Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

UJI PENGARUH METABOLISME OBAT PADA HEWAN UJI

DISUSUN OLEH :

KELAS : 2B FARMASI
KELOMPOK : 1 (Satu)
ANGGOTA KELOMPOK : 1. Abella Eka Shadina (P27242022062)
2. Ade Arinda Kusuma D. (P27242022063)
3. Aditya Bagus Setiawan (P27242022064)
4. Ahmad Adi Alfian (P27242022065)
5. Aisyah Hasna Afifah (P27242022066)
6. Alfiah Ika Rofidah (P27242022067)
7. Anasta Sya Tifa (P27242022069)

HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : Jumat, 5 Mei 2023


DOSEN PEMBIMBING : apt. Nur Atikah, M.Sc.
apt. M. Anugerah Alam Waris., M.Si.

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA


JURUSAN FARMASI
PRODI D-III FARMASI
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ilmu farmakologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai mekanismeobat dan
toksisitasnya di dalam tubuh. Terdapat beberapa faktor yang akanmempengaruhi respon
tubuh dan efek suatu obat di dalam tubuh, salah satunyaadalah mengkonsumsi obat
bersamaan dengan makanan. Salah satu faktor yangmempengaruhi obat bertambah atau
berkurang di dalam tubuh adalahmetabolisme obat yang terganggu (Sri Sunarsih, Hadi
Setya Palupi , & Hapsari ,2011).
Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme
hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolisme obat
merupakan salah satu hal penting dalam penentuan durasi dan intensitas khasiat
farmakologis obat. Metabolisme obat sebagian besar terjadi di reticulum endoplasma pada
saluran pencernaa, paru-paru, gijal, dan kulit.
Metabolisme obat terbagi dalam 2 fase, yakni fase I dan II. Pada reaksi-reaksi ini,
senyawa yang kurang polar akan dimodifikasi menjadi senyawa metabolit yang lebih
polar. Proses ini dapat menyebabkan aktivasi atau inaktivasi senyawa obat. Reaksi fase I,
disebut juga reaksi nonsintetik, terjadi melalui reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis,
siklikasi, dan desiklikasi. Reaksi oksidasi terjadi bila ada penambahan atom oksigen atau
penghilangan hidrogen secara enzimatik. Biasanya reaksi oksidasi ini melibatkan sitokrom
P450 monooksigenase (CYP), NADPH, dan oksigen. Obat-obat yang dimetabolisme
menggunakan metode ini antara lain golongan fenotiazin, parasetamol, dan steroid. Reaksi
oksidasi akan mengubah ikatan C-H menjadi C-OH, hal ini mengakibatkan beberapa
senyawa yang tidak aktif (pro drug) secara farmakologi menjadi senyawa yang aktif. Juga,
senyawa yang lebih toksik/beracun dapat terbentuk melalui reaksi oksidasi ini. Reaksi fase
II, disebut pula reaksi konjugasi, biasanya merupakan reaksi detoksikasi dan melibatkan
gugus fungsional polar metabolit fase I, yakni gugus karboksil (-COOH), hidroksil (-OH),
dan amino (NH2), yang terjadi melalui reaksi metilasi, asetilasi, sulfasi, dan glukoronidasi.
Reaksi fase II akan meningkatkan berat molekul senyawa obat, dan menghasilkan produk
yang tidak aktif. Hal ini merupakan kebalikan dari reaksi metabolisme
obat pada fase I.Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut
lemak)menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan
perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi
lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik (Ganiswara, Sulistia G, 2008). Obat yang
masuk ke dalam tubuh mengalami reaksi modifikasi kimia atau disebut sebagai
biotransformasi, istilah lain dari metabolisme umumnya, proses ini mengurangi atau
menghilangkan aktivitas biologi obat dan meningkatkanhidrofilisitasnya sehingga lebih
larut air setelahnya, obat akan dieliminasi melalui ginjal. karena kecepatan eliminasi obat
berkaitan dengan konsentrasi terapeutik, obat biasanya didesain dengan ikatan lemah,
contohnya ikatan ester yang mudah dihidrolisis oleh esterase (Lullman et al, 2000).
Iotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang
terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Syarif, 1995).
Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain faktor fisiologis (usia,
nutrisi, jenis kelamin), serta penghambatan dan juga induksi enzim yang terproses
metabolisme obat. Selain itu, faktor patologis (penyakit pada hati atau ginjal) juga
berperan dalam menentukan laju metabolisme obat.
Dalam proses metabolisme dapat terjadi metabolisme obat berupa induksi atau
inhibisi enzim pemetabolisme, terutama enzim sitokrom P-450. Induksi enzim berarti
peningkatan sintesis enzim metabolisme pada tingkat transkripsi sehingga terrjadi
peningkatan kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang bersangkutan
(Syarif, 1995).
Metabolisme obat memiliki 2 efek penting :
1. Obat menjadi lebih hidrofilik – hal ini mempercepat ekskresi melalui ginjal karena
metabolit yang kuat larut lemak tidak mudah di reabsorbsi dalam tubulus ginjal.
2. Umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, kadang – kadang
metabolit sama atau lebih aktif daripada obat aslinya. Sebagai contoh diazepam, yaitu obat
yang digunakan untuk ansietas, dimetabolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam,
keduanya samasama aktif. Prodruk bersifat inaktif sampai dimetabolisme dalam tubuh
menjadi obat aktif. Sebagai contoh, levodopa, suatu obat antiparinkinson, dimetabolisme
menjadi dopamin, sementara obat hipotensif metildopa dimetabolisme menjadi
metilnorepineprin-α (Neal,2005).
Metabolisme dapat digunakan untuk menilai atau menaksir manfaat dan keamanan
obat, merancang pengaturan dosis, menaksir kemungkinan terjadinya resiko atau bahaya
dari zat pengotor dan lainlain. Oleh karena itu, metabolisme obat perlu dipelajari oleh
mahasiswa farmasi untuk mengetahui salah satu proses yang penting dalam pembuatan
dan pemberian obat beserta efek yang ditimbulkan jika suatu obat diberikan bersama
dengan obat lain.
Metabolisme obat sebagian besar terjadi di retikulum endoplasma,sel-selhati.
Setelah pemberian secara oral, obat diserap oleh saluran cerna, masuk ke peredaran darah
dan kemudian ke hati melalui efek lintas pertama. aliran darah yang membawa obat atas
senyawa organik asing melewati sel-sel hati secara perlahanlahan dan termetabolisis
menjadi senyawa yang mudah larut dalam air kemudian diekskresikan melalui urin.
Selain itu, metabolisme obat juga terjadi di sel-sel epitel pada saluran pencernaan,
paruparu, ginjal, dan kulit (Siswandono, 1995). Tujuan metabolisme obat adalah
mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi
melalui ginjal atau empedu.
Oleh karena itu, diperlukan mempelajari mengenai pengujian efekmetabolisme
obat terhadap hewan uji. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar dapatmenganalisis efek
metabolisme obat dalam berbagai rute pemberian obat terhadapkonsentrasi obat di dalam
tubuh dengan mengamati onset dan durasi kerja obatpada hewan uji.

B. TUJUAN :
• Mahasiswa mampu menganalisis efek metabolisme diazepam yang diberikan secara
bersamaan dengan cimetidin pada hewan uji mencit (Mus musculus L.)
• Mampu mengobservasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat pemberian obat
diazepam yang diberikan secara bersamaan dengan cimetidin pada hewan uji mencit
BAB II
TINJAUAN TEORI

Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan
biologi yang dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat
berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. Hati merupakan organ utama tempat
metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif mengeksresi obat yang bersifat lipofil karena
mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah melalui filtrasi glomelurus. Oleh
karena itu, obat yang lipofil harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yang
lebih polar supaya reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi.
Obat yang masuk ke dalam tubuh mengalami reaksi modifikasi kimia atau disebut
sebagai biotransformasi, istilah lain dari metabolisme. Umumnya, proses ini mengurangi
atau menghilangkan aktivitas biologi obat dan meningkatkan hidrofilisitasnya sehingga
lebih larut air setelahnya, obat akan dieliminasi melalui ginjal. Karena kecepatan eliminasi
obat berkaitan dengan konsentrasi terapeutik, obat biasanya didesain dengan ikatan lemah,
contohnya ikatan ester yang mudah dihidrolisis oleh esterase (Lullman et al, 2000).
Metabolisme obat memiliki dua efek penting (Neal, 2002) : Obat dibuat menjadi
lebih hidrofilik sehingga mempercepat laju ekskresinya melalui ginjal. Maksudnya adalah
metabolit yang hidrofil atau kurang lipofil akan susah direabsorbsi oleh tubulus ginjal
sehingga akan cenderung dieliminasi dari tubuh.Metabolit umumya menjadi kurang aktif
dari keadaan semula. Akan tetapi, ada pula obat yang dirancang sama aktifnya atau justru
menjadi lebih aktif dari obat awalnya.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytocrome P450
(cyp) yang disebut juga enzim monooksigenase atau MFO (Mixed Fungtion Oxidase) dalam
endoplasmic reticulum (mikrosom)hati.Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi
atau inhibisi enzim metabolisme,terutama enzim cyp.Induksi berarti peningkatan sistem
enzim metabolisme pada tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan kecepatan
metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang bersangkutan.Inhibisi enzim
metabolisme berarti hambatan yang terjadi secara langsung dengan akibat peningkatan kadar
substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi secara langsung. (Mardjono,2007,hal 8)
Pada umumnya metabolisme akan mengurangi kadar obat di dalam tubuh (kecuali
untuk obat jenis prodrug), sehingga peningkatan kemampuan enzim dalam metabolisme
induksi akan menyebabkan kadar obat didalam tubuh akan berkurang, begitu pula sebaliknya
penghambatan kemampuan enzim dalam metabolisme (inhibisi) akan menyebabkan kadar
obat meningkat. Induksi dan inhibisi enzim sering terjadi bila obat diberikan secara
bersamaan. Jika suatu obat diberikan secara bersamaan dan salah satu dari obat tersebut
dapat mempengaruhi kerja enzim tersebut akan berubah pula, yang dapat diamati pada efek
yang terjadi.
Tujuan pemberian obat pada hewan uji untuk menganalisis efek metabolisme
Diazepam yang diberikan secara bersamaan dengan Cimetidin.prinsip pada pemberian obat
untuk Mencit ini yaitu Berkurangnya kemampuan enzim dalam metabolisme Diazepam
menjadi lebih tinggi di dalam darah yang dapat diamati dengan durasi efek yang lebih lama.
Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis,masa kerja,dan toksisitas
obat.Oleh karena itu pengetahuan tentang metabolisme obat penting dalam studi.suatu obat
dapat menimbulkan suatu respon biologis dengan melalui dua jalur,yaitu:
a. Obat aktif setelah masuk melalui peredaran darah,langsuns berinteraksi dengan reseptor
dan menimbulkan respon biologis.
b. Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolisme menjadi
obat aktif,berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis(bioaktivasi)
Secara umum tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif
dan tidak toksik(bioinaktivasi atau detoksifikasi),mudah larut dalam air dan kemudian
diekskresikan dari tubuh.Hasil metabolit obat bersifat lebih toksik dibanding dengan
senyawa induk(biootoksifikasi)dan ada pula hasilmetabolit obat yang mempunyai efek
farmakologis berbeda dengan senyawa induk.contoh:Iproniazid,suatu obat perangsang
system syaraf pusat,dalam tubuh di metabolis menjadi isoniazid yang berkhasiat sebagai
antituberkolosis.
Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawi dan
enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit.Jumlah metabolit ditentukan oleh
kadar dan aktivitas enzim yang berperan dalam proses metabolisme.Kecepatan metabolisme
dapat menentukan intensitas dan masa kerja obat.Kecepatan metabolisme ini kemungkinan
berbeda-beda pada masing-masing individu.Penurunan kecepatan metabolisme akan
meningkatkan intensitas dan memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan
meningkatkan toksisitas obat.Kenaikan kecepatan metabolisme akan menurunkan intensitas
dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat menjadi tidak efektif pada dosis normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain :
1. Faktor Genetik atau keturunan
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang terjadi dalam
system kehidupan.Hal ini menunjukkan bahwa factor genetic atau keturunan ikut berperan
terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat.
2. Perbedaan spesies dan galur
Pada proses metabolisme obat,perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan galur
kemungkinan sama atau sedikit berbeda,tetapi kadang-kadang ada perbedan uang cukup
besar pada reaksi metabolismenya.
3. Perbedaan jenis kelamin
Pada spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan
metabolisme obat
4. Perbedaan umur
Bayi dalam kandungan atau bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim mikrosom hati yang
diperlukan untuk memetabolisme obat relatif masih sedikit sehingga sangat peka terhadap
obat.
5. Penghambatan enzim metabolisme
Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu senyawa yang
menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan intensitas efek obat,
memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek samping dan
toksisitas.
6. Induksi enzim metabolisme
Pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan metabolisme obat
dan memperpendek masa kerja obat.Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat
meningkatkan jumlah atau aktivitas enzim metabolisme dan bukan Karena permeablelitas
mikrosom atau adanya reaksi penghambatan.Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-
obat tertentuatau proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan
kadar obat bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya
menjadi lebih singkat.
7. Tempat metabolisme obat
Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan-jaringan dan organ-organ
seperti hati, ginjal, paru dan saluran cerna. Hati merupakan organ tubuh tempat utama
metabolisme obat oleh karena mengandung enzim-enzim metabolisme dibanding organ
lain.Metabolisme obat di hati terjadi pada membrane reticulum endoplasma sel. Retikulum
endoplasma terdiri dari dua tipe yang berbeda,baik bentuk maupun fungsinya.
Tipe 1 mempunyai permukaan membran yang kasar,terdiri dari ribosom-ribosom
yang tersusun secara khas dan berfungsi mengatur susunan genetik asam aminoyang
diperlukan untuk sintesis protein.
Tipe 2 mempunyai permukaan membran yang halus tidak mengandung ribosom.
Kedua tipe ini merupakan tempat enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat.
Jalur umum metabolisme obat dan senyawa organik asing Reaksi metabolisme obat dan dan
senyawa organic asing ada dua tahap yaitu:
1. Reaksi fase I atau reaksi fungsionalisasi
2. Reaksi fase II atau reaksi konjugasi.
Reaksi Fase I
Pada reaksi fase I, terjadi proses biotransformai yang mengubah molekul obat secara
oksidasi, reduksi atau hidrolisis. Reaksi fase I biasanya mengubah obat asal (parent drug)
menjadi metabolit yang lebih polar dengan menambahkan atau melaepaskan suatu gugus
fungsional (-OH, -NH2, -SH). Metabolit ini sering bersifat tidak aktif, walaupun pada
beberapa keadaan aktifitas obat hanya berubah saja. Jika metabolit reaksi fase I cukup polar,
maka biasa dapat diekskresikan dengan mudah. Namun, banyak produk reaksi fase I tidak
di eliminasikan dengan cepat dan mengalami suatu reaksi selanjutnya di amna suatu substrat
endogen seperti asam glukorat, asam sulfur, asam asetat atau suatu asam amino akan
berkombinasi dengan gugus fungsional yang baru untuk membentuk suatu konjugat yang
sangat polar. Reaksi konjugasi atau sintetik ini merupakan tanda dari reaksi fase II
(Mutschler,1991).
Yang termasuk reaksi fase I adalah reaksi-reaksi oksidasi,reduksi,dan hidrolisis.
Reaksi fase I pada dasarnya tidak bertujuan untuk menyiapkan obat untuk di ekskresikan,
tetapi bertujuan untuk menyiapkan senyawa yang digunakan untuk metabolisme fase II.
Sistem enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi adalah sistem enzim mikrosomal yang
disebut juga sebagai Mixed Function Oxidases (MFO) atau sistem monooksigenase.
Komponen utama dari MFO adalah sitokrom P450, yaitu komponen oksidasi terminal dari
suatu sistem transfer elektron yang berada pada retikulum endoplasmik yang bertanggung
jawab terhadap reaksi-reaksi oksidasi obat dan digolongkan sebagai enzim yang
mengandung haem (suatu haemprotein) dengan protoperfirin IX sebagai gugus protestik
(Gordon dan Skett, 1986). Reaksi yang dikatalisis oleh MFO meliputi hidroksilasi senyawa
alifatis dan aromatis, epokdidasi, dealkilasi, deaminasi, N-oksidasi dan S-oksidasi (Anief,
1990).
Reaksi Fase II
Reaksi konjugasi sesungguhnya merupakan reaksi antara molekul eksogen atau
metabolit dengan substrat endogen, membentuk senyawa yang tidak atau kurang toksik dan
mudah larut dalam air, mudah terionisasi da selanjutnya sangat mudah dikeluarkan
(Anonimus, 1993).
Dalam metabolisme fase kedua, obat yang tak berubah, asli atau merupakan
metabolit polar mengalami konjugasi dengan asam glukoronat, sulfat, asam merkapturat atau
asetat menjadi lebih polar dan diekskresikan lebih cepat. Jadi metabolisme fase kedua
merupakan penggabungan obat aslinya atau metabolitnya dengan bermacam-macam
komponen endogen. Reaksi konjugasi yang dilakukan oleh enzim transferase memerlukan
baik komponen endogen maupun eksogen. Contohnya adalah Fenobarbital yang
membutuhkan reaksi fase I sebagai persyaratan reaksi konjugasi (Anief, 1990).
Yang termasuk reaksi fase II adalah reaksi konjugasi,metilasi dan asetilasi.Tujuan
reaksi ini adalah mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fase I dengan senyawa
endogen yamg mudah terionisasi dan bersifat polar,seperti asam glukoronat,sulfat,glisin dan
glutamine,menghasilkan konjugat yang mudah larut dalam air.Hasil konjugasi yang
terbentuk (konjugat) kehilangan aktivias dan toksisitasnya,dan kemudian di ekskresikan
melalui urin.
Diazepam
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-
dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on (C 16 H 13 Cl N 2 O). Merupakan
senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air. Diazepam
masuk dalam golongan long acting benzodiazepine dengan waktu paruh lebih dari 24 jam
(Ferick, – ).
