Anda di halaman 1dari 38

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MIPA


UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

LAPORAN LENGKAP
ANALISIS FARMASI
PERCOBAAN VII : ANALISIS KUALITATIF SENYAWA OBAT
GOLONGAN SISA

OLEH :
GOLONGAN A
ANGKATAN 2020

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
MAKASSAR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Analisis kimia merupakan penggunaan sejumlah teknik dan

metode untuk memperoleh aspek kualitatif, kuantitatif, dan informasi

struktur dari suatu senyawa obat pada khususnya dan bahan kimia pada

umumnya. Dalam analisis kimia yang paling sering digunakan adalah

analisis kimia secara kualitatif dan kuantitatif (Gandjar, 2007).

Analisis kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi

elemen, spesies, dan atau senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel.

Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan dengan cara mengetahui ada

atau tidaknya suatu analit yang dituju dalam suatu sampel (Gandjar,

2007).

Manfaat mempelajari analisis senyawa golongan alkaloid dalam

bidang farmasi yaitu karena alkaloid merupakan suatu senyawa yang

mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu

pada mahluk hidup. Sehingga alkaloid merupakan suatu senyawa yang

sangat penting dalam bidang farmasi khususnya dalam pembuatan obat-

obatan yang digunakan untuk memacu sistem saraf, menaikkan atau

menurunkan tekanan darah, dan melawan infeksi mikroba (Appley, 1980).


B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud percobaan

Maksud percobaan ini adalah menganalisis senyawa obat

golongan alkaloid dengan metode analisis kualitatif.

2. Tujuan Percobaan

a. Untuk mengetahui sifat-sifat umum senyawa obat golongan alkaloid.

b. Untuk menentukan golongan obat alkaloid berdasarkan pereaksi

umum.

c. Untuk menentukan golongan reaksi obat alkaloid berdasarkan pereaksi

spesifik.

C. Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan ini yaitu melakukan uji sesuai dengan golongan

obat untuk mengidentifikasi golongan dengan obat alkaloid dengan

menggunakan pereaksi yang spesifik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

1. Pengertian Alkaloid

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak

ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan

dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian

besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan

monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.

Pengertian lain alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam

bersifat basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya

atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar

heterosiklik atau aromatis dan dalam dosis kecil dapat memberikan efek

farmakologis pada manusia dan hewan. Sebagai contoh, morfina sebagai

pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi

sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina sebagai

stimulan saraf. Selain itu ada beberapa pengecualian, dimana termasuk

golongan alkaloid tapi atom N (Nitrogen) nya terdapat di dalam rantai lurus

atau alifatis (Ikan,1969).

Definisi tunggal untuk alkaloid belum juga ditentukan. Trier

menyatakan bahwa sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan, istilah


yang beragam senyawa alkaloid akhirnya harus ditinggalkan (Hesse,

1981).

Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa

padat, berbentuk kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina

berwarna kuning). Alkaloid sering kali optik aktif, dan biasanya hanya satu

dari isomer optik yang dijumpai dialam, meskipun dalam beberapa kasus

dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu tumbuhan

mengandung satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung

enantiomernya. Ada juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina,

nikotina, dan higrina (Padmawinata, 1995).

2. Prinsip dasar pembentukan alkaloid

Asam amino merupakan senyawa organik yang sangat penting,

senyawa ini terdiri dari amino (NH2) dan karboksil (COOH). Ada 20 jenis

asam amino esensial yang merupakan standar atau yang dikenal sebagai

alfa asam amino alanin, arginin, asparagin, asam aspartat, sistein, asam

glutamat, glutamin, glisin, histidine, isoleusin, leusin, lysin, metionin,

fenilalanine, prolin, serine, treonine, triptopan, tirosine, dan valin. Dari 20

jenis asam amino yang disebutkan diatas, alkaloid diketahui berasal dari

sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan

alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis

isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama

yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich

antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu
senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi

rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat

juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid. Kemudian reaksi yang

mendasari pembentukan alkaloid membentuk basa. Basa kemudian

bereaksi dengan karbon ion dalam kondensasi hingga terbentuklah

alkaloid (Padmawinata, 1995).

Disamping reaksi-reaksi dasar ini, biosintesa alkaloida melibatkan

reaksi-reaksi sekunder yang menyebabkan terbentuknya berbagai jenis

struktur alkaloida. Salah satu dari reaksi sekunder ini yang terpenting

adalah reaksi rangkap oksidatif fenol pada posisi orto atau para dari gugus

fenol. Reaksi ini berlangsung dengan mekanisme radikal bebas. Reaksi-

reaksi sekunder lain seperti metilasi dari atom oksigen menghasilkan

gugus metoksil dan metilasi nitrogen menghasilkan gugus N-metil ataupun

oksidasi dari gugus amina. Keragaman struktur alkaloid disebabkan oleh

keterlibatan fragmen-fragmen kecil yang berasal dari jalur mevalonat, fenil

propanoid dan poliasetat (Padmawinata, 1995).

Dalam biosintesa higrin, pertama terjadi oksidasi pada

gugus amina yang diikuti oleh reaksi Mannich yang menghasilkan

tropinon, selanjutnya terjadi reaksi reduksi dan esterifikasi menghasilkan

hiosiamin (Padmawinata, 1995).

3. Fungsi alkaloid

Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik

perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan


pemakaiannya di bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir

sama sekali kabur. Beberapa pendapat mengenai kemungkinan perannya

dalam tumbuhan sebagai berikut (Padmawinata, 1995).

a) Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan

asam urat dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama

kali, sekarang tidak dianut lagi). Beberapa alkaloid mungkin bertindak

sebagai tempat penyimpanan nitrogen meskipun banyak alkaloid

ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih lanjut meskipun

sangat kekurangan nitrogen.

b) Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari

serangan parasit atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa

peristiwa bukti yang mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin

merupakan konsep yang direka-reka dan bersifat "manusia sentris".

c) Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi

struktur, beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa

alkaloid merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat.

d) Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar

bersifat basa,dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan

kesetimbangan ion dalam tumbuhan.

Salah satu contoh alkaloid yang pertama sekali bermanfaat dalam

bidang medis adalah morfin yang diisolasi tahun 1805. Alkaloid

diterpenoid yang diisolasi dari tanaman memiliki sifat antimikroba.

Solamargine, suatu glikoalkoid dari tanaman berri


solanum khasianum mungkin bermanfaat terhadap infeksi HIV dan infeksi

intestinal yang berhubungan dengan AIDS (Padmawinata, 1995).

Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria,

fungi (jamur),tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya

dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa

pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh alkaloid.

Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa)

pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner tahun 1819,

seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa

yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu

sudah dikenal misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga

sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan

struktur sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada batasan

yang jelas bentuknya (Padmawinata, 1995).

4. Manfaat Alkaloid, Codein dan Teofilin

a. Alkaloid

Alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah menarik

perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan

pemakaiannya di bidang farmasi (Gritter, 1995).

Salah satu contoh alkaloid yang pertama sekali bermanfaat

dalam bidang medis adalah morfin yang diisolasi tahun 1805. Alkaloid

diterpenoid yang diisolasi dari tanaman memiliki sifat antimikroba.

Solamargine suatu glikoalkaloid dari tanaman berri solanum khasianum


mungkin bermanfaat terhadap infeksi HIV dan infeksi intestinal yang

berhubungan dengan AIDS (Gritter, 1995).

Ketika alkaloid ditemukan memiliki efek mikroba termasuk

terhadap gearde dan entamoeba efek anti diare utama mereka

kemungkinan disebabkan oleh efek mereka pada usus kecil berberin

merupakan salah satu alkaloid yang penting yang potensial efektif

terhadap trypanosoma dan plasmodial mekanisme kerja

dari alkaloid kuarter planar aromatik seperti berberin dan Harman

dihubungkan dengan kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan

DNA (Gritter, 1995).

Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah

umum dikenal dalam bidang farmakologi (Gritter, 1995):

Senyawa Alkaloid Aktivitas Biologi


(Nama Trival)
Nikotin Stimulan pada saraf otonom
Morfin Analgetik
Kodein Analgetik, obat batuk
Atropin Obat tetes mata
Skopolamin Sedatif menjelang operasi
Kokain Analgesik
Piperin Antifeedant (bioinsektrisida)
Quinin Obat malaria
Vinkristin Obat kanker
Ergotamin Analgesik pada migraine
Reserpin Pengobatan simptomatis disfungsi
ereksi
Mitraginin Analgesik dan antitusif
Vinblastin Anti neoplastik, obat kanker
Saponin Antibakteri

b. Codein
Kodein adalah alkaloid yang ditemukan dalam opium opium

kopi telah dibudidayakan dan dimanfaatkan sepanjang sejarah manusia

untuk berbagai obat analgesik antitusif dan antidiare dan hipnosis

seperti property terkait dengan keragaman dari komponen aktif

termasuk morfin kodein dan papaverine (Dongoes, 2000).

Kodein adalah alkaloid yang ditemukan dalam opium poopy.

opium poopy telah dibudidayakan dan dimanfaatkan sepanjang sejarah

manusia untuk berbagai obat analgesik antitusif dan antidiare dan

hipnosis seperti properti terkait dengan keragaman dari komponen aktif

termasuk morfin kodein dan papaverine (Dongoes, 2000).

Kodein merupakan produk karena di saluran pencernaan

kodein diubah menjadi bentuk aktifnya yakni morfin dan kodeina -6-

glukoronida sekitar 5 sampai 10% kodein akan diubah menjadi morfin

sedangkan sisanya akan menjadi bentuk yang bebas atau terkonjugasi

dan berbentuk kodeina -6-glukorodida 70% norcodeinna 10%

hidromorfona 1%. Seperti halnya obat golongan opiat lainnya kodein

dapat menyebabkan ketergantungan fisik namun efek ini relatif sedang

bila dibandingkan dengan senyawa golongan opiat lainnya (Dongoes,

2000).

c. Teofilin

Teofilin merupakan obat yang termasuk golongan obat

stimulansia pada umumnya ada dua mekanisme yaitu: memblokade

sistem penghambatan dan meninggikan perangsangan sinaps. Sensasi


yang ditimbulkan akan membuat otak lebih jernih dan bisa berpikir lebih

fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk berpikir berat dan bekerja

keras, namun akan muncul kondisi arogan yang tanpa sengaja muncul

akibat penggunaan zat ini. Pupil akan berdilatasi (melebar). Nafsu

makan akan sangat ditekan. Hasrat ingin pipis juga akan ditekan.

Tekanan darah bertendensi untuk naik secara signifikan. Secara

mental, pengguna akan mempunyai rasa percaya diri yang berlebih dan

merasa lebih senang ( Sunaryo, 1995).

Menurut beberapa jurnal penelitian, dalam melakukan analisis

kualitatif senyawa alkaloid dilakukan menggunakan beberapa pereaksi

yaitu pereaksi mayer, drugendorf, wagner, dan pereaksi bouchard.

Menurut jurnal uji alkaloid dilakukan dengan metode Mayer,

Wagner dan Dragendorff. Sampel sebanyak 3 mL diletakkan dalam cawan

porselin lalu ditambahkan 5 mL HCl 2 M , diaduk dan kemudian

didinginkan pada temperatur ruangan. Setelah sampel dingin ditambahkan

0,5 g NaCl lalu diaduk dan disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan

HCl 2 M sebanyak 3 tetes , kemudian dipisahkan menjadi 4 bagian A, B,

C, D. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambah pereaksi Mayer, filtrat C

ditambah pereaksi Wagner, sedangkan filtrat D digunakan untuk uji

penegasan. Apabila terbentuk endapan pada penambahan pereaksi

Mayer dan Wagner maka identifikasi menunjukkan adanya alkaloid. Uji

penegasan dilakukan dengan menambahkan amonia 25% pada filtrat D

hingga PH 8-9. Kemudian ditambahkan kloroform, dan diuapkan diatas


waterbath. Selanjutnya ditambahkan HCl 2M, diaduk dan disaring.

Filtratnya dibagi menjadi 3 bagian. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B diuji

dengan pereaksi Mayer, sedangkan filtrat C diuji dengan pereaksi

Dragendorff. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya alkaloid

(Soerya, 2005).
B. Uraian Bahan

1. Aquadest (FI III: 96)

Nama resmi : AQUA DESTILLATIA

Nama lain : Aquadest, Air suling

RM/BM : H2O / 18,02 g/mol

Rumus bangun :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

berasa

Kelarutan : Larut dalam semua pelarut

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

2. Asam klorida (FI V: 156)

Nama resmi : HYDROCHLORIC ACID

Nama lain : Asam klorida

RM/BM : HCl / 36,46 g/mol

RB : H-Cl

Pemerian : Cairan tidak berwarna; berasap; bau merangsang.

Jika diencerkan dengan 2 bagian volume air, asap

hilang. Bobot jenis lebih kurang 1,18


Kelarutan : Larut dalam etanol, dalam asam asetat, tidak larut

dalam air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pelarut

3. Asam sulfat (FI VI: 200-201)

Nama resmi : SULFURIC ACID

Nama lain : Asam sulfat

RM/BM : H2SO4 / 98,07 g/mol

RB :

Pemerian : Cairan jernih seperti minyak; tidak berwarna; bau

sangat tajam dan korosif, bobot jenis lebih kurang

1,84

Kelarutan : Bercampur dengan air dan dengan etanol, dengan

menimbulkan panas

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pereaksi

4. Amonium hidroksida (FI III: 127)

Nama resmi : AMONIA HYDROKSIDA

Nama lain : Amonia hidroksida

RM/BM : NH4OH / 35,04 g/mol


RB :

[O–H]
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, bau khas menusuk

kuat

Kelarutan : Mudah larut dalam air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pereaksi

5. Besi (III) Klorida (FI III: 164)

Nama resmi : FERRI CHLORIDUM

Nama lain : Besi (III) klorida

RM/BM : FeCl3 / 162,3 g/mol

RB :

Pemerian : Hablur atau hablur hitam, berwarna jingga dan

garam hidrat yang tidak berpengaruh oleh

kelembaban

Kelarutan : Larut dalam air, larutan berpotensi berwarna jingga

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pereaksi

6. Codein (FI IV: 251)

Nama resmi : CODEINUM


Nama lain : Kodein

RM/BM : C18H21NO3.H2O / 317,38 g/mol

RB :

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur berwarna

putih

Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam air mendidih

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai sampel

7. Etanol (FI III: 65)

Nama resmi : AETHANOLUM

Nama lain : Etanol

RM/BM : C2H5OH / 46,07 g/mol

RB :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap,

dan mudah terbakar

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam eter, dalam kloroform P,

dan dalam eter P


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

8. Natrium hidroksida (FI III: 421)

Nama resmi : NATRII HYDROCHLORIDUM

Nama lain : Natrium hidroksida

RM/BM : NaOH / 40,00 g/mol

RB : Na-OH

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping,

rapuh mudah meleleh

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol

(95%) P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

9. Teofilin (FI III: 397)

Nama resmi : THEOPHYLINUM

Nama lain : Teofilin

RM/BM : C7H8O3.H3O / 198,18 g/mol

RB :

Pemerian : Serbuk halus, putih, tidak berwarna (putih), tidak


berbau, pahit, mantap diudara

Kelarutan : Sukar larut dalam air, lebih mudah larut dalam air

panas

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai sampel

10. Perak nitrat (FI VI: 1373)

Nama resmi : SILVER NITRATE

Nama lain : Perak nitrat

RM/BM : AgNO3 / 169,87 g/mol

RB :

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau putih, bila dibiarkan

terpapar cahaya dengan adanya zat organik

menjadi berwarna abu-abu atau hitam keabu-

abuan, pH larutan lebih kurang 5,5.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, terlebih dalam air

mendidih, agak sukar larut dalam etanol mendidih,

sukar larut dalam eter

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya

Kegunaan : Sebagai pereaksi


BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu, cawan porselin,

gelas kimia, pipet tetes, pinset, rak tabung reaksi, spiritus, dan tabung

reaksi.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu, aquadest

(H2O), asam klorida (HCl), asam sulfat (H 2SO4), amonium hidroksida

(NH4OH), besi (III) klorida (FeCl 3), codein (C18H21NO3.H2O), etanol

(C2H5OH), frohde, natrium hidroksida (NaOH), marquis, roux, theophylin

(C7H8O3.H3O), dan perak nitrat (AgNO3).

B. Cara Kerja

1. Uji organoleptik

Disiapkan alat dan bahan, lalu diambil sampel murni ke dalam

cawan porselin, kemudian diamati bau, rasa, bentuk dan warna lalu dicatat

hasilnya.

2. Uji kelarutan
Disiapkan alat dan bahan, lalu dimasukkan sampel murni ke

dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan pelarut air panas sebanyak 2

mL, lalu diamati kelarutannya. Diulangi dengan menggunakan pelarut

yang berbeda yaitu air dingin, HCl, NaOH, dan etanol, lalu dicatat

hasilnya.

3. Uji pemijaran

Disiapkan alat dan bahan, lalu diambil sampel murni dengan

pinset, lalu dipijarkan diatas api menyala, kemudian diamati bau uap,

warna uap, dan sifat lelehnya, lalu dicatat hasilnya.

4. Reaksi spesifik

a. Codein

Disiapkan alat dan bahan, lalu dimasukkan sampel murni ke

dalam 5 tabung reaksi dan sampel sediaan ke dalam 5 tabung reaksi,

kemudian ditambahkan pereaksi yang berbede dalam setiap 5 tabung

reaksi masingmasing sampel yaitu pereaksi frohde, marquis, FeCl 3,

H2SO4+FeCl3, dan NH4OH pekat, lalu diamati perubahan warna yang

terjadi dan dicatat hasilnya.

b. Theophylin

Disiapkan alat dan bahan, lalu dimasukkan sampel murni ke

dalam 2 tabung reaksi dan sampel sediaan ke dalam 2 tabung reaksi

kemudian ditambahkan pereaksi yang berbeda dalam 2 tabung masing

masing sampel yaitu pereaksi NH4OH + AgNO3, dan pereaksi roux lalu

diamati perubahan dan catat hasilnya.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tabel Pengamatan

1. Uji Organoleptik

Sampel Bentuk Rasa Bau Warna

Codein Serbuk Sangat pahit Bau khas Putih

Theophylin Serbuk halus Pahit Tidak berbau Putih

2. Uji Kelarutan

Sampel Air panas Air dingin HCl NaOH Etanol

Codein Larut Larut Larut Larut Tidak larut

Theophylin Larut Tidak larut Larut Larut Larut

3. Uji Pemijaran

Sampel Warna uap Bau uap Sifat leleh

Codein Putih Bau khas Sukar leleh

Theophylin Putih Bau khas Sukar leleh


4. Reaksi Spesifik

a. Codein

1) Sampel murni

Sampel Pereaksi Hasil

Frohde Warna kuning

Marquis Warna ungu

Codein FeCl3 Warna putih

H2SO4+FeCl3 Warna hijau

NH4OH pekat Warna putih

2) Sampel sediaan

Sampel Pereaksi Hasil

Frohde Warna hijau

Marquis Warna ungu

Codein FeCl3 Warna kuning

H2SO4+FeCl3 Warna kuning

NH4OH pekat Warna putih


b. Theophylin

1) Sampel murni

Sampel Pereaksi Hasil

Theophylin NH4OH + AgNO3 Endapan putih

Roux Warna hijau

2) Sampel sediaan

Sampel Pereaksi Hasil

Theophylin NH4OH + AgNO3 Endapan putih

Roux Warna putih


B. Pembahasan

Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa nitrogen yang

kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tumbuh-tumbuhan (tetapi tidak

mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan) (Hersipa, 2011).

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui sifat – sifat

umum senyawa obat golongan alkaloid, untuk menentukan golongan obat

alkaloid berdasarkan pereaksi umum, dan untuk menentukan golongan

reaksi obat alkaloid berdasarkan pereaksi spesifik.

Percobaan ini dilakukan pengujian golongan senyawa obat

alkaloid dengan sampel kodein dan teofilin dengan uji organoleptik, uji

kelarutan, uji pemijaran, dan reaksi spesifik.

Uji organoleptik bertujuan untuk menetapkan mutu produk atau

berdasarkan farmakope indonesia. Hasil yang diperoleh sampel murni

kodein yaitu serbuk berwarna putih, bau khas, dan rasa pahit.

Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan kodein berbentuk

hablur tidak berwarna atau serbuk hablur berwarna putih dan tidak berbau.

Sedangkan pada sampel murni teofilin didapatkan hasil yaitu serbuk halus

berwarna putih, tidak berbau dan rasa sangat pahit. Hal ini telah sesuai
dengan literatur yang menyatakan teofilin berbentuk serbuk halus tidak

berbau, pahit, dan mantap di udara (Ditjen POM, 1979; Ditjen POM, 1995).

Uji kelarutan bertujuan untuk mengetahui jumlah zat yang dapat

larut dengan pelarut tertentu. Hasil yang di peroleh sampel murni kodein

yaitu larut dalam air panas, air dingin, HCl, NaOH dan tidak larut dalam

etanol. Hal ini telah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa

kodein sukar larut dalam air, larut dalam air mendidih. Sedangkan hasil

yang diperoleh sampel murni teofilin yang larut dalam air panas HCl,

NaOH etanol dan tidak larut dalam air dingin. Hal ini tidak sesuai dengan

literatur yang menyatakan bahwa teofilin lebih mudah larut dalam air

panas, sukar larut dalam etanol (95%) P mudah larut dalam alkali

hidroksida dan amonia encer P (Ditjen POM, 1979; Ditjen POM, 1995).

Uji pemijaran bertujuan untuk mengetahui jumlah zat yang hilang

atau menguap pada saat dipijarkan. Hasil yang diperoleh sampel murni

codein yaitu bau khas, berwarna putih, dan sukar leleh. Hal ini tidak sesuai

dengan literatur yang menyatakan bahwa sisa pemijaran kodein ini tidak

kurang 0,10% yang artinya mudah meleleh. Sedangkan sampel murni

teofilin diperoleh hasil yaitu bau khas, uap berwarna putih, sukar leleh. Hal

ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa teofilin memiliki

sisa pemijaran kurang dari 0,1% artinya mudah meleleh (Ditjen POM,

1979)

Uji reaksi spesifik bertujuan untuk mengetahui reaksi senyawa

atau sampel menggunakan pereaksi yang sesuai titik pada sampel codein
murni dan sediaan. Codein murni direaksikan dengan pereaksi frohde

menghasilkan warna kuning sedangkan codein sediaan berwarna hijau.

Hal ini telah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa ketika

kodein direaksikan dengan pereaksi frohde akan menghasilkan warna

kuning, hijau, biru karena terjadi reaksi antara atom H pada alkaloid

dengan asam kuat pada pereaksi frohde (Fernando, 2019).

Reaksi yang terjadi (Soeraya, 2005):

+ Pereaksi marquis → Warna kuning, hijau, biru

(Codein)

Pada sampel kodein murni dan kodein sediaan direaksikan

dengan pereaksi Marquis didapatkan hasil yang sama yaitu berwarna

ungu. Hal ini telah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kodein

dengan pereaksi Marquis (formaldehid ditambah H 2SO4) menghasilkan

warna ungu dalam waktu singkat, karena dua molekul dari sifat morfin

(kodein) molekul formaldehid melalui dua substitusi elektron dan cincin

fenol dan derivat akan berbentuk oxonium (Fernando, 2019).

Reaksi yang terjadi (Soeraya, 2005):

+ Pereaksi marquis → Warna ungu

(Codein)
Pada sampel murni codein dan sampel sediaan codein

direaksikan dengan FeCl3 didapatkan hasil sampel murni kodein berwarna

putih dan sampel sediaan kodein berwarna kuning. Hal ini tidak sesuai

dengan literature yang menyatakan bahwa kodein sediaan direaksikan

dengan FeCl3 menghasilkan warna kuning (Fernando, 2019).

Reaksi yang terjadi (Soeraya, 2005):

+ → Warna kuning

(Codein) (Besi(III)Klorida)

Pada sampel murni kodein dan sampel kodein sediaan

direaksikan dengan H2SO4 dan FeCl3 didapatkan hasil sampel murni

kodein berwarna hijau dan sampel codein sediaan berwarna kuning. Hal

ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa reaksi umum

codein bereaksi dengan H2SO4 dan FeCl3 menghasilkan warna biru,

karena FeCl3 mempertegas warna dan H2SO4 tidak berubah warna

(Fernando, 2019).

Reaksi yang terjadi (Soeraya, 2005):

+ + → Warna biru
(Codein) (Asam Sulfat) (Besi(III)Klorida)

Pada sampel murni codein dan sampel sediaan codein

direaksikan dengan NH4OH pekat didapatkan hasil yang sama yaitu

berwarna putih, hal ini tidak sesuai dengan literature yang menyatakan

bahwa antara codein dan NH4OH pekat menghasilkan warna merah

(Fernando, 2019).

Reaksi yang terjadi (Soeraya, 2005):

+ [O – H ] → Warna merah

(Codein) (Amoium hidroksida)

Pada sampel teofilin murni dan teofilin sediaan direaksikan

dengan NH4OH dan AgNO3 menghasilkan endapan putih. Hal ini tidak

sesuai dengan literatur yang menyatakan dengan penambahan amonia

akan berubah menjadi garam amonium yang berwarna violet (Fernando,

2019).

Reaksi yang terjadi (Soeraya, 2005):

+ + → Violet
(Codein) (Amonium hidroksida) (Perak nitrat)

Pada sampel murni Teofilin dan sampel sediaan teofilin

direaksikan dengan pereaksi roux didapatkan hasil sampel murni teofilin

berwarna hijau. Pada sampel sediaan teofilin berwarna putih. Pada

sampel murni telah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa

ketika teofilin bereaksi antara ion kation pada reaksi roux berwarna hijau

stabil (Ganjar, 2007).

Reaksi yang terjadi (Soeraya, 2005):

+ Pereaksi roux → Warna hijau stabil

(Teofilin)
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa :

a. Alkaloid adalah golongan senyawa basa nitrogen yang kebanyakan

heterosiklik dan terdapat di tumbuh-tumbuhan (tetapi ini tidak

mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan).

b. Pada uji organoleptik sampel kodein serbuk putih, pahit, bau khas dan

sampel teofilin serbuk hablur putih, sangat pahit, tidak berbau. Uji

kelarutan kodein tidak larut dalam air dingin dan kodein tidak larut

dalam etanol. Uji pemijaran kodein dan teofilin sukar meleleh.


c. Pada reaksi spesifik sampel kodein direaksikan dengan frohde

didapatkan hasil pada sampel murni berwarna kuning dan sediaan

berwarna hijau, dengan marquis sampel murni dan sediaan berwarna

ungu, dengan FeCl3 sampel murni berwarna putih dan sediaan

berwarna kuning, dengan H2SO4+FeCl3 sampel murni berwarna hijau

dan sediaan berwarna kuning, dengan NH4OH sampel murni dan

sediaan berwarna putih. Sedangkan pada sampel teofilin direaksikan

dengan NH4OH+AgNO3 menghasilkan sampel murni dan sediaan

berubah menjadi endapan putih, dengan pereaksi roux sampel murni

berwarna hijau dan sediaan berwarna putih.

B. Saran

Sebaiknya alat dan bahan dilaboratorium lebih dilengkapi lagi agar

jalannya praktikum setiap percobaan dapat berjalan dengan lancar, serta

ruangan untuk dibuka saja jendelanya agar ada udara masuk karena

terlalu panas.
LAMPIRAN

A. Gambar

1. Uji Organoleptik

Codein Theophylin

2. Uji Kelarutan

a b c d e a b c d e
Codein Theophylin
Keterangan: Keterangan:
a. Air dingin a. Air dingin
b. Air panas b. Air panas
c. HCl c. HCl
d. NaOH d. NaOH
e. Etanol e. Etanol

3. Uji Pemijaran

Codein Theophylin

4. Reaksi Spesifik

a. Codein

a b c d e a b c d e
Sampel murni Sampel sediaan
Keterangan : Keterangan:
a. Frohde a. Frohde
b. Marquis b. Marquis
c. FeCl3 c. FeCl3
d. H2SO4 + FeCl3 d. H2SO4 + FeCl3
e. NH4OH pekat e. NH4OH pekat

b. Theophylin

a
b a b

Sampel murni Sampel sediaan


Keterangan: Keterangan:
a. NH4OH + AgNO3 a. NH4OH + AgNO3
b. Roux b. Roux
B. Pembuatan pereaksi

1. Pereaksi Marquis

• Komposisi:

Formaldehide 40% 2 tetes

H2SO4 3 mL

• Cara pembuatan:

Dicampur formaldehide 40% sebanyak 2 tetes dengan H 2SO4 sebanyak

3 mL

2. Pereaksi

Frohde

• Komposisi:

Asam sulfat pekat (95-98%) 100 mL

Natrium molibdat 0,5 g

• Cara pembuatan:

100 mL asam sulfat pekat (95-98%) panaskan ke dalam 0,5 g natrium

molibdat.
3. Pereaksi Roux

• Komposisi:

Na.nitroprusid 10 gr

Aquadest 100 mL

NaOH 2 mL

KMn04 5 mL

• Cara pembuatan:

Dilarutkan Na.nitroprusid dengan aquadest kemudian ditambahkan NaOH

dan KMn04, akan terbentuk endapan. Di saring, di masukkan dalam botol

coklat.
DAFTAR PUSTAKA

Fernando, A., 2014. Reaksi Identifikasi Alkaloid. Sekolah Tinggi Ilmu


Farmasi: Riau.

Appley, A.G.; Solomon, 2010. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley.


Jakarta: Widya Medika.

Ditjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI: Jakarta

Ditjen POM, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI: Jakarta

Ditjen POM, 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Depkes RI: Jakarta

Ditjen POM, 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Depkes RI: Jakarta

Dongoes, E.; Marikya, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC,


Penerbit Buku Kedokteran, Edisi 2; Jakarta.

Gandjar.; Ibnu, G.; Rohman Abdul, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.

Gritter, R. J.; Bobbit, J.M.; Schwarting, A.E, 1995. Pengantar


Kromatografi, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Edisi
II, 107, Penerbit ITB, Bandung.

Hersipa, 2011. Isolasi Alkaloid dari Daun Belintus. Pustaka. ITS:


Surabaya.
Hesse, M., 1981. Alkaloid Chemistry. Toronto:John Wiley and Sons, Inc.

Ikan, R., 1969. Natural Product A Laboratory Guide. Jerussalem: Israel:


Universities Press.

Soeraya, 2005. Pengantar Ilmu Kimia. Gramedia:Jakarta.

Soerya Dewi Marliana, dkk., 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis


Krematografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam
(Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.

Sunaryo, 1995. Perangsang Susunan Saraf Pusat, dalam Ganiswara, S.


G., (Ed), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Fakultas Kedokteran
UI, Jakarta.

Padmawinata, K., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung:


Penerbit ITB (Terjemahan dari Robinson, T. 1991. The organic
Constituens of Higher Plant, 6 th edition).

Anda mungkin juga menyukai