Anda di halaman 1dari 25

UJI AKTIVITAS EKSTRAK SIDAGURI (Sida rhombifolia L)

SEBAGAI ANTIDIABETES PADA MODEL HEWAN


RESISTENSI INSULIN

LAPORAN TUGAS AKHIR I

DODI PURNAMA

11161015

Fakultas Farmasi Bhakti Kencana University

Jl. Soekarno-Hatta No. 754 Cibiru-Bandung

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik sebagai akibat dari
kurangnya insulin, baik karena adanya kelainan sekresi insulin, kerja
insulin maupun keduanya. gangguan kesehatan ini ditandai dengan
hiperglikemik atau kadar glukosa darah yang tinggi. Diabetes melitus
merupakan penyebab hiperglikemi. Hiperglikemi disebabkan oleh
berbagai hal, namun hiperglikemi paling sering disebabkan oleh
diabetes melitus. Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah
sehingga gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat
hormon insulin jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin
merupakan hormon yang membantu masuknya gula darah (WHO,
2016).
Proporsi kematian aktibat PTM (penyakit tidak menular ) di Indonesia
meningkat dari 50,7% di 2004 menjadi 71% di 2014. Empat dari lima
penyebab kematian tinggi 2014 adalam PTM, stroke, kardivaskukar,
DM, hipertensi(Balitbangkes 2014). Sekitar 382.000.000 orang di
seluruh dunia atau 8,3% dari dewasa diperkirakan memiliki diabetes,
80% berada di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Pada 2035, 592 juta orang atau sepuluh dari orang dewasa, satu orang
menderita diabetes, ini setara dengan sekitar tiga kasus baru dalam 10
detik, atau hamper 10 juta pertahun. Peningkatan tersebut dominan
berlangsung di negara-negara berkembang (IDF, 2013). Salah satu
obat anti hiperglikemia oral adalah glibenklamid. Glibenklamid
merupakan generasi kedua sulfonilurea yang mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin pada sel beta pankreas. Namun,
penggunaan glibenklamid memerlukan perhatian yang lebih
dikarenakan memiliki resiko tinggi mengalami hipoglikemia.
Glibenklamid juga mempunyai efek samping berupa alergi, vasculitis,
nyeri kepala, efek dermatologis, pandangan kabur dan sebagainya.
Maka dari itu, terapi alternatif menjadi jalan untuk pengobatan
antidiabetes melitus (Sutrisna, 2017).

Penggunaan obat alternatif yang harganya relatif murah dan


khasiatnya tidak berbeda jauh. Tanaman yang dapat dimanfaatkan
sebagai obat tradisional untuk pengobatan Diabetes Melitus salah
satunya adalah tanaman sidaguri, banyak terdapat di pulau Jawa,
tetapi belum banyak.dimanfaatkan sebagai obat antidiabetes.
Komponen kimia dari tanaman ini yang telah diketahui adalah
flavonoid, tanin, alkaloid, dan saponin. Kandungan-kandungan
tersebut diduga berpotensi menurunkan kadar gula darah (Annisaa,
2008).

Hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa ekstrak daun sidaguri


memiliki aktivitas hipoglikemia pada mencit jantan (Yettrie dkk,
2012). Beberapa penelitian lain juga melaporkan bahwa ekstrak etanol
daun sidaguri menghambat aktivitas xantin oksidase sehingga dapat
menurunkan kadar asam urat (Siti, 2012) dan menghambat
pertumbuhan bakteri Klebsiella pneumonia (Agasta dan Sri, 2012).
Penelitian khasiat daun sidaguri sebagai obat asam urat sudah
dilakukan oleh beberapa peneliti, sementara khasiatnya sebagai
penurun gula darah belum banyak diteliti hanya dilakukan secara
empiris oleh masyarakat. Daun sidaguri diharapkan dapat menjadi
obat alternatif untuk menurunkan kadar gula darah. Berdasarkan latar
belakang tersebut dapat di simpulkan bahwa tujuan dalam penelitian
ini untuk mengetahui efek daun sidaguri terhadap uji aktifitas
diabetes.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan


masalah yaitu :
1. Apakah ekstrak sidaguri mempunyai efek antidiabetes pada model
hewan resistensi insulin ?
2. Pada dosis berapakah ekstrak sidaguri dapat memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap penurunan glukosa darah pada model
hewan resistensi insulin?

