Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

KELAS A

(EFEK DIURETIKA DAN PERCOBAAN UJI DIABETES)

Dosen

Putu Rika Veryanti, M.Farm Klin., Apt.

Disusun oleh
Ketchia Sevtyani Tarema
(19330742)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020
EFEK DIURETIKA

(UJI POTENSI DIURETIKA)

BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang

Organ yang mengeluarkan dan memproduksi urin adalah ginjal. Untuk

mempertahankan homeostatis tubuh system ini merupakan salah satu system yang

utama, dan dalam mempertahankan homeostatis ekskresi aair dan elektrolit pada

asupan harus lebih dikarenakan sebagian jumlah air dan elektrolit diikat oleh

tubuh.

Menurut Tjay, T.H dan Rahardja, K (2002) diuretika merupakan zat yang

dapat memperbanyak pengeluaran urin atau biasa disebut dengan diuresis dan

bekerja langsung pada ginjal. Dengan kata lain diuretic dapat mempercepat laju

pembentukan urin.

Berdasarkan mekanisme kerja diuretic dikelompokkan menjadi lima

kelompok yaitu, diuretic inhibitor karboanhidrase, diuretic lekung henle, diuretic

antagonis aldosterone dan diuretic hemat kalium.

Tujuan

Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu

memahami kerja farmakologi dari berbagai kelompok diuretika dan dapat

memperoleh gambaran tentang cara evaluasi potensi diuretika.


Prinsip

Mengamati frekuensi dan jumlah urin pada mencit setelah diberikan obat

diuretic.
BAB II

Tinjauan Pustaka

Diuretik merupakan obat atau zat yang dapat mempercepat laju

pembentukan urin atau diuresis. Diuretic mempunyai fungsi utama yaitu

memobilisasi cairan edema dengan mengubah keseimbangan cairan sehingga

volume cairan ekstasel dapat kembali menjadi normal (Gunawan, 2007).

Diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorbsi natrium sehingga

pengeluaran lewat kemih. Obat ini bekerja khusus pada tubuli namun juga pada

tubuli proksimal, lekungan henle, tubuli distal, dan sluran pengumpul.

Pada umumnya diuretic dibagi menjadi lima kelompok yaitu yang pertama

diuretic lekungan contohnya furosemide, obat ini berkhasiat kuat dan pesat namun

durasi kerja obat singkat yaitu 4-6 jam dan biasa digunakan pada keataan akut.

Yang kedua yaitu derivate-thiazida contohnya hidroklorothiazida, dan klortalidon,

efek obat ini lambat dan lemah namun durasi kerja obat panjang yaitu 6-48 jam

dan biasa digunakakn pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung.

Yang ketiga yaitu diuretic penghemat-kalium contohnya spironlakton efek

diuretic dari golongan ini lemah dan khusus digunakan kombinasi dengan diuretic

lain guna menghemat ekskresi kalium. Diuretic yang keempat yaitu diuretic

osmosi contohnya manitol dan sorbitol memiliki efek diuresis osmotic dengan

ekskresi air kuat dan relative sedikit ekskresi Na+ . dan golongan yang terakhir

adalah diuretic perintang-karbonanhidrase contohnya asetazolamida, memiliki

khasiat diuretic yang lemah (Tjay, T.H dan Rahardja, K, 2002).


Penggunaan diuretic biasanya pada keadaan yang dikehendaki yaitu

peningkatan pengeluaran air contohnya pada hipertensi, gagal ginjal, gagal

jantung dan edema refrakter.

Efek samping dari penggunaan diuretic adalah gangguan cairan dan

elektrolit, ototoksitas, hipotensi, efek metabolic, reaksi alergi, nefritis interstisialis

alergik, dan diuretic kuat juga tidak dianjurkan pada wanita hamil karena

percobaan pada hewan coba efeknya ada pada janin.


BAB III

Metode Percobaan

Alat dan Bahan

- CMC Na 1%

- Furosemid 20 mg/ 70 kgBB Manusia

- Spironolakton 100 mg/ kgBB Manusia

- Air hangat 50 ml/ kg BB tikus

- Spuit injeksi 1 ml

- Jarum sonde

- Timbangan hewan

- Kandang diuretic

- Beker glas

- Gelas ukur

Hewan Uji

- 6 ekor tikus putih dengan bobot 200-300 g

Prosedur

- Tikus dipuasakan selama 12 – 16 jam, namun tetap diberikan air

- Timbang masing masing tikus

- Berikan air hangat sebanyak 50 ml/kg BB tikus, sebelum pemberian obat

- Bagi tikus menjadi 3 kelompok dengan setiap kelompok terdiri dari 2 ekor

tikus:
Kelompok I : CMC Na 1% secara PO

Kelompok II : furosemide 20 mg/ 70 kgBB manusia secara PO

Kelompok III : spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara PO

- Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat

- Berikan larutan obat berdasarkan kelompok

- Masukkan tikus dalam kandang diuretic

- Kumpulkan urin tikus selama 2 jam, serta dicatat frekuensi pengeluaran

dan jumlah urin setiap kali diekskresikan

- Catat pada tabel pengamatan kemudian hitung volume kumulatif urin yang

diekskresikan :

volume urine yang diekskresikan dalam waktu 2 jam


x 100 %
volume air yang diberikan per oral

Efek diuretika positif jika persentase volume kumulatif urine yang

diekskresika >75% dari volume air yang diberikan.


BAB IV

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Dalam percobaan kali ini menggunakan 6 ekor tikus yang dibagi menjadi

3 kelompok. Dengan sediaan yang tersedia furosemide 0,04% (20 mg dalam 50

ml) dan Spironolakton 0,1% (50 mg dalam 50 ml).

Dosis Volume
Kelompok Tikus ke- BB pemberian pemberian
(mg) (ml)
I I 250 1% 0,5
CMC- NA II 280 1% 0,5
II I 230 0,414 1,035
Furosemid II 270 0,486 1,215
III I 250 2.25 2,25
spironolakton II 260 2,34 2,34
Tabel pengamatan

Percobaan Bahan Obat Efek Diuretik


Potensi Diuretika Tikus CMC Na Frekuensi Urinasi (menit ke-) 40’ 52’  61’  94’   120’          
1% secara
Volume Urine (ml)  1 0,6 0,3 0,8  0,2          
PO
  Volume Urine Kumulatif selama 2  2,9 ml
jam (ml)
Volume Air yg Diberikan secara 5 ml
PO (ml)
Potensi Diuretika (%)  58%
CMC Na Frekuensi Urinasi (menit ke-) 36’ 49’  75’ 88’  100’ 120’      
1% secara
PO Volume Urine (ml) 0,5 0,2  0,5  0,7   0,5 0,2       
  Volume Urine Kumulatif selama 2 2,6 ml
jam (ml)
Volume Air yg Diberikan secara 5 ml
PO (ml)
Potensi Diuretika (%) 52% 
Furosemide Frekuensi Urinasi (menit ke-) 36’ 52’  67’ 75’ 84’  96’  110’ 119’  
20 mg
(manusia Volume Urine (ml) 1 0,8  0,5  1,2 1  1  1,8  2   
70 kg)
Volume Urine Kumulatif selama 2  9,3 ml
secara PO
jam (ml)
Volume Air yg Diberikan secara  5 ml
PO (ml)
Potensi Diuretika (%) 186% 
Percobaan Bahan Obat Efek Diuretik
    Furosemide 20 mg Frekuensi Urinasi (menit ke-)  39  50 74 89  106’ 120’        
(manusia 70 kg)
secara PO Volume Urine (ml)  1 0,5 0,8 1,5  2  2,8        
Volume Urine Kumulatif selama 2  8,6 ml
jam (ml)
Volume Air yg Diberikan secara PO 5 ml
(ml)
Potensi Diuretika (%)  172%
Spironolakton 100 mg Frekuensi Urinasi (menit ke-) 45’ 66’  80’  96’  120’           
(manusia 70 kg)
secara PO Volume Urine (ml) 0,3 0,8 1,3  1,1   2          
Volume Urine Kumulatif selama 2  5,5 ml
jam (ml)
Volume Air yg Diberikan secara PO  5 ml
(ml)
Potensi Diuretika (%)  110%
Spironolakton 100 mg Frekuensi Urinasi (menit ke-) 26’ 47’  60’  92’  108’  120’         
(manusia 70 kg)
Volume Urine (ml) 0,8  1 1  0,6 1 ,5 2,4         
secara PO
Volume Urine Kumulatif selama 2  5,3 ml
jam (ml)
Volume Air yg Diberikan secara PO  5 ml
(ml)
Potensi Diuretika (%)  146%
Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian efek diuretik pada 6 ekor

tikus yang dibagi menjadi 3 kelompok. Pada kelompok I diberikan CMC-Na, pada

kelompok II diberikan furosemide dan pada kelompok III diberikan spironolakton

dengan rute pemberian secara peroral. Percobaan ini dilakukan untuk mengamati

efek diuretic pada masing masing kelompok tikus, kemudian menghitung volume

kumulatif urin yang diekskresikan dimana dikatakan positif jika presentase diatas

75%.

Pada kelompok I tikus diberikan CMC-Na, pada tikus pertama memiliki

frekuensi urinisasi selama 2 jam sebanyak lima kali dengan volume urin kumulatif

sebanyak 2,9 ml dengan presentase volume urin yang dieskresikan sebanyak 58%,

dan pada tikus kedua kelompok ini memiliku frejuensi urinisasi sebanyak enam

kali dengan volume urin kumulatif selama 2 jam sebanyak 2,6 ml dengan

presentase volume urin yang diekskresikan sebanyak 52% dari hasil pengamatan

tersebut dapat dikatakan bahwa CMC-Na negative atau tidak memiliki efek

diuretika, karaena CMC-Na merupakan control negative.

Selanjutnya pada kelompok kedua diberikan furosemide dengan dosis 20

mg/ 70 kg BB manusia. Pada tikus pertama memiliki frekuensi urinisasi selama 2

jam sebanyak delapan kali dengan volume urin kumulatif sebanyak 9,3 ml dan

presentase urin yang diekskresikan sebanyak 186%, dan pada tikus kedua

frekuensi urinisasi selama 2 jam sebanyak enam kali dengan volume urin

kumulatif sebanyak 8,6 ml dan presentase urin yang diekskresikan sebanyak


172%, sehingga berdasarkan hasil pengamatan furosemide positif atau memiliki

efek diuretic.

Pada kelompok III tikus diberika spironolakton dengan dosis 100 mg/ kg

BB manusia. Pada tikus pertama memiliki frekuensi urinisasi selama 2 jam

sebanyak lima kali dengan volume urin kumulatif sebanyak 5,5 ml dan presentase

urin yang diekskresikan sebanyak 110%, dan pada tikus kedua frekuensi urinisasi

selama 2 jam sebanyak enam kali dengan volume urin kumulatif sebanyak 5,3 ml

dan presentase urin yang diekskresikan sebanyak 106%, sehingga dapat dikatakan

spironolkton positif atau memiliki efek diuretic.

Berdasarkan hasil pengamatan yang memiliki efek diuretic adalah

furosemide dan spironolakton memiliki efek diuretic. Furosemide bekerja dengan

cara menghambat kotransporter luminal Na-K-Cl dari loop henle dengan

mengikat ke kanal klorida sehingga menyebabkan kehilangan natrium, klorida,

dan kalium dalam urin oleh karena itu furosemide dikatakan sebagai antidiuretic

yang berkhasiat kuat namun memiliki masa kerja yang pendek. Sedangkan

spironolakton merupakan senyawa yang bersifat antagonis terhadap aldosterone,

dimana sebagai antagonis spironolakton bekerja dengan cara mengeluarkan

natrium dan air, namun kalium tetap dipertahankan. Sehingga dari percobaan ini

dapat diurutkan yang mempunyai duretik kuat adalah furosemide dan yang kedua

ada spironolakton karena furosemide merupakan diuretic kuat dan spironolakton

merupakan diuretic penghemat kalium.


BAB IV

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan efek diuretic pada tikus yang memiliki efek

diuretic yang kuat adalah furosemide sesuai dengan teori karena furosemide

termasuk dalam golongan diuretic kuat, sedangkan spironolakton memiliki efek

diuretic yang lebih rendah karena spironolakton merupakan golongan diuretic

penghemat kalium dan CMC-Na tidak memiliki efek diuretic karena hanya

sebagai control negative.


Daftar Pustaka

Gunawan, G. S. (2007). Farmakologi dan Terapi edisi 5. Departemen


Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Jakarta
https://www.academia.edu/12975247/LAPORAN_PRAKTIKUM_FARMAKOL
OGI_UJI_EFEK_DIURETIK (diakses pada rabu, 1 juli 2020)

https://www.academia.edu/34900628/Laporan_Praktikum_Farmakologi_dan_Tok
silogi_Diuretik (diakses pada rabu, 1 juli 2020)

Tim Dosen ISTN, (2018). Petunjuk dan Paket Materi Praktikum Farmakologi.
Jakarta.
Tjay, T. H., Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting. PT. Gramedia. Jakarta.
PERCOBAAN UJI DIABETES

(UJI KADAR GLUKOSA DAN ANTIDIABETES)

BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang terjadi karena adanya

gangguan metabolism glukosa sehingga menyebabkan kerusakan proses

pengaturan insulin dari sel-sel β. Insulin memiliki peran penting untuk menjaga

kadar glukosa dalam darah tetap normal. Kadar glukosa norma adalah 6 – 120

mg/dl (Kee dan Hayes, 2007).

Diabetes mellitus merupakan sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia,

perubahan metabolisme lipid, karbohidrat, dan protei. DM juga dapat

meningkatkan resiko komplikasi penyakit pada pembuluh darah. Diabetes

mellitus terbagi atas dua kelompok yaitu diabetes mellitus tipe 1 yang merupakan

diabetes yang bergantung pada insulin sedangkan diabetes mellitus tipe 2 tidak

bergantung pada insulin.

Tujuan

Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu

mengetahui peran insulin dalam tubuh dan pengaruh terhadap diabetes, mengenal

teknik untuk mengevaluasi penyakit diabetes secara konvensional, dan dapat


melakukan tes glukosa konvensional pada manusia dengan menggunakan alat

ukur glukosa.

Prinsip

Mengamati penurunan kadar glukosa pada mencit dengan menggunakan

obat antidiabetes.
BAB II

Tinjauan Pustaka

Diabetes merupakan penyakit kronis yang memiliki ciri-ciri hiperglikemia

karena tubuh tidak mampu memproduksi hormone insulin. Keurangan hormone

insulin mengakibatkan glukosa masuk kedalam sel untuk dimetabolisir yang

mengakibatkan penumpukan glukosa dalam darah sehingga diekskresikan lewat

kemih yang mengakibatkan meniingkatnya produksi kemih,sering merasa haus,

berat badan menurun, sering merasa lelah, dan resistensi insulin.

Untuk mendiagnosis apakah seseorang mengidap diabetes mellitus

beradarkan keluhan dari pasien seperti polyuria, polydipsia, dan polifagia juga

ditentukan juga dengan peeriksaan laboratorium. Selain itu glukosa dapat diukur

secara konvensional dengan menggunakan alat ukur kadar glukosa yang banyak

dijual dengan menggunakan sampel darah kapilari. Juga dapat digunakan pada

percobaan uji diabetes kepada hewan uji.

Beberapa teknik yang digunakan untuk menyebabkan hewan uji manderita

diabetes adalah dengan menginduksi bahan kimia, sehingga mengakibatkan

hewan uji menderita diabetes tipe I contohnya streptpzptpcim,aloksan, dan

glukosa.

Pengukuran kadar glukosa dalam darah dapat dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer atau dengan menggunakan glucometer.


BAB III

Metode Percobaan

Alat dan Bahan

- Larutan glukosa 5% 1g/kg BB mencit

- CMC Na 1%

- Glibenklamid 5mg

- Metformin 500 mg

- Spuit injeksi 1 ml

- Jarum sonde

- Timbangan hewan

- Accu-Chek

- Striup glukosa

Hewan Uji

- 6 ekor mencit putih jantang denga bobot 20 – 30 g

Prosedur

- Puasakan mencit selama 12 – 16 jam, namun tetap diberikan air minum

- Timbang masing-masing mencit, dan hitung volume dan dosis pemberian

masing-masing mencit

- Cek kadar glukosa darah mencit sebelum pemberian glukosa yaitu pada

menit ke-0 dengan memotong bagian ujung ekor mencit dan daranya
diteteskan pada bagian ujing strip dan akan terlihat kadar glukosa mencit

setelah 5 menit. Catat sebagai kadar glukosa darah puasa atau GDP

- Berika larutan glukosa 1g/ kg BB mencit

- Pada menit ke-5 setelah pemberian glukosa dicek kadar glukosa mencit,

dan dicatat sebagai kadar glukosa setelah pemberian

- Bagi mencit menjadi 3 kelompok yang terdiri dari 2 mencit dengan

pemberian yang berbeda yaitu:

Kelompok I : CMC Na 1% secara PO

Kelompok II : glibenklamid 5 mg/ 70 kgBB manusia secara PO

Kelompok III : metformin 500 mg/ 70 kgBB manusia secara PO

- Berikan larutan obat sesuai kelompok pada menit ke-10

- Cek kadar glukosa darah mencit pada menit 20, 40, 60, 80, 100, 120.

- Catat pada tabel pengamatan

- Data yang diperoleh dianalisa secara statistik berdasarkan analisis variansi

dan bermakna perbedaan kadar glukosa darah antara kelompok kontrol

negatif, positif dan kelompok uji kemudian dianalisa dengan Student’s t-

test. Data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik


BAB IV

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Pada percobaan kali ini digunakan 15 ekor mencit yang dibagi menjadi 3

kelompok, dengan sediaan yang tersedia glibenklamid 0,01% (5 mg dalam 50 ml)

dan metformin 1% (500 mg dalam 50 ml)

Dosis Volume
kelompok Mencit ke- BB (g) pemberian pemberian
(mg) (ml)
I 23 1% 0,5
II 27 1% 0,5
I III 29 1% 0,5
IV 25 1% 0,5
V 22 1% 0,5
I 24 0,0156 0,156
II 30 0,0195 0,195
II III 28 0,0182 0,182
IV 26 0,0169 0,169
V 24 0,0156 0,156
I 25 1,625 0,1625
II 28 1,456 0,1456
III III 26 1,69 0,169
IV 31 2,015 0,2015
V 29 1,885 0,1885
Tabel hasil pengamatan

  Kadar Glukosa Darah


Percobaan Bahan Obat (menit ke-)
0 (puasa) 5 (diabetik) 60
Uji Kadar Glukosa CMC Na 1% secara PO 1 80 mg/dL 90 mg/dL 91 mg/dL
Darah dan Mencit 2 108 mg/dL 115 mg/dL 111 mg/dL
Antidiabetes 3 110 mg/dL 113 mg/dL 109 mg/dL
4 90 mg/dL 98 mg/dL 99 mg/dL
5 99 mg/dL 105 mg/dL 108 mg/dL
   
Glibenklamid 5 mg/70 1 100 mg/dL 110 mg/dL 89 mg/dL
kgBB manusia secara PO 2 89 mg/dL 95 mg/dL 92 mg/dL
3 115 mg/dL 119 mg/dL 99 mg/dL
4 111 mg/dL 117 mg/dL 100 mg/dL
5 82 mg/dL 89 mg/dL 78 mg/dL
   
Metformin 500 mg/ 70 1 105 mg/dL 109 mg/dL 105 mg/dL
kgBB manusia secara PO 2 101 mg/dL 110 mg/dL 102 mg/dL
3 99 mg/dL 106 mg/dL 99 mg/dL
4 90 mg/dL 95 mg/dL 90 mg/dL
5 79 mg/dL 86 mg/dL 80 mg/dL
Pembahasan

Pada percobaan ujidiabetes menggunakan 15 ekor mencit yang dibagi

menjadi 3 kelompok. Pada kelompok I diberikan CMC-Na 1% sebanyak 0,5 ml,

pada kelompok II diberikan Glibenklamid dengan dosis 5 mg/kg BB manusia, dan

pada kelompok III diberikan metformin dengan dosis 500 mg/ kg BB manusia.

Diabetes merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan

pada metabolism glukosa, yang disebabkan kerusakan proses pengaturan sekresi

insulin dari sel-sel beta. Insulin dihasilkan oleh pancreas yang berfungsi sangat

penting untuk menjaga kesetimbangan glukosa darah. Tujuan pengujian kadar

glukosa dan antidiabetes adalah untuk mengamati kadar glukosa setelah

pemberian antidiabetes.

Pada kelompok I sebagai control positif diberikan CMC-Na 1% dimana

pada kelompok ini tidak ada penurunan kadar glukosa dalam darah setelah

pemberian CMC-Na.

CMC-Na 1%
140

120
Kada Glukosa mg/dL

100

80

60

40

20

0
mencit-1 mencit-2 mencit-3 mencit-4 mencit-5

0 (puasa) 5 (diabetik) 60 menit


Pada kelompok II diberikan Glibenklamid dimana setelah pemberian

glukosa ada kenaikan kadar glukosa dalam darah dan setelah pemberian

antidiabetes mengalami penurunan kadar glukosa dalam darah yang menyatakan

bahwa glibenklamid efektif. Glibenklamid merupakan obat antidiabetes oral

generasi kedua dengan khasiat hipoglokemis yang kuat. Yang bekerja dengan

menstimulasi sekresi insulin setiap pemakaian glukosa.

Glibenklamid 5mg/70kg manusia


140

120
Kadar glukosa mg/dL

100

80

60

40

20

0
mencit-1 mencit-2 mencit-3 mencit-4 mencit-5

0 (puasa) 5 (diabetik) 60 menit

Pada kelompok III diberikan metformin dimana setelah pemberian glukosa

terdapat kenaikan glukosa salam darah dan setelah pemberian metformin

mengalami penurunan glukosa dalam darah yang berarti metformin efektif dalam

penurunan antidiabetes. Karena metformin mengurangi produksi glukosa hepatic,

selain itu metformin juga meningkatkan glukosa insulin yang diperantarai oleh

jaringan perifer.
Metformin 500mg/70kg manusia
120

100
Kadar glukosa mg/dL

80

60

40

20

0
mencit-1 mencit-2 mencit-3 mencit-4 mencit-5

0 (puasa) 5 (diabetik) 60 menit


BAB IV

Kesimpulan

Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan yang memiliki efek

antidiabetes yang lebih baik adalah metformin dan yang kedua adalah

glibenklamid sedangkan CMC-Na tidak memiliki efek antidiabetes karena hanya

merupakan control positif.


Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/34900661/Laporan_Praktikum_Farmakologi_dan_Tok
silogi_Diabetes_Melitus (diakses pada rabu, 1 juli 2020)

https://ocyocoico.wordpress.com/2014/06/07/laporan-farmakologi-antidiabetes/
(diakses pada rabu, 1 juli 2020)

https://dokumen.tips/documents/laporan-praktikum-farmakologi-antidiabetes.html
(diakses pada rabu, 1 juli 2020)

https://www.academia.edu/39674042/LAPORAN_PRAKTIKUM_FARMAKOL
OGI_ANTI_DIABETES (diakses pada rabu, 1 juli 2020)

Kee, J. L., & Hayes, E. R. (2007). Farmakologi, Pendekatan Proses


Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Tim Dosen ISTN, (2018). Petunjuk dan Paket Materi Praktikum Farmakologi.
Jakarta.
Tjay, T. H., Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting. PT. Gramedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai