Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PERCOBAAN VII
UJI EFEK DIURETIK

Disusun oleh :

Golongan B-1 Kelompok 3

Nama (NIM) : Nabila Fasya (G1F014024)

Yulia (G1F014026)

Oviana Rizqi (G1F014028)

Putri Dewi Riaayah (G1F014030)

Tanggal Praktikum : 4 Juni 2015

Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Ika Mustianingtias, M.Sc.,Apt.

Nama Asisten Praktikum : Feby Fitria Noor

Dyah Ayu Wulandari

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam mempertahankan homeostatis, ekskresi air dan elektrolit pada asupan
harus melebihi ekskresi karena sebagian dari jumlah air dan elektrolit tersebut akan diikat
dalam tubuh. Jika asupan kurang dari ekskresi maka jumlah zat dalam tubuh akan
berkurang. Kapasitas ginjal untuk mengubah ekskresi natrium sebagai respont terhadap
perubahan asupan natrium akan sangat besar. Hal ini sesuai untuk air dan kebanyakan
elektrolit lainnya seperti klorida, kalium, kalsium, hidrogen, magnesium, dan fosfat.
Obat diuretik adalah sekelompok obat yang dapat meningkatkan laju
pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan
adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel
menjadi normal. Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran
urine disebut Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang
menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih
banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara
pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam
tubulus menjadi meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air
lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan
demikian diuretic meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta
komposisi ion didalam urine dan darah.
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli
(gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli bekerja
sebagai saringan halus yang menyaring darah. Di dalam darah terkandung garam, air, dan
glukosa. filtrat yang diperoleh mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di
wadah, yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan
kemudian disalurkan ke pipa kecil yaitu ke tubulus proksimal. Di sini terjadi peristiwa
reabsorbsi secara aktif dari air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti
glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah
melalui kapiler yang mengelilingi tubuli, sisanya yang tak berguna seperti ”sampah”
perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali.
Hasilnya urine akan diserap kembali di tubulus distal dan dikumpulkan di duktus
kolektivus dan ditimbun di kandung kemih sebagai urin sesungguhnya. Ada 5 jenis obat
diuretik yaitu diuretik osmotik, inhibitor karbonik anhidrase, loop diuretik (diuretik kuat),
tiazid dan diuretik hemat kalium (potassium sparing diuretik).

B. TUJUAN PERCOBAAN
Mengenal, mempraktikkan dan membandingkan efek diuretikdari furosemid,
hidroklortiazid, dan spironolakton.

C. DASAR TEORI
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air
dan natrium klorida. Secara normal, reabsobsi garam dan air dikendalikan masing –
masing oleh aldosteron vasopiesin (hormon antidiuretik, ADH). Sebagian basar diuretik
bekarja dengan menurukan reabsorbsi elektrolit oleh tubulus. Ekskresi elektolit yang
meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang penting untuk mempertahankan
keseimbangan osmotik. Diuretik digunakan untuk mengurangi udema pada gagal jantung
kongesif, beberapa penyakit ginjal, dan sirosis hepatis (Neal,2010).
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik :
 Tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yangbekerja pada daerah yang reabsorbsi
natrium sedikit, akanmemberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diure-
tik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak.
 Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasijantung, sirosis hati, gagal ginjal.
Dalam keadaan ini akanmemberikan respon yang berbeda terhadap diuretik.
 Interaksi antara obat dengan reseptor.
Obat Tempat kerja utama Cara kerja
Diuretic a. Tubuli prroksimal Penghambat reabsorbsi Na & air melalui
osmotic daya osmotik.

Penghambat reansorbsi Na & air oleh


b. Ansa henle
karena hipertonisitas daerah medulla
desenden
menurun.
Penghambat reansirbsi Na & air oleh
c. Duktus koligenesis
karena penghambat ADH.

Penghambat Tubuli proksimal Penghambat terhadap reabsorbsi HCO3-,


e-anhidrase H+, dan Na.
Tiazida Hulu tubuli distal Penghambat terhadap reabsorbsi natrium
klorida.
Diuretic -hilir tubuli distal & - penghambat antiport N+ / K+ (reabsorbsi
hemat kalium duktus koligentes daerah natrium dan sekresi kalium) dengan jalan
korteks. antagonism (spironolakton) atau secara
langsung (triamteren dan amiloria)
-ansa henle
Diuretic kuat
asenden bagian epitel - penghambatan terhadap kontraseptor
tebal. Na+/K+/cL-

( Gunawan, salistia Gan, 2007)

Penggolongan Obat

Pada umumnya, diuretika dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu :

1. Diuretik kuat
Berkhasiat kuat dan agak pesat tetapi agak singkat (4-6 jam) dan terutama digunakan
pada keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru – paru. Diuretic kuat terutama
bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi elektrolit Na 2+/K2+/2CL- di ansa henle
asendens bagian epitel tebal; tempat kerjanya di permukaan sel epitel bagian luminal
( yang menghadap ke lumen tubuli). Misalnya : Furosemid, Bumetanida, dan
etarkrinat.
Dosis : Asam etakrinat. Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg per
hari. Sediaan IV berupa Na-etakrinal, dolsisnya 50mg atau 0,5-1 mg/kgBB.
Furosemid. Obat ini tersedia dalam bentuk tabletb20, 40, 80 mg dan preparat
suntikan. Umumnya pasien membutuhkan kurang dari 600 mgg/hari. Dosis anak 2
mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB. Bumetanid. Tablet 0,5
dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0,5-2 mg sehari. Dosis maksimal perhari
10mg. obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk injeksi dengan dosis IV atau IM
dosis awal atara 0,5-1 mg: dosis diulang 2-3 jam maksimum 10 mg/hari
Efek samping : toksisitas, nefritis interstisialis alergik, dan ketulian sementara.
2. Derivat Tiazid
Efeknya lebih lemah dan lembut tapi juga lebih lama (6-48 jam) dan terutama
digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Bekerja pada
tubulus kontrotus dustal ginjal sesudah ansa henle dengan meningkatkab ekskresi
sesudah ansa henle dengan meningkatkan sekresi natrium klorida dan air. Misalnya :
Hidroklorotiazid, Klortalidon, mefrosida, Indapamida, Xipamida dan kropamida.
Dosis : Hidroklortiazid. Tablet 250 dan 50 mg digunakan dalam dosis 25-100
mg/hari dengan lama kerja 6-12 jam. Klorotiazid. Tablet 250 dan 500 mg digunakan
dalam dosis 500-2000 mg/hari dengan lama kerja 6-12 jam.
Efek samping : pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, peningkatan kadar
kolesterol dan trigliserid plasma.
3. Diuretik hemat Kalium.
Efek obat ini lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya
untuk menghambat ekskresi kalium. Aldosterem menstimulasi reabsorbsi Na dan
ekskresi kalium. Proses ini di hambat secara kompetitif (saingan) oleh antagonis dan
aldosterm. Diuretic hemat kalium bekerja pada tubulus distal ginjal untuk
meningkatkan ekskresi natrium dari air dan resistensi kalium. Misalnya : Antagonis
aldosteron (spironolakton ), amilomida, dan triamteren.
Dosis : Spironolakton terdapat dlam bentuk tablet 25,50 dan 100 mg. dosis dewasa
berkisar antara 25-200 mg, tetapi dosis efektif sehari-hari rata-rata 100 mg dalam dosis
tunggal atau terbagi. terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara sprironolakton 25
mg dan hidroklorotiazid 25 mg dan, serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid
2,5 mg. Triameteren tersedia sebagai kapsul dari 100 mg. dosisnya 100-300 mg
sehari. Untuk tiap penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri. Amilorid
dalam bentuk tablet 5 mg. dosis sehari sebesar 5-10 mg.
Efek samping : hiperkalemia yang sering terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama
dengan asupan kalium yang berlebihan.
4. Diuretika Osmotis.
Hanya direabsorpsi sedikit atau ditubuli hingga reabsorpsi air juga terbatas. Efeknya
adlah diuresis osmotis dengan ekskresi air tinggi dan relative sedikit ekskresi. Diuretic
osmotic bekerja meningkatkan osmolabilita (konsentrasi) plasma dan cairan dalam
tubulus ginjal natrium, kalium dan air di ekskresikan. Misalnya : Manitol dan Sorbitol.
Dosis : Manitol. Untuk suntikan intravena digunakan larutan 5-25% dengan volume
antara 50-1000 ml. Dosis untuk menimbulkan diuresis adalah 50-200g yang diberikan
dalam cairan infus selama 24 jam dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga
diperoleh diuresis sebanyak 30-50ml per jam. Untuk penderita dengan oliguria hebat
diberikan dosis percobaan yaitu 200mg/kgBB yang diberikan melalui infus selama 3-5
menit. Bila dengan 1-2 kali dosis percobaan diuresis masih kurang dari 30ml per jam
dalam 2-3 jam, maka status pasien harus di evaluasi kembali sebelum pengobatan
dilanjutkan. Isosorbid. Diberikan secara oral untuk indikasi yang sama dengan
gliserin. Efeknya juga sama, hanya isosorbid menimbulkan diuresis yang lebih besar
daripada gliserin, tanpa menimbulkan hiperglikemia. Dosis berkisar antara 1-3g/kgBB,
dan dapat diberikan 2-4 kali sehari.
5. Perintang – karbonhidrase
Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase ditubuli proksimal sehingga disamping
karbonat, juga Nadan K diekskresi lebih banyak bersamaan dengan air. Misalnya :
asetazolamid, Diklorofenamid , metazolamid.
Dosis : Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg untuk
pemberian oral. Dosis antara 250-500 mg per kali, dosis untuk chronic simple
glaucoma yaitu 250-1000 mg per hari.
Efek samping : Mual, muntah, diare, gangguan rasa, depresi, poliurea, menurunkan
libido, gangguan elektrolit dan asidosis
(Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja 2002, hal 490).
BAB II
ALAT DAN BAHAN

A. ALAT
Alat – alat yang digunakan pada praktikum ini adalah spuit injeksi (0,1-1 ml),
jarum sonde, urine volumeter, timbangan tikus, neraca analitik, dan alat – alat gelas
lainnya.

B. BAHAN
Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquabidest,
furosemid, hidroklortiazid, spirolonakton, hewan coba (tikus), serta kapas dan alkohol.
BAB III
CARA KERJA
Toksisitas adalah sejauh mana suatu zat kimia atau campuran zat tertentu dapat merusak
suatu organisme . [1] Toksisitas dapat mengacu pada efek pada keseluruhan organisme,
seperti hewan , bakteri , atau tumbuhan , serta efek pada substruktur organisme,
seperti sel ( sitotoksisitas ) atau organ seperti hati . ( hepatotoksisitas ).
Alat dan Bahan
Disiapkan
Tiga ekor tikus
Masing – masing kelompok diperoleh 3 tikus
Ditimbang masing – masing bobotnya
Larutan stock
Dihitung dosis konversinya
Dibuat larutan stocknya
Diinjeksikan ke hewan uji secara per oral

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV


Diberi Diberi Diberi Diberi
furosemid spironolakton hidroklortiazid aquabidest
160mg/70kgb 200mg/70kgb 100mg/70kgbb secara p.o
b secara p.o b secara p.o secara p.o (kontrol)

Diletakkan dalam urine volumeter selama 2


jam.
Diamati dan dicatat volume urine yang
dikeluarkan selama 4 jam.
Hasil
BAB IV
PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN

A. Pembagian perlakuan tiap kelompok


KELOMPOK DIURETIK
1 Furosemid
2 Hidroklortiasid
3 Aquadest
4 Spironolacton

B. Perhitungan volume pemberian


1) Furosemid
Dosis konversi 0,018 x 80mg = 1,44 mg / 200 gr
p.o 7,2 mg / kg = 7,2mg / 5ml
Larutan stok 14,4 / 10ml
Berat tablet 0,1673 gr = 167,3 mg
14 , 4
Tablet yang dibutuhkan x 117,3 mg = 60,228 mg = 0,006gr
40
180
Yang diberikan ke tikus x 5 ml=3 ml
200

2) Hidroklortiasid
Dosis konversi 0,018 x 50 = 0,9mg / 200gr
p.o 4,5 mg/kg = 4,5 mg/ 5ml
Larutan stok 9mg / 10ml
Berat tablet 0,231gr
9
Tablet yang dibutuhkan x 0,231 = 0,08316 gr
25
Berat kertas perkamen 0,149gr
Tablet yang diambil 0,23216gr
200
Yang diberikan ke tikus x 5 ml=5 ml
200
3) Aquadest
230
x 5=5 , 75 ml
200

4) Spironolacton
Dosis konversi 0,018 x 100 = 1,8 mg / 200gr
p.o 1,8 mg/ 5ml
Larutan stok 3,6 mg / 10ml
3 ,6
Yang dibutuhkan x 645,9 = 23,252 mg
100 mg
190
Yang diberikan ke tikus x 5=4 , 75 ml
200

C. Hasil uji diuretic


Kelompok Perlakuan Volume urin (ml) Daya diuretic %
1 Furosemid - -
2 Hidroklortiasid 4ml 37,9%
3 Aquadest 2,9ml 0
4 Spironolacton - -

D. Analisis data
a) Hidroklortiasid
P−K
% Daya diuretic = [ x 100 % ]
K
4−2, 9
[ x 100 % ] = 37,9%
2,9
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini merupakan pengujian obat-obat yang berkhasiat sebagai diuretik.
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin sehingga
mempercepat pengeluaran urine dari dalam tubuh. Fungsi utama diuretic adalah untuk
memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa
sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal.Berdasarkan mekanisme kerjanya,
secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu diuretik osmotik yaitu
yang bekerja dengan cara menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorbsi ion
dalam ginjal dan penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal, seperti
diuretiktiazid (menghambat reabsorbsi natrium dan klorida pada ansa Henle parsascendens),
Loop diuretik (lebih poten dari pada tiazid dan dapat menyebabkan hipokalemia), diuretik
hemat kalium (meningkatkan ekskresi natrium sambil menahan kalium).
Obat-obatan yang digunakan pada praktikum kali ini ialah furosemid, hidroklortiasid,
spironolacton dan kontrolnya menggunakan aquadest. Sebagaimana halnya yang diketahui
bahwa furosemid merupakan obat diuretic golongan diuretic kuat dengan mekanisme kerja
menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal. Furosemida meningkatkan pe
ngeluaran air, natrium, klorida, kalium dan tidak mempengaruhi tekanan darah yang normal.
Hidroklortiasid merupakan golongan benzotiadiazida dengan mekanisme kerjanya adalah
menghambat ginjal untuk menahan cairan. Spironolacton merupakan golongan diuretic hemat
kalium dengan mekanisme kerjanya berkompetisi dengan aldosteron pada reseptor di tubulus
ginjal distal, meningkatkan natrium klorida dan ekskresi air selama konversi ion kalium dan
hidrogen, juga dapat memblok efek aldosteron pada otot polos arteriolar.
Aquadest sebagai control dengan jumlah frekuensi urin yaitu 2,9 ml dan %
diuretiknya 0%. Hidroklorthiazid diberikan pada tikus putih dan menghasilkan jumlah urin 4
ml dan % daya diuretiknya 37,9%. Sementara pada furosemid dan spironolacton tikus tidak
mengeluarkan urin.
Sebenarnya diantara keempat sediaan yang paling baik digunakan yaitu furosemid
karena furosemid berkerja dengan cara menghambat reabsorbsi ion Na pada jerat henle.
Mekanisme kerja furosemid adalah inhibisi reansorbsi natrium dan klorida pada jerat henle
menaik dan tubulus ginjal distal, mempengaruhi system kontranspor ikatan klorida,
selanjutnya meningkatkan ekskresi Na, Cl-, Mg, Kalsium dan air.
Hidroklorthiazid berkerja dengan cara menghambat simporter Na +, Cl-, ditubuls
distal. Mekanisme kerja hidroklorthiazid yaitu inhibisi reabsorbsi pada tubulus ginjal,
akibatnya ekskresi Na dan air meningkat.
Spironolakton berkerja pada segemen yang berespon terhadap aldosteron pada nefron
distal, dimana homeostatis K+ dikendalikan. Dengan mekanisme kerja yaitu berkompetensi
dengan aldosteron pada reseptor di tubulus ginjal distal, meningkatkan NaCl dan ekskresi air
selama konversi ion kalium dan hydrogen, juga dapat memblok efek aldosteron pada otot
polos arterioles. Aquadest disini hanya digunakan sebagai control sehingga tidak memberikan
efek.
Seharusnya tikus yang diberikan furosemid secara peroral memberikan efek yang
diuresis yang lebih besar daripada tikus yang diberikan hidroklortiazid dan spironlacton
(Mycek, 1997).
Kesalahan yang terjadi dapat disebabkan oleh tidak masuknya seluruh obat dan juga
dapat disebabkan oleh perbedaan dalam hal faktor fisiologi dari hewan percobaan yang
digunakan. Untuk beberapa obat, perubahan dalam faktor-faktor farmakodinamik merupakan
sebab utama yang menimbulkan keragaman respons penderita. Variasi dalam berbagai faktor
farmakokinetik dan farmakodinamik ini berasal dari perbedaan individual dalam kondisi
fisiologik, kondisi patologik, faktor genetik, interaksi obat dan toleransi (Mycek, 1997).
BAB VI
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
1) Efek utama dari obat efek diuretik ialah meningkatkan volume urin yang
diproduksi serta meningkatkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air
2) Volume urine yang dihasilkan oleh hewan akibat pemberian obat diuretik
semakin bertambah
3) Mekanisme kerja obat diuretic yaitu menghambat reabsorpsi elektrolit Na+
pada bagian-bagian nefron yang berbeda, akibatnya Na+ dan ion lain seperti
Cl- memasuki urin dalam jumlah yang banyak dibandingkan bila dalam
keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkkut secara pasif untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik sehingga meningkatkan volume urin
4) Pada praktikum ini control yang digunakan adalah aquadest dan tikus paling
banyak mengeluarkan urin pada perlakuan saat diberikan obat hidroklortiazid
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Sulistia Gan, Ganiswarna, V. HS., R. Setiabudy, D. F Suyatno, Nafrialdi, 2007 ,


Farmakologi dan Terapi Edisi V , Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia, Penerbit EGC : Jakarta, 571-573.

Mycek, M. J., Harvey, R.A., Champe, P. C., 1997, Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi
Kedua, Penerbit Widya Medika : Jakarta, Hal. 230-231.

Neal, M.J., 2010 , Ata Glance Farmakologi Medis, Penerbit Erlangga: Jakarta.

Tan Hoan, Tjay, Kirana Rahardja, 2007, Obat-obat Penting Edisi 6 , PT. Elex Media
Komputindo : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai