SKRIPSI
Oleh :
Budiono
NIM 112010101053
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1. PENDAHULUAN
2007).
mempertahankan
Pada
sistem
kondisi
tersebut,
perlindungan
tubuh
antioksidan
melalui
seluler
efek
gagal
penghambat
sukrosa.
Pada
kulit
kayu
manis
(Cinnamomum
zeylanicum)
mengetahui
efek
pemberian
ekstrak
etanol
kayu
manis
jumlah
glukosa
dalam
aliran
darah.
Ini
menyebabkan
keton yang digunakan oleh sel. Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan
residu
pembongkaran
benda-benda
keton
yang
berlebihan
yang
dapat
mengakibatkan asidosis.
c) Hiperosmolar non ketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel
karena banyak dieksresi melalui urin.
2) Komplikasi Kronis (Menahun)
a) Makroangiopati
Mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh
darah tepi, pembuluh darah otak, perubahan pada pembuluh darah besar dapat
mengalami
aterosklerosis
sering
terjadi
pada
NIDDM.
Komplikasi
10
11
2.3 Aloksan
Aloksan (ALS) (2,4,5,6-tetraoxypyrimidine; 2,4,5,6-pyrimidinetetrone)
adalah suatu substrat yang secara struktural merupakan derivat pirimidin
sederhana (Lenzen, 2008). Nama ALS diperoleh dari penggabungan kata allantoin
dan oksalurea atau asam oksalurik, allantoin adalah produk asam urat yang
diekskresikan oleh janin dalam alantois dan asam oksalurik diturunkan dari asam
oksalat dan urea yang ditemukan dalam air seni (Rohilla and Ali, 2012). Aloksan
merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi binatang percobaan
untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) secara cepat.
Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau subkutan pada
binatang percobaan. Tikus hiperglikemik dapat dihasilkan dengan menginjeksikan
120-150 mg/kgBB. Aloksan dapat menyebabkan diabetes melitus tergantung
insulin pada binatang tersebut (aloksan diabetes) dengan karakteristik mirip
dengan Diabetes Melitus tipe 1 pada manusia (Yuriska, 2009). Mekanisme kerja
aloksan diawali dengan ambilan aloksan ke dalam sel-sel pankreas dan
kecepatan ambilan ini akan menentukan sifat diabetogenik aloksan. Ambilan ini
juga dapat terjadi pada hati atau jaringan lain, tetapi jaringan tersebut relatif lebih
resisten dibanding pada sel-sel pankreas. Sifat inilah yang melindungi jaringan
terhadap toksisitas aloksan (Amma, 2009).
Pemberian ALS dengan dosis 120 mg/kg bb pada tikus jantan strain Wistar
secara intra peritoneal selama 5 hari mampu meningkatkan kadar glukosa darah
puasa (Sharma et al., 2010; Chitra et al., 2010). Pemberian ALS pada mencit
jantan (Mus musculus) strain Swiss albino dengan dosis 150 mg/kgBB dalam
12
13
14
Aloksan
Polifenol
Cynamaldehide dan
cinnamic acid
Hiperglikemia
Antioksidan eksogen
Stres oksidatif
Komplikasi
Radical scavenger
(Neuropati Diabetik)
Menyumbangakan satu
elektron tidak berpasangan
15
K(-)
Aquabidest
D1
P1
D6, G6
K(+)
Aloksan
D2
P2
D7, G7
K1
Aloksan
D3
P3
D8, G8
K2
Aloksan
D4
P4
D9, G9
K3
Aloksan
D5
P5
D10, G10
Keterangan :
P
: Populasi
: Randomisasi
17
18
Populasi pada penelitian ini adalah Tikus Wistar Jantan yang diperoleh
dari peternak tikus yang ada di Malang.
3.3.2 Sampel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat kriteria inklusi dan ekslusi yang bertujuan
untuk menentukan dapat tidaknya sampel tersebut digunakan. Kriteria inklusi
sampel penelitian meliputi: Rattus novergicus galur wistar jantan, tikus sehat
(bergerak aktif), umur 2-3 bulan, berat badan rata-rata 150-200 gram. Sedangkan
kriteria ekslusi meliputi tikus yang sakit, mati sebelum proses randomisasi, dan
tikus dengan kadar glukosa darah puasa kurang dari 180 mg/dl setelah induksi
aloksan.
3.3.3 Jumlah Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini diambil dengan teknik random
sederhana (simple random sampling) dari populasi tikus wistar jantan yang
kemudian akan dibagi menjadi 5 kelompok. Jumlah sampel ditentukan
berdasarkan rumus Federer, yaitu:
(t-1) (r-1) 15
(t-1) (r-1) 15
(5-1) (r-1) 15
4 (r-1) 15
r 4,75 5
Pada rumus tersebut, t adalah jumlah perlakuan dan r adalah banyaknya
replikasi setiap kelompok perlakuan. Jadi sampel yang digunakan pada penelitian
ini adalah 5 ekor tikus untuk 5 kelompok sehingga jumlah sampel yang digunakan
adalah 25 ekor tikus wistar.
19
20
21
22
23
24
H 1-7
Randomisasi
Cek kadar glukosa darah puasa awal
H7
H 10
K(-)
Pemberian Aquabides
0,2 ml
K(+)
Pemberian Aloksan
100 mg/kgBB
K1
Pemberian Aloksan
100 mg/kgBB
K2
Pemberian Aloksan
100 mg/kgBB
K3
Pemberian Aloksan
100 mg/kgBB
H 12
Cek kadar
glukosa darah
Cek kadar
glukosa darah
Cek kadar
glukosa darah
Cek kadar
glukosa darah
Cek kadar
glukosa darah
Pemberian ekstrak
etanol kayu manis
200 mg/kgBB
Pemberian ekstrak
etanol kayu manis
400 mg/kgBB
Pemberian ekstrak
etanol kayu manis
600 mg/kgBB
H 13-19
H 13, 15,
17, 19
H 20
Aquades 1 ml
25
26
Tabel 4.1 Rata-rata Kadar Glukosa Darah Puasa Sebelum dan Setelah Induksi
Aloksan
Kelompok
Kontrol (-)
Kontrol (+)
Perlakuan 1
Perlakuan 2
Perlakuan 3
KGDP sebelum
mg/dl
117,2
117,2
99,6
104
107
KGDP setelah
mg/dl
118,2
401,2
382
476
429,8
Berdasarkan data rata-rata kadar glukosa darah puasa sebelum dan sesudah
induksi aloksan tersebut dapat digambarkan melalui grafik yang ditunjukkan
pada Gambar 4.1
500
476
450
429.8
401.2
382
400
350
K(-)
300
K(+)
250
P1
200
150
100
50
P2
117.2
117.2
104
118.2
P3
99.6
107
0
Hari ke-1
hari
Hari ke-3
Gambar 4.1 Grafik Rata-rata Kadar Glukosa Darah Puasa Sebelum dan Sesudah
Induksi ALS
Berdasarkan data, menunjukkan bahwa rata-rata kadar glukosa darah
puasa tikus sebelum induksi aloksan pada seluruh kelompok dibawah 126 mg/dl
(Barik et al., 2008). Hal ini menunjukkan bahwa sebelum diinduksi aloksan
seluruh tikus memiliki kadar glukosa darah normal. Setelah induksi aloksan
terjadi peningkatan kadar glukosa darah pada seluruh kelompok lebih dari 180
mg/dl (Bimo et al., 2013 dan Hardiyani, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa
induksi aloksan mampu menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah.
27
600
482.4
500
401.2
400
476
420.8
382
297
300
287.8
239
200
118.2 106.6
100
Rata-rata
KGDP setelah
induksi ALS
rata-rata
KGDP setelah
pemberian
ekstrak kayu
manis
K(-)
K(+)
P1
P2
kelompok perlakuan
P3
Gambar 4.2 Grafik Rata-Rata Kadar Glukosa Darah Puasa Sebelum dan Sesudah
Pemberian Ekstrak Kayu Manis
28
Data neuropati diabetik yang berupa respon nyeri tikus dari masingmasing kelompok dapat dilihat pada Lampiran C. Rata-rata respon nyeri tikus
berdasarkan data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rata-rata Respon Nyeri Tikus Kelompok Perlakuan
Kelompok
Sebelum induksi
Setelah induksi
(detik SD)
(detik SD)
Hari ke-1
Hari ke-3
Hari ke-5
Hari ke-7
K(+)
5,64 1,08
3,72 0,31
3,28 0,29
3,66 0,29
3,34 0,23
K(-)
5,08 0,71
5,04 0,56
4,58 0,28
4,72 0,26
4,86 0,45
P1
5,34 0,72
3,38 0,20
4,24 0,16
4,28 0,21
4,48 0,21
P2
5,18 0,67
3,64 0,35
3,76 0,49
4,44 0,52
4,56 0,20
P3
4,82 0,36
3,38 0,21
3,76 0,28
4,16 0,36
4,68 0,63
6
5.64
5.5
5
5.34
5.18
5.08
5.04
4.82
4.5
4.86
4.72
4.58
4.44
4.24
4.28
4.16
3.72
3.76
3.76
3.64
3.5
4.68
4.56
4.48
3.66
3.38
3.34
3.28
3
Sebelum Induksi
Hari 1
K(+)
Hari 3
K(-)
P1
Hari 5
P2
Hari 7
P3
Gambar 4.3 Grafik Nilai Rata-Rata Respon Nyeri Tikus Kelompok Perlakuan
29
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa nilai rata-rata respon nyeri tikus
sebelum induksi aloksan masing-masing kelompok yaitu K(+) 5,64 detik, K(-)
5,08 detik, P1 5,34 detik, P2 5,18 detik, dan P3 4,82 detik. Data sebelum induksi
aloksan menunjukkan respon nyeri tikus normal. Nilai rata-rata respon nyeri tikus
setelah induksi aloksan pada hari ke-1 pada masing-masing kelompok yaitu K(+)
3,72, detik, K(-) 5,04 detik, P1 3,38 detik, P2 3,64 detik, dan P3 3,38 detik. Pada
hari ke-3 K(+) 3,28 detik, K(-) 4,58 detik, P1 4,24 detik, P2 3,76 detik, dan P3 3,76
detik. Respon nyeri tikus pada hari ke-5 K(+) 3,66 detik, K(-) 4,72 detik, P1 4,28
detik, P2 4,44 detik, dan P3 4,16 detik. Pada hari ke-7 K(+) 3,34 detik, K(-) 4,86
detik, P1 4,48 detik, P2 4,56 detik, dan P3 4,68 detik. Nilai rata-rata respon nyeri
tikus pada hari ke-7 menunjukkan bahwa kelompok P1, P2, dan P3 memiliki nilai
yang hampir sama dengan kelompok K(-) dan berbeda dengan kelompok K(+).
30
analisis
One
Way
ANOVA
dilanjutkan
dengan
analisis
K(+)
K(-)
Dosis
200 (P1)
Dosis
400 (P2)
Dosis 600
(P3)
K(+)
NS
NS
NS
K(-)
NS
NS
NS
NS
NS
NS
NS
Kelompok
Perlakuan
NS
NS
Keterangan:
* : berbeda secara bermakna
NS: non significant; tidak berbeda secara bermakna
Dari data hasil uji LSD neuropati diabetik hari ke-1 menunjukkan
bahwa kelompok K(+) berbeda signifikan dengan kelompok K(-), tetapi
tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan kelompok c. K(-) berbeda
signifikan dengan K(+), kelompok kelompok P1, P2, dan P3. Neuropati
diabetik antara kelompok P1, P2, dan P3 tidak terdapat perbedaan yang
signifikan.
31
Kelompok
Perlakuan
Dosis
200 (P1)
Dosis
400 (P2)
Dosis 600
(P3)
K(+)
K(-)
K(+)
K(-)
NS
NS
NS
NS
NS
NS
Keterangan:
* : berbeda secara bermakna
NS: non significant; tidak berbeda secara bermakna
Dari data hasil uji LSD neuropati diabetik hari ke-3 menunjukkan
bahwa K(+) berbeda signifikan dengan K(-) dan kelompok P1, P2, dan P3.
K(-) berbeda signifikan dengan K(+), tetapi tidak ada perbedaan signifikan
antara kelompok P1, P2, dan P3. Terdapat perbedaan signifikan antara
kelompok P1, P2, dan P3, tetapi antara kelompok P2 dan P3 tidak terdapat
perbedaan yang signifikan.
Kelompok
Perlakuan
Dosis
200 (P1)
Dosis
400 (P2)
Dosis 600
(P3)
K(+)
K(-)
K(+)
K(-)
NS
NS
NS
NS
NS
NS
NS
NS
NS
NS
Keterangan:
* : berbeda secara bermakna
NS: non significant; tidak berbeda secara bermakna
Dari data hasil uji LSD neuropati diabetik hari ke-5 menunjukkan
bahwa K(+) berbeda signifikan dengan K(-) dan kelompok P1, P2, dan P3.
32
K(-) berbeda signifikan dengan K(+) dan kelompok P3, tetapi tidak ada
perbedaan signifikan antara kelompok P1 dan P2.
Tabel 4.7 Hasil LSD Neuropati Diabetik pada Hari ke-7
Kelompok
Perlakuan
K(+)
K(+)
K(-)
*
Dosis
200 (P1)
Dosis
400 (P2)
Dosis
600 (P3)
NS
NS
NS
NS
NS
K(-)
NS
NS
NS
NS
NS
NS
NS
Keterangan:
* : berbeda secara bermakna
NS: non significant; tidak berbeda secara bermakna
Dari data hasil uji LSD neuropati diabetik hari ke-7 menunjukkan
bahwa K(+) berbeda signifikan dengan K(-) dan kelompok P1, P2, dan P3.
K(-) berbeda signifikan dengan K(+), tetapi tidak ada perbedaan signifikan
antara kelompok P1, P2, dan P3. Neuropati diabetik antara kelompok P1, P2,
dan P3 tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
4.2 Pembahasan
Hasil uji One Way Anova untuk neuropati diabetik menunjukkan
signifikansi 0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat perbedaan secara bermakna
neuropati diabetik antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Selanjutnya,
uji hipotesis dapat dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoc dengan metode LSD.
Hasil uji ini pada hari ke-1 belum menunjukkan adanya peningkatan respon tikus
dengan pemberian terapi ekstrak etanol kayu manis dosis 200 mg/kgBB, 400
mg/kgBB, dan 600 mg/kgBB. Pada hari ke-3 mulai terlihat adanya peningkatan
respon tikus pada terapi pemberian ekstrak etanol kayu manis dosis 200 mg/kgBB
sedangkan pada dosis 400 mg/kgBB dan dosis 600 mg/kgBB belum terlihat
adanya peningkatan. Pada hari ke-5 terjadi peningkatan respon tikus pada terapi
33
pemberian ekstrak etanol kayu manis dosis 200 mg/kgBB dan dosis 400 mg/kgBB
sedangkan pada dosis 600 mg/kgBB belum menunjukkan adanya peningkatan.
Pada hari ke-7 terjadi peningkatan respon tikus pada terapi pemberian ekstrak
etanol kayu manis dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, dan 600 mg/kgBB.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol kayu manis dengan
dosis 200 mg/kgBB memberikan efek peningkatan respon tikus dengan jangka
waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan pemberian dosis 400 mg/kgBB
dan 600 mg/kgBB serta terapi pemberian ekstrak etanol kayu manis dengan tiga
variasi dosis tersebut dapat mengatasi stres oksidatif yang terjadi pada neuropati
diabetik.
Stres oksidatif yang ditandai dengan peningkatan radikal bebas menjadi
masalah pada diabetes melitus dengan komplikasi kronis berupa neuropati
diabetik karena menyebabkan kerusakan sel-sel saraf dan diduga berhubungan
dengan peningkatan superoksida.
Senyawa antioksidan yang terdapat pada kayu manis (Cinnamomum
burmannii) adalah polifenol dimana antioksidan tersebut didapatkan pada ekstrak
etanol kayu manis. Kandungan polifenol dalam kulit kayu manis yang berupa
sinamaldehid adalah sebesar 65-80% (Vangalapati, 2012). Hal ini juga didukung
studi yang dilakukan oleh Azima 2004 bahwa aktivitas antioksidan ekstrak etanol
kayu manis (Cinnamomum burmannii) lebih tinggi dibanding dengan antioksidan
-tokoferol yang terkandung dalam vitamin E. Mekanisme antioksidan kayu
manis adalah melalui donor atom hidrogen dari gugus hidroksil sehingga
menghentikan reaksi oksidasi berantai pembentukan radikal bebas (Bimo, 2013).
Senyawa antioksidan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mencegah kerusakan
oksidatif pada sel-sel saraf yang dilakukan dengan menguji thermal hyperalgesi
hewan coba.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan rata-rata respon nyeri tikus
neuropati diabetik pada kelompok kontrol negatif hari ke-1, ke-3, ke-5, dan ke-7
adalah 5,04 detik, 4,58 detik, 4,73 detik, 4,86 detik. Apabila dibandingkan dengan
kelompok kontrol positif yang diinduksi aloksan 100 mg/kgBB menunjukkan
adanya penurunan respon nyeri tikus. Rata-rata respon nyeri tikus pada kelompok
34
kontrol positif adalah 3,72 detik, 3,28 detik, 3,66 detik, 3,34 detik. Nilai
signifikansi antara kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (0,000). Dari uraian diatas,
respon nyeri kelompok kontrol positif lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa aloksan yang diinduksikan
membuat tikus hiperglikemi dan menyebabkan komplikasi berupa neuropati
diabetik akibat penumpukan radikal bebas dalam sel-sel saraf.
Kelompok kontrol positif apabila dibandingkan dengan kelompok
perlakuan dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB tidak memiliki
perbedaan yang signifikan pada hari ke-1 terapi pemberian ekstrak etanol kayu
manis dimana nilai signifikan kedua kelompok sebesar (>0,05). Nilai rata-rata
respon nyeri tikus pada kelompok kontrol positif adalah 3,72 detik, sedangkan
pada kelompok perlakuan dosis 200 mg/kgBB, dosis 400 mg/kgBB, dan dosis 600
mg/kgBB yaitu masing-masing sebesar 3,38 detik, 3,64 detik, dan 3,38 detik.
Sebaliknya perbandingan antara kelompok kontrol positif dengan kelompok
perlakuan dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB pada hari ke-3,
ke-5, dan ke-7 memiliki perbedaan yang signifikan. Nilai signifikan kedua
kelompok sebesar 0,000 (<0,05). Tikus yang diberikan ekstrak etanol kayu
manis dengan dosis 200 mg/kgBB memiliki rata-rata respon nyeri 4,24 detik pada
hari ketiga, 4,28 detik pada hari kelima, dan 4,48 detik pada hari ketujuh. Tikus
yang diberikan ekstrak etanol kayu manis dengan dosis 400 mg/kgBB memiliki
rata-rata respon 4,44 detik pada hari kelima dan 4,56 detik pada hari ketujuh.
Tikus yang diberikan ekstrak etanol kayu manis dengan dosis 600 mg/kgBB
memiliki rata-rata respon 4,68 detik pada hari ketujuh. Data tersebut menunjukkan
bahwa ekstrak etanol kayu manis belum memberikan efek terhadap tikus
neuropati diabetik pada hari ke-1, tetapi mampu meningkatkan respon nyeri tikus
neuropati diabetik secara signifikan pada hari ke-3, ke-5, dan ke-7. Hal ini
disebabkan karena rantai radikal bebas pada sel-sel saraf akibat diabetes melitus
mampu diputus oleh ekstrak etanol kayu manis yang berperan sebagai radical
scavenger melalui donor atom hidrogen dari gugus hidroksil flavonoid sehingga
35
menghasilkan radikal stabil dan mencegah kerusakan sel-sel saraf akibat stress
oksidatif (Bimo, 2013).
Kelompok kontrol negatif apabila dibandingkan dengan kelompok
perlakuan dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB memiliki
perbedaan yang signifikan pada hari ke-1 pemberian terapi ekstrak etanol kayu
manis. Nilai signifikan kedua kelompok sebesar 0,000 (<0,05). Sedangkan
kelompok kontrol negatif apabila dibandingkan dengan kelompok perlakuan dosis
200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB tidak memiliki perbedaan
signifikan pada hari ke-7 pemberian terapi ekstrak etanol kayu manis. Rata-rata
respon nyeri tikus kelompok kontrol negatif adalah 4,86 detik dan kelompok
perlakuan dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB masing-masing
sebesar 4,48 detik, 4,56 detik, dan 4,68 detik. Nilai signifikansi antara kedua
kelompok tersebut adalah (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
eskstrak etanol kayu manis dengan dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 600
mg/kgBB memberikan efek terhadap tikus hiperglikemi dengan komplikasi
neuropati diabetik dimana ekstrak kayu manis memiliki kandungan antioksidan
berupa polifenol dengan mengurangi stres oksidatif yang terjadi pada sel-sel saraf.
Dari data-data di atas, diketahui bahwa ekstrak etanol kayu manis
memiliki efek sebagai antioksidan dengan mampu meningkatkan respon tikus
wistar neuropati diabetik. Kandungan antioksidan pada ekstrak etanol kayu manis
berpotensi melindungi sel-sel saraf dari kerusakan oksidatif. Senyawa polifenol
yang bertindak sebagai antioksidan akan bekerja dengan cara mentransfer atom
hidrogen atau donor elektron sehingga terbentuk senyawa yang stabil dan tidak
reaktif. Jika telah terbentuk senyawa yang tidak reaktif maka senyawa radikal
bebas tidak lagi bereaksi dengan sel-sel saraf dan dapat mempertahankan nutrisi
dari sel-sel saraf sehingga dapat menimimalkan kerusakan pada sel-sel saraf
akibat neuropati diabetik.
36
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Terdapat efek pada respon nyeri tikus neuropati diabetik setelah pemberian
terapi ekstrak etanol kayu manis pada tikus wistar jantan yang diinduksi
aloksan.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji efektifitas ekstrak etanol
kayu manis (Cinnamomum burmannii) terhadap neuropati diabetik.
2.
3.