Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN MENGIDENTIFIKASI EFEK DIURETIK

FUROSEMID ATAU HCT TERHADAP HEWAN


PERCOBAAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2 :

1. Arfie Nur Adina 03422118055


2. Arista Holoho 03422118058
3. Putri Anisyah 03422118295
4. Renny Febrianny 03422118321
5. Rita Agustin Erlis 03422118340
6. Sartika Dewi Sirait 03422118364
7. Titiek Suhartini 03422118339

AKADEMI FARMASI IKIFA


2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. TUJUAN PRAKTIKUM
TUJUAN UMUM
1. Terampil bekerja dengan hewan percobaan.
2. Menghayati secara lebih baik berbagai prinsip farmakologi diuresis
yang diperoleh secara teori.
3. Menghargai hewan-hewan percobaan karena peranannya dalam
mengungkap fenomena- fenomena kehidupan .
4. Menyadari pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap hasil
eksperimen farmakologi dan pengaruh yang sama terhadap manusia.
5. Mampu menerapkan, mengadaptasi dan memodifikasi metode-metode
farmakologi untuk penilaian efek obat.

TUJUAN KHUSUS
1. Membuktikan bahwa FUROSEMID & HCT mempunyai efek diuretika.
2. Membandingkan onset diuretik setiap kelompok.
3. Membandingkan % efek diuretik setiap kelompok.
4. Menetapkan golongan diuretic kuat-sedang-lemah.
5. Menggambar grafik profil diuretik tiap jam setiap kelompok.

B. MANFAAT PRAKTIKUM
1. Dapat mengetahui mekanisme kerja dan obat diuretic.
2. Dapat mengetahui volume urine yang dihasilkan oleh mencit akibat
dari efek pemberian obat diuretik.
3. Dapat mengetahui dampak obat diuretik dari dosis tertentu yang
diberikan kepada mencit.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Diuretik
Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk membuang kelebihan garam
dan air dari dalam tubuh melalui urine. Jumlah garam, terutama natrium,
yang diserap kembali oleh ginjal akan dikurangi. Natrium tersebut akan
ikut membawa cairan yang ada di dalam darah, sehingga produksi urine
bertambah. Akibatnya, cairan tubuh akan berkurang dan tekanan darah
akan turun.

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik :


 Tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang
reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang
reabsorbsi natrium banyak.
 Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis
hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang
berbeda terhadap diuretik.
 Interaksi antara obat dengan reseptor.
Obat Tempat kerja utama Cara kerja
Diuretic a. Tubuli prroksimal Penghambat reabsorbsi Na & air
osmotic melalui daya osmotik.

Penghambat reansorbsi Na & air oleh


b. Ansa henle
karena hipertonisitas daerah medulla
desenden
menurun.

Penghambat reansirbsi Na & air oleh


c. Duktus karena penghambat ADH.
koligenesis

Penghambat Tubuli proksimal Penghambat terhadap reabsorbsi


e-anhidrase HCO3-, H+, dan Na.
Tiazida Hulu tubuli distal Penghambat terhadap reabsorbsi
natrium klorida.
Diuretic -hilir tubuli distal & - penghambat antiport N+ / K+
hemat duktus koligentes (reabsorbsi natrium dan sekresi
kalium daerah korteks. kalium) dengan jalan antagonism
(spironolakton) atau secara langsung
-ansa henle
(triamteren dan amiloria)
asenden bagian epitel
Diuretic kuat
tebal. - penghambatan terhadap
kontraseptor Na+/K+/cL-

Penggolongan obat
Pada umumnya, diuretika dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu :
1. Diuretik kuat
Berkhasiat kuat dan agak pesat tetapi agak singkat (4-6 jam)
dan terutama digunakan pada keadaan akut, misalnya pada udema
otak dan paru – paru. Diuretic kuat terutama bekerja dengan cara
menghambat reabsorbsi elektrolit Na2+/K2+/2CL- di ansa henle
asendens bagian epitel tebal, tempat kerjanya di permukaan sel epitel
bagian luminal.
Misalnya : Furosemid, Bumetanida, dan etarkrinat.
Dosis :
Asam etakrinat : Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-
200 mg per hari. Sediaan IV berupa Na-etakrinal, dolsisnya 50 mg
atau 0,5-1 mg/kgBB. Furosemid : Obat ini tersedia dalam bentuk
tablet 20, 40, 80 mg dan preparat suntikan. Umumnya pasien
membutuhkan kurang dari 600 mgg/hari. Dosis anak 2 mg/kgBB, bila
perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.
Bumetanid : Tablet 0,5 dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa
0,5-2 mg sehari. Dosis maksimal perhari 10 mg. Obat ini tersedia juga
dalam bentuk bubuk injeksi dengan dosis IV atau IM dosis awal atara
0,5-1 mg: dosis diulang 2-3 jam maksimum 10 mg/hari
Efek samping : toksisitas, nefritis interstisialis alergik, dan ketulian
sementara.

2. Derivat Tiazid
Efeknya lebih lemah dan lembut tapi juga lebih lama (6-48 jam)
dan terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan
kelemahan jantung. Bekerja pada tubulus kontrotus dustal ginjal
sesudah ansa henle dengan meningkatkab ekskresi sesudah ansa
henle dengan meningkatkan sekresi natrium klorida dan air.
Misalnya : Hidroklorotiazid, Klortalidon, mefrosida, Indapamida,
Xipamida dan kropamida.
Dosis :
Hidroklortiazid. Tablet 250 dan 50 mg digunakan dalam dosis 25-100
mg/hari dengan lama kerja 6-12 jam.
Klorotiazid. Tablet 250 dan 500 mg digunakan dalam dosis 500-2000
mg/hari dengan lama kerja 6-12 jam.
Efek samping : pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia,
peningkatan kadar kolesterol dan trigliserid plasma.

3. Diuretik hemat Kalium.


Efek obat ini lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan
diuretika lainnya untuk menghambat ekskresi kalium. Aldosterem
menstimulasi reabsorbsi Na dan ekskresi kalium. Proses ini di hambat
secara kompetitif (saingan) oleh antagonis dan aldosterm. Diuretic
hemat kalium bekerja pada tubulus distal ginjal untuk meningkatkan
ekskresi natrium dari air dan resistensi kalium.
Misalnya : Antagonis aldosteron (spironolakton ), amilomida, dan
triamteren.
Dosis :
Spironolakton terdapat dlam bentuk tablet 25, 50 dan 100 mg. dosis
dewasa berkisar antara 25-200 mg, tetapi dosis efektif sehari-hari
rata-rata 100 mg dalam dosis tunggal atau terbagi. terdapat pula
sediaan kombinasi tetap antara sprironolakton 25 mg dan
hidroklorotiazid 25 mg dan, serta antara spironolakton 25 mg dan
tiabutazid 2,5 mg.
Triameteren tersedia sebagai kapsul dari 100 mg. dosisnya 100-300
mg sehari. Untuk tiap penderita harus ditetapkan dosis penunjang
tersendiri.
Amilorid dalam bentuk tablet 5 mg. dosis sehari sebesar 5-10 mg.
Efek samping : hiperkalemia yang sering terjadi bila obat ini diberikan
bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan.

4. Diuretika Osmotis.
Hanya direabsorpsi sedikit atau ditubuli hingga reabsorpsi air
juga terbatas. Efeknya adalah diuresis osmotis dengan ekskresi air
tinggi dan relative sedikit ekskresi. Diuretic osmotic bekerja
meningkatkan osmolabilita (konsentrasi) plasma dan cairan dalam
tubulus ginjal natrium, kalium dan air di ekskresikan. Misalnya : Manitol
dan Sorbitol.
Dosis :
Manitol. Untuk suntikan intravena digunakan larutan 5-25% dengan
volume antara 50-1000 ml. Dosis untuk menimbulkan diuresis adalah
50-200g yang diberikan dalam cairan infus selama 24 jam dengan
kecepatan infus sedemikian, sehingga diperoleh diuresis sebanyak 30-
50ml per jam. Untuk penderita dengan oliguria hebat diberikan dosis
percobaan yaitu 200mg/kgBB yang diberikan melalui infus selama 3-5
menit. Bila dengan 1-2 kali dosis percobaan diuresis masih kurang dari
30ml per jam dalam 2-3 jam, maka status pasien harus di evaluasi
kembali sebelum pengobatan dilanjutkan.
Isosorbid. Diberikan secara oral untuk indikasi yang sama dengan
gliserin. Efeknya juga sama, hanya isosorbid menimbulkan diuresis
yang lebih besar daripada gliserin, tanpa menimbulkan hiperglikemia.
Dosis berkisar antara 1-3g/kgBB, dan dapat diberikan 2-4 kali sehari.

5. Perintang – karbonhidrase
Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase ditubuli proksimal
sehingga disamping karbonat, juga Nadan K diekskresi lebih banyak
bersamaan dengan air.
Misalnya : asetazolamid, Diklorofenamid , metazolamid.
Dosis :
Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg untuk
pemberian oral. Dosis antara 250-500 mg per kali, dosis untuk chronic
simple glaucoma yaitu 250-1000 mg per hari.
Efek samping : Mual, muntah, diare, gangguan rasa, depresi, poliurea,
menurunkan libido, gangguan elektrolit dan asidosis
(Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja 2002, hal 490).
BAB 3

METODE PERCOBAAN

A. PROSEDUR KERJA
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Setiap kelompok mengambil 6-8 ekor mencit yang telah dipuasakan
semalam dan di timbang dengan pemilihan bobot antara >16 gram.
3. Menghitung dosis larutan yang akan diberikan pada mencit.
4. Membuat larutan suspensi yang akan diberikan pada mencit, berupa
larutan NaCl 3,6 % , larutan Gom, larutan Furosemide, dan larutan
HCT.
5. Menyiapkan larutan yang akan diberikan ke mencit sesuai dengan
dosis yang telah dihitung dalam bentuk oral dan ip.
6. Mencit dipisahkan dalam 6 ruangan berbeda dengan penampungan
urin masing-masing.
7. Kemudian mencit di berikan 6 perlakuan berbeda.
Antara lain: diberikan perlakuan larutan HCT secara oral dan ip,
diberikan perlakuan larutan Furosemide secara oral da ip, diberikan
perlakuan Normal berupa larutan Nacl dan Gom secara oral dan ip.
Kemudian di lepaskan dalam kandang berbeda dan untuk diamati
pengeluaran urinnya.
8. Catat waktu pemberian larutan dan waktu pengeluaran urin
pertamanya (onset).
9. Catat volume urine tertampung (VUT) pada jam ke-1 dan jam ke-2
setelah pemberian larutan.
10. Mencit yang telah di uji coba, dikembalikan ke dalam kandangnya dan
bersihkan alat-alat yang telah digunakan.
B. ALAT DAN BAHAN
Alat : Bahan :
- Timbangan mencit - Larutan NaCl
- Alat suntik - Furosemide 40 mg tablet
- Sonde oral mencit - HCT 25 mg tablet
- Kandang metabolisme individual - GOM 0,5 %
- Alat gelas sesuai kebutuhan - Mencit Putih

Dosis :

50 0,205
 HCT-Oral = 60 𝑥12,3𝑥0,02 = 𝑥12 = 0,492 𝑚𝑙 ~ 0,49 𝑚𝑙
5

16
= 20 𝑥 0,49 = 0,40 𝑚𝑙

16
Nacl = 20 𝑥 0,5 𝑚𝑙 = 0,4 𝑚𝑙

50 0,205
 HCT-ip = 𝑥 12,3𝑥0,02 = 𝑥12 = 0,492 𝑚𝑙 ~ 0,49 𝑚𝑙
60 5
17
= 20 𝑥 0,49 = 0,41 𝑚𝑙

17
Nacl = 20𝑥 𝑥0,5 = 0,42 𝑚𝑙

40 0,164
 Fu-Oral = 60 𝑥12,3𝑥0,02 = 𝑥12 = 0,492 ~ 0,49 𝑚𝑙
4

16
= 20 𝑥0,49 𝑚𝑙 = 0,39 ~ 0,40 𝑚𝑙

16
Nacl = 20 𝑥0,5 = 0,4
40 0,164
 Fu-ip = 60 𝑥12,3𝑥0,02 = 𝑥12 = 0,492 𝑚𝑙 ~ 0,49 𝑚𝑙
4

19
= 20 𝑥0,49 = 0,47 𝑚𝑙

0,5 17
Nacl = 20
= 20
𝑥0,5 = 0,42 𝑚𝑙
17
 N-Oral = 20 𝑥0,5 = 0,42 𝑚𝑙

Nacl = 0,42 𝑚𝑙 = 𝑁5

0,5 17
 N-Oral = = 𝑥0,5 = 0,42 𝑚𝑙
20 20

C. PEMBUATAN SEDIAAN

1. NaCl 900 mg dilarutkan dalam ades ad 25 ml  beri etiket

2. 1 tablet furosemid (40 mg) digerus dengan GOM 0,5% sedikit-sedikit di


ad kan 10 ml  vial  beri etiket : Fu 4 mg/ml

3. F40 dibuat dengan mengencerkan 1 ml (larutan Fu 4 mg/ml) dengan


GOM 0,5% ad 12 ml.

4. 1 tablet HCT 25 mg digerus dengan GOM 0,5% sedikit-sedikit di ad


kan 10 ml  vial  beri etiket : HCT 2,5 mg/ml

5. HCT 50 dibuat dengan mengencerkan 2 ml (larutan HCT 2,5 mg/ml)


dengan GOM 0,5% ad 12 ml

D. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional variabel
NO VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL UNIT SKALA
Dibuat dengan melarutkan
Larutan NaCl 900 mg dalam 25 ml air
1 Ml rasio
NaCL suling untuk mencapai
konsentrasi 3,6 %
Dibuat dengan melarutkan
Larutan
2 GOM 1,8 gram dalam 20 ml Ml rasio
Normal
air suling.
Larutan Dibuat dengan membuat
3 Ml rasio
Furosemide suspensi dari 1 tablet
Furosemide 40 mg ad 10 ml.
Kemudian dari 1 ml larutan
tersebut diencerkan dengan
larutan GOM ad 12 ml.
Dibuat dengan membuat
suspensi dari 1 tablet HCT 25
mg ad 10 ml. Kemudian dari
4 Larutan HCT Ml rasio
2 ml larutan tersebut
diencerkan dengan larutan
GOM ad 12 ml.
Mencit dipilih berdasarkan
berat badannya dengan
5 Mencit kriteria antara 20-25 gram. Ekor nominal
Mencit yang akan digunakan
telah dipuasakan semalam.

F. CARA ANALISIS

- VUT : Volume Urine Tertampung


- VCB : Volume Cairan yang Diberikan
- Onset : Waktu pertama mencit mengeluarkan urine setelah
perlakuan.
𝑉𝑈𝑇
- Keterangan : Tingkat diuresis dihitung menggunakan rumus X
𝑉𝐶𝐵

100%
Identifikasi hasil perhitungan:
 40% - 80% : Diuretik lemah
 81% - 100% : Diuretik sedang
 > 100% : Diuretik kuat
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Uji komparasi efek diuretik Furosemide / HCT oral-ip


Perlakuan : Fu 40, HCT 50, Normal
Tanggal Percobaan : 19 Oktober 2019
Berat NaCl Obat Onset ml VUT jam ke- Rata-
No Mencit Perlakuan VCB Rata %
(gram) A (ml) Jam B (ml) Jam Menit 1 2 efek
7 H-or 23 0,57 9.31 0,55 1,12 10.15 44 0,5 0,5
11 H-or 24 0,6 9.30 0,57 1,17 10.45 75 - 0,8
13 H-or 24 0,6 9.30 0,57 1,17 10.40 70 - 0,3 46%
1,15 63 0,5 0,53

8 H-ip 17 0,42 9.10 0,4 0,82


47%
12 H-ip 26 0,65 9.25 0,62 1,3 10.05 40 0,5 0,5
1,06 40 0,5 0,5

9 N-or 25 0,62 9.14 0,62 1,24 10.51 97 - 0,2


3 N-or 26 0,65 9.16 0,65 1,3 10.12 46 0,9 0,9 43%
1,27 71,5 0,9 0,55

10 N-ip 28 0,7 9.30 0,7 1,4 10.15 45 0,1 0,2


4 N-ip 31 0,78 9.41 0,78 1,56 9.50 9 1,6 1,8
97%
15 N-ip 27 0,68 9.31 0,66 1,34 9.44 13 2 2,2
1,43 22,3 1,23 1,4

1 Fu-or 28 0,7 9.13 0,7 1,4 9.35 22 1 1


5 Fu-or 0,65 9.34 0,65 1,3 10.05 31 1,3 1,6
102%
14 Fu-or 28 0,7 9.27 0,7 1,4 9.40 13 1,4 1,6
1,36 22 1,23 1,4

2 Fu-ip 28 0,7 9.22 0,7 1,4 9.35 13 1,2 1,7


6 Fu-ip 27 0,68 9.31 0,66 1,34 9.36 5 1,3 1,6 120%
1,37 9 1,25 1,65

Perlakuan Onset % efek Perlakuan % jam ke 1 % jam ke 2

HCT-ORAL 63 46% HCT-ORAL 43 2

HCT-IP 40 47% HCT-IP 47 0

FU-ORAL 22 102% FU-ORAL 90 12

FU-IP 9 120% FU-IP 91 29

N-ORAL 71,5 43% N-ORAL 70 0

N-IP 22,3 97% N-IP 86 11


GRAFIK

Diuretik FU vs HCT oral-ip


140
120
120
102
97
Onset('), Efek (%)

100

80 71.5
63
60 46 47
40 43
40
22 22.3
20 9

0
HCT-oral HCT-IP FU-oral FU-IP N-oral N-IP
Perlakuan

onset % efek

diuretik FU vs HCT
100
90
80
70
60
persen

50
40
30
20
10
0
% jam ke 1 % jam ke 2

HCT-oral HCT-ip FU-oral FU-ip N-oral N-ip


B. PEMBAHASAN
1. Pada praktikum ini dilakukan uji coba diuretik terhadap mencit
menggunakan Furosemide dan HCT tablet.
2. Pada 24 mencit yang diuji coba, diberikan 6 perlakuan berbeda antara
lain: perlakuan normal, pemberian suspensi Furosemide dan suspensi
HCT secara oral dan ip.
3. Dari 6 perlakuan yang diberikan terhadap mencit didapatkan hasil 22
ekor mencit mengeluarkan urine setelah diberikan cairan.
4. 22 mencit yang mengeluarkan urine memiliki onset (waktu
pengeluaran urine pertama) yang berbeda-beda. Dari 6 perlakuan
berbeda yang diberikan, onset yang paling cepat terjadi pada
pemberian Furosemide ip dan HCT ip.
5. Dari 16 mencit yang berhasil mengeluarkan urine, memiliki persentase
efek yang berbeda-beda. Persentase tertinggi ada pada pemberian
Furosemide oral yakni sebesar 110%
6. Dari hasil percobaan di atas dapat dilihat golongan diuretik antara lain:
Furosemide secara oral-ip : Diuretik kuat
HCT oral-ip : Diuretik lemah
7. Berdasarkan hasil percobaan di atas, dapat dilihat bahwa perbedaan
cara pemberian larutan tidak mempengaruhi efek obat secara
signifikan. Dimana obat dengan pemberian secara ip (intraperitoneal)
maupun oral memberikan efek yang hampir sama pada setiap
perlakuan.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
 Furosemide dan HCT adalah obat-obatan yang berkhasiat sebagai
diuretika, yaitu obat-obatan yang dapat menambah volume
pembentukan urine.
 Efek: Fu-oral: 110%, Fu-ip : 100%, HCT-oral: 105%, HCT-ip: 50%, N-
oral: 60%, N-ip: 30%.
 Fu-oral dan ip: golongan diuretik kuat, HCT-oral dan ip: golongan
diuretik lemah.
 Terdapat hubungan cara pemberian dengan efek. Obat yang diberikan
dengan cara intra peritoneal absorpsinya lebih cepat dibandingkan
peroral karena pada mesantrium banyak mengandung pembuluh
darah. Obat yang diberikan secara i.p akan diabsorbsi pada sirkulasi
portal sehingga akan dimetabolisme di dalam hati sebelum mencapai
sirkulasi sistemik.

B. SARAN
 Berat badan mencit yang digunakan dalam percobaan hendaknya
disamaratakan sehingga terdapat keseragaman volume larutan yang
diberikan pada mencit.
 Pada pemberian larutan ke mencit baik secara oral maupun secara ip
sebaiknya dilakukan secara lebih hati-hati untuk mencegah banyaknya
mencit yang mati akibat perlakuan yang salah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjay, T.H., Rahardja, K., 2007, Obat-obat Penting, ed 5, PT Elex Media


Komputindo, Jakarta. (OOP)
2. Ganiswara, G.S., dkk, 2007, Farmakologi & Terapi, ed 5, Bagian
Farmakologi Kedokteran UI, Jakarta. (FT)
3. www.academia.edu//praktikumfarmakologiujidiuretik

Anda mungkin juga menyukai