I.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh ekstrak sidaguari terhadap aktivitas
antidiabetes pada model hewan resistensi insulin.
2. Mengetahui pada dosis berapakah ekstrak sidaguri yang memiliki
aktivitas sebagai antidiabetes yang baik pada model hewan
resistensi insulin.

I.4 Hipotesis
Ekstrak sidaguri (Sida rhombifolia.) diduga memiliki aktivitas
antidiabetes.

I.5 Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di laboratorium farmakologi Universitas
Bhakti Kencana Bandung jl. Soekarno Hatta No. 754. Waktu
penelitian dilakukan pada bulan februari sampai april 2020.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Umum Tentang Penyakit Diabetes

II.1.1 Definisi

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu gangguan metabolisme yang


ditandai oleh hiperglikemia maupun abnormalitas dalam metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan sekresi insulin, penuruunan sensitivitas atau
keduanya.Komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular,dan
neuropati dapat terjadi akibat Diabetes Militus (DM) ( Dipiro, dkk,
2009). Diabetes Melitus (DM) adalah suatau kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelaianan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-duanya (ADA,
2010).

II.1.2 Etiologi
Berdasarkan etiologinya, Diabetes Melitus (DM) diklasifikasikan
menjadi beberapa kategori yang diantaranya ialah sebagai berikut :
1. Diabetes Tipe 1
Pada diabetes melitus tipe 1 sel-sel beta pankreas secara perlahan
dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh sendiri yang mengurangi
produksi insulin. Dalam pengembangan diabetes tipe 1 kedua faktor
predisposisi lingkungan dan genetik yang signifikan, namun korelasi
yang sebenarnya masih belum diketahui. (Deepthi B, dkk, 2017).
Faktor lingkungan yaitu karena keadaan stres mendadak seperti
infeksi di mana β-sel pankreas turun di bawah 5-10%. virus Coxsackie
adalah keluarga virus enterik yang menyerang saluran usus
menyebabkan kerusakan sel yang memproduksi insulin β pancreas
(Deepthi B, dkk, 2017).
2. Diabetes Tipe 2
Semacam ini diabetes juga memiliki kecenderungan genetik yang
kuat. Hal ini menunjukkan bahwa kembar memiliki tingkat mendekati
100% untuk diabetes. Bila dibandingkan kedua tipe 1 dan tipe 2, tipe
2 memiliki 5-10% dari risiko anak untuk mengembangkan tipe 2 dan
1-2% untuk jenis 1. Karena pembangunan berkelanjutan resistensi
insulin dan disfungsi sel β menyebabkan ketidakmampuan pankreas
untuk produksi insulin yang cukup untuk menaklukkan resistensi
insulin. Hampir 85% dari populasi dengan diabetes tipe 2 mengalami
obesitas yang menyebabkan resistensi insulin. Terutama ada risiko
tinggi pada daerah intra-abdominal daripada subkutan. Untuk
memprediksi risiko tipe 2 Body Mass Index (BMI) digunakan sebagai
ukuran. ( Deepthi B, dkk, 2017).
3. Gestasional
Obesitas dan kelebihan berat badan adalah temuan yang hampir sering
terjadi di kalangan wanita di masa subur mereka. Di Inggris Raya 32%
wanita yang usianya berkisar antara 35-64 tahun kelebihan berat
badan dan 21% dari mereka mengalami obesitas. Obesitas dianggap
sebagai keadaan peradangan kronis di mana penanda peradangan
diproduksi lebih dari sirkulasi sistemik. Penanda inflamasi ini
mempengaruhi perubahan pensinyalan insulin pasca-reseptor yang
mengakibatkan peningkatan resistensi insulin . Selain itu, kehamilan
sendiri adalah kondisi peradangan tambahan di mana ada adaptasi
fisiologis dari sistem kekebalan tubuh bawaan untuk mencegah
penolakan pertumbuhan janin. ( AbdelHameed, 2017.) Etiologi lain
untuk GDM diduga terkait dengan disfungsi sel β yang terjadi pada
keadaan resistensi insulin. telah menunjukkan pengurangan fungsi sel
β pankreas sebesar 67% pada wanita dengan GDM dibandingkan
dengan kontrol toleransi glukosa normal. Kerusakan fungsi sel β ini
dianggap disebabkan oleh proses autoimun. ( AbdelHameed, 2017).
4 Diabetes Melitus tipe lain
Diabetes tipe lain terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek
genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain. (ADA 2018).

II.1.3 Patofisiologi
Berikut patofisiologi diabetes berdasarkan tipe nya :
1. Diabetes Tipe 1
Penyakit autoimun yang tahan lama, di mana ada pembongkaran
selektif memproduksi insulin pankreas β-sel. Ketika ada transplantasi
pankreas dari donars kembar penerima kembar diabetes kronis dengan
tidak adanya penekanan kekebalan rumit karena heterogenesitas
peningkatan lesi pankreas dari β-sel yang cepat dimusnahkan, dan
kemudian ada pengembangan insulitis besar-besaran dengan
menggunakan infiltrasi T lympocytes yang mengukur reaksi autoimun
amnestic (Deepthi B, dkk, 2017).
2. Diabetes Tipe 2
Sebagai konsekuensi dari resistensi insulin, kelainan produksi insulin
dan berkelanjutan kegagalan sel β pankreas lead untuk ketidakpekaan
insulin yang merupakan fitur karakteristik dari tipe 2 diabetis melitus
(Deepthi B, dkk, 2017).
3. Gestasional
Kehamilan pertengahan, dan berlangsung selama trimester ketiga.
Hormon dan adipokines disekresikan dari plasenta, termasuk tumor
necrosis factor (TNF) - α, plasenta manusia lactogen, dan hormon
pertumbuhan plasenta manusia kemungkinan penyebab IR pada
kehamilan. Selain itu, peningkatan estrogen, progesteron, dan kortisol
selama kehamilan berkontribusi pada gangguan keseimbangan insulin
glukosa (Eman M, 2015).
4 Diabetes Melitus tipe lain
Diabetes Melitus tipe lain Pada beberapa orang, Diabetes Melitus
berkembang sebagai akibat dari penyakit pankreas yang sudah ada
sebelumnya atau kelebihan hormon yang dihasilkan dari penyakit
endokrin atau pengobatan hormon. Diabetes juga dapat terjadi dari
penggunaan obat tertentu atau dari kelainan reseptor insulin. Diabetes
Melitus Gestasional (DMG) yang biasanya timbul pada kehamilan
trimester kedua atau ketiga mengacu pada terjadinya intoleransi
glukosa.Pasien yang membutuhkan terapi obat harus menggunakan
insulin, tetapi biasanya pasca persalinan toleransi glukosa akan
kembali normal. Kebanyakan dokter merekomendasikan skrining
umum pada minggu 24-28 kehamilan (Wells,Dkk, 2009).

II.1.4 Terapi Diabetes


1.Terapi Non Farmakologi
a. Terapi nutrisi medis direkomendasikan untuk semua pasien. Untuk
DM tipe 1, fokusnya adalah secara fisiologis mengatur administrasi
insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan yang sehat. Rencana makan harus moderat dalam
karbohidrat dan rendah lemak jenuh, dengan fokus pada makanan
seimbang. Pasien dengan DM tipe 2 sering membutuhkan pembatasan
kalori untuk meningkatkan penurunan berat badan.
b. Latihan aerobik dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan kontrol
glikemik dan dapat mengurangi faktor risiko kardiovaskular,
berkontribusi terhadap penurunan berat badan atau pemeliharaan, dan
meningkatkan kesejahteraan. (Dipiro,2015).
2. Terapi Farmakologi
Obat antidiabetes oral di bagi menjadi 6 golongan yaitu sulfonilurea,
meglitinid, biguanidin, tiazolinedion, ɑ-glukosidase inhibitor
(Katzung dkk,2012) dan DPP-IV inhibitor (Dipiro,2015)
a. Sulfonilurea
Mekanisme kerja dari sulfonilurea adalah peningkatan pengeluaran
insulin dari sel-b pancreas dan pengurangan konsentrasi serum
glucagon pengikatan sulfonylurea menghambat pengabisan ion
kalium sehingga terjadi depolarisasi. Depolarisasi membuka saluran
kalsium dan masuk nya kalsium menghasilkan pelepasan insulin, obat
golongan sulfonilurea di bagi ke dalam 2 kelompok , yaitu kelompok
sulfonilurea generasi pertama dan sulfonilurea generasi kedua
(Katzung dkk, 2012).
Adapun contoh obat dari golongan sulfonilurea antara lain:
1. Sulfonilurea generasi pertama yaitu tolbutamide, chlopropamide,
dan tolazamide.
2. Sulfonilurea generasi kedua yaitu glyburide, glipizide dan
glimepiride
Efek samping sulfonilurea yang paling sering adalah hipoglikemik
dan peningkatan berat badan (Katzung dkk, 2012).
b. Meglitinid
Mekanisme kerja dari antidiabetes oral golongan ini adalah
memodulasi sel-b insulin dan mengatur penghabisan kalium, obat
yang termasuk ke dalam golongan meglitimid adalah repaglinide
(Katzung dkk, 2012)
c. Biguanida
Efek utama dari biguanide adalah mengurangi produksi glukosa
hepatic melalui aktivitas enzim AMP- activated protein kinase,
mekanisme yang mungkin terjadi diantara nya adalah penurunan
gluconeogenesis ginjal, meningkatkan pemindahan glukosa dari darah
dan pengurangan tingkat glucagon plasma, obat yang termasuk ke
dalam golongan biguanida adalah metformin. Efek samping dari obat
ini adalah rasa tidak nyaman pada perut atau diare pada 30% pasien.
Anoreksia, mual, rasa logam dan rasa penuh pada perut juga
dilaporkan terjadi. Obat diberikan pada saat atau sesudah makan
(Katzung dkk, 2012).
d. Tiazolidinedion
Bekerja untuk mengurangi resistensi insulin, tiazolindinedion adalah
ligan dari peroxisome proliferator activated reseptor gamma (PPAR)
yang dapat ditemukan di otot, lemak dan hati, obat obat yang termasuk
ke dalam golongan tiazolidinedion adalah pioglitazome dan
rosiglitazone, efek samping retensi cairan (Katzung dkk,2012).
e. ɑ-glukosidase inhibitor
Bekerja mengurangi fruktuasi glukosa pasca makan dengan cara
menunda pencernaan dan penyerapan zat tepung dan disakarida,
hanya monosakarida yang dapat diangkut keluar dari lumen usus dan
masuk ke aliran darah,obat-obat yang dapat menghambat enzyme a-
glukosidase diantaranya adalah acarbose dan moglitol, Efek samping
yang mungkin terjadi adalah keluhan saluran cerna (Katzung
dkk,2012)
f. Golongan DPP-IV Inhibitor
Golongan ini menghambat degradasi glucagon like peptide I (GLP-I)
dan GIP, dengan demikian meningkatkan efek kedua incretin pada
fase awal sekresi insulin dan penghambatan glukagon. Efek samping
obat ini yaitu resiko infeksi saluran pernafasan atas, sakit kepala dan
hipersensitivitas.Selain obat oral diabetes mellitus bisa juga di obati
dengan insulin,Terapi farmakologi yang menggunakan insulin yaitu
sebagai berikut : (Dipiro,2015)
1. Terapi insulin
Semua sediaan insulin yang tersedia secara komersial hanya
mengandung peptida insulin aktif. Karakteristik yang biasanya
digunakan untuk mengkategorikan persiapan insulin termasuk
sumber, kekuatan, onset, dan durasi kerja. Beberapa sediaan insulin,
yang dikenal sebagai analog insulin, telah memiliki substitusi asam
substitusi asam amino dalam molekul insulin yang dirancang untuk
memberi keuntungan fisiokimia dan farmakokinetik (Dipiro dkk.,
2015).
Macam–macam insulin berdasarkan waktu kerjanya yaitu :
a. Insulin kerja cepat
1. Humalog (insulin lispro)
2. Novolog (insulin aspart)
3. Apidra (insulin glulisine)
b. Insulin kerja penHumulin R (regular) U–100
1. Novolin R
c. Insulin kerja panjang
1. Lantus (insulin glargine)
2. Levemir (insulin detemir)
3. Tresiba (insulin degludec) (Dipiro dkk., 2015)

II.2 Tinjauan Umum Tentang Tanaman

II.2.1 Klasifikasi Tanaman Sidaguri

Gambar 1 : Tanaman Sidaguri


(Sumber : Kinho Dkk,2011)
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Sub classis : Dialypetalae
Ordo : Malvales/ Columniferae
Familia : Malvaceae Genus : Sida
Species : Sida rhombifolia L
II.2.2 Morfologi Tanaman Sidaguri

