Disusun oleh :
Rahmad Niki Saputro 18330127
1. Karakteristik Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organic yang terbanyak ditemukan di alam.
Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai
jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil
sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar
yang sedikit. Pengertian lain alkaloid adalah senyawa organic yang terdapat di alam bersifat
basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam
molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dakam dosis
kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan. Sebagai contoh,
morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi
sebagai amtispasmodia, kokain sebagai anastetik local, dan stristina syaraf (Ikan, 1969).
Selain itu ada beberapa pengecualian, dimana termasuk golongan alkaloid tapi atom N
terpadat dalam rantai lurus atau alifatis.
Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1986 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara
karakteristik dalam tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang
khas. Senyawa ini terdiri atas karbon, hydrogen, dan nitrogen, sebagian besar diantaranya
mengandung oksigen. Sesuai dengan namanya yang mirip dengan alkali (bersifat basa)
dikarenakan adanya sepasang electron bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat
mendonorkan sepasang elektronnya.
Definisi tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier menyatakan bahwa sebagai
hasil kemajuan iptek, istilah yang beragam senyawa alkaloid akhirnya harus ditinggalkan.
Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat, berbentuk Kristal tidak
berwarna (berberina dan serpentine berwarna kuning). Alkaloid seting kali optic aktif, dan
biasanya hanya satu dari isomer optic yang dijumpai di alam, meskipun dalam beberapa
kasus dikenal campuran rasemant, dan pada kasus lain satu tumbuhan mengandung satu
isomer sementara tumbuhan lain mengandung enentiomernya.
2. Prinsip Dasar Pembentukan Alkaloid
Asam amino merupakan senyawa organic yang sangat penting, senyawa ini terjadi dari
amino (NH2) dan karboksil (COOH). Ada 20 jenis asam amino esensial yang merupakan
standar atau yang dikenal sebagai alfa asam amino alanine, arginine, asparagine, asam
aspartate, sistein, asam glutamate, glutamin, glisin, histidine, isoleusin, leusin, lysine,
metionin, fenilalanine, prolin, serine, threonine, triptopan, tyrosine, dan valin. Dari 20 jenis
asam amino yang disebutkan diatas, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam
amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalamin, dan tirosin
yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol.
Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich Antara
suatu aldehid dan suatu amina primer dan sekunder, dan suat senyawa enol dan fenol.
Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur
poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid. Kemudian reaksi
yang mendasari pembentukan alkaloid membentuk basa. Basa kemudian bereaksi dengan
karbonion dalam kondensasi hingga terbentuklah alkaloid.
3. Klasifikasi Alkaloid
Metode klasifikasi alkaloid yang paling banyak digunakan adalah berdasarkan
struktur nitrogen yang dikandungnya, yaitu :
1. Alkaloid heterosiklis, merupakan alkaloid yang atom nitrogennya berada dalam cincin
heterosiklis. Alkaloid ini dibagi menjadi alkaloid pirolidin, alkaloid indol, alkaloid
piperidin, alkaloid piridin, alkaloid tropan, alkaloid histamin, imidazol dan guanidin,
alkaloid isokuinolin, alkaloid kuinolin, alkaloid akridin, alkaloid kuinazolin, alkaloid
izidin.
2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis, seperti efedrina.
3. Alkaloid putressin, spermin dan spermidin, misalnya pausina.
4. Alkaloid peptida merupakan alkaloid yang mengandung ikatan peptida.
5. Alkaloid terpena dan steroidal, contohnya funtumina.
4. Fungsi Alkaloid
Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama
karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi
fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai
kemungkinan perannya dalam tumbuhan sebagai berikut (Gritter, 1995):
a. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat dalam
hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang tidak dianut lagi).
b. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen meskipun
banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut meskipun
sangat kekurangan nitrogen.
c. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau
pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti yang mendukung fungsi
ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan konsep yang direka-reka dan bersifat
‘manusia sentris’.
d. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur, beberapa
alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid merangasang perkecambahan
yang lainnya menghambat.
e. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat basa,
dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam
tumbuhan.
Salah satu contoh alkaloid yang pertama sekali bermanfaat dalam bidang medis
adalah morfin yang diisolasi tahun 1805. Alkaloid diterpenoid yang diisolasi dari tanaman
memiliki sifat antimikroba. Solamargine, suatu glikoalkoid dari tanaman berri solanum
khasianum mungkin bermanfaat terhadap infeksi HIV dan infeksi intestinal yang
berhubungan dengan AIDS.
Ketika alkaloid ditemukan memiliki efek antimikroba temasuk terhadap Giarde dan
Entamoeba, efek anti diare utama mereka kemungkinan disebabkan oleh efek mereka pada
usus kecil. Berberin merupakan satu contoh penting alkaloid yang potensial efektif terhadap
typanosoma dan plasmodia. Mekanisme kerja dari alkaloid kuartener planar aromatik
seperti berberin dan harman dihubungkan dengan kemampuan mereka untuk berinterkalasi
dengan DNA.
Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam
bidang farmakologi :
Senyawa Alkaloid
Aktivitas Biologi
(Nama Trivial)
Morfin Analgesik
Kokain Analgesik
.
BAB 2 GLIKOSIDA
1. Definisi Glikosida
Menurut Kamus Farmakologi, Glikosida adalah senyawa asal gula dengan zat lain yang
dapat terhidrolisis menjadi penyusunnya.
Menurut Michael Henrich dkk (2010), glikosida adalah istilah generik untuk bahan alam
yang secara kimia berikatan dengan gula. Oleh karena itu glikosida terdiri atas dua bagian,
gula dan aglikon.
Menurut Midian Sirait (2007) glikosida adalah suatu senyawa, bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula (glikon ) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Glikosida yang gulanya
berupa glukosa disebut glukosida. Gula pada umumnya berupa glukosa, fruktosa, laktosa,
galaktosa, dan manosa, tetapi dapat juga berupa gula khusus seperti sarmentosa
(sarmentosimarin), oleandrosa (oleandrin), simarosa (simarin), dan rutinosa (rutin).
Aglukosa (genin) adalah senyawa yang mempunyai gugus OH dalam bentuk alkoholis dan
fenolis (Midian Sirait, 2007).
Daun digitalis yang dikeringkan terdiri dari foxglove yang berwarna merah Digitalis
purpurea (scrophulariaceae). Tumbuhan itu adalah suatu tanaman yang memiliki masa panennya
selama 2 tahun, dan umumnya terdapat di eropa dan amerika utara, yang berbentuk suatu pahatan
batu ataupun ada juga yang berbentuk bunga mawar. Karekteristik dari daunnya pada tahun
pertama adalah berwarna ungu (kadang-kadang putih) dan membentuk bunga pada tahun yang ke
2. ini sangat berpotensi sebagai racun dan tidak mungkin untuk dicernakan oleh manusia.
Digitalis purpurea ditanami untuk produksi obat, terutama di Eropa, daun-daun yang
tumbuh pada tahun pertama sering di panen dengan cepat dan dikeringkan pada suhu 60oC secepat
mungkin pada saat pengkoleksian. Prosedur ini memerlukan enzim-enzim inaktivasi hidrolisis
yang akan menghubungkan pertalian-pertalian glikosida hidrolisis di dalam
glikosida kardioaktif yang nantinya akan menghasilkan derivat yang aktif. Bahkan beberapa
hidrolisis parsial terjadi aktivitas. Panas yang berlebihan bisa saja menyebabkan pengeringan
didalam aglikon itu kepada campuran-campuran A14-anhidro, yang bersifat non aktif.
Karena sediaan dari digitalis ini berkhasiat untuk jantung dan bersifat variabilitas didalam
isi glikosida jantung, dan juga memiliki perbedaan-perbedaan di sekitar struktur-
strukturnya karena hidrolisa ini akan menghasilkan enzim. Zat yang berkhasiat obat yang terdapat
pada daun yang kasar tersebut di uji kadar logamnya dengan menggunakan pengujian secara
biologis, yang nantinya akan di bandingkan secara kimiawinya. Menstandarisasi sediaan digitalis
ini dilakukan dengan cara biologis yang diubah bentuknya menjadi bentuk serbuk. Kerjanya ialah
berguna untuk memperkuat kerja dari pada otot jantung . Mungkin saja aktifitasnya dapat
dilemahkan dengan cara mencampurkannya dengan sediaan digitalis yang berbentuk
tepung/serbuk tersebut karena itu memiliki aktifitas yang rendah atau bahan-bahan yang non aktif
seperti sejenis rumput makanan hewan (medicago sativa) atau rumput. Obat mentah itu hampir
tidak digunakan lagi sekarang, setelah digantikan oleh sediaan murni yang mampu menghasilkan
glikosidanya.
Isi glikosida kardioaktif dari daun digitalis purpurea adalah 0,15-0,4%, terdiri dari sekitar
30 struktur yang berbeda. Komponen-kaomponen yang utama didasarkan pada aglikon-aglikon
digitoxigenin, gitoksigenin dan gitaloksigenin yang akhir-akhir ini digunakan sebagai ester format.
Didalam daun yang segar, purpureglikosida A dapat dilambangkan dengan 50% dari
campuran glikosida, sedangkan dalam pengeringan daun kadarnya bisa saja sedikit jika material
tumbuhan sudah tua atau kurang baik pada proses penyimpanan. Glikosida-glikosida yang
mengandung gitaloksigenin secara relatif tidak stabil, dan senyawa formil digolongkan pada gugus
golongan itu dan ini akan dihilangkan pada proses hidrolisis.
Isi total kardenolid mencapai 1% yang ditemukan dua hingga tiga kali pada D. purpurea.
Unsur utamanya menyerupai D. purpurea, tetapi ia mengandung suatu asetil ester yang berfungsi
pada digitoxose ketiga, berada jauh dari aglikon. Kelompok asetil ini yang membuat campuran
lebih mudah untuk diisolasi dari bahan dasar tumbuhan dan membuat proses kristalisasi lebih
mudah.
Pengeringan daun dengan cara yang sama disertai dengan beberapa hidrolisis parsial dari
unsur daun segar yang asli melalui bantuan enzim, kedua terminal glukosa dan kelompok asetil
yang tidak dihidrolisis, serta memperluas daerah pengasingan campuran. Glikosida jantung D.
lanata didasarkan pada lima aglikon, digitoxigenin, gitoxigenin, dan gitaloxigenin, seperti yang
ditemukan pada D. purpurea, ditambah digoxigenin dan diginatigenin (Gambar 5.95), yang mana
tidak ditemukan pada D. purpurea.
C. Digoksin
Digoksin adalah glikosida kardioaktif yang merupakan obat jantung sekunder yang
diisolasi dari daun Digitalis lanata dan Digitalis purpurea melalui konversi enzimatik dari masing-
masing obat glikosida jantung primer, lanatosida A dan C. Digoksin merupakan obat yang paling
sering digunakan dalam pengobatan kongestif pada kegagalan jantung. Digitalis lanata
(Scrophulariaceae) merupakan tanaman obat yang signifikan sebagai sumber senyawa lanatosida
C dan digoksin, telah diketahui bahwa lanatosida C diubah menjadi digoksin melalui deglukosilasi
oleh enzim digilanidase pada daun dan yang kemudian mengalami deasetilasi (Ikeda et al., 1992).
Digoksin berbentuk kristal glikosida, obat ini mempengaruhi tidak hanya otot-otot jantung, tetapi
juga otot lurik dan rangka, tubulus ginjal dan pusat saraf lainnya. Dengan demikian penentuan
konsentrasi digoksin dalam darah, otot jantung dan ginjal adalah suatu hal yang penting dalam
konfirmasi racun mematikan yang disebabkan senyawa ini (Adamowicz et al., 2002). Hingga saat
ini mekanisme aksi dari digitalis (digoksin) dalam hati manusia telah dipelajari secara ekstensif,
termasuk dasar klinis dan molekuler dari terapeutik dan efek racunnya (Lelievre & Lechat, 2007).
Digoksin, sebuah cardenolide digitalis, masih menjadi obat pilihan untuk pengobatan gagal
jantung kongestif, yaitu bertindak sebagai inhibitor selektif dari Na+ , K + ATPase enzim.
Digoksin memiliki rumus empiris C41H64O14 dengan massa molekul 780,938 g/mol.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk analisis digoksin menggunakan alat HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) dengan menggunakan detektor UV (Jedlicka et al., 2003;
Todorovic et al., 2009).
Digoksin digunakan sebagai obat untuk manajemen kegagalan jantung. Fungsi utamanya adalah
untuk menjaga stabilitas klinis dan kapasitas latihan pada pasien dengan gagal jantung
simtomatik. Untuk pasien dengan sinus, biasanya digoksin digunakan sebagai second-line drug
setelah diuretik. Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan digoksin tidak boleh melebihi 0,25
mg/hari dan akan lebih rendah pada wanita dan orang tua (Terrence & MacDonald, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Cordell, Geoffrey A. 1981. Introduction to Alkaloids. John Wiley & Sons : New York
Manfred Hesse. 1986. Alkaloid Chemistry, A Wiley-Intersciance Publicatin. John Wiley & Sons :
New York.
Astawan M. dan Andreas L.K.2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama. Hal.43.
Gunawan, Didik dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Jakarta : Penebar
Swadaya. Hal 66-103.
Harborne J.B. 1999. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.
Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: ITB.
Kar A. 2003. Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology. New Delhi : New Age International
Limited Publishers. Pp. 148.
Supriyatna dkk. 2015. Fitoterapi Sistem Organ: Pandangan Dunia Barat terhadap Obat Herbal
Global. Yogyakarta : Deepublish. Hal.157, 167.
Tjay, T. Hoan dan Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Khasiat, Penggunaan dan Efek
Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Hal 304.
Tyler V. E., R. B. Lynn, E. R. James. 1988. Pharmacognosy.America : Lea & Febiger. Pp.73,77-
78.