Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PERCOBAAN II

“METABOLISME OBAT”

Dosen Pembimbing Praktikum : Apt. Anwar Sodiq M.Farm

Nama Asisten Praktikum : Nailahana Huwaida Zahra

Disusun Oleh :

Kelompok B3/ Golongan B1

No Nama NIM Ttd


1. Hidayatus Safarah Setya Kinanti 202205035

2. Inayatul Maftukhah 202205040


3. Iska Riskiandani 202205042

4. Wulan Mawar Nurfadhillah 202205069

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

PROGRAM STUDI FARMASI PROGRAM SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG

2023

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Tujuan Percobaan
B. Dasar Teori

BAB II ALAT DAN BAHAN

A. Alat
B. Bahan

BAB III CARA KERJA

BAB IV PERTANYAAN DISKUSI

BAB V HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

A. Hasil Percobaan
B. Perhitungan Dosis Tikus

BAB VI PEMBAHASAN

BAB VII KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa mampu membedakan proses metabolisme obat secara inhibisi enzim
atau stimulasi enzim.
2. Mahasiswa dapat mengenal, mempraktekkan dan membandingkan pengaruh
beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat dengan mengukur
efek farmakologinya.

B. Dasar Teori
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian pada
umumnya mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat
kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat
dickskresikan dari dalam tubuh. (Arief,2000)
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia
obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Syarif, 1995).
Kecepatan biotransformasi umumnya bertambah bila konsentrasi obat
meningkat, hal ini berlaku sampai titik dimana konsentrasi menjadi demikian tinggi
hingga seluruh molekul enzim yang melakukan pengubahan ditempati terus-menerus
oleh molekul obat dan tercapai kecepatan biotransformasi yang konstan (Tan Hoan
Tjay dkk., 1978).
Perjalanan obat itu sendiri dalam tubuh melalui 4 tahap (disebut fase
farmakokinetik), yaitu absorbsi, distribusi metabolisme dan ekskresi. Absorbsi adalah
pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ
ke dalam aliran darah atau sistem pembuluh limfe. Dari aliran darah atau sistem
pembuluh limfe terjadi distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Karena obat
baru berkhasiat apabila berhasil mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat
kerjanya, maka suatu absorbsi yang cukup merupakan syarat untuk suatu efek
terapeutik, sejauh obat tidak digunakan secara intravasal atau tidak langsung dipakai
pada tempat kerjanya. Dikatakan cukup apabila kadar obat yang telah diabsorbsi tidak
melewati batas KTM, yaitu Kadar Toksik Minimum, namun masih beraa di dalam
batas KEM, yaitu Kadar Efektif Minimum (Anief, 2018).
Distribusi merupakan proses penyebaran zat aktif yang telah masuk ke
peredaran darah ke seluruh tubuh, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Anief,
2018).
Metabolisme Obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh
organisme hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Metabolisme
obat sering disebut juga sebagai biotransformasi. Metabolisme obat penting dalam
mengevaluasi keamanan dan manfaat suatu obat. Sebagian besar biotransformasi obat
terjadi pada suatu tahap antara penyerapan obat kedalam sirkulasi umum dan
eliminasinya di ginjal. Beberapa transformasi terjadi di lumen atau dinding usus.
Secara umum, reaksi-reaksi ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok utamayang
dinamai reaksi fase I dan fase II ( Katzung,2014).
Reaksi fase I biasanya mengubah obat induk menjadi metabolit yang lebih
polar dengan memperkenalkan atau memunculkan suatu gugus fungsional (-OH, -
NH2, -SH). Metabolit-metabolit ini sering inaktif, meskipun pada sebagian kasus
aktivitas hanya mengalami modifikasi atau bahkan meningkat. Contoh reaksi yang
terjadi yang terjadi pada reaksi fase 1 adalah yang pertama reaksi oksidasi
(Hidroksilasi, dealkilasi, oksidasi, desulfurasi, dehalogenasi, deaminasi) yang kedua
adalah reaksi reduksi (Azo, nitro, karbonil), dan yang ketiga adalah reaksi hidrolisis
(deasterifikasi dan hidrolisa amid). Jika sudah cukup polar, metabolit fase I mudah
diekskresikan. Namun, banyak produk fase I tidak dieliminasi dengan cepat dan
mengalami reaksi berikutnya dengan suatu substrat endogen seperti asam glukuronat,
asam sulfur, asam asetat, atau asam amino berikatan dengan gugus fungsional yang
baru untuk membentuk konjugat yang sangat polar. Reaksi konjugasi atau sintetik ini
merupakan ciri utama metabolisme fase II. Reaksi yang termasuk dalam reaksi fase II
adalah glukordinasi, asetilasi, metilasi, konjugasi sulfat, pembentukan asam
merkapturat (Katzung,2014).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut
lemak)menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu.
Dengan perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi Sebagian
berubahmenjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik (Ganiswara, Sulistia G,
2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain:
1. Faktor genetik atau keturunan
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-
kadang terjadi dalam system kehidupan.Hal ini menunjukkan bahwa
factor genetic atau keturunan ikut berperan terhadap adanya perbedaan
kecepatan metabolisme obat.
2. Perbedaan spesies dan galur
Pada proses metabolisme obat,perubahan kimia yang terjadi pada
spesies dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda,tetapi
kadang-kadang ada perbedan uang cukup besar pada reaksi
metabolismenya.
3. Perbedaan jenis kelamin
Pada spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin
terhadap kecepatan metabolisme obat.
4. Perbedaan umur
Bayi dalam kandungan atau bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim
mikrosom hati yang diperlukan untuk memetabolisme obat relatif
masih sedikit sehingga sangat peka terhadap obat.
5. Penghambatan enzim metabolisme
Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama
suatu senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme
dapat meningkatkan intensitas efek obat,memperpanjang masa kerja
obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek samping dan
toksisitas.
6. Induksi enzim metabolisme
Pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan
kecepatan metabolisme obat dan memperpendek masa kerja obat. Hal
ini disebabkan senyawa tersebut dapat meningkatkan jumlah atau
aktivitas enzim metabolisme dan bukan Karena permeablelitas
mikrosom atau adanya reaksi penghambatan. Peningkatan aktivitas
enzim metabolisme obat-obat tertentuatau proses induksi enzim
mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas
dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa
kerjanya menjadi lebih singkat. Induksi enzim juga mempengaruhi
toksisitas beberapa obat karena dapat meningkatkan metabolisme dan
metabolit reaktif (Mardjono, 2007).
BAB II
ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Batang pengaduk
2. Beaker
3. Gelas ukur
4. Spuit 1 ml & 3 ml
5. Jarum sonde
6. Stop watch
7. Timbangan
8. Rotarod
B. Bahan
1. Alkohol swab
2. Aqua destilat
3. Injeksi
4. Induktor enzim : mg/kg BB
5. Inhibitor enzim :
C. Hewan Uji : 3 Tikus
BAB III
CARA KERJA
BAB IV
PERTANYAAN DISKUSI
1. Sebutkan senyawa-senyawa yang dapat menginduksi dan menginhibisi enzim-
enzim yang berperan dalam metabolisme obat!
Jawab:
a. Induksi Enzim
Fenolbarbital dapat menginduksi enzim mikrosom sehingga meningkatkan
metabolisme warfarin dan menurunkan efek antikoagulannya. Rokok contain
polisiklik aromatik hidrokarbon, warfarin harus disesuaikan (diperbesar)
seperti benzo(a)piren yang dapat menginduksi enzim mikrosom, yaitu
sitokrom Paso, sehingga meningkatkan oksidas dari beberapa obat seperti
teofilin, fenasetin, pentazosin dan propoksifen. Fenolbarbital dapat
meningkatkan kecepatan metaolisme griseofulvin, kumarin, fenitoin,
hidrokortison, testosteron, bilirubin, asetaminofen dan obat kontrasepsi oral.
Fenitoin dapat meningkatkan kecepatan metabolisme kortisol nortriptilin dan
obat kontrasepsi oral. Fenolbutazon dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme aminopirin dan kortisol.

b. Inhibisi Enzim
Dikumarol, kloramfenikol, sulfonamida dan fenilbutazon dapat menghambat
enzim yang memetabolisme tolbutamid dan klorpopamid sehingga
meningkatanrespon glikemi. Dikumarol, kloramfenikol dan isoniazid dapat
menghambat enzim metabolisme dari fenitoin, sulfonamida, sikloserin dan
para amino salisilat, sehingga kadar obat dalam serum darah meningkat dan
toksisitasnya meningkat pula. Fenilbutazon secara stereoselektif dapat
menghambat metabolisme (s)- warfarin, sehingga meningkatkan aktivitas
antikoagulannya bila luka terjadi pendarahan yang hebat.

2. Jelaskan mekanisme induksi dan inhibisi enzim!


Jawab:
a. Mekanisme induksi
 Induktor jenis fenolbarbital akan menaikan proliferasi retikulum
endoplasma dan denan demikian bekerja menaikan dengan jelas
bobot hti. Induksi terutama pada sitokrom P450 dan juga pada
glukuronil transferase. Glutation transferase dan epoksida hidrolase.
Induksi yang terjadi relative cepat dalam waktu beberapa hari.
 Induktor metilkolantren yang termasuk disina khususnya karbohidrat
aromatic (metilkolatren, triklordibenodioksin, fenantren) dan
beberapa herbisida, terutama meningkatkan kerja sitokrom Paso dan
sintesis glukuronil transfarase. Sebagai akibat dari induksi enzim,
maka kapasitas penguraian meningkat. Sehingga laju metabolisme
meningkat. Apabila induktor di hentikan, kapasitas penguraian dalam
waktu beberapa minggu menurun hingga pada tingkat asalnya.

b. Mekanisme inhibisi
Pada penambahan inhibitor enzim terjadi pula mekanisme inhibisi enzim.
Bahan obat yang menyebabkan penurunan sintesis atau menaikan penguraian
enzim retikulum endoplasma atau antara 2 obat atau beberapa obat terdapat
persaingan tempat ikatan pada enzim. Akibatnya, terjadi penghambatan
penguraian secara kompetitif sehingga laju metabolisme menurun.

3. Jelaskan hubungan antara induksi dan inhibisi enzim dengan efek farmakologi dan
toksisitas!
Jawab:
a. Hubungan induksi dengan efek farmakologis
Induksi berarti peningkatan sintesis enzim metabolisme pada tingkat
transkripsi sehingga terjadi peningkatan kecepatan metabolisma obat yang
menjadi substrat enzim yang bersangkutan, akibatnya diperlukan
peningkatan dosis obat tersebut, berarti terjadi toleransi farmakokinetik
karena melibatkan sintesis enzim maka diperlukan waktu beberapa hari (3
hari hingga seminggu) sebelum dicapai efek yang maksimal.
b. Hubungan inhibisi dengan efek farmakologi
Inhibisi berarti hambatan terjadi langsung, akibatnya terjadi peningkatan
kadar obat yang menjadi substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi
secara langsung. Cara untuk mencegah terjadinya toksisitas, diperlukan
penurunan dosis obat yang bersangkutan atau bahkan tidak boleh diberikan
bersama penghambatnya (kontra indikasi) jika akibatnya membahayakan.
Hambatan pada umumnya bersifat kompetitif (karena merupakan substrat
dari enzim.
BAB V
HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

A. Hasil Percobaan

No Perlakuan Jumlah Jatuh Total Jatuh


15 30 45 60
1. Diazepam 96 82 48 53 279
2. Phenobarbital + Diazepam 97 87 85 79 348
3. Ciprofloksasin + Diazepam 77 74 56 68 275
4. Simetidin + Diazepam 97 187 150 14 579
5

B. Perhitungan
1. Diazepam 10 mg / ml
Dosis konversi 200 gram = 0,018 x 10 mg

Bobot tikus 1 = 153 gram


153
D.T1 = x 0,18 mg
200
= 0,137

0,137
V = x 50 ml
10
= 0, 685 ml ad 50 ml aquadest

Bobot tikus 2 = 188 gram


188
D.T2 = x 0,18 mg
200
= 0,169
0,169
V = x 50 ml
10
= 0,845 ml ad 50 ml aquadest

Bobot tikus 3 = 201 gram


201
D.T3 = x 0,18 mg
200
= 0,180

0,180
V = x 50 ml
10
= 0,9 ml ad 50 ml aquadest

2. Phenobarbital

Tikus 2 P.O

Konversi dosis = 0,018 x 30 = 0.54 mg

188
Bobot tikus = x 0 ,54 mg= 0,507 ml
200

0.507
Volume larutan = x 100 = 1,690 ml
30

3. Ciprofloksalin
Tikus 3

Konversi dosis = 0,018 x 500 = 9 ml

201
Bobot tikus = x 9 ml= 9,045 mg
200

9,045
Volume larutan = x 100 = 1,809 ml
500

4. Simetidin 200 mg / kg BB
Tikus 1 = 195 gram
= 0,018 x 200 mg
= 3,6 mg

195
Konversi dosis = x 3 ,6 mg = 3,51 mg
200

3 ,51
Volume larutan = x 100 = 1,755 ml
200

BAB VI
PEMBAHASAN

Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat
yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Syarif,1995).

Enzim yang berperan dalam dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan
letaknya dalam sel, yaitu enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus
(yang pada isolasi invitro membentuk kromosom ) dan enzim non mikrosom. Kedua enzim
metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam sel jaringan lain,
misalnya: ginjal, paru-paru, epitel saluran cerna dan plasma. Obat lebih banyak dirusak di
hati meskipun setiap jaringan mempunyai sejumlah kesanggupan memetabolisme obat.
Kebanyakan biotransformasi metabolik obat terjadi pada titik tertentu antara absorpsi obat ke
dalam sirkulasi sistemik dan pembuangannya melalui ginjal. Sejumlah kecil transformasi
terjadi di dalam usus atau dinding usus. Umumnya semua reaksi ini dapat dimasukkan ke
dalam dua katagori utama, yaitu reaksi fase 1 dan fase 2 (Katzung, 1989).

Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak)menjadi
polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat
aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi Sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang
aktif, atau menjadi toksik (Ganiswara, Sulistia G, 2009).

Pada praktikum kali ini bahan yang digunakan yaitu diazepam injeksi 10mg/2ml ,
fenobarbital tab 30mg , simetidin tab 200mg , ciprofloxacin tab 500mg , dan aquadest.
Aquadest disini sebagai pelarut, Diazepam berfungsi sebagai hipnotik, fenobarbital sebagai
inductor enzim, ciprofloxacin dan simetidine berfungsi sebagai inhibitor enzim simetidin.
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu rotaroad, kendang tikus, timbangan, sonde,
spuit 3cc, bekker glass, gelas ukur, pipet tetes, dan lap kering.
Langkah pertama yang kami lakukan yaitu melakukan pengenceran pada masing-
masing obat dengan cara menghitung dosis konversi manusia 70kg/bb pada tikus 200 gram
dikali dengan dosis obat, Kemudian dihitung volume dosis yang diberikan pada tikus 1,2 dan
3. Pada tikus pertama hanya diberi obat diazepam secara intravena dengan tujuan sebagai
hipnotik atau menurun kan kesadaran pada tikus. Fungsi pemberian diazepam disini adalah
sebagai pembanding dengan tikus kedua dan ketiga nantinya yang akan diberikan obat lain
sebagai inductor, dan inhibitor. Dihasilkan volume larutan diazepam yang diberikan secara
intravena pada tikus pertama yaitu 0,685ml, tikus kedua yaitu 0,845ml, dan tikus ketiga yaitu
0,9ml.

Pada hewan uji pertama setelah disuntikan diazepam secara i.v sebanyak 0,685ml.
Fungsi diberikan diazepam adalah menghasilkan efek ansiolitik, sedatif, hipnotik, relaksan
otot skelet dan antikonvulsan pada hewan uji. Kemudian setelah disuntik diazepam diletakan
pada rotaroad dan dihitung berapa kali tikus jatuh. Pada menit 15 tikus jatuh sebanyak 96x,
menit ke-30 sebanyak 82x, menit ke-45 sebanyak 48x, dan menit ke-60 sebanyak 53x. Jadi
total keseluruhan tikus jatuh sebanyak 279x. Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa obat diazepam mulai timbul efek pada menit ke 15, kemudian hilang efek obat mulai
menit ke 45 sampai dengan menit ke 60.

Pada hewan uji kedua diberi obat Fenobarbital sebanyak 1,690ml seraca peroral, lalu
setelah 15 menit disuntikan diazepam secara i.v sebanyak 0,845ml. Fungsi pemberian
fenobarbital disini adalah sebagai induktor enzim yaitu untuk mempercepat metabolisme dari
diazepam sehingga kadar obat atau konsentrasi diazepam dalam darah hewan uji menurun
dan efek diazepam akan menurun (mempercepat durasi) dan dapat menurunkan kerja
diazepam. (Katzung, 1998). Kemudian setelah disuntik diazepam, diletakan pada rotaroad
dan dihitung berapa kali tikus jatuh pada menit 15 sebanyak 97x ,pada menit 30 sebanyak
87x ,pada menit ke-45 sebanyak 85x, dan pada menit ke-60 sebanyak 79x. Jadi total
keseluruhan jatuh sebanyak 348x. Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa obat
diazepam mulai timbul efek pada menit ke 15, kemudian hilang efek obat mulai menit ke 60.
Hasil ini sesuai dengan literatur dimana efek metabolisme dipercepat sehingga pada 15 menit
pertama jumlah jatuh lebih banyak kemudian pada menit ke 30 sampai 60 jumlah jatuh
semakin sedikit karena efek obat mulai hilang.

Pada hewan uji ketiga diberi obat Ciprofloxacin sebanyak 1,809ml seraca peroral.
Pemberian ciprofloxacin di sini adalah sebagai inhibisi enzim, yaitu untuk memperlambat
metabolisme dari diazepam sehingga kadar obat atau konsentrasi diazepam dalam darah
hewan uji meningkat dan efek diazepam akan meningkat (memperlambat durasi). Kemudian
setelah 15menit disuntikan diazepam secara i.v sebanyak 0,9ml lalu diuji efektifitasnya pada
rotaroad dan dihitung berapa kali tikus jatuh. Pada menit 15 tikus jatuh sebanyak 77x, menit
ke-30 sebanyak 74x, menit ke-45 sebanyak 56x, dan pada menit ke-60 sebanyak 68x. Jadi
total keseluruhan jatuh sebanyak 275x. Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
obat diazepam mulai timbul efek pada menit ke 15, kemudian hilang efek obat mulai menit
ke 45 sampai dengan menit ke 60. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang seharusnya
inhibisi enzim memperlambat durasi diazepam. Sehingga seharusnya semakin lama mencit di
rotaroad semakin banyak ia jatuh dan semakin banyak jumlah jatuhnya.

Kesimpulannya, pada praktikum ini didapatkan hasil jatuh tikus pertama yang diberi
diazepam sebagai kontrol lebih sedikit dibandingkan jumlah jatuh tikus kedua yang diberi
phenobarbital + diazepam. Hasil ini tidak sesuai literatur karena diazepam berfungsi sebagai
kontrol sehingga harusnya diperoleh jumlah jatuh lebih banyak dibanding dengan tikus kedua
dengan pemberian fenobarbital dan diazepam. Sedangkan tikus ketiga juga tidak sesuai
litertur dimana ciprofloxacin sebagai inhibitor enzim yang justru memperlambat kerja
diazepam, pada hasil praktikum kami jumlah jatuh tikus justru lebih sedikit dari kontrol.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pada praktikum ini antara lain cara pemberian
obat yang tidak tepat sehingga mempengaruhi dosis dari obat itu sendiri, terjadi kesalahan
dalam penyuntikan kepada hewan uji karna hewan uji yang terlalu aktif sehingga banyak obat
yang tumpah sehingga obat tidak bekerja dengan semestinya.
BAB VII
KESIMPULAN

1. Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat
yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim
2. Induktor enzim  bekerja mempercepat metabolisme atau biotransformasi, yang akan
menyebabkan penurunan konsentrasi obat yang dapat mencapai tingkat konsentrasi
dalam plasma pada awal pemgobatan (pengobatan jangka panjang), kadar obat dalam
plasma dapat menurun dan waktu paruh biologi senyawa dipersingkat.
3. Inhibitor enzim  bekerja menghambat metabolisme atau biotransformasi, yang akan
menyebabkan kadar obat dalam darah meningkat yang akan memperpanjang kerja
obat dan meningkatkan kerja obat.
4. Diazepam sebagai kontrol yang memiliki efek ansiolitik, sedatif, hipnotik, relaksan
otot skelet dan antikonvulsan pada hewan uji.
5. Fenobarbital sebagai inductor enzim yang bekerja mempercepat kerja dari enzim.
6. Simetidin dan Ciprofloxacin sebagai inhibitor enzim yang menghambat sistem kerja.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anief, Moh., 1984. Ilmu Farmasi, Ghalia Indonesia: Jakarta


2. Anief, Moh., 1995, Perjalanan Dan Nasib Obat Dalam Badan, UGM Press:
Yogyakarta.
3. Ganiswara, S. G. (2009). Farmakologi Dan Terapi Edisi Revisi V. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
4. Katzung, Bertram, G, 2001. Famakologi Dasar dan Klinik. Salemba Merdeka.
Jakarta
5. Katzung, Bertram, G., Masters,Susan B., Trevor, AnthonyJ. 2014.
Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi12. San Fransisco: Mc Graw-Hills Inc.
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
6. Mardjono, Mahar, 2005, Farmakologi dan Terapi Edisi 4, Gaya Baru: Jakarta
7. Syarif, Amin, 1995, Farmakologi Dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi
Fakultas
8. Tjay, Tan Hoan, dkk., 1978, Obat-Obat Penting Edisi IV, Elex Media
Komputindo: Bandung.
LAMPIRAN

*lembar ACC*
*tikus di dalam rota rod* *pengenceran cipro* *volume diazepam untuk tikus*

Anda mungkin juga menyukai