Sejarah singkat :
Lokasi kompleks masjid ini berada di bekas Taman Wilhelmina, di timur laut
lapangan Medan Merdeka yang ditengahnya berdiri Monumen Nasional (Monas).
Di seberang timur masjid ini berdiri Gereja Katedral Jakarta. Bangunan utama
masjid ini terdiri dari lima lantai dan satu lantai dasar. Masjid ini memiliki gaya
arsitektur modern dengan dinding dan lantai berlapis marmer, dihiasi ornamen
geometrik dari baja antikarat. Bangunan utama masjid dimahkotai satu kubah besar
berdiameter 45 meter yang ditopang 12 tiang besar. Menara tunggal setinggi total
96,66 meter menjulang di sudut selatan selasar masjid. Masjid ini mampu
menampung lebih dari dua ratus ribu jamaah.
Selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan
sebagai kantor berbagai organisasi Islam di Indonesia, aktivitas sosial, dan
kegiatan umum. Masjid ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata yang terkenal
di Jakarta. Kebanyakan wisatawan yang berkunjung umumnya wisatawan
domestik, dan sebagian wisatawan asing yang beragama Islam. Masyarakat non-
Muslim juga dapat berkunjung ke masjid ini setelah sebelumnya mendapat
pembekalan informasi mengenai Islam dan Masjid Istiqlal, meskipun demikian
bagian yang boleh dikunjungi kaum non-Muslim terbatas dan harus didampingi
pemandu.
Pada tiap hari besar Islam seperti Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru
Hijriyah, Maulid Nabi Muhammad dan Isra dan Mi'raj, Presiden Republik
Indonesia selalu mengadakan kegiatan keagamaan di masjid ini yang disiarkan
secara langsung melalui televisi nasional (TVRI) dan sebagian televisi swasta.
Sejarah singkat :
Bangunan Gereja Katedral Jakarta yang megah ini mulai didirikan pada tahun
1891 untuk menggantikan bangunan gereja lama yang runtuh pada tanggal 9 April
1890 pulul 10.45 WIB tepat 3 hari setelah perayaan paskah.
Pembangunan gereja baru ini harus menghadapi banyak sekali kendala, pada tahun
1892 bahkan sepat terhenti karena kekurangan biaya.
Bangunan Gereja Katedral Jakarta ini pun harus kehilangan sang arsitek yang
terpaksa pulang ke negeri Belanda pada tahun 1894 karena sakit dan akhirnya
beliau dipanggil Tuhan pada tahun 1922. Sehingga Gereja Katedral Jakarta pun
terbengkalai.
Setelah berhenti beberapa waktu lamanya akhirnya pada tanggal 16 Januari 1899,
pembangunan Gereja Katedral Jakarta dimulai kembali yang ditandai dengan
peletakan batu pertama oleh Mgr E.S. Luypen SJ, sebagai Uskup pada waktu itu.
Bertindak sebagai insinyurnya adalah M.J. Hulswit.
Para gembala dan umat saat itu berusaha dengan segala daya upaya untuk
mengumpulkan dana untuk pembangunan gedung Gereja Katedral Jakarta, salah
satunya dengan jalan menjual undian. Hal itu dibuktikan dengan catatan yang ada
dalam Museum Katedral Jakarta.
Hal ini merupakan suatu bukti sejarah bahwa gedung Gereja Katedral Jakarta
bukanlah hadiah dari pemerintah Kolonial Belanda.
Pembangunan gedung Gereja Katedral Jakarta kembali sempat terhenti, lagi – lagi
karena masalah dana.
Akhirnya pada tanggal 21 April 1901, gedung Gereja Katedral Jakarta, yang
dibangun dengan gaya neo-gotik, yang diberi nama
“De Kerk van Onze Lieve Vrowe ten Hemelopneming – Gereja Santa Maria
Diangkat Ke Surga” diresmikan dan diberkati oleh Mgr. Edmundus Sybradus
Luypen, SJ, seorang Vikaris Apostolik Jakarta saat itu.
Ketika gedung Gereja Katedral Jakarta pertama kali dibangun dulu, para pejabat
genie (pasukan zeni) waktu itu menilai gedung gereja yang menghabiskan biaya
628.000 gulden rancangan P.A Dijkmans tersebut sebagai “gedung yang terlampau
kuat” mengingat struktur gedung dan material yang digunakan sungguh-sungguh
pilihan yang terbaik. Maka sampai sekarang -ratusan tahun sesudahnya -gedung
Gereja Katedal Jakarta masih kokoh berdiri, demikian juga dengan umatnya yang
makin berkembang.
Kesimpulan :
Gereja Katedral merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang ada di Jakarta.
Sebelum diresmikan sebagai bangunan cagar budaya, Gereja Katedral mempunyai
sejarah yang panjang dalam pembangunannya. Pembangunan Gereja Katedral
dimulai ketika Paus Pius VII mengangkat pastor Nelissen sebagi prefek apostik
Hindia Belanda pada 1807. Saat itulah dimulai penyebaran misi dan pembangunan
gereja katolik di kawasan nusantara, termasuk di Jakarta.