Sidaguri tumbuh liar di tepi jalan, halaman berumput, hutan, ladang,


dan tempat tempat dengan sinar matahari cerah atau sedikit terlindung.
Tanaman ini tersebar pada daerah tropis di seluruh dunia dari dataran
rendah sampai 1.450 m dpl. Perdu tegak bercabang ini tingginya dapat
mencapai 2 m dengan cabang kecil berambut rapat.. Daun tunggal,
bergerigi, ujung runcing, pertulangan menyirip, bagian bawah
berambut pendek warnanya abu-abu, panjang 1,5-4 cm, lebar 1-1,5
cm. Bunga tunggal berwarna kuning cerah yang keluar dari ketiak
daun, mekar sekitar pukul 12 siang dan layu sekitar tiga jam
kemudian.(Dalimarta, 2003).
II.2.3 Kandungan kimia tanaman
Daun mengandung alkaloid, kalsium oksalat, tanin, terpenoid,
saponin, fenol, asam amino, dan minyak asiri. Banyak mengandung
zat phlegmatic yang digunakan sebagai peluruh dahak (ekspektoran)
dan pelumas (lubricant). Batang mengandung alkaloid, kalsium
oksalat dan tanin. Akar mengandung alkaloid, steroid dan ephedrine.
(kinho dkk,2011)
II.2.4 Khasiat tanaman
Berkhasiat sebagai antiradang, penghilang nyeri (analgesic), peluruh
kencing (diuretic), peluruh haid dan pelembut kulit. Memiliki rasa
manis, tawar, sifatnya sejuk. Merangsang enzim pencernaan,
mempercepat pematangan bisul, antiradang dan abortivum. (kinho
dkk,2011)
II.2.5 Aktifitas farmakologi
Hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa ekstrak daun sidaguri
memiliki aktivitas hipoglikemia pada mencit jantan (Yettrie dkk,
2012). Beberapa penelitian lain juga melaporkan bahwa ekstrak etanol
daun sidaguri menghambat aktivitas xantin oksidase sehingga dapat
menurunkan kadar asam urat (Siti, 2012) dan menghambat
pertumbuhan bakteri Klebsiella pneumonia (Agasta dan Sri, 2012).
Penelitian khasiat daun sidaguri sebagai obat asam urat sudah
dilakukan oleh beberapa peneliti
II.3 Tinjauan metode ektraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
menggunakan pelarut tertentu (Ditjen POM, 2000).
Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu :
a. Cara Dingin
1. Maserasi
Adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Remaserasi dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan pertama, dan seterusnya.
2. Perkolasi
Adalah ekstrak dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri
dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus
menerus sampai diperoleh ekstrak yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
b. Cara Panas
1. Refluks
Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
2. Soxhlet
Adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang baru yang dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti
Adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari
temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-500 C.
4. Infus
Adalah ekstraksi dengan pelarut air dengan temperatur penangas
air, dengan infus tercelup didalam penangas air mendidih, dengan
temperatur sekitr 96-980 C dengan waktu (15-20 menit).
5. Dekok
Adalah infus pada waktu yang lebih lama ≥30 menit dan temperatur
sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

II.4 Metode Uji Antidiabetes


Pengujian aktivitas antidiabetes dapat dilakukan dengan beberapa
metode uji yang terdiri dari pengujian secara in vitro, in vivo, dan
in silico. Pemilihan metode uji dapat disesuaikan dengan aktivitas
antidiabetes yang diinginkan (Rizki Nugraha, 2011).
11.4.1 Pengujian secara In Vivo
Pada pengujian aktivitas antidiabetes secara in vivo dilakukan
dengan menggunakan hewan percobaan. Beberapa pengujian
menggunakan hewan terhadap DM tipe 1 dan DM tipe 2 telah
banyak dikembangkan (Anas et al. 2015)
1. Metode Uji Streptozocin
Streptozocin (STZ) merupakan suatu senyawa bekerja dengan
membentuk radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan
pada membran sel, protein, dan deoxyribonucleic acid (DNA),
sehingga menyebabkan gangguan produksi insulin oleh sel beta
langerhans pankreas (Wilson et al. 1988). Metode ini dilakukan
dengan cara tikus dipuasakan terlebih dahulu selama 12 jam
sebelum diinduksi STZ. Injeksi STZ diberikan secara
intraperitoneal dengan dosis yang disesuaikan berat badan tikus
(Yanto, Mahmudati, and Susetyorini 2016)
2. Uji aloksan
Uji aloksan digunakan untuk menginduksi diabetes. Aloksan
tetrahidrat merupakan substansi diabetogenik yang secara
selektif bekerja pada sel β pankreas sebagai organ yang
memproduksi insulin. Aloksan dalam darah akan berikatan
dengan GLUT-2 (pengangkut glukosa) yang merupakan
fasilitas untuk masuknya aloksan ke dalam sitoplasmasel β
pankreas. Di dalam sel β, aloksan akan menimbulkan
depolarisasi berlebih pada mitokondria sebagai akibat
pemasukan ion Ca2+ yang diikuti dengan penggunaan energi
berlebih sehingga terjadi kekurangan energi dalam sel (Lenzen,
2008).
3. Uji Toleransi dan Uji Resistensi
Uji toleransi dan uji resistensi insulin merupakan uji secara in
vivo yang digunakan kepada hewan uji. Uji toleransi
merupakan uji untuk melihat bagaimana toleransi dari
penurunan kadar gula darah pada pemberian obat uji tertentu
(Susilawati, et al, 2016).
4. Aktivitas Antihipoglikemik
Aktivitas hipoglikemik merupakan uji secara in vivo yang
digunakan untuk menentukan penurunan kadar gula darah
hingga menyebabkan kondisi hipoglikemia (Uddin, et al, 2014)

B. Pengujian In Vitro
1. α-Glucosidase Inhibitory Assay
Metode pengujian dengan cara In vitro α-glucosidase inhibitory assay
merupakan pengujian yang digunakan untuk melihat aktivitas
penghambatan enzim α-glucosidase (Kim, et al, 2008).
2. RIN-5F cell lines
RIN-5F cell lines merupakan metode in vitro. RIN-5F merupakan
kloning dari sel β pankreas dan memiliki fungsi yang sama. RIN-5F
adalah klon sekunder dari garis sel tumor islet tikus RIN-m (ECACC
c atalogue no. EC95071701).

C. Pengujian In Silico
Uji in silico, merupakan uji dengan menggunakan komputasi dalam
mengetahui struktur 3D molekul dan mempelajari sisi aktif yang
berperan didalam molekul. Salah satu metode yang digunakan adalah
molecular docking. Uji ini dilakukan untu//k menentukan bagian yang
berperan dalam aktivitas antidiabetes. Vo et al (2016)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental


laboratorik yang dilakukan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak
daun sidaguri terhadap sensitivitas insulin. Tahapan kerja yang
dilakukan meliputi penyiapan ekstrak, pengujian aktivitas pelarut,
determinasi tumbuhan, pembuatan ekstrak daun sidaguri, dengan
metode maserasi, skrining fitokimia, pembuatan sediaan uji,
pengujian efek daun sidaguri terhadap resistensi insulin.

III.1 Pengumpulan dan penyiapan bahan


Pengumpulan daun sidaguri di peroleh dari MANOKO didaerah
Lembang, Bandung Barat. Dan selanjut nya determinasi.
Daun sidaguri yang telah diperoleh kemudian dilakukan pencucian,
sortasi kering, sortasi basah, dan pengeringan. Simplisia yang diproleh
selanjut nya digiling sampai halus dan sampai terbentuk serbuk.
Serbuk yang sudah diproleh dibuat ektrak dengan metode maserasi
dengan etanol 96% selama 3 hari pada suhu kamar. Untuk mengetahui
kandungan kimia yang berada didalam simplisia daun sidaguri maka
dilakukan skrining fitokimia

III.2 Pengujian aktivitas antidiabetes


Pada penelitian ini digunakan hewan uji tikus putih jantan sebanyak
30 ekor dikelompokan secara acak menjadi 6 kelompok yang masing-
masing kemompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok-kelompok
tersebut terdiri dari kelompok ekstrak 1, kelompok ekstrak 2,
kelompok ekstrak 3, kelompok pembanding, kelompok induksi, dan
kelompok normal.
Metode yang digunakan pada uji aktivitas antidiabetes daun sidaguri
menggunakan in vivo. Penelitian ini menggunakan hewan uji tikus.
Penginduksi yang digunakan adalah makanan tinggi karbohidrat,
lemak tinggi, dan propylthiouracil (PTU), dan pembanding yang
digunakan glibenklamid, dan penyiapan hewan percobaan, pengujian
aktivitas ekstrak sidaguri sebagai penurunan kadar gula darah sesuai
dosis yang di ujikan.
BAB IV
ALAT DAN BAHAN

IV.1 Bahan
Simplisia pada penelitian ini adalah daun sidaguri (Sida rhombifolia),
Etanol 96%, makanan tinggi karbohidra, makanan tinggi lemak,
propylthiouracil (PTU), glibenklamid.

IV.2 Alat
Alat yang digunakan adalah kandang tikus, timbangan analitik, tabung
reaksi, gelas kimia, gelas ukur, rotary evaporator, mortir, stamper,
penangas air, batang pengaduk, kaca arloji, pipet tetes, pipet volume,
spuit dan sonde oral, corong dan labu ukur.

IV.3 Hewan Percobaan


Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
dengan bobot badan antara 150-250 gram dengan usia sebesar dua
bulan, sehat dan memiliki aktifitas yang normal.
BAB V
PEROSEDUR KERJA

V.1 Pengumpulan Bahan dan pembuatan simmplisia


Daun sidaguri yang telah dipersiapkan dicuci terlebih dahulu hingga
bersih, selanjutnya daun dikeringkan menggunakan sinar matahari
atau menggunakan oven. Tahap selanjutnya daun dikeringkan
menggunakan sinar matahari atau menggunakan oven

V.2 Skrining Fitokimia


Skrinning atau penapisan Fitokimia meliputi identifikasi alkaloid,
kuinon, tanin, flavonoid, saponin, dan steroid atau terpenoid
(Farnsworth, 1966).
V.2.1 Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 2 gram sampel ditambahkan ammonia 25% dan
ditambahkan 20 mL kloroform, lalu digerus. Campuran disaring dan
filtrat yang terdiri dari larutan organik digunakan untuk percobaan
selanjutnya dan disebut larutan A. Larutan A diekstraksi dua kali
dengan asam klorida 10% dan ekstrak yang diperoleh disebut larutan
B. Larutan A diteteskan pada kertas saring kemudian disemprotkan
dengan pereaksi Dragendorff. Pengamatan untuk reaksi positif adalah
terbentuknya warna merah atau jingga pada kertas saring. Kedalam
masing-masing 5mL larutan B dalam tabung reaksi ditambahkan
beberapa tetes pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer pada tabung
yang lain. Reaksi positif jika penambahan Dragendorff terbentuk
endapan merah bata atau endapan putih pada penambahan pereaksi
Mayer (Farnsworth, 1966).
V.2.2 Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 1 gram sampel dalam 100 mL air panas dididihkan selama
5 menit dan disaring. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk
penapisan senyawa golongan saponin, kuinon dan tanin, selanjutnya
disebut larutan C. Kedalam 5 mL larutan C ditambahkan serbuk
magnesium dan 2 mL asam klorida-etanol (1:1), kemudian dikocok
dengan 10 mL amil alkohol. Reaksi positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna jingga, kuning, atau merah pada lapisan amil
alkohol (Farnsworth, 1966).
V.2.3 Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 10 mL larutan C dalam tabung reaksi dikocok secara
vertikal selama 10 detik dan didiamkan. Pengamatan dilakukan
terhadap busa yang terbentuk. Adanya saponin ditunjukkan dengan
terbentuknya busa yang stabil, ketika ditambahkan 1 tetes asam
klorida 2 N (Farnsworth, 1966).
V.2.3.4 Pemeriksaan Kuinon
Sebanyak 5 mL larutan C ditambahkan beberapa tetes larutan natrium
hidroksida 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya
kuinon. Namun dapat terjadi reaksi positif palsu dengan tanin. Maka
pemeriksaan dilanjutkan dengan penambahan gelatin kemudian
endapannya disaring dan filtratnya ditambahkan natrium hidroksida 1
N. Bila tetap terbentuk warna merah maka menunjukkan adanya
kuinon (Farnsworth, 1966).
V.2.3.5 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 5 mL larutan C direaksikan dengan larutan besi (III) klorida
1%. Jika terbentuk warna biru kehitaman menunjukkan adanya tanin.
Kemudian 5 mL larutan C ditambahkan larutan gelatin, jika terbentuk
endapan putih menunjukkan adanya tanin. (Farnsworth,1966).
V.2.3.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
Sebanyak 1 gram sampel dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam,
lalu disaring. Filtrat sebanyak 5 mL diuapkan dalam cawan penguap.
Kedalam residu ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard, yaitu 2
tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Jika terbentuk
warna merah-ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan terbentuk
warna hijau-biru menunjukkan adanya steroid (Farnsworth, 1966).

V.3 Pembuatan Ekstrak


Prosedur pembuatan daun sidaguri adalah sebagai berikut :
Daun sidaguri yang telah dipersiapkan dicuci terlebih dahulu hingga
bersih, selanjutnya daun dikeringkan menggunakan sinar matahari
atau menggunakan oven. Tahap ekstraksi dimulai dengan simplisia
daun sidaguri dimasukan ke dalam air mendidih dengan perbandingan
1:2. Selanjutnya panaskan panci berisi simplisia tanaman dan air
tersebut diatas penangas air selama 15 menit, setelah air dalam panci
berisi simplisia mencapai suhu 90oC, maka waktu mulai dihitung,
sambil sekali-kali di aduk. Setelah 15 menit saring ekstrak air daun
sidaguri yang masih panas dengan menggunakan kain flanel. Jika
partikel-partikel halus dari daun ikut terperas dan tidak tertahan oleh
kain saring, maka perlu dilakukan penyaringan lanjutan menggunakan
kertas saring sehingga partikel-partikel halus tertahan dikertas saring.
Ekstrak cair daun sidaguri dikeringkan menggunakan preeze dry
sehingga didapat ekstrak kering daun sidaguri.

V.4 Penyiapan hewan percobaan


Hewan uji yang digunakan yaitu mencit jantan sebanyak 30 yang
dibagi menjadi 6 kelompok, lengkap dengan jumlah tiap kelompok
adalah 5 ekor mencit dengan bobot mencit antara 20-23 g. Semua
kelompok dilakukan aklimitasi.

V.5 Pembuatan Larutan


V.5.1 Pembuatan Larutan Uji
Larutan uji ekstrak etanol daun sidaguri dibuat pada dosis ekstrak pada
dosis ekstrak daun sidaguri pada dosis 17,5, 35, dan 70 mg / kg bb,
dan glibenklamid, makanan tinggi karbohidra, makanan tinggi lemak,
propylthiouracil (PTU).
V.5.2 Toleransi Insulin
Tes Toleransi Insulin (TTI) merupakan pemeriksaan untuk melihat
resistensi insulin dengan cara tikus dipuasakan selama 4 jam
kemudian larutan insulin diinjeksi secara intraperitonium dengan
dengan dosis 0,10 U/kg bb. Kadar gula darah diukur dengan
mengambil darah dari vena ekor pada menit 0, 15, 30, 45, 60, 75, 90
dengan menggunakan glucometer.
V.5.3 Penyiapan emulsi lemak
Emulsi lemak sapi dengan dosis 0,42mg sebagai penginduksi untuk
mencit yang di induksikan selama 14 hari.
V.5.4 Pembuatan Larutan uji
Untuk pembuatan larutan uji dipersiapkan ektrak daun sidaguri yang
telah diperiksa kemudian ditimbang sesuai dosis yang berbeda-beda.
Untuk uji dosis 17,5, 35, dan 70 mg / kg bb, kemudian ekstrak daun
sidaguri dengan masing-masing dosis tersebut dilarutkan.
V.5.5 Pembuatan Larutan Pembanding
Sebagai pembanding di gunakan obat glibenklamid dengan dosis 500
mg yang dikonversi ke hewan uji.
V.6 Pengujian Aktivitas antidiabetes
Siapkan mencit sebanyak 30 ekor lalu adaptasikan selama satu
minggu , setelahn mencit di adaptasikan mencit di ukur tes toleransi
insulin awal (t0) dengan mensuntikan insulin, lalu mencit di induksi
menggunakan makanan tinggi karbohidrat, makanan tinggi lemak,
propylthiouracil (PTU) selama dua minggu, setelah mencit di induksi
di ukur tes toleransi insulin, lalu mencit di bagi menjadi 6 kelompok
untuk melakukan pengobatan (kelompok pembanding) dengan obat
glibenklamid ( kelompok dosis 100) dengan memberikan ekstrak daun
sidaguri dosis 17,5 (kelompok dosis 35) dengan memberikan ekstrak
daun sidaguri dengan dosis 35 (kelompok dosis 70) dengan
memberikan ekstrak daun sidaguri dengan dosis 70 (kelompok positif)
yang tidak di berikan obat di biarkan sakit (kelompok negatif) yang
tidak dapat perlakuan. Pengobatan di lakukan selama dua minggu
setelah itu di ukur tes resistensi insulin.

Anda mungkin juga menyukai