker glass
o Gelas ukur

3.2 Metode Kerja


1. Puasakan tikus selama 12-16 jam, tetapi tetap diberikan air minum.
2. Sebelum pemberian obat, berikan air hangat per oral sebanyak 50 ml/ kg BB tikus.
3. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 2
ekor mencit dengan perbedaan dosis obat yang diberikan:
Kelompok I : CMC Na 1% secara PO
Kelompok II : furosemide 20 mg/ 70 kgBB manusia secara IV
Kelompok III : spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara
4. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing
mencit.
5. Berikan larutan obat sesuai kelompok masing-masing.
6. Tempatkan tikus ke dalam kandang diuretic.
7. Kumpulkan urine selama 2 jam, catat frekuensi pengeluaran urine dan jumlah urine
setiap kali diekskresikan.
8. Catat dan tabelkan pengamatan.
9. Hitung persentase volume kumulatif urine yang diekskresikan:
volume urin yang diekskresikan dalam waktu 2 jam
×100 %
volume air yang diberikan per oral
Efek diuretika positif jika persentase volume kumulatif urine yang diekskresika
>75% dari volume air yang diberikan
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Kel Tikus ke BB

I 250 g
I
II 280 g

CMC –NA 1% (0,5 ml)


III 230 g
II Furosemid 0,04% (20 mg dalam 50 ml)
IV 270 g
Spironolakton 0,1% (50 mg dalam 50 ml)

V 250 g
III
VI 260 g

Perhitungan :
Kelompok 1 : CMC Na 1 %
1. Tikus dengan berat badan 250 g volume yang diberikan sebanyak 0,5 ml secara Per
Oral
2. Tikus dengan berat badan 280 g volume yang diberikan sebanyak 0,5 ml secara Per
Oral

Kelompok 2 : Furosemid 0,04 %


1) Diketahui : Dosis Furosemid pada manusia 70 kg = 20mg
Ditanya : Dosis dan volume pemberian Furosemid pada tikus 230 g?
Jawab : 20 mg x 0,018= 0,36 mg
230 g
Dosis berdasarkan BB= x 0,36 mg = 0,414 mg
200 g
0,414 mg
Volume Pemberian = x 50 ml = 1,035 ml
20 mg
2) Diketahui : Dosis Furosemid pada manusia 70 kg = 20mg
Ditanya : Dosis dan volume pemberian Furosemid pada tikus 270 g?
Jawab : 20 mg x 0,018= 0,36 mg
270 g
Dosis berdasarkan BB= x 0,36 mg = 0,486 mg
200 g
0,486 mg
Volume Pemberian = x 50 ml = 1,215 ml
20 mg

Kelompok 3 : Spironolakton 0,1 %


1. Diketahui : Dosis Spironolakton pada manusia 70 kg = 100mg
Ditanya : Dosis dan volume pemberian Spironolakton pada tikus 250 g?
Jawab : 100 mg x 0,018 = 1,8 mg
250 g
Dosis berdasarkan BB= x 1,8 mg = 2,25 mg
200 g
2,25 mg
Volume Pemberian = x 50 ml = 2,25 ml
50 mg
2. Diketahui : Dosis Spironolakton pada manusia 70 kg = 100mg
Ditanya : Dosis dan volume pemberian Spironolakton pada tikus 260 g?
Jawab : 100 mg x 0,018= 1,8 mg
260 g
Dosis berdasarkan BB= x 1,8 mg = 2,34 mg
200 g
2,34 mg
Volume Pemberian = x 50 ml = 2,34 ml
50 mg
Percobaan Bahan Obat Efek Diuretik
Potensi Tikus CMC Na Frekuensi Urinasi (menit ke-) 40’ 50’ 61’ 94’ 120’
1%
Diuretika secara PO Volume Urine (ml) 1 0,6 0,3 0.8 0,2
Volume Urine Kumulatif 2,9 ml
selama 2 jam (ml)
Volume Air yg Diberikan secara 5 ml
PO (ml)
Potensi Diuretika (%) 58 %
CMC Na Frekuensi Urinasi (menit ke-) 36’ 49’ 75’ 88’ 100’ 120’
1%
secara PO Volume Urine (ml) 0,5 0,2 0,5 0,7 0,5 0,2
Volume Urine Kumulatif selama 2,6 ml
2 jam (ml)
Volume Air yg Diberikan secara 5 ml
PO (ml)
Potensi Diuretika (%) 52 %
Furosemide Frekuensi Urinasi (menit ke-) 36’ 52’ 67’ 75’ 84’ 96’ 110’ 119’
20 mg Volume Urine (ml) 1 0,8 0,5 1,2 1 1 1,8 2
(manusia 70 Volume Urine Kumulatif selama 9,3 ml
kg) secara 2 jam (ml)
PO Volume Air yg Diberikan secara 5 ml
PO (ml)
Potensi Diuretika (%) 186 %

Percoban Bahan Obat Efek


Diuretik
Furosemide Frekuensi Urinasi (menit ke-) 39 50 74 89 106’ 120’
20 mg Volume Urine (ml) 1 0,5 0,8 1,5 2 2,8
(manusia 70 Volume Urine Kumulatif 8,6 ml
selama
kg) secara 2 jam (ml)
PO Volume Air yg Diberikan 5 ml
secara
PO (ml)
Potensi Diuretika (%) 172 %
Spironolakto Frekuensi Urinasi (menit ke-) 45’ 66’ 80’ 96’ 120’
n 100 mg Volume Urine (ml) 0,3 0,8 1,3 1,1 2
(manusia 70 Volume Urine Kumulatif 5,5 ml
selama
kg) secara 2 jam (ml)
PO Volume Air yg Diberikan 5 ml
secara
PO (ml)
Potensi Diuretika (%) 110 %
Spironolakto Frekuensi Urinasi (menit ke-) 26’ 47’ 60’ 92’ 108’ 120’
n 100 mg Volume Urine (ml) 0,8 1 1 0,6 1,5 2,4
(manusia 70 Volume Urine Kumulatif 5,3 ml
selama
kg) secara 2 jam (ml)
PO Volume Air yg Diberikan 5 ml
secara
PO (ml)
Potensi Diuretika (%) 146 %
Perhitungan :

Kelompok 1 : CMC Na 1%
1. Persentase volume kumulatif urine yang diekskresikan:
Volume urine yang diekskresikan dalam waktu 2 jam
¿ x 100 %
Volume air yang diberikan per oral
2,9 ml
¿ x 100 %
5 ml
¿ 0,58 %

2. Persentase volume kumulatif urine yang diekskresikan:


Volume urine yang diekskresikan dalam waktu 2 jam
¿ x 100 %
Volume air yang diberikan per oral
2,6 ml
¿ x 100 %
5 ml
¿ 0,52 %

Kelompok 2 : Furosemide 20 mg (manusia 70 kg)


1) Persentase volume kumulatif urine yang diekskresikan:
Volume urine yang diekskresikan dalam waktu 2 jam
¿ x 100 %
Volume air yang diberikan per oral
9,3 ml
¿ x 100 %
5 ml
¿ 1,86 %
2) Persentase volume kumulatif urine yang diekskresikan:
Volume urine yang diekskresikan dalam waktu 2 jam
¿ x 100 %
Volume air yang diberikan per oral
8,6 ml
¿ x 100 %
5 ml
¿ 1,72 %

Kelompok 3 : Spironolakton 100 mg (manusia 70 kg)


1. Persentase volume kumulatif urine yang diekskresikan:
Volume urine yang diekskresikan dalam waktu 2 jam
¿ x 100 %
Volume air yang diberikan per oral
5,5ml
¿ x 100 %
5 ml
¿ 1,1 %
2. Persentase volume kumulatif urine yang diekskresikan:
Volume urine yang diekskresikan dalam waktu 2 jam
¿ x 100 %
Volume air yang diberikan per oral
5,3ml
¿ x 100 %
5 ml
¿ 1,06 %

Pada praktikum kali ini, akan diamati efek dari obat-obatan diuretic terhadap tikus
yang diuji. Obat diuretic yang digunakan adalah furosemide dan spironolakton dan sebagai
perbandingan digunakan cmc na. untuk cmc na tidak perlu dihitung karena plasebo atau tidak
memberikan efek diuretic. Cmc na diberikan secara oral sebanyak 0,5 ml. sebelum praktik,
selama 12-16 jam tikus dipuasakan tidak diberikan makan hanya diberikan minum. Sebelum
pemberian obat, tikus diberikan air hangat sebanyak 5 ml secara oral meggunakan spuit 3 ml.
pemberian air hangat dilakukan untuk membuat tikus memiliki rasa ingin pipis.

Tikus uji dibagi menjadi 3 kelompok untuk membandingkan efek yang diberikan
oleh obat furosemide, spironolakton dan cmc na. Masing-masing kelompok terdiri dari 2
tikus. Obat diberikan secara peroral. Setelah itu tikus diletakkan dalam kandang atau wadah
diuresis yang ada corong untuk mengalirkan urin tikus. Wadah ditutup agar tikus tidak
kemana-mana. Efek diuretic diamati selama 120 menit. Urin yang keluar ditampung dan
dimasukkan ke dalam gelas ukur. Kemudian amati frekuensi diuresisnya.

Pada kelompok 1 tikus pertama dengan berat 250 g diberikan cmc na sebanyak 0,5
ml secara oral. Setelah diamati selama 120 menit, pada menit ke 40 urin keluar sebanyak 1
ml. kemudian pada menit ke 50 tikus mengeluarkan urin sebanyak 0,6 ml. pada menit ke 61
urin yang dikeluarkan sebanyak 0,3 ml. pada menit ke 94 urin yang dikeluarkan sebanyak 0,8
ml dan pada menit ke 120, urin yang dikeluarkan tikus sebanyak 0,2 ml. total urin yang
dikeluarkan oleh tikus pertama sebanyak 2,9 ml dengan potensi diuretiknya sebesar 58%.
Pada tikus kedua dengan berat 280 g diberikan cmc na sebanyak 0,5 ml secara oral. Setelah
diamati selama 120 menit, pada menit ke 36 urin keluar sebanyak 0,5 ml. kemudian pada
menit ke 49 tikus mengeluarkan urin sebanyak 0,2 ml. pada menit ke75 urin yang dikeluarkan
sebanyak 0,5 ml. pada menit ke 88 urin yang dikeluarkan sebanyak 0,7 ml. lalu dimenit ke
100 tikus kembali mengeluarkan urin sebanyak 0,5 ml dan pada menit ke 120, urin yang
dikeluarkan tikus sebanyak 0,2 ml. efek diuresis pada cmc na dalam 120 menit hanya
menghasilkan 2,6 ml urin dan memiliki potensi diuretika sebesar 52%. Cmc na bukanlah obat
yang memberikan efek diuretic karena potensi diuretic yang dimiliki hanya sebesar 52-58%
dari volume air yang diberikan dan tidak lebih dari 75%. Urin yang dikeluarkan tikus paling
banyak hanya 1 ml, itu disebabkan karena cmc na bukanlah obat diuretic yang dapat
memperbanyak keluarnya urin.

Pada kelompok 2 tikus pertama dengan berat 230 g diberikan furosemide 0,04%
sebanyak 1,035 ml secara oral. Setelah diamati selama 120 menit, pada menit ke 36 urin
keluar sebanyak 1 ml. kemudian pada menit ke 52 tikus mengeluarkan urin sebanyak 0,8 ml.
pada menit ke 67 urin yang dikeluarkan sebanyak 0,5 ml. pada menit ke 75 urin yang
dikeluarkan sebanyak 1,2 ml. tikus kembali mengeluarkan urin dimenit ke 84 sebanyak 1 ml.
di menit ke 96 dikeluarkan urin sebanyak 1 ml. pada menit ke 110 tikus kembali
mengeluarkan urin sebanyak 1,8 ml dan di menit 119 dikeluarkan urin sebanyak 2 ml. efek
diuresis pada furosemid dalam 120 menit menghasilkan 9,3 ml urin dan memiliki potensi
diuretika sebesar 186%. Tikus kedua dengan berat 279 g diberikan furosemide 0,04%
sebanyak 1,215 ml secara oral. Setelah diamati selama 120 menit, pada menit ke 39 urin
keluar sebanyak 1 ml. kemudian pada menit ke 50 tikus mengeluarkan urin sebanyak 0,5 ml.
pada menit ke 74 urin yang dikeluarkan sebanyak 0,8 ml. pada menit ke 89 urin yang
dikeluarkan sebanyak 1,5 ml. tikus kembali mengeluarkan urin dimenit ke 106 sebanyak 2
ml. dan di menit 120 dikeluarkan urin sebanyak 2,8 ml. efek diuresis pada furosemid dalam
120 menit menghasilkan 8,6 ml urin dan memiliki potensi diuretika sebesar 172%.

Furosemid merupakan obat diuretik kuat, terutama diberikan pada penderita


hipertensi. Furosemide bekerja pada lapisan tebal loop henle ascenden di nefron dengan
mekanisme kerja menghambat transport aktif klorida ke kanal Na – K - 2Cl yang akan
menurunkan reabsorbsi natrium dan klorida sehingga menyebabkan natriuresis dan klirens air
bebas. berdasarkan literature, furosemide memiliki mekanisme kerja diuretika lengkung
henle. furosemid merupakan obat yang memberikan efek diuretic karena potensi diuretic
yang dihasilkan sebesar 172-186% dari volume air yang diberikan, itu sesuai syarat yaitu
lebih dari 75% dari volume air yang diberikan. Itu sebabnya urin yang dihasilkan oleh
furosemide lebih banyak dari cmc na.
Pada kelompok 3 tikus pertama dengan berat 250 g diberikan spironolakton 0,1%
sebanyak 2,25 ml secara oral. Setelah diamati selama 120 menit, pada menit ke 44 urin keluar
sebanyak 0,3 ml. kemudian pada menit ke 66 tikus mengeluarkan urin sebanyak 0,8 ml. pada
menit ke 80 urin yang dikeluarkan sebanyak 1,3 ml. pada menit ke 96 urin yang dikeluarkan
sebanyak 1,1 ml dan pada menit ke 120, urin yang dikeluarkan tikus sebanyak 2 ml. total urin
yang dikeluarkan oleh tikus pertama sebanyak 5,5 ml dengan potensi diuretiknya sebesar
110%. Pada tikus kedua dengan berat 260 g diberikan spironolakton 0,1% sebanyak 2,34 ml
secara oral. Setelah diamati selama 120 menit, pada menit ke 26 urin keluar sebanyak 0,8 ml.
kemudian pada menit ke 47 tikus mengeluarkan urin sebanyak 1 ml. pada menit ke 60 urin
yang dikeluarkan sebanyak 1 ml. pada menit ke 92 urin yang dikeluarkan sebanyak 0,6 ml.
lalu dimenit ke 108 tikus kembali mengeluarkan urin sebanyak 1,5 ml dan pada menit ke 120,
urin yang dikeluarkan tikus sebanyak 2,4 ml. efek diuresis pada spironolakton dalam 120
menit menghasilkan 5,3 ml urin dan memiliki potensi diuretika sebesar 146%.

Spironolakton termasuk dalam golongan diuretik hemat kalium. Diuretik hemat


kalium bekerja pada distal tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks. Spironolakton
secara kompetitif memblok ikatan aldosterone pada reseptor sitoplasma sehingga
meningkatkan ekskresi natrium dan menurunkan sekresi kalium. Spironolakton merupakan
diuretik lemah karena hanya 2% dari reabsorpsi natrium total yang berada di bawah kendali
aldosteron. Spironolakton diabsorpsi dengan baik di usus. Menurut literature spironolakton
memiliki mekanisme kerja diuretika antagonis aldosterone. Spironolakton merupakan obat
yang memberikan efek diuretic karena potensi diuretic yang dihasilkan sebesar 110-146%
dari volume air yang diberikan, itu sesuai syarat yaitu lebih dari 75% dari volume air yang
diberikan. Spironolakton mengeluarkan urin tidak sebanyak furosemide.

Pertanyaan tambahan :
1. Apa tujuan dilakukan pengujian efek diuretik?
2. Bagaimana mekanisme farmakologi obat yang digunakan dalam pengamatan sehingga
dapat memberikan efek diuresis pada tikus?
3. Berdasarkan hasil pada tabel pengamatan, tentukanlah efek diuretika pada masing-
masing sediaan uji (CMC-Na, Furosemide, dan Spironolakton) tersebut apakah positif
atau negatif memiliki efek diuretika!
4. Intepretasikan data hasil percobaan berdasarkan tabel pengamatan dan bandingkan
dengan teori yang ada !
Jawaban :
1. Tujuan dilakukannya pengujian efek diuretik ini adalah untuk mengetahui efek diuretik
dari obat furosemide dan spironolakton.
2. Mekanisme kerja furosemide, bekerja pada lapisan tebal loop henle ascenden di nefron
dengan mekanisme kerja menghambat transport aktif klorida ke kanal Na – K - 2Cl
yang akan menurunkan reabsorbsi natrium dan klorida sehingga menyebabkan
natriuresis dan klirens air bebas. Sementara mekanisme kerja spironolakton adalah
memblok ikatan aldosterone pada reseptor sitoplasma sehingga meningkatkan ekskresi
natrium dan menurunkan sekresi kalium.
3. Berdasarkan tabel pembahasan, obat cmc na memberikan hasil negatif tidak memiliki
efek diuretika. Sedangkan obat furosemide dan spironolakton memiliki hasil positif
memiliki efek diuretika.
4. Berdasarkan tabel percobaan, volume urin yang dihasilkan furosemide lebih banyak
dari spironolakton dan cmc na. volume urin yang dihasilkan spironolakton lebih banyak
daric mc na. itu karena cmc na tidak memberikan efek diuretic. Furosemide merupakan
diuretika yang kuat sedangkan spironolakton merupakan diuretika hemat kalium.
Sehingga volume urin yang dihasilkan oleh furosemide lebih banyak. Sementara cmc
na merupakan plasebo yang tidak memiliki efek diuretika.
BAB V
KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa furosemide merupakan diuretic
kuat yang menghasilkan efek diuretika dengan menghasilkan volume urin terbanyak.
Spironolakton merupakan diuretic yang hemat kalium. Furosemide dan spironolakton
memberikan efek diuretika kepada tikus yang diuji. Sementara cmc na tidak memberikan
efek diuretika kepada tikus yang diuji karena obat cmc na merupaka plasebo dan digunakan
hanya sebagai pembanding efek diuretika dipengujian kali ini.

Pada praktikum kali ini, volume urin kumulatif yang dihasilkan furosemide sekitar
8,6 – 9,3 ml. dengan potensi diuretika sebesar 172 – 186 % dari jumlah air yang berikan.
Volume urin kumulatif yang dihasilkan spironolakton sekitar 5,3 – 5,5 ml. dengan potensi
diuretika sebesar 110 – 146 % dari jumlah air yang diberikan. Sedangkan pada cmc na,
menghasilkan volume urin kumulatif sekitar 2,6-2,9 ml. dengan potensi diuretika sebesar 52-
58% dari jumlah air yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

 Aryani, Silvia. 2015. Perbandingan metode suspense crushing suspension method dan
simple suspension method terhadap penurunan kadar spironolakton. Jakarta.
 Ika dan Dzakwan. 2015. Uji Aktivitas Diuretik Ekstrak Daun Matoa (Pometia pinnata)
pada Tikus Jantan Galur Wistar Diuretic Activity of Pometia pinnata Leaves in Wistar
Male Rats. Surakarta.
 Maulidza, muhaiminul. 2018. Uji aktivitas ekstrak etanol 70% daun zaitun sebagai
diuretik pada tikus putih jantan galur sprague-dawley. Jakarta.
 Taint, ellies, dkk. 2005. Ketersediaan hayati dispersi padat furosemid dengan
polietilenglikol 4000 (PEG 4000) pada kelinci jantan. Yogyakarta.
 Tim penyusun. 2018. Petujuk dan Paket Materi Praktikum Farmakologi. Institut Sains
dan Teknologi Nasional : Jakarta.
 Yulinah, Elin, dkk. 2015. Efek Diuretik Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus
sabdariffa Linn.) pada Tikus Wistar Jantan”. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai