Anda di halaman 1dari 3

BAB 3

LANDASAN TEORI

Diuretika adalah obat-obat yang meningkatkan laju aliran urin, namun secara klinik
diuretik juga bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi Na+ dan anion yang
menyertainya, biasanya Cl-. Diuretika tidak hanya mengubah ekskresi Na+, tetapi juga
memodifikasi pengaturan kation lain (misalnya K+, H+, Ca2+, dan Mg2+), anion lain (seperti
CI-, HCO3-, dan H2PO4-) dan asam urat oleh ginjal. Selain itu, diuretik juga secara tidak
langsung dapat mengubah hemodinamik ginjal.

Pada dasarnya volume dan komposisi urin tergantung pada tiga proses fisiologi ginjal
yaitu: filtrasi melalui glomerulus, reabsorpsi di tubulus ginjal dan sekresi oleh tubulus ginjal.

Pada banyak penyakit, jumlah natrium klorida yang direabsorpsi oleh tubulus ginjal
adalah tinggi secara abnormal. Hal in mengakibatkan retensi air, peningkatan volume darah
dan ekpansi kompartemen cairan ekstravaskuler, yang mengakibatkan edema jaringan.
Beberapa penyakit edema jaringan yang biasa dihadapi meliputi gagal jantung, asites hepatik,
dan sindrom nefrotik. Diuretika dapat meningkatkan produksi urin (diuresis) dan ekskresi
urin sehingga dengan demikian dapat menghilangkan cairan berlebih yang tertimbun di
jaringan. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udema yang berarti
mengubah kesetimbangan cairan sedemikian rupa hingga volume cairan ekstrasel kembali ke
normal.

Diuretik juga diketahui digunakan secara luas dalam terapi penyakit nonedema seperti
hipertensi, hiperkalsemia, dan diabetes insipidus.

Diuretik umumnya dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu diuretik
osmotik dan diuretik yang menghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubulus
ginjal. Diuretik osmotik dapat diberikan dalam jumlah besar sehingga turut menentukan
derajat osmolalitas plasma, filtrasi glomerulus dan cairan tubulus. Tetapi untuk menimbulkan
diuresis yang cukup besar, diperlukan dosis diuretik osmotik yang tinggi.

Diuretik yang dapat menghambat transpor elektrolit di tubulus ginjal adalah

- Diuretik penghambat karbonik anhidrase

Penggunaan diuretik penghambat karbonik anhidrase terbatas karena cepat


menimbulkan toleransi. Sekarang diuretik penghambat karbonik anhidrase lebih banyak
digunakan sebagai obat penunjang pada pengobatan glaukoma, dikombinasikan dengan
miotik, seperti pilokarpin, karena dapat menekan pembentukan aqueus humour dan
menurunkan tekanan dalam mata. Contoh diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah
asetazolamid, metazolamid, etokzolamid, diklorfenamid (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

- Diuretik tiazid dan analog mirip tiazid

Diuretik turunan tiazida terutama digunakan untuk pengobatan udem pada keadaan
dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi karena dapat
mengurangi volume darah dan secara langsung menyebabkan relaksasi otot polos arteriola.
Turunan ini dalam sediaan sering dikombinasi dengan obat-obat antihipertensi, seperti
reserpin dan hidralazin, untuk pengobatan hipertensi karena menimbulkan efek potensiasi
(Siswandono dan Soekardjo, 2000).

- Diuretik hemat kalium

Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah kekuatan
pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorpsi kembali ion Na+ dan ekskresi
ion K+ sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+ dan Cl dalam urin. Diuretik hemat kalium
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu diuretika dengan efek langsung, contohnya adalah
amilorid dan triamteren, dan diuretika antagonis aldosteron, contohnya adalah spironolakton
(Siswandono dan Soekardjo, 2000).

- Diuretik loop (Diuretik kuat)

Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretic yang efeknya sangat kuat dibandingkan
dengan diuretic lain. Tempat kerja utamanya dibagian epitel tebal lengkung henlebagian
asenden, oleh karena itu golongan obat ini disebut juga sebagai loop diuretic. Obat yang
termasuk dalam golongan ini adalah furosemid, toremid, asam etakrinat, dan bumetanid
(Farmakologi dan terapi, 2012)

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik ini. Pertama, tempat kerja
diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan
memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah
yang reabsorbsi natrium banyak. Kedua, status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi
jantung, sirosis hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda
terhadap diuretik. Ketiga, interaksi antara obat dengan reseptor. Sebagaimana umumnya
diketahui, diuretik digunakan untuk merangsang terjadinya diuresis. Penggunaan diuretik
sudah demikian luas (Siregar, 2008).

BAB 4

PROSEDUR PRAKTIKUM

Alat dan bahan

Bahan uji: - Na CMC 0,5 % > 1ml/100g. po

-Air hangat > 5ml/200g BB

Hewan: Tikus

Alat: -Sonde oral

-Kandang metabolisme

Prosedur Percobaaan

1. Tandai lalu timbang hewan percobaan, kemudian catat bobot badan hewan uji.
2. Hitung dosis dan volume pemberian sediaan uji.
3. Hewan uji dibagi dalam 4 kelompok.
4. Kepada setiap hewan percobaan diberikan air hangat sebanyak 50 mL/kg BB sebagai
loading dose secara oral.
5. Setelah 30 menit masing-masing kelompok diberikan sediaan uji sesuai dengan
kelompoknya. Kelompok kontrol hanya diberi pembawa, kelompok uji diberikan zat
yang akan diuji, sedangkan kelompok pembanding diberi Furosemid.
6. Sesudah pemberian sediaan uji, tempatkan masing-masing tikus ke dalam kandang
metabolisme yang tersedia, dan tampung urine yang diekskresikannya setiap 15 menit
selama 75 menit dalam tabung-tabung berskala.
7. Amati frekuensi urinasi dan volume urinasi kemudian catat pada tabel pengamatan.
8. Hitung persentase volume kumulatif urine yang diekskresika
9 Bahas hasil yang didapat.

Anda mungkin juga menyukai