Anda di halaman 1dari 5

Ritual Agama Buddha

Pattidana
Upacara Pattidana adalah Upacara pelimpahan jasa, baik yang ditujukan secara
perorangan, seperti kepada para mendiang sanak keluarga terdekat maupun kepada semua
makhluk yang tidak tampak yang menderita.

Tujuan dilaksanakannya upacara ini adalah:

1. agar jasa yang kita limpahkan dapat memperingan penderitaan mereka


2. mengingatkan kepada kita bahwa kematian akan menimpa siapa saja
3. mengingatkan kita akan jasa-jasa baik yang pernah dilakukan oleh mendiang

Dengan demikian, keyakinan kita kepada Sang Tiratana akan lebih teguh. Bentuk upacara
pattidana diselaraskan dengan kebiasaan dan tradisi setempat, tanpa disertai sesaji dalam
bentuk makanan atau daging yang berasal dari hewan yang sengaja dibunuh untuk upacara
tersebut.

Dalam Kitab Suci tipitaka Pali, terdapat ajaran dan acuan pelimpahan jasa kepada sanak
keluarga yang telah meninggal, sebagai perwujudan dari Brahmavihara. Upacara Pattidana
tidak dinyatakan pada hari dan bulan tertentu, dengan demikian, upacara pelimpahan jasa
kepada para leluhur dapat dilaksanakan kapan saja sesuai dengan tradisi dan kepercayaan
yang ada dalam masyarakat.

Landasan Kitab Suci terhadap upacara pattidana terdapat dalam Sigalovada Sutta, Digha
Nikaya III, 28; di mana dijelaskan kewajiban seorang anak kepada orang tua, yaitu salah
satunya adalah mengatur upacara pelimpahan jasa kepada sanak keluarga yang telah
meninggal.

Tirokudda Sutta, Khuddaka Nikaya, Khuddaka Patha VII, di mana dijelaskan tentang
manfaat perbuatan bajik dalam menyalurkan jasa kepada makhluk lainyang tidak tampak,
yang mengalami penderitaan.

Adapun Sutta, Gatha, Patha, yang dibaca dalam upacara pattidana adalah sebagai berikut:

1. Namakara Patha
2. Pubbabhaganamakara
3. Saranagamana Patha
4. Buddhanussati
5. Dhammanussati
6. Sanghanussati
7. Saccakiriya Gatha
8. Tilakkhanadi Gatha
9. Tirokudda Sutta
10. Pamsukula Gatha
11. Ettavatatiadipattidana.
Ritual Agama Katolik

Agama Katolik memang memiliki cukup banyak hari besar dalam acara keagamaannya. Yang sering
terdengar di telinga atau tak asing lagi seperti Rabu Abu, Jumat Agung, Kamis Putih, Paskah dan lain
sebagainya. Larantuka memang terkenal dengan ritual keagamaan yang sedikit berbeda dengan umat
Katolik biasanya. Acara ritual keagamaan di Larantuka juga diwarnai oleh tradisi turun temurun atau
kepercayaan dari nenek moyang di daerah tersebut. Tradisi Katolik yang berkembang di Larantuka
dipengaruhi oleh bangsa Portugis maupun bangsa Belanda yang menjajah kepulauan Malaka saat itu.

Maka dari itu da beberapa ritual yang menarik yang perlu disomak di Larantuka. Beberapa Ritual ini
sudah menjadi daya tarik wisatawan yang kebanyakan merupakan anggota dan sudah menjadi wisata
religi saat ini. Data wisatawan setiap tahunnya semakin meningkat, apalagi di bulan April saat acara
Paskah di Larantuka. Saat hari Paskah tiba, di Larantuka terdapat prosesi ritual keagamaan umat
Katolik yang menarik. Terutama yang terkenal bernama ritual Samana Santa. Di artikel ini akan
membahas secara rinci acara ritual Samana Santa yang terjadi di Larantuka. Ritual ini adalah acara
puncak dari serangkaian acara Paskah yang dilakukan.

Warga Larantuka sibuk mempersiapkan Armida alias stasi dalam jalan salib. Juga pagar bambu atau
turo di sisi kiri dan kanan jalan raya tempat prosesi berlangsung. Di atas turo itu dipasang lilin yang
akan menyala sepanjang malam. Semana Santa merupakan devosi untuk memperingati sengsara dan
wafat Yesus Kristus, dan punya akar tradisi Portugis yang sangat kuat. Sekitar pukul 13.00 umat
sudah memadati pantai Kelurahan Pohon Sirih.

Menunggu kedatangan iring-iringan kapal yang membawa salib dari Kapela Tuan Menino (Yesus
Kanak-kanak). Tuan Menino disemayamkan di Kapel Kota Rowindo, pinggir Larantuka. Salib Tuan
Menino diarak melalui Selat Gonsalus antara Pulau Flores dan Pulau Adonara dengan menggunakan
perahu bercadik. Kapal-kapal lainnya mengiringi dari belakang. Setelah kotak berisi Salib Tuan
Menino diturunkan dari perahu, prosesi mulai berjalan menuju Armida Balela di Jalan San Dominggo.
Barisan diawali dengan para Confreria berjubah putih dengan kalung bergambar Santo Dominikus.
Petugas berpakaian hitam mengikuti. Tuan Menino dibawa dengan cara dijunjung di kepala disertai
payung. Salib itu kemudian ditempatkan di Armida Balela. Pukul 15.00, seperti ditulis Alkitab, Yesus
wafat.

Umat memperingati peristiwa ini dengan mengarak patung Tuan Ana dan Tuan Ma ke Gereja
Katedral di Postoh, tak jauh dari kantor Bupati Flores Timur. Petugas tampil dengan Genda Do
(genderang khas), disusul Confreria yang membawa panji-panji, lalu salib dan lilin besar. Anak-anak
pakai jubah hitam. Mereka membawa palu dan paku besar, 30 keping uang perak, mahkota duri,
tongkat, bunga karang, lembing, dadu. Ini semua simbol penghinaan terhadap Yesus. Arak-arakan ini
diikuti oleh petugas liturgi serta Promesa – peziarah dengan nazar khusus. Promesa adalah jemaat
yang punya niat khusus membantu jalannya prosesi Semana Santa agar tercapai intensinya.

Usungan Tuan Ana (patung Yesus) dan Tuan Ma (Patung Bunda Maria) diangkat oleh Lakademu,
petugas berkostum ala Portugis, ke dalam Katedral. Setelah itu upacara Jumat Agung berjalan seperti
biasa, sekitar pukul 15.00. Setelah itu, diadakan doa di makam Kelurahan Postoh yang berada tak jauh
dari Katedral Larantuka di Postoh. Jemaat berdoa dan memasang lilin di pusara keluarganya.

Sedangkan para peziarah melakukannya di depan TUGU di tengah makam. Ritual ini sebagai simbol
Yesus Kristus Sang Terang bangkit bersama orang-orang beriman yang telah meninggal dunia.
Prosesi utama Semana Santa dimulai dari Katedral, keliling kota Larantuka, lalu kembali lagi di
Katedral. Prosesi inilah yang selalu ditunggu-tunggu oleh ribuan umat dan peziarah dari berbagai
daerah. Panjang rute mencapai lima kilometer. Ribuan umat mengikuti prosesi sambil memegang lilin
bernyala. Sementara itu, kota Larantuka menjadi lautan cahaya lilin yang memancar di sepanjang rute
prosesi. Acara ini dipenuhi doa yang sakral oleh para umat Katolik.
RITUAL KEAGAMAAN AGAMA KHONGHUCU

Indonesia merupakan Negara yang memiliki bermacam-macam suku, bangsa, ras, budaya, dan
agama. Di Indonesia terdapat enam Agama resmi, yaitu agama Kristen, Katolik, Hindu, Khonghucu,
Budha, dan Islam. Di setiap agama tersebut pasti memiliki ritual keagamaan dan kepercyaannya
sendiri-sendiri yang berbeda-beda sesuai dengan tuntunan iman dan ajaran agama dari setiap masing-
masing agama tersebut. Agama Khonghucu tidak hanya mengajarkan kepada penganutnya bagaimana
seseorng berbakti kepada Tian (Tuhan Yang Maha Esa) atau Nabi saja, melainkan lebih menekankan
bakti kepada kedua orang tua dan aksi nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Agama Konghucu juga
mengajarkan tata cara melakukan ibadah kepada Tian, Nabi, orang-orang suci, leluhur dan lain-lain.

Dalam ritual peribadatan Agama Konghucu memiliki makna dan tujuan yang berbeda-beda, karena
ada beberapa jenis peribadahan Agama Konghucu, diantaranya adalah:

1. Sembahyang Malaukat Dapur (tanggal 24 bulan 12 Imlek).


2. Sembahyang Arwah Leluhur (tanggal 29 bulan 12 Imlek).
Agama Khonghucu sangat menekankan laku bakti, oleh karena itu biarpun leluhur sudah
meninggalkan kita sudah lama, tetap harus disembahyangi dan merupakan wujud bakti kita
kepada leluhur.
3. Sembahyang Tahun Baru Imlek (tanggal 1 bulan 1 Imlek).
Bagi Agama Khonghucu, imlek bukan hanya perayaan yang biasa, melainkan peribadahan
memiliki makna yang mendalam sehingga dapat lebih baik lagi ke depan dalam menjalani
kehidupan.
4. Sembayang kepada Tuhan Yang Maha Esa (tanggal 8 bulan 1 Imlek).
Sebelumnya dilakukan dengan menyucikan diri (cia cai), kemudian pada hari tersebut
menyiapkan altar, khusus bersembayang kepada Tuhan YME. Atau bisa juga dilakukan di
tempat ibadah Agama Khonghucu.
5. Cap Go Meh (tanggal 15 bulan 1 Imlek).
Upacara tersebut dengan bersembayang kepada Tuhan untuk mengucapkan terimakasih dan
memulai kehidupan baru.
6. Cing Bing ( 5 April) (bulan 3 imlek).
Dilakukan dengan membersihkan makam, menata makam yang rusak, dan bersembahyang.
Hal tersebut dilakukan sebagai wujud bakti kita kepada leluhur ataupun orang tua yang elah
berpulang ke kharibaan Tuhan.
7. Duan Yang (Tanggal 5 Bulan 5 Imlek).
Pada saat itu matahari, bulan dan Bumi, posisinya membentuk sudut 90 derajat, sebagai hari
yang dipandang mempunyai daya alam yang luar biasa. Hal tersebut juga merupakan
upacara peringatan kematian Kut Gwan (perdana menteri Negeri Chu yang berlaku jujur
dan memegang teguh atas pendiriannya pada zaman Chan Kuo (300 SM)).
8. Sembayang arwah umum (Tanggal 15 Bulan 7 Imlek).
Upacara ini ditujukan kepada arwah yang tidak disembayangi oleh keluarganya, sehingga
arwahnya bisa tenang dan Pei Tian (bersatu kembali dengan Tian).
9. Sembayang Tiong Jiu (tanggal 15 Bulan 8 imlek).
Sembayang terhadap Tuhan karena berkah yang diberikan kepada manusia.
10. Tangcik / Sembayang Ronde (tanggal 22 Desember).
Sembayang puncak musim dingin. Pada hari tersebut juga diperingati sebagai hari genta
rohani. Pada hari itu Nabi Khongcu mulai melakukan perjalanan mengajarkan ajaran
agamanya selama 14 Tahun.
11. Sembahyang Yak (King Thi Kong) (Tanggal 8 bln 1 Imlek).
Sembahyang kepada Tuhan, menyampaikan pengharapan / permohonan agar di tahun yang
baru (akan berjalan), Tian berkenan melimpahkan berkah, rahmat serta perlindungan agar
tahun ini dapat dilalui atau dijalani dengan baik.
Penanggalan yang dipakai oleh Agama Khonghucu untuk mengatur persembayangan yang di buat
oleh Nabi Khongcu. Nabi Khongcu mengambil sumbernya dari penangalan dinasti Sia (2200 SM)
yang sudah di tata kembali oleh Nabi Khongcu.
Ritual Agama Kisten Protestan

Ritual adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk tujuan simbolis[1].
Ritual dilaksanakan berdasarkan suatu agama atau bisa juga berdasarkan tradisi dari
suatu komunitas tertentu. Kegiatan-kegiatan dalam ritual biasanya sudah diatur dan
ditentukan, dan tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan. Di agama Kristen ada
beberapa ritual yang biasa dilakukan berikut adalah ritual-ritual dalam agama Kristen.
1. B. Kebaktian malam Paskah
Kebaktian Malam Paskah adalah kebaktian yang diadakan di
kebanyakan gereja Kristen sebagai perayaan resmi pertama untuk merayakan kebangkitan
Yesus. Pada masa lalu, di kebaktian inilah anak-anak menerima baptisan dan orang-orang
dewasa menjalankan katekumen. Kebaktian ini dapat diadakan pada waktu setelah matahari
tenggelam pada Sabtu Suci hingga matahari terbit pada Minggu Paskah, namun umumnya
diadakan pada Sabtu sore.
Di Gereja Katolik Roma, Gereja Anglikan, dan gereja-gereja Ortodoks, kebaktian ini
merupakan kebaktian yang terpenting di dalam kalender liturgi gereja dan juga merupakan
sakramen Perjamuan Kudus yang pertama selama masa Paskah, yang ditandai dengan
penyanyian Alleluia, yang merupakan kekhasan liturgi gereja selama masa Paskah[2].
1. C. Kebaktian subuh
Kebaktian subuh adalah kebaktian yang dilakukan pada Paskah. Kebaktian ini dipraktikkan
oleh gereja Protestan dan sama seperti kebaktian malam Paskah yang dijalankan
pengikut Katolik Roma, Ortodoks Timur, Anglikan, dan Lutheran. Kebaktian ini dilakukan di
luar ruangan, biasanya di taman, dan jemaat duduk di kursi umum.
1. D. Magnificat
Magnificat (juga disebut Nyanyian pujian Maria) adalah sebuah kidungyang sering
dinyanyikan (atau didaraskan) secara liturgis dalam ibadat-ibadat Kristiani. Kidung ini
diambil dari Injil Lukas pasal 1 ayat 46-55, yang tersisip di tengah naskah prosa[3].
Menurut Injil, setelah peristiwa anunsiasi (pewartaan malaikat) di mana Maria diberitahu
oleh Malaikat Gabriel bahwa dia akan mengandung Yesus, Maria meresponnya dengan
visitasi (kunjungan kepada saudari sepupunya Elizabet). Dalam narasi Injil, sesudah
menyalami Elizabet, anak dalam kandungan Elizabet (yang kelak menjadi Yohanes
Pembaptis) bergerak, dan ketika hal tersebut diberitahukan kepada Maria, dia menyanyikan
Kidung Magnificat sebagai balasannya (para sarjana Alkitab, dan manuskrip-manuskrip
kuno, berbeda pendapat mengenai apakah Maria atau Elizabet yang menyanyikannya,
dalam Alkitab Terjemahan Baru dari Lembaga Alkitab Indonesia disebutkan bahwa Marialah
yang menyanyikannya).Menurut beberapa sarjana naskah Alkitab, naskah Magnificat
dianggap merupakan sebuah versi ringkas dari nyanyian pujian Hana dalam Kitab 1 Samuel.

1. E. Perminyakan (agama)
Meminyaki adalah sebuah ritual dalam berbagai agama dan bangsa dengan mengoleskan
minyak yang harum, lemak binatang, ataupun mentega cair.
Upacara ini dilakukan untuk melambangkan pemberian pengaruh ilahi atau sakramental,
suatu pancaran kekuatan atau roh yang suci. Hal ini juga dapat dilihat sebagai upacara
magis untuk mengusir pengaruh-pengaruh berbahaya dan penyakit dari diri seseorang
ataupun benda-benda, khususnya dari roh-roh jahat (drug, dev) yang diyakini sebagai
sumber atau penyebab penyakit atau gangguan tersebut[4].
1. F. Persembahan hewan
Persembahan hewan adalah bagian dari ritual keagamaan yang bertujuan untuk
menyenangkan Tuhan atau dewa-dewa dengan harapan bahwa mereka akan mengganti
keadaan alam sesuai dengan keinginan penyembahnya. Persembahan hewan banyak
ditemui pada hampir semua kebudayaan, dari kebudayaan Yahudi, Yunani, Roma dan
Yoruba. Di Indonesia dalam Islam persembahan hewan disebut kurban. Di Bali
persembahan hewan juga dilakukan pada acara-acara adat untuk melakukan penyucian.
Hewan yang digunakan untuk upacara persembahan di Bali adalah ayam, sapi, bebek dan
babi.
1. G. Sursum corda
Sursum Corda (dalam Bahasa Latin artinya “Arahkan hatimu kepada Tuhan”) adalah dialog
pembuka pada Pembukaan Ibadat Ekaristi atau Anaphora dalam liturgi-liturgi gereja-gereja
Kristen. Dialog ini bisa ditelusuri dari abad ke-3 dari adanya Anaphora karya Hippolytus.
Dialog ini tercatat dalam liturgi-liturgi gereja Kristen pertama, dan ditemukan hampir di
seluruh ritus-ritus Kristen lama[5].
Gereja-gereja Katolik Roma, Anglikan, Lutheran, Methodist Bersatu, dan denominasi lainnya
menggunakan Sursum Corda dalam perayaan Ekaristi mereka. Sursum Corda juga
ditemukan di dalam exultet atau himne pujian pada saat Malam Paskah dimana dialog ini
dipimpin bukan oleh kepala selebran, tapi oleh diakon.

Anda mungkin juga menyukai