Struktur molekul Diazepam:
a.) Farmakokinetik
Pengertian lain dari farmakokinetik menurut ilmu farmakologi sebenarnya dapat
diartikan sebagai proses yang dilalui obat di dalam tubuh atau tahapan perjalanan obat
tersebut di dalam tubuh. Proses farmakokinetik ini dalam ilmu farmakologi meliputi
beberapa tahapan mulai dari proses absorpsi atau penyerapan obat, distribusi atau penyaluran
obat ke seluruh tubuh, metabolisme obat hingga sampai kepada tahap ekskresi obat itu
sendiri atau proses pengeluaran zat obat tersebut dari dalam tubuh. Fase-fase tersebut
diantaranya adalah :
Absorpsi
Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari saluran gastrointestinalke
dalam cairan tubuh melalui absorpsi pasif, absorpsi aktif, atau pinositosis.Kebanyakan obat
oral diabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan vili mukosa yang luas.Jika sebagain
dari vili ini berkurang, karena pengangkatan sebagian dariusus halus, maka absorpsi juga
berkurang. Obat-obat yang mempunyai dasar protein,seperti insulin dan hormon
pertumbuhan, dirusak di dalam usus halus oleh enzim-enzim pencernaan. Absorpsi pasif
umumnya terjadi melalui difusi (pergerakan darikonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah).
Dengan proses difusi, obat tidak memerlukan energi untuk menembus membran. Absorpsi
aktif membutuhkan karier (pembawa) untuk bergerak melawan perbedaan
konsentrasi.Sebuah enzim atauprotein dapat membawa obat-obat menembus membran.
Pinositosis berarti membawaobat menembus membran dengan proses menelan (Syarif,
2007).
Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, rasa nyeri, stres, kelaparan,makanan
dan pH. Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat vasokonstriktor, ataupenyakit yang
merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stres, dan makanan yang padat, pedas,dan berlemak dapat
memperlambat masa pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam
lambung. Latihan dapat mengurangi aliran darah denganmengalihkan darah lebih banyak
mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi kesaluran gastrointestinal.Obat-obat yang
diberikan secara intramuskular dapat diabsorpsi lebih cepat diotot-otot yang memiliki lebih
banyak pembuluh darah, seperti deltoid, daripada otot-otot yang memiliki lebih sedikit
pembuluh darah, sehingga absorpsi lebih lambat pada jaringan yang demikian ( Syarif,
2007).
Distribusi
Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh danjaringan
tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatanpenggabungan)
terhadap jaringan,dan efek pengikatan dengan protein. Ketika obat didistribusi di dalam
plasma, kebanyakan berikatan denganprotein (terutama albumin) dalam derajat (persentase)
yang berbeda-beda.Obat-Obatyang lebih besar dari 80% berikatan dengan protein dikenal
sebagai obat-obat yangberikatan dengan tinggi protein. Salah satu contoh obat yang
berikatan tinggi denganprotein adalah diazepam (Valium): yaitu 98% berikatan dengan
protein. Aspirin 49% berikatan dengan protein clan termasuk obat yang berikatan sedang
dengan protein (Katzung, 2002).
Biotransformasi
Fase ini dikenal juga dengan metabolisme obat, diman terjadi proses perubahan
struktur kimia obat yang dapat terjadi didalam tubuh dan dikatalisis olen enzim (Syarif,
2007).
Ekskresi atau eliminasi
Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu,
feses, paru-paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak berikatan, yang
larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal.Obat-obat yang
berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obatdilepaskan ikatannya
dengan protein, maka obat menjadi bebas dan akhirnya akandiekskresikan melalui urin
(Syarif, 2007).
b.) Farmakodinamik
Memodulasi efek postsynaptic dari transmisi GABA-A,sehingga mengakibatkan
peningkatan hambatan presynaptic. Bekerja pada bagian sistem limbik, talamus, dan
hipotalamus, untuk menimbulkan efek yang menenangkan.
Simetidin
Simetidin menghambat sitokrom P-450 sehingga menurunkan aktivitas enzim
mikrosom hati. Jadi obat lain yang merupakan substrat enzim tersebut akan terakumulasi
bila diberikan bersama dengan simetidin. Obat yang metabolismenya dipengaruhi oleh
simetidin antara lain warfarin, fenitoin, kafein, teofilin, fenobarbital, karbamazepin,
diazepam, propanolol, metoprolol, dan imipramin ( Syarif , 007 ).
a.) Farmakokinetika
Bioavailabilitas cimetidin sekitar 70 % sama dengan pemberian IV atau Im ikatan
protein plasma hanya 20 %.Absorbsi simetidin diperlambat oleh makanan sehingga
cimetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk
memperpanjang efek pada periode paska makan. Absorpsi terutama terjadi pada menit ke 60
-90. Cimetidin masuk kedalam SSP dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20% dari kadar
serum. Sekitar 50-80% dari dosis IV dan 40% dari dosis oral diekskresi dalam bentuk asal
dalam urin. Masa paruh eliminasi sekitar 2 jam ( Ganiswara, 1995 ).
b,) Farmakodinamik
Cimetidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan
merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine
sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap
reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine
dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin.
Cimetidin mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi
asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun ( Ganiswara,
1995 ).
BAB III
PROSEDUR KERJA
A. ALAT
1. Batang pengaduk 1 buah
2. Beaker glass 50 ml 1 buah
3. Erlenmeyer 50 ml 1 buah
4. Gelas ukur 50 ml 1 buah
5. Mixer 1 buah
6. Hot plate 1 buah
7. Spuit oral (sonde) 2 buah
8. Stop watch 1 buah
9. Timbangan berat badan 1 buah
10. Timbangan analitik 1 buah
11. Kandang mencit 1 buah
12. Kertas perkamen 3 lembar

B. BAHAN
1. Aquades 200 ml
2. Natrium CMC 2 gram
3. Tablet diazepam 2 tablet
4. Tablet cimetidine 2 tablet
5. Mencit jantan atau betina dengan berat 20 – 30 g
C. CARA KERJA
1. Cara Pembuatan Natrium CMC 1 %

Memanaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih

Menimbang Na CMC sebanyak 1 g

Memasukkan Na CMC kedalam beaker gelas 300 ml lalu


menambahkan 50 ml air panas

Mengaduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen,


ditandai dengan tidak nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan
campuran berupa seperti gel.

Menambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga


volume larutan tersebut menjadi 100 ml, kemudian mendinginkannya

2. Pembuatan Suspensi Diazepam 0,0096 % b/v Untuk Pemberian Oral

Mengambil 1 tablet Diazepam, menggerusnya hingga halus, lalu


menimbang sebanyak yang dibutuhkan sesuai perhitungan.

Memasukkan serbuk luminal yang sudah ditimbang sesuai kebutuhan


pada perhitungan serbuk, lalu menambahkan sekitar 13 ml larutan
Natrium CMC, mengaduknya hingga homogen

Memindahkan suspensi diazepam tersebut ke dalam erlenmeyer lalu


cukupkan volumenya hingga 25 ml dengan larutan Na.CMC 1%.
3. Cara pembuatan suspensi Cimetidine 0,390 %

Mengambil 1 tablet Cimetidine, menggerusnya hingga halus, lalu


menimbang sebanyak yang dibutuhkan sesuai perhitungan.

Memasukkan serbuk Cimetidine yang sudah ditimbang, lalu


menambahkan sekitar 13 ml larutan Natrium CMC, mengaduknya
hingga homogen

Memindahkan suspensi Cimetidine tersebut ke dalam erlenmeyer lalu


cukupkan volumenya hingga 25 ml dengan larutan Na.CMC 1%.

4. Pelaksanaan Teknis

Mengelompokkan hewan percobaan menjadi 4 kelompok dan


masing–masing kelompok terdiri dari 1 ekor (masing-masing
kelompok 1 ekor), menggunakan mencit jantan/betina.

Memisahkan setiap kelompok dalam kandang yang berbeda.

Mengaklimatisasi mencit sebelum penelitian dilakukan, selama 7 hari


untuk membiasakan pada lingkungan percobaan, dan diberi makanan
standar.

Hewan dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari
10% serta memperlihatkan perilaku normal

Menimbang berat badan tiap mencit lalu mencatatnya


Mencit kelompok IV sebagai kontrol, diberikan larutan Na.CMC 1%

Mencit kelompok III sebagai kelompok oral yang diberikan suspensi


diazepam sesuai perhitungan dosis

Mencit kelompok II dan I sebagai kelompok suspensi diazepam +


cimetidine yang diberikan oral sesuai perhitungan dosis

Mencatat waktu setiap pemberian obat, kemudian mencit diamati


berapa lama waktu yang dibutuhkan mulai tertidur (onset obat) dan
berapa lama waktu tidur mencit tersebut (durasi), dengan mengamati
refleksi balik badan mencit.

Data replikasi akan diberikan oleh dosen


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Tabel Hasil Percobaan
1. Data Pengamatan Volume pemberian obat pada mencit
BB mencit
Kelompok Replikasi Vol. Pemberian
(g)
1 38,95 g 0,25 mL
Idan II (diazepam+cimetidine) 2 34,4 g 0,22 mL
3 35 g 0,23 mL
1 32,7 g 0,22 mL
III (diazepam) 2 34 g 0,22 mL
3 32 g 0,21 mL
1 33,05 g 0,2 mL
IV (control) 2 34 g 0,22 mL
3 28 g 0,18 mL

2. Data Pengamatan Percobaan Pengaruh Metabolisme Obat


ReflekBalikBadan
Jam
Kelompok Replikasi (pada Jam) Durasi Onset
Pemberian
Hilang Kembali
360 30
1 10:00 10.30 16.30
menit menit
I dan II 373 14
2 10:08 10.22 16.35
(diazepam+cimetidine) menit menit
340 25
3 10.15 10.40 16.20
menit menit
210 54
1 10:06 11.00 14.30
menit menit
III (diazepam)
215 65
2 10.10 11.15 14.50
menit menit
185 65
3 10.15 11.20 14.25
menit menit
6 55
1 10:17 11:13 11:19
menit menit
IV (control)
2 10.20 - - - -
3 10.25 - - - -

PERHITUNGAN :
𝐵𝐵𝑔𝑟𝑎𝑚
Volume pemberian : 30 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 0,2 𝑚𝑙

1. Diazepam + Cimetidine
38,95 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vol pemberian replikasi 1 : × 0,2 𝑚𝑙 = 0,25 𝑚𝑙
30 𝑔𝑟𝑎𝑚
34,4 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vol pemberian replikasi 2 : × 0,2 𝑚𝑙 = 0,22 𝑚𝑙
30 𝑔𝑟𝑎𝑚
35 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vol pemberian replikasi 3 : 30 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 0,2 𝑚𝑙 = 0,23 𝑚𝑙

2. Diazepam
32,7 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vol pemberian replikasi 1 : × 0,2 𝑚𝑙 = 0,22 𝑚𝑙
30 𝑔𝑟𝑎𝑚
34 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vol pemberian replikasi 2 : 30 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 0,2 𝑚𝑙 = 0,22 𝑚𝑙
32 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vol pemberian replikasi 3 : 30 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 0,2 𝑚𝑙 = 0,21 𝑚𝑙

3. Na. CMC 1 %
33,05 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vol pemberian replikasi 1 : × 0,2 𝑚𝑙 = 0,2 𝑚𝑙
30 𝑔𝑟𝑎𝑚
34 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vol pemberian replikasi 2 : 30 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 0,2 𝑚𝑙 = 0,22 𝑚𝑙
28 𝑔𝑟𝑎𝑚
Vol pemberian replikasi 3 : 30 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 0,2 𝑚𝑙 = 0,18 𝑚𝑙
B. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan agar mahasiswa dapat mempelajari
pengaruh bebarapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme obat dengan
mengukur efek farmakologinya. Metabolisme obat adalah suatu proses perubahan
struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim.Pada proses
ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan
kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekresikan melalui ginjal.
Metabolit itu mempunyai peran penting sebagai obat karena metabolit kemungkinan
menimbulkan toksisitas atau efek samping lebih rendah dibanding pro-drugnya.
Secara umum metabolit mengurangi variasi respon klinik dalam populasi yang
disebabkan perbedaan kemampuan metabolisme oleh individu-individu atau oleh
adanya penyakit tertentu.
• Diazepam
Mekanisme Kerja
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron
GABA Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat
dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital,
di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan
bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi
berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya
interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat,
dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA,
saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang
mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan
hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk
dirangsang berkurang (Mardjono, 2005).
Efek samping dari obat diazepam adalah mengantuk, ataksia, kelelahan, erupsi
pada kulit, edema, mual – mual dan konstipasi, gejala – gejala ekstra pirimidal,
jaundice,dan neutropenia. Perubahan libido, sakit kepala, amnesia,
hipotensi,gangguan visual, dan retensi urin (Katzung, 2002).
• Cimetidine
Mekanisme Kerja
Cimetidin merupakan antagonis kompetitif histamine pada reseptor H2 dari
sel parietal sehinga secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung.
Cimetidin juga memblok sekresi asam lambung yang disebabkan oleh
rangsangan makanan, asetilkolin, kafein, dan insulin (Siswandono dan
Soekardjo, 2000).
Bioavailabilitas cimetidin sekitar 70 % sama dengan pemberian IV atau Im
ikatan protein plasma hanya 20 %.Absorbsi simetidin diperlambat oleh makanan
sehingga cimetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud
untuk memperpanjang efek pada periode paska makan. Absorpsi terutama terjadi
pada menit ke 60 -90. Cimetidin masuk kedalam SSP dan kadarnya dalam cairan
spinal 10-20% dari kadar serum. Sekitar 50-80% dari dosis IV dan 40% dari
dosis oral diekskresi dalam bentuk asal dalam urin. Masa paruh eliminasi sekitar
2 jam ( Ganiswara, 1995 ).
Praktikum kali ini dilakukan dengan membuat larutan obat dari diazepam
yang akan diinjeksikan ke hewan uji ,kemudian mencit ditimbang dan dilakukan
perhitungan. Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang
kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model
atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara
lain persyaratan genetis keturunan dan lingkungan yang memadai dalam
pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta
mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Tjay.TH
dan Rahardja.K, 2002).
Pada pratikum kali ini, dilakukan 3 perlakuan percobaan dibagi dengan 4
kelompok, untuk kontrol itu dilakukan oleh kelompok 4 dan diazepame dilakukan
oleh kelompok 3, sedangkan diazepame + cimetidine dilakukan kelompok 1 dan 2.
Setiap kelompok menggunakan mencit sebanyak 1 ekor. Sebelum mencit itu
digunakan untuk pratikum ditimbang terlebih dahulu, lalu hasil dari timbangan berat
tiap mencit dicatat yang nanti nya akan digunakan untuk perhitungan volume
pemberian obat. Pada pratikum kali ini, tiap kelompok menyuntikan suspens iobat
nya hanya melalui satu rute, yaitu hanya menggunakan rute oral (dimasukan kedalam
mulut mencit).
Untuk pemberian obat diazepam + cimetidine pada mencit, pertama dihitung
volume pemberian kemudian berikan kepada hewan uji mencit secara oral. Mencit
replikasi I diberi obat diazepam dengan berat badan 38,96 gram dan volume
pemberian 0,25 ml dengan onset nya 30 menit dan durasi nya selama 360 menit.
Mencit replikasi II diberi obat diazepam dengan berat badan 34,4 gram dan volumme
pemberian 0,22 ml dengan onset nya 14 menit dan durasinya selama 375 menit.
Mencit replikasi III diberi obat diazepam dengan berat badan 35 gram dan volume
pemberian 0,23 ml dengan onset nya 25 menit dan durasi nya selama 340 menit.
Untuk pemeberian obat diazepam pada mencit, pertama dihitung volume
pemberian kemudian berikan kepada hewan uji mencit secara oral. Mencit replikasi
I diberi obat diazepam dengan berat badan 32,7 gram dan volume pemberian 0,22 ml
dengan onset nya 54menit dan durasi nya selama 210 menit. Mencit replikasi II
diberi obat diazepam dengan berat badan 34 gram dan volume pemberian 0,22 ml
dengan onset nya 65 menit dan durasi nya selama 215 menit. Mencit replikasi III
diberi obat diazepam dengan berat badan 32 gram dan volume pemberian 0,21 ml
dengan onset nya 65 menit dan durasi nya selama 185 menit.
Pemberian CMC Na yang digunakan sebagai kontrol. Pada mencit replikasi
I dengan berat badan 33.69 gram dan volume pemberian 0,2 ml, pada saat pemberian
CMC Na dimasukan secara keseluruhan kedalam mulut mencit dalam artian tidak
ada larutan CMC Na yang berceceran. Pada mencit saat setelah disuntikan mencit
langsung menggerakan tangan nya ke daerah mulutnya seperti gerakan menyeka
mulut. Lalu setelah menunggu selama 55 menit setelah pemberian CMC Na barulah
si mencit mulai diam dan mulai tertidur (Onset) lalu selang 6 menit setelah mencit
tidur, si mencit bangun kembali (Durasi). Pada mencit replikasi II dengan berat
badan 34 gram dan volume pemberian 0,22 ml,setelah menunggu beberapa menit
setelah pemberian CMC Na ternyata mencit tidak tertidur dan masih bergerak aktif.
Pada mencit replikasi III dengan berat badan 28 gram dan volume pemberian 0,18
ml,setelah menunggu beberapa menit setelah pemberian CMC Na ternyata mencit
tidak tertidur dan masih bergerak aktif. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena
volume pemberian obat yang berbeda di setiap bobot mencit.
Setelah dilakukan perhitungan volume dosis yang telah diberikan kepada
hewan uji mencit, pada mencit replikasi I,II, dan III memiliki durasi yang berbeda-
beda dengan rentang waktu sekitar 1-2 jam untuk memberikan efek obat dapat
bekerja. Pada literatur, diazepam memiliki durasi efek kisaran 15 – 60 menit untuk
pemberian oral, sedangkan memberikan durasi efek 1 – 3 menit untuk pemberian
intravena. Pada percobaan kali ini obat diberikan secara oral. Ada beberapa obat yang
memiliki durasi lebih lama, hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh beberapa factor
seperti tidak masuknya obat sepenuhnya yang diberikan kepada mencit tersebut,
kurangnya dosis obat yang diberikan atau bahkan kelebihan memasukkan obat secara
oral kepada mencit, dan kurang telitinya saat penimbangan dan perhitungan dosis
konversi. Sedangkan pada pemberian dosis diazepam+cimetidine mempunyai durasi
dengan rentang 1 – 4 jam, rentang tersebut tidak terlalu konstan hal tersebut juga
dapat dipengaruhi oleh beberapa factor seperti di pegaruhi oleh perbandingan antara
dua dosis yang kurang teliti. Pada sampel control yang diberikan Na CMC
menunjukan adanya rentang durasi rata-rata selama 6 menit dan ada beberapa mecit
dengan berat badan yang berbeda tidak diketahui waktu durasi maupun onsetnya.
Maka dapat dikatan pada pemberian sampel obat terdapat beberapa kesalahan, hal
ini kemungkinan terdapat adanya kesalahan yaitu adanya larutan obat yang tidak
masuk sepenuhnya atau tumpah dan tidak sepenuhnya masuk dalam mulut mencit,
sehingga mencit dengan berat badan yang besar pun mengalami penurunan dosis atau
dosis tidak sesuai dengan dosis yang semestinya sesuai dengan dosis konversinya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Pada pratikum “Pengaruh Metabolisme Obat Pada Hewan Uji” mencit yang
digunakan yaitu sebanyak 1 ekor tiap kelompok dan sebelum memulai pratikum mencit
sudah ditimbang terlebih dahulu. Rute pemberian pada pratikum kali ini menggunakan rute
pemberian secara oral dengan volume pemberian yang diberikan yaitu sesuai perhitungan.
Obat yang digunakan untuk praktikum kali ini yaitu CMC Na, Diazepam, dan Diazepam +
Cimetidine. Hasil pengamatan yang didapat yaitu onset tercepat yaitu selama 14 menit pada
mencit kedua diazepam + cimetidine dan onset paling lambat atau lama yaitu selama 56
menit pada mencit kedua dan ketiga diazepam. Untuk hasil pengamatan yang didapat untuk
durasi, durasi paling tercepat yaitu pada mencit pertama kontrol (CMC Na) dengan durasi 6
menit dan durasi paling lama yaitu pada mencit kedua cimetidine + diazepam dengan durasi
373 menit.

B. SARAN
Pada praktikum kali ini diperlukan pertimbangan untuk proses awal percobaan,
sehingga saran yang diberikan yaitu menambah jumlah timbangan agar proses penelitian
dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 1995, Perjalanan Dan Nasib Obat Dalam Badan, UGM Press: Yogyakarta
Anonim, 1999, Majalah Farmasi Indonesia Vol 10 No 04, Mandiri Jaya
Offset: Yogyakarata Anonim, 1995, Farmakope Indonesia IV. Depkes RI:
Jakarta Devissaguet, J. Aiache Jm, 1993, Farmasetiak 2 Biofarmasetiku,
Airlangga University Press: Surabaya
Depkes, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta. 6-7, 93-94, 265, 338-339, 691.
Katzung, B.G., 2010, Farmakologi Dasar dan Klinik (terjemah), ED. 10, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Mardjono, Mahar, 2005,Farmakologi dan Terapi Edisi 4,Gaya Baru:Jakarta
Neal, M. J., 2005, Farmakologi Medis Edisi Kelima, Erlangga : Jakarta
Yarif, Amin, 1995, Farmakologi Dan Terapi. Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakulatas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai