Anda di halaman 1dari 9

Efek Lokal Obat

(Metode Anastesi Lokal)

Dosen:
Aunin Wulandari, M.Sc., Apt.
Rika Veryanti, M.Farm-Klin., Apr.
Theodora, M.Farm., Apt.

Nama : Rahmad Niki Saputro


NIM : 18330127
Kelas : Praktikum Farmakologi – A

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI FARMASI S1 FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anestesika lokal adalah obat yang cara kerjanya menghalangi secara reversible penerusan
impuls ke sistem saraf pusat dengan begitu dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri,
gatal, panas atau dingin. Terdapat tiga bagian struktur dasar anastetika lokal yaitu gugus amino
hidrofil (sekunder atau tersier) dengan gugus-aromatis lipofil yang dihubungkan oleh ikatan ester
(alkohol). Semakin panjang gugus alkohol, maka akan semakin besar juga kerja anastetiknya,
begitu pula dengan toksisitasnya.
Anastesika lokal mulai digunakan untuk mencegah rasa sakit selama operasi pada lebih dari
100 tahun yang lalu. Pada saat itu seorang opthalmologist di Wina bernama Kaller, menemukan
kegunaan kokain dalam menghasilkan anestesi korneal. Procain adalah anastesi injeksi pertama
di dunia. Ester-ester lain juga telah digunakan sebagai anestesi termasuk Benzocaine, Dibucaine,
Tetracaine dan Chloroprocaine, dan semuanya menunjukkan toksisitas yang rendah, tetapi dapat
menimbulkan sensitivitas atau alergi.
1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengenal berbagai teknik untuk menyebabkan anastesi local pada hewan coba.
2. Memahami faktor yang melandasi perbedaan dalam sifat dan potensi kerja anastetika local.
3. Memahami faktor yang mempengaruhi potensi kerja anastetika local.

1.3 Prinsip Percobaan

Anestesi lokal bekerja dengan melumpuhkan saraf sensibel secara lokal dengan cara memberi
obat-obatan tertentu kepada hewan coba sampai hewan coba tidak bisa merasakan nyeri dalam
durasi waktu tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anestesi secara harfiah berasal dari bahasa Yunani yang dimana an berarti tidak atau
tanpa, dan aesthētos, yang berarti persepsi atau kemampuan untuk merasa. Secara umum
anastesi adalah langkah mengurangi atau menghilangkan rasa sakit ketika melakukan operasi
atau berbagai prosedur, yang dapat memunculkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi
pertama kali digunakan pada tahun 1846 oleh Oliver Wendel Holmes Sr. Anestesi terdiri dari
dua yaitu anestesi lokal dan anestesi umum.
Cara kerja anestesi lokal mencegah penghantaran impuls saraf bila suatu obat digunakan
secara lokal dan kontak dengan jaringan saraf secara langsung. Obat ini dapat mengakibatkan
hilangnya rasa panas, dingin, sentuh, dan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Efek anestesi lokal yang dihasilkan berhubungan erat dengan rute pemberian anestetika
lokal yang diberikan. Salah satu contohnya adalah anestetika lokal dengan rute secara topikal
bisa mencapai ujung saraf sensoris dan kerjanya mencegah penghantaran impuls nyeri pada
serabut saraf tersebut, sehingga dapat terjadi anestesi permukaan. Anestetika lokal dapat juga
diberikan dengan cara diinjeksi ke dalam jaringan yang menyebabkan sensasi pada struktur
disekitarnya hilang. Efek ini disebut dengan anestesia infiltrasi.
Berikut adalah kriteria suatu obat yang akan digunakan sebagai anestesi lokal:
- Tidak merangsang jaringan
- Tidak merusak jaringan secara permanen (iritatif) dan memiliki toksisitas rendah
- Efektif pada penggunaan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir.
- Mulai kerja obatnya sesingkat mungkin, tetapi tahan lama.
- Dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pemanasan
(sterilisasi).
Penggolongan obat anestetika lokal secara kimiawi, yaitu sebagai berikut :
a. Senyawa ester: kokain dan ester PABA (benzokain, prokain, oksibuprokain, tetrakain).
b. Senyawa amida: lidokain dan prilokain, mepivakain, bupivakain dan chincokain
c. Lainnya: fenol, benzilalkohol dan etilklorida.
Obat yang kerjanya terletak pada reseptor tertentu di saluran natrium (sodium channel),
bisa mencegah permeabilitas sel saraf terhadap ion kalium dan natrium meningkat, sehingga
dapat menyebabkan depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf.
Mekanisme utama kerja anestetika lokal adalah dengan menahan “voltage-gated sodium
channels”. Membran akson saraf, membran otot jantung, dan badan sel saraf mempunyai
potensial istirahat -90 sampai -60 mV. Sewaktu eksitasi, lorong sodium ini akan terbuka, dan
berdepolarisasi dengan sangat cepat sampai potensial equilibrium sodium (+40 mV) tercapai.
Depolarisasi mengakibatkan tertutupnya lorong sodium (inaktif) dan terbukanya lorong
potassium. Aliran sisi luar dari repolarisasi potassium mencapai potensial equilibrium
potassium (kira-kira -95 mV). Repolarisasi bertujuan mengembalikan lorong sodium ke fase
istirahat. Gradient ionic trans membran dijaga oleh pompa sodium. Fluks ionic mirip pada otot
jantung, dan anestetik lokal mempunyai efek yang sama di dalam jaringan.
Fungsi dari sodium channel ini dapat diganggu menggunakan beberapa cara. Contoh
toksin biologi seperti batrachotoxin, aconitine, veratridine, dan beberapa bisa kalajengking
berikatan pada reseptor diantara lorong dan mencegah terjadinya inaktivasi. Mengakibatkan
terjadinya pemanjangan influx sodium melalui lorong dan depolarisasi dari potensial istirahat.
axitoxin dan tetrodotoxin akan memblok lorong sodium dengan berikatan dengan chanel
reseptor didekat permukan extracellular. Serabut saraf akan secara signifikan berpengaruh
dengan blockade obat anestesi lokal sesuai dengan ukuran dan derajat mielinisasi saraf.
Pengaplikasian langsung anestetik lokal pada akar saraf, serat B dan C yang kecil diblok
dahulu, kemudian diikuti oleh sensasi lainnya, dan fungsi motorik yang terakhir diblok.
Teknik Pemberian Anestetik Lokal
- Anastesi lokal metode permukaan
Efek anastesi ini tercapai ketika anastetika lokal ditempatkan di daerah yang ingin
dianastesi.
- Anastesi lokal metode regnier
Mata normal apabila disentuh pada kornea akan memberikan respon refleks ocular (mata
berkedip). Jika diteteskan anstestika lokal, respon refleks ocular timbul setelah beberapa
kali kornea disentuh sebanding dengan kekuatan kerja anastetika dan besaran sentuhan
yang diberikan. Tidak adanya respon refleks ocular setelah kornea disentuh 100 kali
dianggap sebagai tanda adanya anastesi total.
- Anastesi lokal metode infiltrasi
Anastetika lokal yang disuntikkan ke dalam jaringan akan mengakibatkan kehilangan
sensasi pada struktur sekitarnya.
- Anastesi lokal metode konduksi
Respon anastesi lokal yang disuntikkan ke dalam jaringan dilihat dari ada/ tidaknya respon
Haffner. Respon Haffner adalah refleks mencit yang apabila ekornya dijepit, maka terjadi
respon angkat ekor/ mencit bersuara.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

a. Anastesi Lokal Metode Permukaan


Hewan coba : Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg
Obat : - Tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
- Tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
Alat : Gunting, aplikator, kotak kelinci, stop watch
b. Anastesi Lokal Metode Regnier
Hewan coba : Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg
Obat : - Tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
- Tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
Alat : Gunting, aplikator, kotak kelinci, stop watch
c. Anastesi Lokal Metode Infiltrasi
Hewan coba : Kelinci (jumlah 1 ekor), bobot tubuh ±1,5 kg
Obat : - Larutan prokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara SC
- Larutan prokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000) sebanyak
0,2 ml secara SC
- Larutan lidokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara SC
- Larutan lidokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000) sebanyak
0,2 ml secara SC
Alat : Gunting, alat cukur, spuit injeksi 1 ml, peniti, kotak kelinci, spidol,
stop watch
d. Anastesi Lokal Metode Konduksi
Hewan coba : Mencit putih, jantan (jumlah 3 ekor), bobot tubuh 20-30 g
Obat : - Larutan prokain HCl 0,5 mg/kgBB mencit secara IV
- Larutan lidokain HCl secara IV
- Larutan NaCl 0,9% secara IV
Alat : Spuit injeksi 1 ml, kotak penahan mencit, pinset, spidol

3.2 Prosedur Percobaan


a. Anastesi Lokal Metode Permukaan
1. Siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator.
2. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip)
dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-0.
CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan aplikator dan ritme harus diatur.
3. Teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci:
a. Mata kanan : tetes mata prokain HCL 2% sebanyak 1-2 tetes
b. Mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
4. Tutup masing-masing kelopak mata kelinci selama satu menit.
5. Cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan
aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-5, 10, 15, 20, 30, 45, 60.
6. Catat dan tabelkan pengamatan.
7. Setelah percobaan di atas selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada kedua mata
kelinci.
b. Anastesi Lokal Metode Regnier
1. Siapkan kelinci. Gunting bulu mata kelinci agar tidak mengganggu aplikator.
2. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip)
dengan menggunakan aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-0.
CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan aplikator dan ritme harus diatur.
3. Teteskan ke dalam kantong konjungtiva kelinci:
a. Mata kanan : tetes mata prokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
b. Mata kiri : tetes mata lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
4. Tutup kelopak mata kelinci selama satu menit.
5. Cek ada/ tidaknya respon refleks ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan
aplikator pada kornea mata secara tegak lurus pada menit ke-8, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 60.
6. Ketentuan metode Regnier:
a. Pada menit ke-8:
- Jika pemberian aplikator sampai 100 kali tidak ada respon refleks okuler  maka
dicatat angka 100 sebagai respon negative.
- Jika pemberian aplikator sebelum 100 kali terdapat respon refleks okuler  maka
dicatat angka terakhir saat memberikan respon sebagai respon negative.
b. Pada menit ke-15, 20, 25, 30, 40, 50, 60:
- Jika pemberian aplikator pada sentuhan pertama terdapat respon refleks okuler 
maka dicatat angka 1 sebagai respon negative dan menit-menit yang tersisa juga
diberi angka 1.
c. Jumlah respon refleks okuler negative dimulai dari menit ke-8 hingga menit ke-60.
Jumlah ini menunjukkan angka Regnier dimana efek anastetika lokal dicapai pada
angka Regnier minimal 13 dan maksimal 800.
7. Setelah percobaan di atas selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada mata kanan
dan kiri kelinci.
8. Catat dan tabelkan pengamatan.
c. Anastesi Lokal Metode Infiltrasi
1. Siapkan kelinci. Gunting bulu punggung kelinci dan cukur hingga bersih kulitnya
(hindari terjadinya luka).
2. Gambar empat daerah penyuntikan dengan jarak ±3 cm.
3. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon getaran otot punggung kelinci dengan
menggunakan peniti sebanyak enam kali sentuhan pada daerah penyuntikan pada menit
ke-0.
CATATAN: Jangan terlalu keras menggunakan peniti dan ritme harus diatur.
4. Suntikkan larutan obat tersebut pada daerah penyuntikan.
5. Cek ada/ tidaknya respon getaran otot punggung kelinci dengan menggunakan peniti
sebanyak enam kali sentuhan pada daerah penyuntikan pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25,
30, 35, 40, 45, 60.
6. Catat dan tabelkan pengamatan.
d. Anastesi Lokal Metode Konduksi
1. Siapkan mencit. Sebelum pemberian obat, cek ada/ tidaknya respon Haffner pada menit
ke-0.
2. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing mencit.
3. Mencit pertama disuntik dengan larutan prokain HCl secara IV.
4. Mencit kedua disuntik dengan larutan lidokain HCl secara IV.
5. Mencit ketiga disuntik dengan larutan NaCl 0,9%.
6. Cek ada/ tidaknya respon Haffner (ekor mencit dijepit lalu terjadi respon angkat ekor/
mencit bersuara) pada menit ke-10, 15, 20, 25, 30.
7. Catat dan tabelkan pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas


Indonesia Press.
2. Katzung, B.G.,1998. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi VI. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal. 351
3. Siswandono dan Soekardjo.B.1995, Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangangga Press.
4. Tim departemen farmakologi FKUI.2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta.
5. Tim pengajar. 2011. Praktikum perkembangan Hewan pemberian Obat pada hewan Uji.
Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Anda mungkin juga menyukai