Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ALKALOID DAN GLIKOSIDA

Disusun oleh :
Rahmad Niki Saputro 18330127

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
ISTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2019
BAB 1 ALKALOID

1. Karakteristik Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organic yang terbanyak ditemukan di alam.
Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai
jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil
sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar
yang sedikit. Pengertian lain alkaloid adalah senyawa organic yang terdapat di alam bersifat
basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam
molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dakam dosis
kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan. Sebagai contoh,
morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi
sebagai amtispasmodia, kokain sebagai anastetik local, dan stristina syaraf (Ikan, 1969).
Selain itu ada beberapa pengecualian, dimana termasuk golongan alkaloid tapi atom N
terpadat dalam rantai lurus atau alifatis.

Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1986 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara
karakteristik dalam tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang
khas. Senyawa ini terdiri atas karbon, hydrogen, dan nitrogen, sebagian besar diantaranya
mengandung oksigen. Sesuai dengan namanya yang mirip dengan alkali (bersifat basa)
dikarenakan adanya sepasang electron bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat
mendonorkan sepasang elektronnya.

Definisi tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier menyatakan bahwa sebagai
hasil kemajuan iptek, istilah yang beragam senyawa alkaloid akhirnya harus ditinggalkan.
Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat, berbentuk Kristal tidak
berwarna (berberina dan serpentine berwarna kuning). Alkaloid seting kali optic aktif, dan
biasanya hanya satu dari isomer optic yang dijumpai di alam, meskipun dalam beberapa
kasus dikenal campuran rasemant, dan pada kasus lain satu tumbuhan mengandung satu
isomer sementara tumbuhan lain mengandung enentiomernya.
2. Prinsip Dasar Pembentukan Alkaloid
Asam amino merupakan senyawa organic yang sangat penting, senyawa ini terjadi dari
amino (NH2) dan karboksil (COOH). Ada 20 jenis asam amino esensial yang merupakan
standar atau yang dikenal sebagai alfa asam amino alanine, arginine, asparagine, asam
aspartate, sistein, asam glutamate, glutamin, glisin, histidine, isoleusin, leusin, lysine,
metionin, fenilalanine, prolin, serine, threonine, triptopan, tyrosine, dan valin. Dari 20 jenis
asam amino yang disebutkan diatas, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam
amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalamin, dan tirosin
yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol.
Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich Antara
suatu aldehid dan suatu amina primer dan sekunder, dan suat senyawa enol dan fenol.
Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur
poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid. Kemudian reaksi
yang mendasari pembentukan alkaloid membentuk basa. Basa kemudian bereaksi dengan
karbonion dalam kondensasi hingga terbentuklah alkaloid.

Disamping reaksi-reaksi dasar ini, biosintesa alkaloida melibatkan reaksi-reaksi


sekunder yang menyebabkab terbentuknya berbagai jenis struktur alkaloida. Salah satu dari
reaksi sekunder ini yang terpenting adalah reaksi rangkap oksidatif fenol pada posisi orto
atau para dari gugus fenol. Reaksi ini berlangsung dengan mekanisme radikal bebas.
Reaksi-reaksi sekunder lain seperti metilasi dari atom oksigen menghasilkan gugus
metoksil dan metilasi nitrogen menghasilkan gugus N-metil ataupun oksidasi dari gugus
amina. Keragaman struktur alkaloid disebabkan oleh keterlibatan fragmen-fragmen kecil
yang berasal dari jalur mevalonat, fenilpropanoid dan poliasetat.
Dalam biosintesa higrin, pertama terjadi oksidasi pada gugus amina yang diikuti oleh
reaksi Mannich yang menghasilkan tropinon, selanjutnya terjadi reaksi reduksi dan
esterifikasi menghasilkan hiosiamin (2).

3. Klasifikasi Alkaloid
Metode klasifikasi alkaloid yang paling banyak digunakan adalah berdasarkan
struktur nitrogen yang dikandungnya, yaitu :
1. Alkaloid heterosiklis, merupakan alkaloid yang atom nitrogennya berada dalam cincin
heterosiklis. Alkaloid ini dibagi menjadi alkaloid pirolidin, alkaloid indol, alkaloid
piperidin, alkaloid piridin, alkaloid tropan, alkaloid histamin, imidazol dan guanidin,
alkaloid isokuinolin, alkaloid kuinolin, alkaloid akridin, alkaloid kuinazolin, alkaloid
izidin.
2. Alkaloid dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis, seperti efedrina.
3. Alkaloid putressin, spermin dan spermidin, misalnya pausina.
4. Alkaloid peptida merupakan alkaloid yang mengandung ikatan peptida.
5. Alkaloid terpena dan steroidal, contohnya funtumina.

4. Fungsi Alkaloid
Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik perhatian terutama
karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi
fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai
kemungkinan perannya dalam tumbuhan sebagai berikut (Gritter, 1995):
a. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat dalam
hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang tidak dianut lagi).
b. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen meskipun
banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut meskipun
sangat kekurangan nitrogen.
c. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau
pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti yang mendukung fungsi
ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan konsep yang direka-reka dan bersifat
‘manusia sentris’.
d. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur, beberapa
alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid merangasang perkecambahan
yang lainnya menghambat.
e. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat basa,
dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam
tumbuhan.
Salah satu contoh alkaloid yang pertama sekali bermanfaat dalam bidang medis
adalah morfin yang diisolasi tahun 1805. Alkaloid diterpenoid yang diisolasi dari tanaman
memiliki sifat antimikroba. Solamargine, suatu glikoalkoid dari tanaman berri solanum
khasianum mungkin bermanfaat terhadap infeksi HIV dan infeksi intestinal yang
berhubungan dengan AIDS.
Ketika alkaloid ditemukan memiliki efek antimikroba temasuk terhadap Giarde dan
Entamoeba, efek anti diare utama mereka kemungkinan disebabkan oleh efek mereka pada
usus kecil. Berberin merupakan satu contoh penting alkaloid yang potensial efektif terhadap
typanosoma dan plasmodia. Mekanisme kerja dari alkaloid kuartener planar aromatik
seperti berberin dan harman dihubungkan dengan kemampuan mereka untuk berinterkalasi
dengan DNA.
Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam
bidang farmakologi :
Senyawa Alkaloid
Aktivitas Biologi
(Nama Trivial)

Nikotin Stimulan pada syaraf otonom

Morfin Analgesik

Kodein Analgesik, obat batuk

Atropin Obat tetes mata

Skopolamin Sedatif menjelang operasi

Kokain Analgesik

Piperin Antifeedant (bioinsektisida)

Quinin Obat malaria

Vinkristin Obat kanker

Ergotamin Analgesik pada migraine

Reserpin Pengobatan simptomatis disfungsi ereksi

Mitraginin Analgesik dan antitusif

Vinblastin Anti neoplastik, obat kanker


Saponin Antibakteri

5. Tanaman Penghasil Alkaloid


Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir
seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan.
Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi
mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar,
biji, ranting, dan kulit kayu.
Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur),
tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan
melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat
disebabkan oleh alkaloid. Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat
basa) pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker
dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi
tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina,
serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid
dengan struktur sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas
untuknya.
Cokelat adalah makanan yang diolah dari biji kakao. Cokelat mengandung alkaloid-
alkaloid seperti teobromin, fenetilamina, dan anandamida yang memiliki efek fisiologis
untuk tubuh. Kandungan-kandungan ini banyak dihubungkan dengan tingkat serotonin
dalam otak. Menurut ilmuwan, cokelat jika dimakan dalam jumlah normal secara teratur
dapat menurunkan tekanan darah.
Tembakau mengandung senyawa alkaloid, diantaranya adalah nikotin. Nikotin
termasuk dalam golongan alkaloiod yang terdapat dalam famili Solanaceae. Nikotin dalam
jumlah banyak terdapat dalam tanaman tembakau, sedang dalam jumlah kecil terdapat pada
tomat, kentang dan terung. Nikotin dan kokain dapat pula ditemukan pada daun tanaman
kota. Kadar nikotin berkisar antara 0,6-3,0 % dari berat kering tembakau, dimana proses
biosintesisnya terjadi di akar dan terakumulasi pada daun tembakau. Nikotin terjadi dari
biosintesis unsur N pada akar dan terakumulasi pada daun. Fungsi nikotin adalah sebagai
bahan kimia antiherbivora dan adanya kandungan neurotoxin yang sangat sensitif bagi
serangga, sehingga nikotin digunakan sebagai insektisida pada masa lalu.
Kecubung adalah tumbuhan penghasil bahan obat-obatan yang telah dikenal sejak
ribuan tahun,di antaranya Datura Stramonium, Datura tatura, dan Brugmansia suaviolens,
namun daya khasiat masing-masing jenis kecubung, berbeda-beda. Penyalahgunaan
kecubung memang sering terjadi, sehingga bukan obat yang didapat malah racun
(menyebabkan pusing) yang sangat berbahaya. Hampir seluruh bagian tanaman kecubung
dapat dimanfaatkan sebagai obat. Hal ini disebabkan seluruh bagiannya mengandung
alkaoida atau disebut hiosamin (atropin) dan scopolamin, seperti pada tanaman Atropa
belladona.Alkahoid ini bersifat racun sehingga pemakaiannya terbatas pada bagian luar. Biji
kecubung mengandung hiosin dan lemak, sedangkan daunnya mengandung kalsium oksalat.
Berkhasiat mengobati rematik, sembelit, asma, sakit pinggang, bengkak, encok, eksim, dan
radang anak telinga.
Kopi juga termasuk ke dalam tanaman yang mengandung senyawa alkaloid. Kopi
terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Kafein kopi merupakan senyawa hasil
metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memilik rasa yang pahit.
Buah pare dalam bahasa latin disebut Momordica charantia L berasal dari kawasan
Asia Tropis. Buahnya mengandung albiminoid, karbohidrat, dan zat warna, daunnya
mengandung momordisina, momordina, karantina, resin, dan minyak lemak. Bijinya
mengandung saponin, alkaloid, triterprenoid, dan asam momordial. Manfaat buah ini dapat
merangsang nafsu makan, menyembuhkan batuk, memperlancar pencernaan, membersihkan
darah bagi wanita yang baru melahirkan, dapat menyembuhkan penyakit kuning, juga cocok
untuk menyembuhkan mencret pada bayi.

6. Prosedur Umum Pengujian Alkaloid


Secara umum senyawa alkaloid diekstrak dari tumbuhan menggunakan beberapa
pelarut untuk menghilangkan lemak yang tercampur, kemudian ekstraknya dibasakan
dengan larutan NH310% dan Al2O3. Campuran ini selanjutnya dipisahkan secara
kromatografi kolom dan diidentifikasi. Identifikasi senyawa alkaloid dapat dilakukan dengan
metoda fisika, dengan cara penyinaran kromatogram di bawah sinar ultraviolet 254 nm dan
366 nm. Beberapa alkaloid memberikan warna fluoresensi biru atau kuning di bawah sinar
tersebut, serta metoda kimia dengan menggunakan pereaksi tertentu, seperti pereaksi
dragendorf membentuk endapan jingga-merah.
R – N = R + K[BiI4] R2N+K[BiI4] (endapan jingga)
R3N+ + K[BiI4] K(R3N) [BiI4] (endapan jingga)
Identifikasi selanjutnya adalah dengan spektroskopi ultraviolet dan sinar tampak
yang memberikan keterangan tentang tipe struktur molekulnya. Panjang gelombang
maksimum yang diberikan oleh suatu senyawa dapat digunakan sebagai perkiraan awal
terhadap jenis senyawa tersebut. Cara identifikasi lainnya adalah dengan menggunakan
spektroskopi inframerah yang memberikan informasi tentang gugus-gugus fungsional dalam
suatu senyawa. Pada umumnya senyawa alkaloid memberikan serapan khas pada daerah
frekuensi 3480-3205 cm-1-N-H ), 2100-1980 cm-1 (=N+-H), 1660-1480 cm-1 (C=N-), 1350-
1000 cm –l (-C-N-) dan beberapa serapan lainnya yang khas untuk masing-masing.

7. Prosedur Khusus Pengujian Alkaloid


Dua metode yang paling banyak digunakan untuk menyeleksi tanaman yang
mengandung alkaloid. Prosedur Wall, meliputi ekstraksi sekitar 20 gram bahan tanaman
kering yang direfluks dengan 80% etanol. Setelah dingin dan disaring, residu dicuci dengan
80% etanol dan kumpulan filtrat diuapkan. Residu yang tertinggal dilarutkan dalam air,
disaring, diasamkan dengan asam klorida 1% dan alkaloid diendapkan baik dengan pereaksi
Mayer atau dengan Siklotungstat. Bila hasil tes positif, maka konfirmasi tes dilakukan
dengan cara larutan yang bersifat asam dibasakan, alkaloid diekstrak kembali ke dalam
larutan asam. Jika larutan asam ini menghasilkan endapan dengan pereaksi tersebut di atas,
ini berarti tanaman mengandung alkaloid. Fasa basa berair juga harus diteliti untuk
menentukan adanya alkaloid quartener.
Prosedur Kiang-Douglas agak berbeda terhadap garam alkaloid yang terdapat dalam
tanaman (lazimnya sitrat, tartrat atau laktat). Bahan tanaman kering pertama-tama diubah
menjadi basa bebas dengan larutan encer amonia. Hasil yang diperoleh kemudian diekstrak
dengan kloroform, ekstrak dipekatkan dan alkaloid diubah menjadi hidrokloridanya dengan
cara menambahkan asam klorida 2 N. Filtrat larutan berair kemudian diuji terhadap
alkaloidnya dengan menambah pereaksi mayer,Dragendorff atau Bauchardat. Perkiraan
kandungan alkaloid yang potensial dapat diperoleh dengan menggunakan larutan encer
standar alkaloid khusus seperti brusin.
Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisahlkan jenis alkaloid.
Pereaksi sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam yang
memiliki berat atom tinggi seperti merkuri, bismuth, tungsen, atau jood. Pereaksi mayer
mengandung kalium jodida dan merkuri klorida dan pereaksi Dragendorff mengandung
bismut nitrat dan merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat mirip dengan
pereaksi Wagner dan mengandung kalium jodida dan jood. Pereaksi asam silikotungstat
menandung kompleks silikon dioksida dan tungsten trioksida. Berbagai pereaksi tersebut
menunjukkan perbedaan yang besar dalam halsensitivitas terhadap gugus alkaloid yang
berbeda. Ditilik dari popularitasnya, formulasi mayer kurang sensitif dibandingkan pereaksi
wagner atau dragendorff.
Kromatografi dengan penyerap yang cocok merupakan metode yang lazim untuk
memisahkan alkaloid murni dan campuran yang kotor. Seperti halnya pemisahan dengan
kolom terhadap bahan alam selalu dipantau dengan kromatografi lapis tipis. Untuk
mendeteksi alkaloid secara kromatografi digunakan sejumlah pereaksi. Pereaksi yang sangat
umum adalah pereaksi Dragendorff, yang akan memberikan noda berwarna jingga untuk
senyawa alkaloid. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa beberapa sistem tak jenuh,
terutama koumarin dan α-piron, dapat juga memberikan noda yang berwarna jingga dengan
pereaksi tersebut. Pereaksi umum lain tetapi kurang digunakan adalah asam fosfomolibdat,
jodoplatinat, uap jood, dan antimon (III) klorida.
Kebanyakan alkaloid bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut tanpa membedakan
kelompok alkaloid. Sejumlah pereaksi khusus tersedia untuk menentukan atau mendeteksi
jenis alkaloid khusus. Pereaksi Ehrlich (p-dimetilaminobenzaldehide yang diasamkan)
memberikan warna yang sangat karakteristik biru atau abu-abu hijau dengan alkaloid ergot.
Perteaksi serium amonium sulfat (CAS) berasam (asam sulfat atau fosfat) memberikan warna
yang berbeda dengan berbagai alkaloid indol. Warna tergantung pada kromofor ultraungu
alkaloid.
Campuran feriklorida dan asam perklorat digunakan untuk mendeteksi alkloid Rauvolfia.
Alkaloid Cinchona memberikan warna jelas biru fluoresen pada sinar ultra ungu (UV)
setelah direaksikan dengan asam format dan fenilalkilamin dapat terlihat dengan ninhidrin.
Glikosida steroidal sering dideteksi dengan penyemprotan vanilin-asam fosfat.

.
BAB 2 GLIKOSIDA

1. Definisi Glikosida

Menurut Kamus Farmakologi, Glikosida adalah senyawa asal gula dengan zat lain yang
dapat terhidrolisis menjadi penyusunnya.

Menurut Michael Henrich dkk (2010), glikosida adalah istilah generik untuk bahan alam
yang secara kimia berikatan dengan gula. Oleh karena itu glikosida terdiri atas dua bagian,
gula dan aglikon.

Menurut Midian Sirait (2007) glikosida adalah suatu senyawa, bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula (glikon ) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Glikosida yang gulanya
berupa glukosa disebut glukosida. Gula pada umumnya berupa glukosa, fruktosa, laktosa,
galaktosa, dan manosa, tetapi dapat juga berupa gula khusus seperti sarmentosa
(sarmentosimarin), oleandrosa (oleandrin), simarosa (simarin), dan rutinosa (rutin).
Aglukosa (genin) adalah senyawa yang mempunyai gugus OH dalam bentuk alkoholis dan
fenolis (Midian Sirait, 2007).

2. Sifat dan pembagianGlikosida


A. Sifat Glikosida
1. Mudah larut dalam air, yang bersifat netral
2. Dalam keadaan murni; berbentuk kristal tak berwarna, pahit
3. Larut dalam alkali encer
4. Mudah terurai dalam keadaan lembab, dan lingkungan asa Pembagian glikosida
B. Pembagian glikosida menurut glikonnya
Glikon pada senyawa glikosida ini merupakan suatu karbohidrat baik berupa
monosakarida maupun karbohidrat jenis lainya. Penamaan glikosida yang berdasarkan
glikonnya biasanya hampir sama dengan na glikonya seperti glukosa menjadi
glukosida, fruktosa menjadi fruktosida. Pembagian glikosida menurut aglikonnya:
1. Glikosida saponin
2. Glikosida sterol kardioaktif
3. Glikosida antrakinon
4. Glikosida sianofor
5. Glikosida thisianat
6. Glikosida flavonol
7. Glikosida alkohol
8. Glikosida aldehid
9. Glikosida lakton
10. Glikosida fenol
A. Digitalis purpurea

Klasifikasi ilmiah Digitalis purpurea

1. Nama Ilmiah : Digitalis purpurea


2. Sinonim : Common foxglove
3. Nama Lokal : Digitalis
4. Familia : Scropulariaceae
5. Ordo : Solanales

Daun digitalis yang dikeringkan terdiri dari foxglove yang berwarna merah Digitalis
purpurea (scrophulariaceae). Tumbuhan itu adalah suatu tanaman yang memiliki masa panennya
selama 2 tahun, dan umumnya terdapat di eropa dan amerika utara, yang berbentuk suatu pahatan
batu ataupun ada juga yang berbentuk bunga mawar. Karekteristik dari daunnya pada tahun
pertama adalah berwarna ungu (kadang-kadang putih) dan membentuk bunga pada tahun yang ke
2. ini sangat berpotensi sebagai racun dan tidak mungkin untuk dicernakan oleh manusia.

Digitalis purpurea ditanami untuk produksi obat, terutama di Eropa, daun-daun yang
tumbuh pada tahun pertama sering di panen dengan cepat dan dikeringkan pada suhu 60oC secepat
mungkin pada saat pengkoleksian. Prosedur ini memerlukan enzim-enzim inaktivasi hidrolisis
yang akan menghubungkan pertalian-pertalian glikosida hidrolisis di dalam
glikosida kardioaktif yang nantinya akan menghasilkan derivat yang aktif. Bahkan beberapa
hidrolisis parsial terjadi aktivitas. Panas yang berlebihan bisa saja menyebabkan pengeringan
didalam aglikon itu kepada campuran-campuran A14-anhidro, yang bersifat non aktif.

Karena sediaan dari digitalis ini berkhasiat untuk jantung dan bersifat variabilitas didalam
isi glikosida jantung, dan juga memiliki perbedaan-perbedaan di sekitar struktur-
strukturnya karena hidrolisa ini akan menghasilkan enzim. Zat yang berkhasiat obat yang terdapat
pada daun yang kasar tersebut di uji kadar logamnya dengan menggunakan pengujian secara
biologis, yang nantinya akan di bandingkan secara kimiawinya. Menstandarisasi sediaan digitalis
ini dilakukan dengan cara biologis yang diubah bentuknya menjadi bentuk serbuk. Kerjanya ialah
berguna untuk memperkuat kerja dari pada otot jantung . Mungkin saja aktifitasnya dapat
dilemahkan dengan cara mencampurkannya dengan sediaan digitalis yang berbentuk
tepung/serbuk tersebut karena itu memiliki aktifitas yang rendah atau bahan-bahan yang non aktif
seperti sejenis rumput makanan hewan (medicago sativa) atau rumput. Obat mentah itu hampir
tidak digunakan lagi sekarang, setelah digantikan oleh sediaan murni yang mampu menghasilkan
glikosidanya.

Isi glikosida kardioaktif dari daun digitalis purpurea adalah 0,15-0,4%, terdiri dari sekitar
30 struktur yang berbeda. Komponen-kaomponen yang utama didasarkan pada aglikon-aglikon
digitoxigenin, gitoksigenin dan gitaloksigenin yang akhir-akhir ini digunakan sebagai ester format.

Glikosida meliputi 2 rangkaian dari campuran. Yakni yang mempunyai suatu


tetrasaccharida glucose-(digitoxose)s-unit dan yang mempunyai suatu trisaccharida (digitoxose)3-
unit. Kelompok yang terakhir ( glikosida sekunder) yang dihasilkan dari hidrolisis parsial dari
kelompok pembentuk glikosida utama selama pengeringan yang dilakukan oleh enzim β-
glukosidase, yang mencabut glukosa terminal. Glikosida-glikosida pokok yang terdapat pada
daun-daun segar antar lain : purpureglikosida A dan purpureglikosida B, secara parsial diubah
menjadi digitoksin dan gitoksin, yang secara normal banyak terdapat pada pengeringan.

Didalam daun yang segar, purpureglikosida A dapat dilambangkan dengan 50% dari
campuran glikosida, sedangkan dalam pengeringan daun kadarnya bisa saja sedikit jika material
tumbuhan sudah tua atau kurang baik pada proses penyimpanan. Glikosida-glikosida yang
mengandung gitaloksigenin secara relatif tidak stabil, dan senyawa formil digolongkan pada gugus
golongan itu dan ini akan dihilangkan pada proses hidrolisis.

Glikosida dari rangkaian gitaloksigenin lebih sedikit yang bersifat aktif


dibandingkan dengan rangkaian turunan gitaloxigenin. Digitoksin merupakan satu-satunya
campuran yang secara rutinitas digunakan sebagai obat gagal jantung kongestif dan perawatan dari
penyakit jantung arrhythmias,terutama sekali pada pemfibrilan atrium.
B. Digitalis Lanata

Digitalis Lanata ( Scrophulariaceae), Foxglove Grecian, adalah suatu tumbuhan atau


tanaman yang memiliki masa panen selama 2 tahun yang berasal dari Eropa Pusat dan Selatan,
dan perbedaannya terletak pada foxglovenya yang berwarna merah dengan daun yang lebih
lembut, dan bunga lebih kecil yang berwarna kuning-coklat. Tumbuhan ini ditanam di Eropa,
Amerika Serikat dan Amerika Selatan, dan dipanen dan dikeringkan dengan cara yang sama
dengan D.Purpurea. Itu belum menonjolkan sebagai suatu obat mentah, tetapi digunakan
eksklusif untuk pengasingan individu glikosida jantung, terutama digoxin dan lanatosid C.

Isi total kardenolid mencapai 1% yang ditemukan dua hingga tiga kali pada D. purpurea.
Unsur utamanya menyerupai D. purpurea, tetapi ia mengandung suatu asetil ester yang berfungsi
pada digitoxose ketiga, berada jauh dari aglikon. Kelompok asetil ini yang membuat campuran
lebih mudah untuk diisolasi dari bahan dasar tumbuhan dan membuat proses kristalisasi lebih
mudah.

Pengeringan daun dengan cara yang sama disertai dengan beberapa hidrolisis parsial dari
unsur daun segar yang asli melalui bantuan enzim, kedua terminal glukosa dan kelompok asetil
yang tidak dihidrolisis, serta memperluas daerah pengasingan campuran. Glikosida jantung D.
lanata didasarkan pada lima aglikon, digitoxigenin, gitoxigenin, dan gitaloxigenin, seperti yang
ditemukan pada D. purpurea, ditambah digoxigenin dan diginatigenin (Gambar 5.95), yang mana
tidak ditemukan pada D. purpurea.

C. Digoksin

Digoksin adalah glikosida kardioaktif yang merupakan obat jantung sekunder yang
diisolasi dari daun Digitalis lanata dan Digitalis purpurea melalui konversi enzimatik dari masing-
masing obat glikosida jantung primer, lanatosida A dan C. Digoksin merupakan obat yang paling
sering digunakan dalam pengobatan kongestif pada kegagalan jantung. Digitalis lanata
(Scrophulariaceae) merupakan tanaman obat yang signifikan sebagai sumber senyawa lanatosida
C dan digoksin, telah diketahui bahwa lanatosida C diubah menjadi digoksin melalui deglukosilasi
oleh enzim digilanidase pada daun dan yang kemudian mengalami deasetilasi (Ikeda et al., 1992).
Digoksin berbentuk kristal glikosida, obat ini mempengaruhi tidak hanya otot-otot jantung, tetapi
juga otot lurik dan rangka, tubulus ginjal dan pusat saraf lainnya. Dengan demikian penentuan
konsentrasi digoksin dalam darah, otot jantung dan ginjal adalah suatu hal yang penting dalam
konfirmasi racun mematikan yang disebabkan senyawa ini (Adamowicz et al., 2002). Hingga saat
ini mekanisme aksi dari digitalis (digoksin) dalam hati manusia telah dipelajari secara ekstensif,
termasuk dasar klinis dan molekuler dari terapeutik dan efek racunnya (Lelievre & Lechat, 2007).

Digoksin, sebuah cardenolide digitalis, masih menjadi obat pilihan untuk pengobatan gagal
jantung kongestif, yaitu bertindak sebagai inhibitor selektif dari Na+ , K + ATPase enzim.

Digoksin memiliki rumus empiris C41H64O14 dengan massa molekul 780,938 g/mol.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk analisis digoksin menggunakan alat HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) dengan menggunakan detektor UV (Jedlicka et al., 2003;
Todorovic et al., 2009).

Digoksin digunakan sebagai obat untuk manajemen kegagalan jantung. Fungsi utamanya adalah
untuk menjaga stabilitas klinis dan kapasitas latihan pada pasien dengan gagal jantung
simtomatik. Untuk pasien dengan sinus, biasanya digoksin digunakan sebagai second-line drug
setelah diuretik. Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan digoksin tidak boleh melebihi 0,25
mg/hari dan akan lebih rendah pada wanita dan orang tua (Terrence & MacDonald, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Cordell, Geoffrey A. 1981. Introduction to Alkaloids. John Wiley & Sons : New York

Manfred Hesse. 1986. Alkaloid Chemistry, A Wiley-Intersciance Publicatin. John Wiley & Sons :
New York.
Astawan M. dan Andreas L.K.2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama. Hal.43.

Casebeer M. 2004. Discover California Shurbs, Sonora. California : Hooker pre.

Gunawan, Didik dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Jakarta : Penebar
Swadaya. Hal 66-103.

Harborne J.B. 1999. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.
Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: ITB.

Herowati R., E. K. Rahman, I. K. Ketut, H. Nuraini dan I. G. K Tutus. 2008. Aktivitas


Antiinflamasi Kuersetin-3-monoasetat. Hasil Asetilasi Selektif Kuersetin. Artocarpus.
8(2):60-67.

Kar A. 2003. Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology. New Delhi : New Age International
Limited Publishers. Pp. 148.

Supriyatna dkk. 2015. Fitoterapi Sistem Organ: Pandangan Dunia Barat terhadap Obat Herbal
Global. Yogyakarta : Deepublish. Hal.157, 167.

Tjay, T. Hoan dan Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Khasiat, Penggunaan dan Efek
Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Hal 304.

Tyler V. E., R. B. Lynn, E. R. James. 1988. Pharmacognosy.America : Lea & Febiger. Pp.73,77-
78.

Anda mungkin juga menyukai