Anda di halaman 1dari 2

GEREJA St Yoseph di Jalan Matraman Raya, Nomor 127, Jakarta Timur,

adalah salah satu gereja tua di Provinsi DKI Jakarta. Pada 22 Juni 2009,
gereja ini genap berusia 100 tahun, dan Minggu (21/6), perayaan puncak
peringatan seabad Gereja St Yoseph ini digelar secara meriah, melibatkan
40 pastor dari berbagai ordo dan tarekat, puluhan pekerja atau panitia, dan
3000-an umat.

Kisah pembangunan gereja ini berawal dari pembelian sebidang tanah di


tepi Matramanweg pada 13 Desember 1906, yang memang dipersiapkan
untuk pembangunan gereja. Pada 28 Desember 1906, di lokasi ini terlebih
dulu dibentuk stasi (wilayah pra-otonomi dalam pelayanan umat Katolik-
Red) oleh pastor PJ Hoevenaars, SJ, dari Gereja Katedral.

Tiga tahun kemudian, sebagaimana tercatat dalam Registrum Baptismale I,


Ecclesia Catholicae quae est in Meester Cornelis in Insula Java,
dilaksanakan permandian atau baptis pertama, persisnya pada 22 Juni
1909. Tanggal permandian ini kemudian ditetapkan Pastor Johanes Djawa,
SVD (Pastor Kepala Paroki 1989-1999) sebagai penanda kelahiran Paroki
Matraman. Christina Wilhelmina Cornelia, lahir pada 14 Mei 1909, adalah
anak pertama –berdarah Belanda- yang dibaptis di gereja ini.

Sesungguhnya, pembangunan gedung gereja baru direncanakan 8 April


1923, dengan nilai bangunan 70.000 gulden. Peletakan batu pertama
dilakukan 9 September 1923, dan pembangunan fisik memakan waktu 7
bulan. Tender pembangunan gereja awal dimenangkan Algemeen
Ingenieurs Architecten Bureau (Biro AIA). Arsitek perencana gedung gereja
ini adalah Ir Frans Johan Lauwrens Ghijsels (1882-1947). Pria kelahiran
Toeloeng Agoeng, 8 September 1882, ini adalah arsitek yang membangun
gedung-gedung di Batavia waktu itu, antara lain bangunan Stasiun Kota,
Vrijmetselaarslogre, sekarang Gedung Bappenas. (Nama arsitek ini
kemudian diabadikan pada prasasti di lantai Gereja Santo Yoseph, pasca
renovasi tahun 2002, tepat pada posisi altar lama.) Pemberkatan gedung
dilakukan Mgr Van Velsen, SJ, pada 6 April 1924.

Diperluas
Gereja ini awalnya hanya menampung 400 umat, dari jumlah umat Katolik
pada waktu itu sekitar 1.052 orang. Tahun 1970, gereja diperluas ke
bagian kiri, dan menyatu dengan rumah para pastor SVD (Societas Verbi
Divini). Perluasan ini diberkati Pastor C Van Iersel, SVD. Selanjutnya,
perluasan ini disebut “gereja samping”, dan menampung 800 orang.

Bangunan ini terakhir direnovasi tahun 2001, pada masa Pastor Johanes
Madiaadnyana, SVD. Realisasi pembangunan fisik dimulai Maret 2001.
Arsitek untuk renovasi adalah Ir Erawan Kartawidjaja. Setelah melalui
proses konsultasi dengan Dinas Museum dan Pemugaran DKI, keluarlah
IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) kedua pada 9 Juli 2001.

Selama 30 tahun awal, jemaat gereja ini didominasi orang asing,


khususnya Belanda. Tahun 1921, umat gereja ini masih berjumlah 1.052
orang, dan sempat berkembang pesat jadi 13.000 orang pada tahun 1985.
Namu karena pemekaran wilayah pelayanan umat Katolik di Jakarta, umat
gereja ini pun terpecah, dan tahun 2004 tinggal 5.577 orang. Pastor Jan
Lali, SVD, menjadi pastor kepala paroki pertama yang pribumi di gereja ini
(1974-1979). (Yustina M Widhartantri)

Anda mungkin juga menyukai