Anda di halaman 1dari 6

Nama : Brilian Nesa Dwi R.

Kelas : IV (Empat) Al-Kahfi


No. Absen : 21

1. Masjid Almakmur Cikini

Masjid Almakmur dibangun pada 1860 dan menjadi salah satu masjid tertua yang ada di
Jakarta. Sempat mengalami sengketa tanah dengan pemerintah kolonial Belanda, masjid
Almakmur Cikini akhirnya diresmikan berdiri oleh Agus Salim pada 1932 dan diperlebar ke
belakang pada 1962 menyerupai bangunan aslinya.

Sumber Foto: Jakarta.go.id


2. Gereja Katedral

Pembangunan gereja katedral dimulai ketika Paus Pius VII mengangkat pastor Nelissen
sebagai prefek apostik Hindia Belanda pada 1807. Sempat mengalami musibah kebakaran
dan ambruk, Gereja Katedral yang lokasinya bersebelahan dengan Masjid Istiqlal akhirnya
dibangun oleh seorang arsitek bernama MJ Hulswit.

Bus tingkat wisata jurusan Pasar Baru-Bundaran HI melintas di Kawasan Gereja Katedral,
Jakarta, (6/10/14). (Liputan6.com/ Faizal Fanani)
3. Wihara Dharma Bhakti

Wihara yang berlokasi di kawasan Petak Sembilan, Taman Sari, Jakarta Barat, merupakan
salah satu wihara tertua yang ada di Jakarta. Dibangun pada 1650 oleh seorang Luitnant
Tionghoa yang bernama Kwee Hoen, Wihara Dharma Bhakti masih berfungsi hingga kini.

Oleh masyarakat keturunan Tionghoa, wihara ini lebih dikenal denga nama Jin De Yuan,
yang memiliki makna mengingatkan manusia untuk lebih mementingkan kebajikan antar
sesama, bukan hanya kehidupan duniawi saja. Pada Mei 2015, wihara ini mengalami musibah
kebakaran yang menghanguskan beberapa bagiannya.

Wihara Dharma Bhakti ditutupi dengan seng setelah terbakar beberapa waktu lalu, Jakarta,
Rabu (6/5/2015). Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta para pengusaha
untuk membantu pembangunan Wihara Dharma Bhakti. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
4. Gereja Protestan Margamulya

Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Margamulya dibangun berdasarkan desain gambar
rancangan dan rencana anggaran yang dibuat oleh Ir. P.A. van Holm. Pengawasan
pelaksanaan pembangunannya pada era Residen C.P. Brest van Kempen (1857 – 1863)
dilakukan oleh teknisi B.O.W. (Burgerlijke Openbare Werker), yaitu J.G.H. van
Valette. Bangunan diresmikan dan diberkati sebagai tempat ibadah pada Minggu, 11 Oktober
1857 oleh Pendeta Ds. C.G.S. Begemann. Sebagai bangunan tempat ibadah pemeluk Kristen
terutama bagi orang-orang Belanda dan khususnya bagi Pemerintah Hindia Belanda
menjadikan lokasi gereja dekat atau dalam satu lingkungan dengan Kantor Residen (sekarang
Gedung Agung), yaitu berada di Jalan Margamulya poros sumbu filosofis Kota Yogyakarta.

Pada pertengahan abad ke-19, tepatnya pada Senin tanggal 10 Juni 1867 gedung gereja rusak
parah, karena terkena dampak gempa bumi tektonik. Gedung gereja dibangun kembali pada
masa Residen Hubert Desire Bosch (1865 – 1873). Gereja mendapat dukungan dana dari
berbagai pihak dan dan juga bantuan dana dari Sri Sultan Hamengku Buwana VII (HB VII)
(Gegeven over Djokjakarta, 1925). HB VII merupakan sultan yang banyak melakukan
pemulihan kembali (recovery) berbagai sarana fisik sebagai akibat adanya dampak gempa
bumi pada saat itu. Bangunan yang berdiri sekarang ini merupakan hasil renovasi
pascagempa bumi tahun 1867.
6.Klenteng Kong Miao

Kelenteng Kong Miao adalah rumah ibadah umat agaman khonghucu. Kelenteng terletak
berdampingan dengan deretan rumah ibadah lainnya yang sudah ada di TMII, yakni: Masjid
Pangeran Diponogoro, Gereja Katholik Santa Chatarina, Gereja Kristen Protestan Haleluya,
Pura Hindu Darma,Wihara Arya Dwipa Arama, dan Sasana Adirasa mencerminkan
keragaman dan kerukunan umat beragama di Indonesia.

Pembangunan Kelenteng Kong Miao diawali dengan peletakan batu pertama oleh Menteri
Agama RI, Dr. Maftuh Basyuni pada 2 februari 2009, dan diresmikan oleh Ketua Yayasan
Harapan Kita, Hj.Siti Hardiyanti Rukmana pada 23 Desember 2010. Saat peresmian
kelenteng ini dikunjungi oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono
bersama Ibu Ani Yudhoyono usai membuka musyawarah nasional Majelis Tinggi Agama
Konghucu Indonesia (Matakin) ke XXI menyempatkan menanam pohon cemara di halaman
klenteng.

Kompleks kelenteng kong miao terdiri tiga bangunan inti, yakni Tian Tan (Altar Suci), Da
Cheng Dian (Kelenteng Nabi Agung) dan Qi Fu Dian (Kelenteng keberkahan). Bangunan
pertama adalan Tian Tan berbentuk bundar melambang kesempurnaan (TUhan) dan beratap
tiga susun melambangkan Tian (Tuhan), atap paling atas;Ren (Manusia), atap tengah; dan Di
(bumi atau alam semesta), atap paling bawah. di atas atap terdapat guci tempat meletakkan
dupa (hiolo) berfungsi untuk bersembahyang kepada Tuhan.
6. Pura Besakih

Berdirinya Pura Besakih yang terletak di lereng Gunung Agung, desa Besakih, Kecamatan
Rendang, Kab.Karangasem ini, berawal dari perjalanan dari Rsi Markandya, seorang yogi
atau pendeta Hindu Siwa Tatwa yang berasal dari tanah India Selatan. Beliau menginjakkan
kaki pertama kali di bumi Nusantara ini pada awal abad ke 8 Masehi di Gunung Dieng yang
termasuk juga kerajaan Mataram Kuno dengan raja Wangsa Sanjaya. Sebagai seorang
pertapa, beliau melakukan tapa brata di kawasan ini, namun demikian banyak mahluk halus
mengganggu pertapaan sang rsi, untuk itulah beliau pergi dan beranjak menuju ke arah Timur
dan sampailah di lereng Gunung Raung.

Di gunung Raung inilah beliau bertapa lagi, disinilah beliau mendapatkan wahyu berupa
suara gaib dan berkas sinar terang yang tampak di arah Timur. Dari sini tampak deretan
pegunungan berjejer memanjang dari Barat ke Timur. Pulau sebelah Timur Jawa ini yang kita
kenal sekarang dengan pulau Bali terlihat memanjang, sebagian pelaut mengira bahwa pulau
tersebut panjangnya sampai dan menyatu ke Nusa Tenggara, begitu juga dalam Markendeya
Purana, pulau tersebut dikenal sebagai Nusa Dawa (pulau panjang). Ke pulau Dawa inilah
beliau mendapat wangsit untuk merambah hutan, yang nantinya akan dibagi kepada
pengikutnya.

Anda mungkin juga menyukai