Anda di halaman 1dari 20

Uji Potensi Diuretik

Dosen pengampu :

 Ainun Wulandari, M. Sc., Apt


 Putu Rika Veryanti, M.Farm Klin., Apt.
 Teodhora, M.farm., Apt
Disusun oleh:

 Uci Hernanda (18330016)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA
2020
Bab I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Pengeluaran urin atau diuresis bisa diartikan sebagai penambahan produksi volume
urin yang dikeluarkan dan pengeluaran jumlah zat-zat terlarut di dalam air. Obat-obatan yang
mengakibatkan suatu keadaan dimana meningkatnya aliran urine biasa disebut diuretic. Obat-
obat tersebut merupakan penghambat transport ion yang menurunkan reabsorpsi Na+ dan ion
lain seperti Cl̄ memasuki urine dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dalam keadaan
normal dengan air, yang dapat mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic. Perubahan osmotic dalam keadaan tubulus menjadi meningkat karena
Natrium lebih banyak dalam urin, dan mengikat air lebih banyak di dalam tubulus ginjal. Dan
dalam produksi urin akan menjadi lebih banyak. Dengan itu diuretic dapat meningkatkan
volume urine dan dapat juga mengubah PH nya serta komposisi ion di dalam darah dan urine.

Diuretik merupakan zat-zat yang bisa memperbanyak pengeluaran urin ataupun kemih
( diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Beberapa obat-obat lainnya yang
menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam
definisi ini, contonya zat yang dapat memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin),
memperbesar volume darah (dekstran) atau merintangi sekresi hormone antidiuretic ADH
(air, alcohol )

Dalam ketentuannya mekanisme kerjanya, secara umum diuretic terbagi menjadi dua
golongan besar yaitu diuretic osmotic yaitu merupakan bekerja dengan cara menarik air ke
urin, tanpa menggangu sekresi atau absorbs ion dalam ginjal dan penghambat mekanisme
transport elektrolit pada tubuli ginjal, misalnya diuretic tiazid (menghambat reabsporbsi
natrium dan klorida pada ansa Henle pars ascendens), Loop diuretic (lebih poten daripada
tiazid dan dapat mengakibatkan hypokalemia), diuretic hemat kalium (meningkatkan eksresi
natrium sambal menahan kalium).

Fungsi utama pada diuretic yaitu untuk menggerakan cairan udem yang itu artinya
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi
normal. Proses diuresis diawali dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli yang ada pada
bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli bekerja sebagai saringan halus yang menyaring
darah. Pada darah terdapat garam, air dan glukosa. Filtrat yang didapat terkandung banyak air
dan elektrolit yang ditampung di wadah, yang mengelilingi sekitar glomerulus seperti corong
(kapsul bowman) lalu dialirkan ke pipa kecil yaitu ke tubulus proksimal. Disini ditemukan
peristiwa reabsorbsi aktif dari air serta komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti
glukosan dan garam-garam antara lain ion Na+. zat dikembalikan ke darah melalui kapiler
yang mengelilingi tubuli, sisanya yang tak berguna sebagian besar tidak diserap kembali.
Setelahnya urin akan diserap lagi di dalam tubulus distal dan digabungkan di ductus
kolektivus dan ditimbun di kandung kemih menjadi urin sesungguhnya. 5 jenis obat golongan
diuretic diantaranya adalah diuretic osmotic, inhibitor karbonik anhydrase, loop diuretic
(diuretic kuat), tiazid serta diuretic hemat kalium (potassium sparing diuretic).

II. 2 Tujuan Percobaan

Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa dapat :


1. Memahami kerja farmakologi dari berbagai kelompok diuretika.
2. Memperoleh gambaran tentang cara evaluasi potensi diuretika.

III. Prinsip Percobaan

1. Pada tubulus proksimal, disini 70% ultra filtrat diserap kembali (glukosa, ureum, ion
Na+, dan Cl-). Filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretik osmotik
(manitol, sorbitol, gliserol) juga bekerja ditempat ini dengan mengurangi reabsorbsi ion Na+
dan Cl-.

2. Pada Lengkungan Henle (Henle’s Loop), disini 20% ion Cl- diangkut secara aktif ke
dalam sel tubuli dan disusul secara pasif oleh ion Na+, tetapi tanpa air sehingga filtrat
menjadi hipotonik terhadap plasma. Diuretik loop (diuretika kuat seperti furosemid,
bumetamida, dan asam etakrinat) bekerja disini dengan merintangi transpor Cl-.

3. Pada tubulus distal bagian depan ujung lengkungan Henle dalam korteks, disini ion
Na+ diserap kembali secara aktif tanpa penarikan air sehingga filtrat menjadi lebih cair dan
lebih hipotonis. Saluretik (mefruzida, klopamida,klortalidon,dan thiazide) bekerja disini
dengan merintangi reabsorbsi ion Na+ dan Cl-.

4. Pada tubulus distal bagian belakang, disini ion Na+ diserap kembali secara aktif dan
terjadi pertukaran dengan ion K+, H+ dan NH4+. Proses ini dikendalikan oleh hormon
aldosteron.
BAB I I

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Dasar


Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin menjadi lebih banyak
frekuensi dan kuantitasnya. Jika pada peningkatan ekskresi air terjadi juga ekskresi garam-
garam, maka diuretika ini disebut natriuretika atau saluretika.
Diuretika dapat dikelompokkan menurut mekanisme kerjanya, yaitu:
- Diuretika inhibitor karboanhidrase; contohnya asetazolamid.
- Diuretika lengkung Henle; contohnya furosemide.
- Diuretika golongan tiazid; contohnya hidroklortiazid.
- Diuretika antagonis aldosterone; contohnya spironolakton.
- Diuretika hemat kalium jenis siklomidin; contohnya triamterene dan amilorid.
Kegunaan diuretic terbanyak yaitu untuk gagal jantung dan hipertensi. Pada gagal
jantung diuretic akan mengurangi atau bahkan bisa menghilangkan cairan yang
terakumulasi di jaringan dan paru-paru. Di samping itu juga dapat berkurangnya volume
darah akan mengurangi kerja jantung.
Terdapat tiga factor utama yang menpengaruhi respon diuretic :
1. Tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretic yang bekerja di daerah yang reabsorbsi
natrium sedikit. Yang bisa memberikan efek yang lebih kecil bila dibandingkan
dengan diuretic yang bekerja di daerah yang reabsorbsi natrium banyak.
2. Status fisiologi dari organ. Contohnya, dekompensasi jantung, gagal ginjal, sirosis
hati. Dalam keadaan ini dapat memberikan respon yang berbeda terhadap diuretic.
3. Interaksi antara obat dengan reseptor. Biasanya bekerja dengan mengurangi
reabsorpsi natrium sehingga pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak.
Pengeluaran urin atau diuresis dapat diartikan sebagai penambahan produksi volume
urin yang dikeluarkan dan pengeluaran jumlah zat-zat terlarut dalam air. Jika pada
peningkatan ekskresi garam-garam, maka diuretika ini dinamakan saluretika/natriuretika.
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan
semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah dimana semuanya melintasi
saringan ginjal, kecuali zat putih telur dan sel sel darah.
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat
reabsorbsi natrium klorida. Efeknya lebih lama dan lambat, juga lebih lama, terutama
digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Obat-obat diuretik
yang termasuk golongan ini adalah klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid,
bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metilklotiazid, klortalidon,
kuinetazon dan indapamid.
Fungsi utama ginjal yaitu memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan
semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah dimana semuanya melintasi
saringan ginjal, kecuali sel sel darah dan zat putih telur. Diuretik terdapat dari beberapa
kelompok yaitu :
a. Diuretik kuat
Diuretic kuat ini biasanya bekerja pada ansa henle bagian asenden pada bagian
epitel yang tebal secara menghambat transport elektrolit natrium, kloridan dan
kalium.obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat akan tetapi sedikit singkat. Banyak
digunakan bisanya dalam keadaan akut, seperti pada udema paru0paru dan otak. Yang
termasuk diuretic kuat adalah asam etakrinat, bumetamid dan furosemide
b. Diuretik Hemat Kalium
Diuretic hemat kalium biasanya bekerja pada hilir tubuli distal dan ductus
koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsposi sekresi kalium dan
natrium dengan jalan antagonism kompetitif (spirinolakton)/ secara langsung
( amiloride dan triamterene). Efek pada obat-obat tersebut lemah dan khusus
digunakan terkominasi dengan diuretic lainnya untuk menghemat kalium. Contoh
obatnya adalah letanol dan aldacton.
c. Diuretik Golongan Tiazid
Diuretic golongan ini bisanya bekerja pada hulu tubuli dostal dengan cara
menghambat reabsorbsi natrium klorida. Efeknya lambat dan lebih lama, juga lebih
lama terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung.
Obat obat diuretic yang termasuk golongan tersebut adalah klorotiazid,
hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, hidroflumetiazid, benztiazid, politiazid,
indapamis, metilklotiazid, klortalidon dan kuinetazon.
d. Diuretik Golongan penghambat enzim karbonik Anhidrase
Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhydrase bekerja pada tubuli
proksimal dengan cara menghambat reabsorbsi bikarbonat. Khasiat diuretic yang
lemah biasanya digunakan sebagai obat antiepilepsi. Waktu paruhnya dalam plasma
adalah 3-6 jam. Mulai bekerja 1-3 jam dan bertahan selama 10 jam. Yang termasuk
golongan diuretic ini adalah asetazolamid, meatzolamid dan diklorofenamid.
e. Diuretik Osmotik
Obat- obat diuretic osmotic di reabsorbsi sedikit oleh tubuli sehingga
reabsorbsi air juga terbatas. Efeknya adalah diuresis osmotic dengan eksresi air yang
tinggi dan eksrkresi Na sedikit. Contohnya adalah mannitol, isisorbid,gliserin dan
urea.
BAB III
Alat, Bahan dan Metode kerja

III.1 Alat percobaan


- Spuit injeksi 1 ml
- Sonde
- timbangan hewan
- kandang diuretic
- beaker glass
- gelas ukur

III.2 Bahan Percobaan


- Tikus putih, jantan (jumlah 6 ekor), bobot tubuh 200-300 g

- CMC Na 1% secara PO

- Furosemid 20 mg/ 70 kgBB manusia secara PO


- Spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara PO
- Air hangat 50 ml/ kgBB tikus

III.3 Metode Kerja

1. Puasakan tikus selama 12-16 jam, tetapi tetap diberikan air minum.
2. Sebelum pemberian obat, berikan air hangat per oral sebanyak 50 ml/ kg BB tikus.
3. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 2 ekor
mencit dengan perbedaan dosis obat yang diberikan:
Kelompok I : CMC Na 1% secara PO
Kelompok II : furosemide 20 mg/ 70 kgBB manusia secara IV
Kelompok III : spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara

4. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing mencit.
5. Berikan larutan obat sesuai kelompok masing-masing.
6. Tempatkan tikus ke dalam kandang diuretic.
7. Kumpulkan urine selama 2 jam, catat frekuensi pengeluaran urine dan jumlah urine setiap
kali diekskresikan.
8. Catat dan tabelkan pengamatan.

9. Hitung persentase volume kumulatif urine yang diekskresikan:


volume urine yang diekskresikan dalam waktu 2 jam
= x 100 %
volume air yang diberikan per oral
Efek diuretika positif jika persentase volume kumulatif urine yang diekskresika >75%
dari volume air yang diberikan.
BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Percobaan

Dalam suatu praktikum farmakologi “efek diuretik” akan diberikan sediaan uji CMC-
NA, Furosemid, dan spironolakton pada tikus. Hitunglah dosis dan volume pemberian obat
pada masing-masing tikus (dosis obat dapat dilihat pada penuntun praktikum), apabila
diketahui berat badan tikus dan konsentrasi larutan sebagai berikut (kecuali CMC-Na tdk
perlu dihitung) :

Tikus Dosis Pemberian Volume


Kel BB
ke- (mg) Pemberian (ml)
I I 250 g 0,5 mg 0,5 ml
CMC – NA 1% (0,5 ml) II 280 g 0,5 mg 0,5 ml

II III 230 g 0,414 mg 1,035 ml


Furosemid 0,04% (20 mg IV 270 g 0,486 mg 1,215 ml
dalam 50 ml)
III V 250 g 2,25 mg 2,25 ml
Spironolakton 0,1% (50 mg VI 260 g 2,34 mg 2,34 ml
dalam 50 ml)

Diperoleh data uji potensi diuretik seperti tabel di bawah ini.


Percobaa
Bahan Obat Efek Diuretik
n
Potensi Tikus CMC Na Frekuensi
40
Diuretika 1% secara Urinasi (menit 52’ 61’ 94’ 120’

PO ke-)
Volume Urine 1 0,6 0,3 0,8 0,2
(ml)
Volume Urine
Kumulatif
2,9 ml
selama 2 jam
(ml)
Volume Air
yg Diberikan
5 ml
secara PO
(ml)
Potensi
58 %
Diuretika (%)
Frekuensi
36
Urinasi (menit 49’ 75’ 88’ 100’ 120’

ke-)
Volume Urine
0,5 0,2 0,5 0,7 0,5 0,2
(ml)
Volume Urine
CMC Na
Kumulatif
1% secara 2,6 ml
selama 2 jam
PO
(ml)
Volume Air
yg Diberikan
5 ml
secara PO
(ml)
Potensi
52 %
Diuretika (%)
Frekuensi
36 11
Urinasi (menit 52’ 67’ 75’ 84’ 96’ 110’
’ 9’
ke-)
Furosemid Volume Urine
1 0,8 0,5 1,2 1 1 1,8 2
e 20 mg (ml)
(manusia Volume Urine
70 kg) Kumulatif
9,3 ml
secara PO selama 2 jam
(ml)
Volume Air
5 ml
yg Diberikan
secara PO
(ml)
Potensi
186 %
Diuretika (%)

Percobaa
Bahan Obat Efek Diuretik
n
Frekuensi Urinasi 12
39 50 74 89 106’
(menit ke-) 0’
Volume Urine 2,
1 0,5 0,8 1,5 2
Furosemide (ml) 8
Volume Urine
20 mg
Kumulatif selama 8,6 ml
(manusia
2 jam (ml)
70kg) Volume Air yg
secara PO Diberikan secara 5 ml
PO (ml)
Potensi Diuretika
172 %
(%)
Frekuensi Urinasi 45
66’ 80’ 96’ 120’
(menit ke-) ’
Volume Urine
0,3 0,8 1,3 1,1 2
Spironolakt (ml)
Volume Urine
on 100 mg
Kumulatif selama 5,5 ml
(manusia 70
2 jam (ml)
kg)
Volume Air yg
secara PO
Diberikan secara 5 ml
PO (ml)
Potensi Diuretika
110 %
(%)
Spironolakt Frekuensi Urinasi 26 12
47’ 60’ 92’ 108’
on 100 mg (menit ke-) ’ 0’
Volume Urine 2,
(manusia 70 0,8 1 1 0,6 1 ,5
(ml) 4
kg) Volume Urine
secara PO 5,3 ml
Kumulatif selama
2 jam (ml)
Volume Air yg
Diberikan secara 5 ml
PO (ml)
Potensi Diuretika
146 %
(%)

Pertanyaan :
a. Apa tujuan dilakukan pengujian efek diuretik?
b. Bagaimana mekanisme farmakologi obat yang digunakan dalam pengamatan sehingga
dapat memberikan efek diuresis pada tikus?
c. Berdasarkan hasil pada tabel pengamatan, tentukanlah efek diuretika pada masing-
masing sediaan uji (CMC-Na, Furosemide, dan Spironolakton) tersebut apakah positif
atau negatif memiliki efek diuretika!
d. Intepretasikan data hasil percobaan berdasarkan tabel pengamatan dan bandingkan
dengan teori yang ada !
Jawaban :
A. Tujuan pengujian efek diuretik : Memahami kerja farmakologi dari berbagai
kelompok diuretika, Memperoleh gambaran tentang cara evaluasi potensi diuretika.
B. Diuretika dapat dikelompokkan menurut mekanisme kerjanya, yaitu :
1) Diuretika inhibitor karboanhidrase : contohnya asetazolamid.
Mekanisme Kerja :
Asetazolamid bekerja dengan cara menghambat karbonik anhidrase dalam sel dan
pada membran tubulus proksimal. Karbonik anhidrase bekerja dengan mengkatalisis
pada reaksi :
CO2 + H2O ⇋ H+ + HCO3+ (bikarbonat)
Dalam Penurunan kemampuan dalam menukar NA+ menjadi H+ dengan adanya
asetazolamid ini menyebabkan efek diuresis yang ringan.
Dalam HCO3 yang di pertahankan di dalam lumen ditandai dengan adanya
peningkatan PH pada urine. Proses hilangnya HCO3 menyebabkan asidosis
metabolisme hiperkloremik dan penurunan kemampuan diuresis setelah beberapa hari
dalam pengobatan.
Penggunaan dalam Terapi :
a. penyakit pada Glaukoma: dalam penggunaan klinik dengan menggunakan obat
asetazolamid yang paling umum adalah berfungsi untuk menurukan kenaikan
pada tekanan dalam bola mata glukoma sudut terbuka. Obat Asetazolamid dapat
menurunkan pada produksi aqueous humor, dengan cara dihambat proses
karbonik anhidrase pada corvus siliaris pada mata. Obat ini berguna dalam
pengobatan kronis glaucoma tetapi tidak digunakan pada saat serangan akut.
b. penyakit Epilepsi : asetazolamid kadang digunakan pada saat dalam pengobatan
epilepsi grand mal ataupun petit mal. Obat ini mengurangi berat dan tingkat
serangan kejang. Asetazolamid sering digunakan secara kronis dengan obat
antiepilepsi untuk meningkatkan kerja obat.
c. penyakit Mountain Sickness : sedikit pemberian obat asetazolamid dapat
digunakan untuk dalam pencegahan pada mountain sickness akut.
Farmakokinetik : Asetazolamid diberikan peroral setiap hari.
Efek Samping : Asedosis metabolik ( ringan), penurunan pada kalium,
pembentukan batu ginjal, mengantuk, dan parestasia mungkin akan terjadi.
2) Diuretika lengkung Henle : contohnya furosemide
Pada bagian saat menaiknya ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi
direabsorpsi secara aktif, disusul dengan secara reaborpsi pasif dari Na+ dan K+,
tetapi tanpa menggunakan air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan
henle bekerja terutama di bagian sini dengan cara merintangi transpor Cl- begitupula
dengan pada saat reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan K+ diperbanyak .
Penggunaan terapi
Merupakan dalam pemilihan obat bagian pilihan utama yang bekerja dalam
menurunkan di bagian edema pada paru-paru akut dan pada kondisi gagal jantung
kongestiv karena cara kerja yang cepat, maka obat ini sangat berguna untuk dalam
keadaan situasi darurat seperti edema paru-paru akut yang sangat memerlukan
penanganan diuresis yang cepat.
Farmakokinetik :
Diberikan secara peroral atau secara parenteral, masa kerja obat sangat relative
singkat hanya 1-4 jam.
Efek samping :
Ototoksisitas,hiperurisemia,hipopolemia akut, kekurangan kalium.
3) Diuretika golongan tiazid : contohnya hidroklortiazid
Hidroklorotiazid adalah derivat tiazid yang telah terbukti lebih paling populer
dibandingkan obat induk. Hal ini karena obat ini memiliki kemampuan dalam
menghambat karbonik anhidrase kurang dibandingkan dengan klorotiazid.
Obat ini memiliki cara kerja lebih kuat, sehinga dosis yang diperlukan kurang
dibandingkan dengan klorotiazid. Selain itu, efektivitas sama dengan obat induknya.
Tiazid adalah derifat sulfonamide dan cara kerja dengan proses menjadi penghambat
di dalam karbonik anhidrase. di dalam diuretik tiazid memiliki pada proses kerja
aktivitas lebih besar dibandingkan dengan aktivitas asetazolamid, dalam semua tiazid
semuanya mempengaruhi pada tubulus distal, dan semuanya memiliki efek diuretik
maksimum yang sama yang berbeda hanyalah dalam potensinya saja, yang dinyatakan
dalam per milligram basa.
4) Diuretika antagonis aldosterone : contohnya spironolakton.
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. dalam Peran
utamanya aldosteron bekerja memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli
serta ekskresi kalium.
pada tugas ini yang termasuk dalam bagian dari antagonis aldosteron adalah
spironolakton, dan ia bertugas dengan cara untuk bersaing dengan reseptor tubular
yang terletak pada nefron yang dapat mengakibatkan retensi pada kalium dan
meningkatnya ekskresi air serta pada natrium.
Obat ini juga bekerja dalam meningkatkan kerja pada tiazid dan diuretik loop.
Diuretik yang bertugas dala mempertahankan kalium lainnya termasuk bagian dari
amilorida, yang bekerja pada bagian duktus pengumpul dalam menurunkan reabsorpsi
pada natrium dan ekskresi kalium dengan cara memblok pada bagian saluran di
natrium, tempat aldosteron bertugas. Diuretik ini dipakai dengan berbarengan diuretik
yang bertugas untuk menyebabkan kehilangan kalium serta pada untuk pengobatan
edema di sirosis hepatis. Efek pada diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
Dalam bekerja Obat ini dalam tubulus renalis rektus utuk menghambat reabsorpsi
Na+, sekresi K+ dan H+. diuretic hemat kalium digunakan terutama vila aldosteron
berlebihan.
Penggunaan utama obat-obatan hemat kalium adalah sebagai untuk pengobatan pada
hipertensi, paling sering di kombinasikan dengan tiazid.
Digunakan dalam terapi :
a. Diuretik : Meski pada spironolakton memiliki efektifitas yang rendah dalam
memobilisasi Na+ dari tubuh dibandingkan dengan obat lain, namun pada obat
ini memiliki sifat yang berguna dalam menyebabkan retensi K+ .
b. Hiperaldosteronisme sekunder : diuretik hemat kalium yang digunakan tunggal
pada secara rutin untuk menimbulkan efek negative bersih keseimbangan pada
garam. Obat ini sangat efektif terutama pada saat dalam keadaan klinik yang
disertai hiperaldosteronisme sekunder.
Farmakokinetik :
Spironolakton diabsorpsi sempurna peroral dan terikat erat pada protein.
Efek Samping :
Tidak seimbangnya elektrolit terutama pada K+, Sakit kepala atau pusing,
Hiperkalemia, mual, alergi, dan kebingungan mental.
5) Diuretika hemat kalium jenis siklomidin : contohnya triamterene dan amilorid.
Triamterene dan Amilorid Merupakan penghambat saluran transport Na+
menyebabkan penurunan pertukaran Na+ - K+, obat-obatan ini memiliki efek diuretic
hemat kalium sama dengan spironolakton. Namun, kemampuan obat ini untuk
menghambat tempat pertukaran K+ -Na+ di tubulus renalis rektus tidak tergantung
pada kehadiran aldosteron jadi obat ini memiliki aktifitas diuretic walaupun pada
individu pada penyakit adison.
Efek Samping :
Kejang pada kaki dan kemungkinan meningkatkan nitrogen darah serta asam urat dan
retensi K+.
C sama d nya jd satu

Dari hasil percobaan yang dilakukan pada Tikus 1 dan 2 yang diberikan obat
CMC Na 1% secara Per Oral dan air hangat sebanyak 5 ml secara Per oral, kemudian
urinnya setelah 2 jam ditampung dan menghasilkan 2,9 ml untuk tikus 1 sedangkan
2,6 ml pada tikus 2 lalu hitung persentase volume kumulatif urine pada tikus tersebut
dan setelah dihitung menghasilkan efek daya potensi diuretik sebesar 58% pada tikus
1 dan 52% pada tikus 2 hal ini menunjukan bahwa tikus yang diberikan CMC Na
menunjukan bahwa menghasilkan efek diuretik yang negatif. Karena, Berdasarkan
pada literatur dan hasil yang di dapat adalah sesuai karena CMC Na berfungsi sebagai
control negative atau plasebo.
Dari hasil percobaan yang dilakukan pada Tikus 1 dan 2 yang diberikan obat
Furosemid 20 mg/70 kgBB manusia secara Per Oral dan air hangat sebanyak 5 ml
secara Per oral, kemudian urinnya setelah 2 jam ditampung dan menghasilkan 9,3 ml
untuk tikus 1 sedangkan 8,6 ml pada tikus 2 lalu hitung persentase volume kumulatif
urine pada tikus tersebut dan setelah dihitung menghasilkan efek daya potensi diuretik
sebesar 186% pada tikus 1 dan 172% pada tikus 2 hal ini menunjukan bahwa tikus
yang diberikan Furosemide menunjukan bahwa menghasilkan efek diuretik yang
Positif. Karena, Berdasarkan pada literatur dan hasil yang di dapat adalah sesuai
Karena, Furosemide Berdasarkan literatur bahwa Furosemid merupakan obat
diuretik dengan golongan diuretic kuat dengan cara mekanisme kerja menghambat
penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal. Furosemida meningkatkan
pengeluaran air, natrium, klorida, kalium dan tidak mempengaruhi pada tekanan darah
yang normal.
Dari hasil percobaan yang dilakukan pada Tikus 1 dan 2 yang diberikan obat
Spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara PO dan air hangat sebanyak 5 ml
secara Per oral, kemudian urinnya setelah 2 jam ditampung dan menghasilkan 5,5 ml
untuk tikus 1 sedangkan 5,3 ml pada tikus 2 lalu hitung persentase volume kumulatif
urine pada tikus tersebut dan setelah dihitung menghasilkan efek daya potensi diuretik
sebesar 110% pada tikus 1 dan 146% pada tikus 2 hal ini menunjukan bahwa tikus
yang diberikan Spironolakton menunjukan bahwa menghasilkan efek diuretik yang
Positif. Karena, Berdasarkan pada literatur dan hasil yang di dapat adalah sesuai
Karena, Spironolakton Berdasarkan literatur bahwa Spironolakton merupakan
golongan diuretik hemat kalium dengan mekanisme kerjanya bersaing dengan
reseptor tubular yang terletak pada nefron yang dapat mengakibatkan retensi pada
kalium dan meningkatnya ekskresi air serta pada natrium.

B. Perhitungan

 Kelompok 1 perhitungan dengan CMC Na 1% secara PO


Tikus 1
Dosis pemberian sebesar 0,5 ml
Volume pemberian sebesar 0,5 ml
Hal ini dikarenakan CMC Na merupakan placebo tidak memberikan efek obat

Tikus 2
Dosis pemberian sebesar 0,5 ml
Volume pemberian sebesar 0,5 ml
Hal ini dikarenakan CMC Na merupakan placebo tidak memberikan efek obat

 Kelompok II perhitungan dengan Furosemide 20 mg/70 kgBB manusia secara


IV
Tikus 3
Faktor konversi manusia 70 kg -> tikus 200 g = 20 mg x 0,018 = 0,36 mg
230 g
Dosis berdasarkan BB = x 0,36 mg=0,414 mg
200 g
0,414 mg
Volume pmberian = x 50 ml=1,035 ml
20 mg
Tikus 4
Faktor konversi manusia 70 kg -> tikus 200 g = 20 mg x 0,018 = 0,36 mg
270 g
Dosis berdasarkan BB = x 0,36 mg=0,486 mg
200 g
0,486 mg
Volume pmberian = x 50 ml=1,215 ml
20 mg
 Kelompok III perhitungan dengan Spironolakton 100 mg / 70 kgbb manusia secara
IV

Tikus 5
Faktor konversi manusia 70 kg -> tikus 200 g = 100 mg x 0,018 = 1,8 mg
250 g
Dosis berdasarkan BB = x 1,8 mg=2,25 mg
200 g
2,25 mg
Volume pmberian = x 50 ml=2,25 ml
50 mg

Tikus 6
Faktor konversi manusia 70 kg -> tikus 200 g = 100 mg x 0,018 = 1,8 mg
206 g
Dosis berdasarkan BB = x 1,8 mg=2,34 mg
200 g
2,34 mg
Volume pmberian = x 50 ml=2,34 ml
50 mg

C. Pembahasan

Pada praktikum ini akan dilakukan uji potensi diuretika terhadap tikus (Rattus
norvegicus). Tujuan dilakukan percobaan ini adalah memahami kerja farmakologi dari
berbagai kelompok diuretika yaitu CMC Na ,furosemid dan spironolakton. Sebagai obat
pembanding pada pada hewan coba tikus yang sebelumnya diberi aquadest sebanyak 5 ml
secara oral pada masing-masing tikus. Tujuan diberi aquadest adalah untuk membantu
mempercepat atau memperbanyak urine yang dikeluarkan.

1.CMC Na 1%

Kelompok 1

Pada percoban ini menggunakan 1 ekor tikus dan diberi obat secara peroral.
Pengamatan dilakukan selama 2 jam setelah pemberian obat dan tikus dimasukaan kedalam
kendang diuretic. Pada menit ke-40 tikus mengeluarkan urine sebanyak 1 ml, menit ke-52
sebanyak 0,6 ml , menit ke-61 sebanyak 0,3 ml, menit ke-94 sebanyak 0,8 ml dan pada menit
ke-120 sebanyak 0,2 ml . pada tikus 1 ini volume urine kumulatif selama 2 jam adalah 2,9 ml
dan volume air yang diberikan secara PO adalh 5 ml. jadi potenxi diuretiknya adalah 58%,
menghasilkan efek diuretic yang negatif. Hal ini sesuai teori, karena CMC Na bukanlah obat
diuretic melainkan hanya control negative atau placebo sehinggan potensi diuretiknya kecil .

Kelompok 2

Pada percoban ini menggunakan 1 ekor tikus dan diberi obat secara peroral.
Pengamatan dilakukan selama 2 jam setelah pemberian obat dan tikus dimasukaan kedalam
kendang diuretic. Pada menit ke-36 tikus mengeluarkan urine sebanyak 0,5 ml, menit ke-49
sebanyak 0,2 ml , menit ke-75 sebanyak 0,5 ml, menit ke-88 sebanyak 0,7 ml ,menit ke-100
sebanyak 0,5 ml dan pada menit ke-120 sebanyak 0,2 ml . pada tikus 2 ini volume urine
kumulatif selama 2 jam adalah 2,6 ml dan volume air yang diberikan secara PO adalh 5 ml.
jadi potensi diuretiknya adalah 52%, menghasilkan efek diuretic yang negatif . Sama seperti
dengan tikus yang ke-1 ini sesuai teori, karena CMC Na bukanlah obat diuretic melainkan
hanya control negative atau placebo sehinggan potensi diuretiknya kecil .

2.Furosemid 20 mg/70 kgBB

Kelompok 1

Pada percobaan ini menggunakan 1 ekor tikus dan diberikan obat furesemid secara
per oral. Pengamatan dilakukan secara 2 jam setelah pemberian obat dan tikus dimasukan
kedalam kendang diuretic. Pada menit ke-36 mengeluarkan urin sebanyak 1 ml, menit ke-52
sebanyak 0,8 ml, menit ke-67 sebanyak 0,5 ml, menit ke-75 sebanyak 1,2 ml, menit ke-84
dan 96 sebanyak 1 ml, menit ke-110 senbanyak 1,8 dan pada menit ke-119 sebanyak 2 ml.
pada tikus 1 ini volume urin kumulatif selama 2 jam adalah 9,3 ml dan volume air yang
diberikan secara PO adalah 5 ml. jadi potensi diuretiknya adalah 186 %.

Kelompok 2

Pada percobaan ini menggunakan 1 ekor tikus dan diberikan obat furesemid secara
per oral. Pengamatan dilakukan secara 2 jam setelah pemberian obat dan tikus dimasukan
kedalam kendang diuretic. Pada menit ke-39 mengeluarkan urin sebanyak 1 ml, menit ke-50
sebanyak 0,5 ml, menit ke-74 sebanyak 0,8 ml, menit ke-89 sebanyak 1,5 ml, menit ke-106
sebanyak 2 ml dan pada menit ke-120 sebanyak 2,8 ml. pada tikus 2 ini volume urin
kumulatif selama 2 jam adalah 8,6 ml dan volume air yang diberikan secara PO adalah 5 ml.
jadi potensi diuretiknya adalah 172 %.

dan setelah dihitung menghasilkan efek daya potensi diuretik sebesar 186% pada tikus
1 dan 172% pada tikus 2 hal ini menunjukan bahwa tikus yang diberikan Furosemide
menunjukan bahwa menghasilkan efek diuretik yang Positif. Karena, Berdasarkan pada
literatur dan hasil yang di dapat adalah sesuai Karena, Furosemide Berdasarkan literatur
bahwa Furosemid merupakan obat diuretik dengan golongan diuretic kuat. Furosemid
digunakan untuk menghilangkan air dan garam dari tubuh yang sudah tidak diperlukan. Pada
ginjal, bahan-bahan seperti garam, air dan molekul kecil lainnya yang biasanya akan disaring
keluar dari darah dan masuk ke dalam tubulus ginjal. Akhirnya cairan yang disaring menjadi
air seni. Sebagia besar natrium, klorida dan air yang disaring dari darah diserap ke dalam
darah sebelum cairan disaring menjadi air seni dan dihilangkan dari tubuh. Furosemid bekerja
menghalangi penyerapan natrium, klorida dan air dari cairan yang disaring dalam tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan mendalam output urine. Efek diuretika positif karena
presentase volume kumulatif urine yang diekskresikan >75% dari volume air yang diberikan.
3. Spironolakton 100 mg/70 kgBB

Kelompok 1

Pada percobaan ini menggunakan 1 ekor tikus dan diberi obat spironolakton secara

peroral. Pengamatan dilakukan secara 2 jam setelah pemberian obat dan tikus dimasukan

kedalam kendang diuretic.Pada menit ke- 45 tikus mengeluarkan urine sebanyak 0,3 ml,

menit ke- 66 sebanyak 0,8 ml, menit ke-80 sebanyak 1,3 ml, menit ke-96 sebanyak 1,1ml dan

pada menit yang ke-120 sebanyak 2 ml. pada tikus 1 ini volume urin kumulatif selama 2 jam

nya adalah 5,5 ml dan volume air yang diberikan secara PO adalah 5 ml. jadi potensi

diuretiknya adalah 110 %

Kelompok 2

Pada percobaan ini menggunakan 1 ekor tikus dan diberi obat spironolakton secara

peroral. Pengamatan dilakukan secara 2 jam setelah pemberian obat dan tikus dimasukan

kedalam kendang diuretic.Pada menit ke- 26 tikus mengeluarkan urine sebanyak 0,8 ml,

menit ke- 47 dan menit ke- 60 sebanyak 1 ml, menit ke-92 sebanyak 0,6 ml, menit ke-108

sebanyak 1,5 ml dan pada menit yang ke-120 sebanyak 2,4 ml. pada tikus 2 ini volume urin

kumulatif selama 2 jam nya adalah 5,5 ml dan volume air yang diberikan secara PO adalah 5

ml. jadi potensi diuretiknya adalah 146 %

Dan setelah dihitung menghasilkan efek daya potensi diuretik sebesar 110% pada tikus 1 dan

146% pada tikus 2 hal ini menunjukan bahwa tikus yang diberikan Spironolakton

menunjukan bahwa menghasilkan efek diuretik yang Positif. Karena, Berdasarkan pada

literatur dan hasil yang di dapat adalah sesuai Karena, Spironolakton Berdasarkan literatur

bahwa Spironolakton merupakan golongan diuretik hemat kalium dengan mekanisme

kerjanya bersaing dengan reseptor tubular yang terletak pada nefron yang dapat

mengakibatkan retensi pada kalium dan meningkatnya ekskresi air serta pada natrium.
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Obat yang memiliki efek diuresis yang paling kuat pada percobaan ini adalah
spironolakton . hasil pengamatan sesuai teori. CMC Na hanya sebagai kontrol negatif
sehingga potensi diuretikanya kecil. Potensi diuretic pada obat furosemide lebih kecil dari
pada potensi diuretika pada spinolakton. Hal ini sesuai dengan teori atau literatur yang ada .
potensi diuretika furosemid lebih besar daripada potensi diuretika spironolakton. Karena
furosemid efek diuresisnya lebih kuat. Mungkin terjadi kesalahan dalam pemberian obat atau
bahkan dosis obat yang diberikan tidak sesuai dengan berat badan tikus (kesalahan
menghitung dosis obat). Sehingga obat tidak sempurna di metabolisme dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung, B.G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
2. Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar Edisi II. Depok : Leskonfi.
3. Anonym. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI : Jakarta.
4. Sukandar, Yulinah, Elin, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi, ISFI : Jakarta.
5. Mycek J. Mary, dkk. 1995. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi II. Widya
Medika : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai