Anda di halaman 1dari 16

Efek Diuretika

(Uji Potensi Diuretika)

Dosen:
Aunin Wulandari, M.Sc., Apt.
Rika Veryanti, M.Farm-Klin., Apr.
Theodora, M.Farm., Apt.

Nama : Rahmad Niki Saputro


NIM : 18330127
Kelas : Praktikum Farmakologi – A

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI FARMASI S1 FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat diuretik merupakan kelompok obat yang bisa meningkatkan laju pembentukan urin.
Istilah dari diuresis memiliki dua pengertian, pertama adalah menunjukkan adanya berambahnya
volume urin yang diproduksi lalu yang kedua menunjukkan jumlah keluarnya zat-zat yang larut
di dalam air.
Fungsi utama dari obat diuretik adalah memobilisasi cairan udema yang berarti merubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sampai volume cairan ekstrasel berubah menjadi
normal.Obat-obatan yang dapat mengakibatkan suatu keadaan peningkatan aliran urine disebut
Diuretik. Obat-obatan ini adalah penghambat dari transpor ion yang nantinya akan menurunkan
reabsorbsi Na+ dan ion lainnya seperti Cl+ untuk masuk ke urin dengan jumlah yang lebih banyak
dibanding pada keadaan normal bersama-sama air, yang diangkut dengan cara pasif untuk
mempertahankan keseimbangan osmotic
5 jenis obat yang termasuk ke dalam obat diuretik adalah diuretik osmotik, inhibitor
karbonik anhidrase, loop diuretik, diuretik tiazid dan diuretik hemat kalium.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Memahami kerja farmakologi dari berbagai kelompok diuretika.
2. Memperoleh gambaran tentang cara evaluasi potensi diuretika

1.3 Prinsip Percobaan

Penentuan tingkat efektifitas pemberian obat diuretik yakni furosemid, spironolacton, dan
Na-CMC 1% pada hewan mencit (Mus musculus) yang telah telah dipuasakan selama 12-16 jam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Diuretik adalah obat yang bekerja pada organ ginjal dan berfungsi untuk meningkatkan
ekskresi air dan juga natrium klorida. Secara umum, reabsobsi garam dan juga air masing-
masing digunakan oleh aldosteron vasopiresin. Sebagian besar diuretik bekerja dengan tujuan
untuk menurukan reabsorbsi elektrolit oleh tubulus. Ekskresi elektolit yang meningkat sangat
penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Diuretik digunakan untuk mengurangi
udema pada gagal jantung kongesif, ada beberapa penyakit ginjal, dan sirosis hepatis.

Faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik ada 3 yaitu :

1. Ginjal merupakan tempat kerja dari diuretik. Apa bila diuretik bekerja pada daerah yang
reabsorbsi natriumnya besar, maka efek yang diberikan akan lebih besar, dibandingkan
dengan diuretik yang daerah kerjanya reabsorbsi natriumnya sedikit.
2. Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal.
Pada keadaan ini akan memberi respon yang berbeda terhadap diuretik.
3. Interaksi antara obat dengan reseptor.

Berikut adalah penggolongan dari obat diuretik:

1. Diuretik kuat

Memiliki khasiat yang kuat dan juga meningkat tetapi bekerja dengan agak singkat selama 4-
6 jam saja dan terutama dikonsumsi pada kondisi akut, misalnya pada kondisi udema otak dan
paru-paru. Cara kerja diuretik kuat bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi elektrolit
Na2+/K2 pada ansa henle asendens di bagian epitel yang tebal; tempat kerjanya ada pada
permukaan sel epitel bagian luminal. Misalnya : Furosemid, Bumetanida, dan etarkrinat. Dosis:
Asametakrinat. Tablet 25 dan tablet 50 mg dikonsumsi dengan dosis 50-200mg per hari. Efek
samping dari diuretik kuat adalah nefritis interstisialis alergik, toksisitas, dan terjadi ketulian
sementara.

2. Derivat Tiazid

Efek dari derivat tiazid adalah lemah dan juga tapi memiliki efek yang lebih lama yaitu
selama 6-48 jam dan terutama dikonsumsi untuk terapi hipertensi dan lemah jantung. Bekerja
pada bagian tubulus kontrotus dustal ginjal setelah ansa henle dengan ditingkatkannya ekskresi
sesudah ansa henle dengan meningkatkan sekresi natrium klorida dan air.Misalnya :
Hidroklorotiazid, Klortalidon, mefrosida, Indapamida, Xipamida dan kropamida.

Dosis : Hidroklortiazid. Tablet 250 dan 50 mg terdapat di dosis 25-100 mg/hari dengan lama
kerja 6-12 jam. Klorotiazid. Tablet 250 dan tablet 500 mg digunakan dalam dosis 500-2000
mg/hari dengan lama efek yang diberikan sekitar 6-12 jam. Efek samping: pada penggunaan
jangka panjang dapat muncul hiperglikemia, meningkatnya kadar kolesterol dan trigliserid
plasma.

3. Diuretik hemat Kalium.

Efek yang ditimbulkan dari obat ini lemah dan hanya dikonsumsi terkombinasi dengan
diuretika lainnya untuk menghambat ekskresi kalium. Aldosterem menstimulasi reabsorbsi Na
dan ekskresi kalium. Proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis dan aldosterm.
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada bagian tubulus distal ginjal untuk nantinya meningkatkan
ekskresi natrium dari air dan resistensi kalium. Misalnya spironolakton, amilomida, dan
triamteren. Efek samping yang seting terjadi adalah hiperkalemia, muncul apabila obat ini
dikonsumsi bersama dengan asupan kalium yang berlebih.

4. Diuretika Osmotis.

Hanya direabsorpsi yang sedikit atau ditubuli sampai reabsorpsi air juga terbatas. Efeknya
adalah diuresis osmotis dengan ekskresi air yang tinggi dan relatif lebih sedikit ekskresi. Cara
kerja diuretik osmotik adalah meningkatkan osmolabilita plasma dan cairan pada tubulus ginjal
natrium, kalium dan air yang di ekskresikan. Misalnya: Manitol dan Sorbitol.

Dosis :Manitol. Untuk injeksi intravena dipakai larutan 5-25% dengan volume penggunaan
antara 50-1000 ml. Dosis yang dapat mengakibatkan diuresis adalah 50-200g yang digunakan
dalam bentuk cairan infus dalam jangka waktu 24 jam dengan kecepatan infus yang sedemikian
rupa, yang pada akhirnya didapat hasil diuresis sebanyak 30-50ml per jam. Untuk pasien dengan
kondisi oliguria yang hebat digunakan dosis percobaan yaitu 200mg/kg BB yang diberikan
kepada pasien lewat infus dalam jangka waktu 3-5 menit. Bila pada 1 sampai 2 kali dosis
percobaan diuresis hasilnya masih kurang dari 30ml per jam dalam jangka waktu 2-3 jam, maka
status dari pasien harus dievaluasi kembali sebelum ke pengobatan berikutnya. Isosorbid
diberikan dengan cara oral untuk indikasi yang sama dengan gliserin. Efek yang ditimbulkan pun
juga sama, hanya isosorbid dapat menimbulkan diuresis yang lebih besar daripada gliserin, tanpa
menyebabkan hiperglikemia. Dosis berkisar antara 1-3g/kg BB, dan bisa diberikan sebanyak 2-4
kali sehari.

5. Perintang – karbonhidrase

Cara kerja dari perintang karbonhidrase adalah menghalangi enzim karbonanhidrase pada
tubulus proksimal sehingga selain karbonat, Nadan-K juga diekskresikan lebih banyak
bersamaan dengan air. Misalnya: asetazolamid, Diklorofenamid, dan metazolamid.

Dosis : Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 dan 250 mg. Pada pemberian secara
oral dosis antara 250-500 mg per hari, dosis untuk chronic simple glaucoma yaitu 250-1000 mg
per hari. Efek samping yang ditimbulkan dari obat ini adalah mual, muntah, diare, gangguan
rasa, depresi, poliurea, dan menurunkan libido.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Hewan coba : Tikus putih, jantan (jumlah 6 ekor), bobot tubuh 200-300 g
Obat : - CMC Na 1% secara PO
- Furosemid 20 mg/ 70 kgBB manusia secara PO
- Spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara PO
- Air hangat 50 ml/ kgBB tikus
Alat : Spuit injeksi 1 ml, sonde, timbangan hewan, kandang diuretik, beaker
glass, gelas ukur
3.2 Prosedur Percobaan:
1. Puasakan tikus selama 12-16 jam, tetapi tetap diberikan air minum.
2. Sebelum pemberian obat, berikan air hangat per oral sebanyak 50 ml/ kg BB tikus.
3. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 2 ekor
mencit dengan perbedaan dosis obat yang diberikan:
Kelompok I : CMC Na 1% secara PO
Kelompok II : furosemide 20 mg/ 70 kgBB manusia secara IV
Kelompok III : spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara

4. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing mencit.
5. Berikan larutan obat sesuai kelompok masing-masing.
6. Tempatkan tikus ke dalam kandang diuretik.
7. Kumpulkan urine selama 2 jam, catat frekuensi pengeluaran urine dan jumlah urine setiap
kali diekskresikan.
8. Catat dan tabelkan pengamatan.

9. Hitung persentase volume kumulatif urine yang diekskresikan:


volume urine yang diekskresikan dalam waktu 2 jam
= x 100 %
volume air yang diberikan per oral
Efek diuretika positif jika persentase volume kumulatif urine yang diekskresika >75% dari
volume air yang diberikan.

3.3 Perhitungan Dosis

Furosemide 20 mg/50 ml
1. BB tikus : 230 g
Dosis konversi tikus : (230 g)/(200 g) x 20 x 0,018 mg
: 0,414 mg
Maka volume pemberian : (0,414 mg)/(20 mg) x 50 ml
: 1,035 ml
2. BB tikus : 270 g
Dosis konversi tikus : (270 g)/(200 g) x 20 x 0,018 mg
: 0,486 mg
Maka volume pemberian : (0,486 mg)/(20 mg) x 50 ml
: 1,215 ml

Spironolakton 50 mg/50 ml
1. BB tikus : 250 g
Dosis konversi tikus : (250 g)/(200 g) x 100 x 0,018 mg
: 2,25 mg
Maka volume pemberian : (2,25 mg)/(50 mg) x 50 ml
: 2,25 ml
2. BB tikus : 260 g
Dosis konversi tikus : (260 g)/(200 g) x 100 x 0,018 mg
: 2,34 mg
Maka volume pemberian : (2,34 mg)/(50 mg) x 50 ml
: 2,34 ml

Kel Tikus ke BB Dosis Volume


pemberian pemberian
(mg) (ml)
I 1 250 g 0,5
2 280 g 0,5
II 1 230 g 0,414 1,035
2 270 g 0,486 0,087
III 1 250 g 2,25 2,25
2 260 g 2,34 2,34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan Bahan Obat Efek Diuretik

Potensi Diuretika Tikus Frekuensi Urinasi (menit ke-) 40’ 52’ 61’ 94’ 120’
Volume Urine (ml) 1 0,6 0,3 0,8 0,2
CMC Na
1% secara Volume Urine Kumulatif
2,9 ml
PO selama 2 jam (ml)
Volume Air yg Diberikan
5 ml
secara PO (ml)
Potensi Diuretika (%) 58%
Frekuensi Urinasi (menit ke-) 36’ 49’ 75’ 88’ 100’ 120’
Volume Urine (ml) 0,5 0,2 0,5 0,7 0,5 0,2
CMC Na
1% secara Volume Urine Kumulatif
2,6 ml
PO selama 2 jam (ml)
Volume Air yg Diberikan
5 ml
secara PO (ml)
Potensi Diuretika (%) 52%
Furosemide Frekuensi Urinasi (menit ke-) 36’ 52’ 67’ 75’ 84’ 96’ 110’ 119’
20 mg
(manusia Volume Urine (ml) 1 0,8 0,5 1,2 1 1 1,8 2
70 kg)
Volume Urine Kumulatif 9,3 ml
secara PO
selama 2 jam (ml)
Volume Air yg Diberikan
5 ml
secara PO (ml)
Potensi Diuretika (%) 186%

Percobaan Bahan Obat Efek Diuretik

    Furosemide 20 mg Frekuensi Urinasi (menit ke-)  39  50 74 89  106’ 120’        
(manusia 70 kg)
Volume Urine (ml)  1 0,5 0,8 1,5  2  2,8        
secara PO
Volume Urine Kumulatif  8,6 ml
selama 2 jam (ml)
Volume Air yg Diberikan 5 ml
secara PO (ml)
Potensi Diuretika (%)  172%
Spironolakton 100 Frekuensi Urinasi (menit ke-) 45 66’  80’  96’  120’           
mg (manusia 70 kg) ’
secara PO Volume Urine (ml) 0,3 0,8 1,3  1,1   2          
Volume Urine Kumulatif  5,5 ml
selama 2 jam (ml)
Volume Air yg Diberikan  5 ml
secara PO (ml)
Potensi Diuretika (%)  110%
Spironolakton 100 Frekuensi Urinasi (menit ke-) 26 47’  60’  92’  108’  120’         
mg (manusia 70 kg) ’
secara PO Volume Urine (ml) 0,8  1 1  0,6 1 ,5 2,4         
Volume Urine Kumulatif  5,3 ml
selama 2 jam (ml)
Volume Air yg Diberikan  5 ml
secara PO (ml)
Potensi Diuretika (%)  146%
Pembahasan
Pada praktikum kali ini melakukan uji diuretika. Ada 3 faktor dalam mekanisme kerja
diuretik, pertama diuretik yang bekerja pada ginjal, kedua status fisiologis dari organ dan yang
ketiga interaksi antara obat dengan reseptor. Tujuan percobaan ini adalah mengetahui dan
membandingkan efek diuretik dari CMC Na, Furosemide dan Spironolakton dengan rute
pemberian per oral. Pada percobaan ini menggunakan hewan tikus, karena tikus putih resisten
terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih pada umumnya tenang dan mudah ditangani.
Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik seperti halnya mencit, dan kecenderungan untuk
berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak begitu terganggu oleh
adanya manusia di sekitarnya. Suhu tubuh pada tikus yang normal sebesar 37,5oC. Apabila tikus
diperlakukan kasar ,mereka akan berubah menjadi galak dan sering menyerang si pemegang.
Ukuran tubuh tikus lebih besar dari mencit, maka untuk beberapa percobaan, hasil uji pada tikus
lebih menguntungkan.
Sebelum dilakukan praktikum tikus dipuasakan terlebih dahulu. Fungsinya untuk
menghindari pengeluaran urin yang disekresikan dari hasil makanan yang telah dikonsumsi,
karena percobaan ini akan dilihat adalah volume urin yang disekresikaan oleh hewan uji. Tujuan
pemberian air hangat pada hewan percobaan adalah sebagai penginduksi untuk memperjelas
terjadinya efek diuretik. Pemberian air hangat juga akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi
arterio aferen. Apabila darah yang masuk ke glomerulus melalui arteriol yang melebar
meningkat maka tekanan darah kapiler glomerulus bertambah sehingga laju filtrasi glomerulus
meningkat. Air hangat diberikan sebanyak 5ml menggunakan spuit 5ml diberikan duakali, untuk
pemberian pertama 3ml lalu pemberian berikutnya 2ml.
Pada percobaan pertama yaitu dengan obat CMC Na 1% secara PO dibagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama dengan berat badan tikus 250g didapatkan hasil volume urin
selama 2 jam sebanyak 2,9ml dan hasil diuresis 58%. Pada kelompok kedua dengan berat badan
tikus 280g didapatkan hasil volume urin selama 2 jam sebanyak 2,6ml dan hasil diuresis 52%.
Pada percobaan kedua dengan obat Furosemide secara PO dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama dengan berat badan 230g didapatkan hasil volume urin selama kurang lebih 2
jam sebanyak 9,3ml dan hasil diuresis 186%. Pada kelompok kedua dengan berat badan tikus
270g didapatkan hasil volume urin selama 2 jam sebanyak 8,6ml dan hasil diuresis 172%.
Pada percobaan ketiga dengan obat Spironolakton secara PO dibagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama dengan berat badan tikus 250g didapatkan hasil volume urin
selama 2 jam sebanyak 5,5ml dan hasil diuresis 110%. Pada kelompok kedua dengan berat badan
tikus 260g didapatkan hasil volume urin sebanyak 5,3ml dan hasil diuresis 146%.
Berdasarkan hasil data pengamatan yang paling menyebabkan efek diuresis paling
banyak adalah furosemide hasil ini sudah sesuai literatur. Karena Furosemide memiliki cara
kerja dengan mengahalangi penyerapan natrium didalam sel-sel tubulus ginjal dan meningkatkan
jumlah urin yang dihasilkan oleh tubuh. Mekanisme kerja dari Furosemide sebagai penghantar
pembawa ion Na dan K pada membrane numinal pada lengkungan henle dengan cara
mereabsorbsi kurang lebih 25% semua ion yang telat difiltrasi secara aktif kemudian disusul
dengan reabsorbsi pasif dan pada terapi pengeluaraan air juga diperbanyak. Obat Furosemid
mudah diserap melalui saluran cerna. Bioavabilitas furosemide 65% diuretik kuat terikat pada
protein plasma secara ekstensif sehingga tidak difiltrasi pada glomerulus tapi cepat disekresi
melalui sistem transpor asam organik pada tubuli proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi
di cairan tubuli.
Spironolakton adalah salah satu obat diuretik hemat kalium yang berarti hanya
mengeluarkan natrium. Mekanisme antagonis dari aldosteron membuat spironolactone juga dapat
digunakan untuk hiperaldosteronisme dan gagal jantung. Kerja dari diuretik hemat kalium adalah
pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks. Caranya adalah menghambat
reabsobsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif. Efek yang
ditimbulkan dari obat ini lemah dan digunakan khusus untuk terkominasi dengan diuretik lain
untuk penghematan kalium. Mula kerjanya setelah 2-3 hari, daya diuretismya agak lambat maka
harus dikombinasikan dengan diuretik lainnya.
Untuk melengkapi pembahasan pada praktikum kali ini kami diberi beberapa pertanyaan
sebagai berikut :
1. Apa tujuan dilakukan pengujian efek diuretik?
a. Memahami kerja farmakologi dari berbagai kelompok diuretika.
b. Memperoleh gambaran tentang cara evaluasi potensi diuretika.
2. Bagaimana mekanisme farmakologi obat yang digunakan dalam pengamatan sehingga dapat
memberikan efek diuresis pada tikus?
Mekanisme farmakologi furosemide adalah dengan mengahalangi penyerapan natrium
didalam sel-sel tubulus ginjal dan meningkatkan jumlah urin yang dihasilkan oleh tubuh
Mekanisme farmakologi spironolakton adalah dengan cara menghambat reabsobsi natrium
dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif.
3. Berdasarkan hasil pada tabel pengamatan, tentukanlah efek diuretika pada masing-masing
sediaan uji (CMC-Na, Furosemide, dan Spironolakton) tersebut apakah positif atau negatif
memiliki efek diuretika!
Jawaban :
CMC Na negative memiliki efek diuretika karena CMC Na termasuk control negative
plasebo, memiliki efek diuretika 58% dan 52% pada percobaan kedua
Furosemide positif memiliki efek diuretika karena pembawa ion Na dan K pada membrane
numinal pada lengkungan henle dengan cara mereabsorbsi kurang lebih 25% semua ion dan
mengahalangi penyerapan natrium didalam sel-sel tubulus ginjal dan meningkatkan jumlah
urin. Hasil efek diuretika percobaan pertama adalah 186% dan 172% pada percobaan kedua
Spironolakton positif memiliki efek diuretika, namun tidak terlalu bekerja untuk
meningkatkan keluarnya urin karena spironolakton hanya mengeluarkan natrium. Hasil efek
diuretika percobaan pertama adalah 110% dan 146% pada percobaan kedua
4. Intepretasikan data hasil percobaan berdasarkan tabel pengamatan dan bandingkan dengan
teori yang ada !
Jawaban :
Dari hasil percobaan yang dilakukan pada Tikus 1 dan 2 yang diberikan obat CMC Na 1%
secara Per Oral dan air hangat sebanyak 5 ml secara Per oral, kemudian urinnya setelah 2 jam
ditampung dan menghasilkan 2,9 ml untuk tikus 1 sedangkan 2,6 ml pada tikus 2 lalu hitung
persentase volume kumulatif urine pada tikus tersebut dan setelah dihitung menghasilkan efek
daya potensi diuretik sebesar 58% pada tikus 1 dan 52% pada tikus 2. Berdasarkan pada
literatur dan hasil yang di dapat adalah sesuai karena CMC Na berfungsi sebagai control
negative atau plasebo.
Dari hasil percobaan yang dilakukan pada Tikus 1 dan 2 yang diberikan obat Furosemid 20
mg/70 kgBB manusia secara Per Oral dan air hangat sebanyak 5 ml secara Per oral, kemudian
urinnya setelah 2 jam ditampung dan menghasilkan 9,3 ml untuk tikus 1 sedangkan 8,6 ml pada
tikus 2 lalu hitung persentase volume kumulatif urine pada tikus tersebut dan setelah dihitung
menghasilkan efek daya potensi diuretik sebesar 186% pada tikus 1 dan 172% pada tikus 2.
Berdasarkan pada literatur dan hasil yang di dapat adalah sesuai Karena, Furosemide
Berdasarkan literatur bahwa Furosemid merupakan obat diuretik dengan golongan diuretik
kuat dengan cara mekanisme kerja menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli
ginjal. Furosemida meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, kalium dan tidak
mempengaruhi pada tekanan darah yang normal.
Dari hasil percobaan yang dilakukan pada Tikus 1 dan 2 yang diberikan obat Spironolakton
100 mg/ 70 kgBB manusia secara PO dan air hangat sebanyak 5 ml secara Per oral, kemudian
urinnya setelah 2 jam ditampung dan menghasilkan 5,5 ml untuk tikus 1 sedangkan 5,3 ml pada
tikus 2 lalu hitung persentase volume kumulatif urine pada tikus tersebut dan setelah dihitung
menghasilkan efek daya potensi diuretik sebesar 110% pada tikus 1 dan 146% pada tikus 2.
Berdasarkan pada literatur dan hasil yang di dapat adalah sesuai Karena, Spironolakton
Berdasarkan literatur bahwa Spironolakton merupakan golongan diuretik hemat kalium
dengan mekanisme kerjanya bersaing dengan reseptor tubular yang terletak pada nefron yang
dapat mengakibatkan retensi pada kalium dan meningkatnya ekskresi air serta pada natrium.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Diuretik adalah obat yang bekerja pada organ ginjal dan berfungsi untuk
meningkatkan ekskresi air dan juga natrium klorida. Obat diuretika adalah obat untuk
meluruhkan urin atau meningkatkan pembuangan urin oleh ginjal.
2. Yang memberikan efek diuresis adalah furosemide dengan hasil potensi diuretika
sebanyak 186% dan 172%.
3. Obat diuretik yang paling efektif digunakan pada percobaan kali ini adalah
furosemide, dan spironolakton sedangkan CMC-Na tidak mempunyai efek diuretik
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswara, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. FK UI : Jakarta


2. Guyton AC, Hall JE, 2006, Textbook of Medical Physiology: The Body Fluids and
Kidneys. 11th Edition, Elsevier Saunders, Philadelphia.
3. Katzung,G.B. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika : Jakarta
4. Neal, M.J. 2006. AT Glance Farmakologi Medis Edisi ke Lima. PT. Gelora Aksara
Pratama : Jakarta
5. Rang HP, Dale MM, R itter JM, Flower RJ, Henderson G, 2011, Rang and Dale’s
Pharmacology: Drugs Affecting Major Organ Systems, 7th Edition, Elsevier Saunders,
Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai