Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI

EFEK DIURETIKA
(UJI POTENSI DIURETIKA)

Disusun Oleh :
Nama : Zufar Firza Mahendra
NIM : 17330090
Kelas : B

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diuretik merupakan sekelompok Obat yang dapat meningkatkan laju pembentukan
urin. Diuresis memiliki dua definisi, pertama menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat
terlarut dalam air dan yang kedua menunjukkan adanya penambahan volume urin yang
diproduksi.

Mobilisasi cairan udema yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian


rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal merupakan manfaat utama diuretik.
Diuretik merupakan Obat - obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran
urine. Obat-obatan diuretik menghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na dan
ion lain seperti Cl untuk memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam
keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi meningkat
karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus
ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan
volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan darah.

B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami kerja farmakologi dari berbagai kelompok diuretika
2. Mahasiswa dapat memperoleh gambaran tentang cara evaluasi potensi diuretika.

C. Prinsip Percobaan

Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin menjadi lebih banyak
frekuensi dan kuantitasnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran urin atau kemih
(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat diuresis menstimulasi dengan
mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat yang
memperbesar volume darah (dekstran), memperkuat kontraksi jantung (teofilin, digoksin) atau
merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air, alkohol) (Tjay Tan Hoan. 2007).

Diuretik adalah suatu obat yang dapat meningkatkan jumlah urine (diuresis) dengan
jalan menghambat reabsorpsi natrium dan air serta mineral lain pada tubulus ginjal. Dengan
demikian bermanfaat untuk menghilangkan udema dan mengurangi free load. Kegunaan
diuretik terbanyak adalah untuk gagal jantung dan antihipertensi. Pada gagal jantung, diuretik
akan menghilangkan atau mengurangi cairan yang terakumulasi di paru paru dan jaringan, di
samping itu berkurangnya kerja jantung akan mengurangi volume darah.

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretic:

l. Tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretic yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium
banyak akan memberikan efek yang besar, diuretic yang bekerja pada daerah yang
reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil.

2. Status fisiologi dari organ, misalnya sirosis hati, dekompensasi jantung, dan gagal ginjal.
Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik.

3. Interaksi antara obat dengan reseptor. Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorpsi
natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak.

Mekanisme kerja diuretika

Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium sehingga


pengeluarannya lewat kemih dan demkian juga dari air-diperbanyak. Obat-obat ini bekerja
khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni:
l. Tubuli Proksimal

Ultra filtrat mengandung sejumlah besar garam yang direabsorpsi secara aktif untuk
70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum, karena reabsorpsi
berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrate tidak berubah dan tetap isotonis
terhadap plasma. Diuretic osmosis bekerja di tubulus proksimal dengan merintangi reabsorpsi
air dan natrium.

2. Lengkung Henle

Diuretika lengkungan bekerja terutama dengan merintangi transport Cl- begitu pula
reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan K+ dipperbanyak.

3. Tubuli Distal

Na+ diabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrate menjadi lebih cair dan lebih
hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak
eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Kemudian ion Na+ ditkarkan denganion K+ atau NH4+
proses ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal aldosterone. Antagonis aldosterone dan zat-
zat penghemat kalium bekrja disini dengan mengeksresi Na+ san retensi K+.

4. Saluran Pengumpul

Hormon antidiuretic (ADH) dan hipofise bekerja disini dengan mempengaruhi


permaebilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.
BAB III

ALAT, BAHAN DAN METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


Hewan coba Tikus putih, jantan (jumlah 6 ekor), bobot tubuh 200-300 g
Obat - CMC Na 1% secara PO
- Furosemid 20 mg/ 70 kgBB manusia secara PO
- Spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara PO
- Air hangat 50 ml/ kgBB tikus
Alat - Spuit injeksi 1 ml
- Sonde
- Timbangan Hewan
- Kandang Diuretic
- Beaker Glass
- Gelas Ukur

B. Metode Kerja

1. Puasakan tikus selama 12-16 jam, tetapi tetap diberikan air minum.
2. Sebelum pemberian obat, berikan air hangat per oral sebanyak 50 ml/ kg BB
tikus.
3. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari
2 ekor mencit dengan perbedaan dosis obat yang diberikan:
Kelompok I : CMC Na 1% secara PO
Kelompok II : furosemide 20 mg/ 70 kgBB manusia secara IV
Kelompok III : spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara
4. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing
mencit.
5. Berikan larutan obat sesuai kelompok masing-masing.
6. Tempatkan tikus ke dalam kandang diuretic.
7. Kumpulkan urine selama 2 jam, catat frekuensi pengeluaran urine dan jumlah
urine setiap kali diekskresikan.
8. Catat dan tabelkan pengamatan.
9. Hitung persentase volume kumulatif urine yang diekskresikan:
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑢𝑟𝑖𝑛𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑘𝑟𝑒𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 2 𝑗𝑎𝑚
=
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑟𝑎𝑙
Efek diuretika positif jika persentase volume kumulatif urine yang diekskresika >75% dari
volume air yang diberikan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan

Percobaan Bahan Obat Efek Diuretik

Tikus CMC Na 1% Frekuensi Urinasi 40’ 52’ 61’ 94’ 120’


secara PO (menit ke-)
Volume Urine (ml) 1 0,6 0,3 0,8 0,2

Volume Urine
Kumulatif selama 2 2,9 ml
jam (ml)
Volume Air yg
Diberikan secara PO 5 ml
(ml)
PotensiDiuretika
58%
(%)
CMC Na 1% Frekuensi Urinasi 36’ 49’ 75’ 88’ 100’ 120’
secara PO (menit ke-)
Volume Urine (ml) 0,5 0,2 0,5 0,7 0,5 0,2
Volume Urine
Kumulatif selama 2 2,6 ml
jam (ml)
Volume Air yg
Diberikan secara PO 5 ml
(ml)
Potensi Potensi Diuretika 52%
Diuretika (%)
Furosemide 20 Frekuensi Urinasi 36’ 52’ 67’ 75’ 84’ 96’ 110 119’
mg (manusia (menit ke-) ’
70 kg) secara Volume Urine (ml) 1 0,8 0,5 1,2 1 1 1,8 2
PO
Volume Urine
Kumulatif selama 2 9,3 ml
jam (ml)
Volume Air yg
Diberikan secara PO 5 ml
(ml)
Potensi Diuretika 186%
(%)
Furosemide 20 Frekuensi Urinasi 39 50 74 89 106’ 120’
mg (manusia (menit ke-)
70 kg) Volume Urine (ml) 1 0,5 0,8 1,5 2 2,8
secara PO
Volume Urine
Kumulatif selama 2 8,6 ml
jam (ml)
Volume Air yg
Diberikan secara PO 5 ml
(ml)
Potensi Diuretika
172%
(%)
Spironolakton Frekuensi Urinasi 45’ 66’ 80’ 96’ 120’
100 mg (menit ke-)
(manusia 70 Volume Urine (ml) 0,3 0,8 1,3 1,1 2
kg)
secara PO
Volume Urine
Kumulatif selama 2 5,5 ml
jam (ml)
Volume Air yg
Diberikan secara PO 5 ml
(ml)
Potensi Diuretika 110%
(%)
Spironolakton Frekuensi Urinasi 26’ 47’ 60’ 92’ 108’ 120’
100 mg (menit ke-)
(manusia 70 Volume Urine (ml) 0,8 1 1 0,6 1 ,5 2,4
kg)
Volume Urine
secara PO
Kumulatif selama 2 5,3 ml
jam (ml)
Volume Air yg
Diberikan secara PO 5 ml
(ml)
Potensi Diuretika 146%
(%)

Perhitungan Dosis
• Furosemide 20 mg/ 70 kg BB Manusia
Furosemid 0,04% (20 mg dalam 50 ml)
Konversi Manusia → Tikus = 0,018 x 20 mg = 0,36 mg
230
1. Tikus BB 230 g → x 0,36 = 0,4 mg
200
0,4
Volume → x 50 = 1 ml
20

270
2. Tikus BB 270 g → 200 x 0,36 = 0,5 mg
0,5
Volume → x 50 = 1,25 ml
20

• Spironolakton 100 mg/ 70 kgBB Manusia


Spironolakton 0,1% (50 mg dalam 50 ml)
Konversi Manusia → Mencit = 0,018 x 100 mg = 1,8 mg
250
1. Tikus BB 250 g → x 1,8 = 2,25 mg
200
2,25
Volume → x 50 = 2,25 ml
50
260
2. Tikus BB 260 g → 200
x 1,8 = 2,3 mg
2,3
Volume → x 50 = 2,3 m
50
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan uji diuretic untuk melakukan uji diuretic. Diuretic
merupakan obat penambah kecepatan pembentukan urin. Fungsi utamanya adalah
memobilisasi cairan udem untuk mengubah keseimbangan cairan sehingga volume cairan
ekstra sel menjadi normal. Pada uji ini digunakan tikus sebagai hewan uji. Tikus terbagi
menjadi 3 kelompok, yang setiap kelompoknya terdiri dari 2 ekor.

Sebelum dilakukan pengujian seluruh tikus dipuasakn terlebih dahulu selama 12 jam,
kemudian diberi air hangat sebanyak 5 ml menggunakan sonde. Tujuan pemberian air hangat
yaitu untuk mempercepat dan memperbanyak urin yang dikeluarkan. Kemudian diberikan
bahan uji, sebelum pemberian dosisnya dihitung terlebih dulu. Pada kelompok I tikus dengan
bobot badan 250 g dan 280 g diberi larutan CMC Na 1% masing-masing sebanyak 0,5 ml
secara PO (Peroral), kemudian tunggu selama 2 jam untuk menampung urin yang di eksresikan
tikus. Pada pemberian CMC Na ini urin dieksresikan 250 g didapatkan volume kumulatif urin
sebanyak 2,9 ml dan presentasenya hanya sebesar 58%. Pada mencit dengan bobot 280 g
setelah diamati dan dihitung total volume sebanyak 2,6 ml dan presntasenya 52%. Pengujian
efek diuretic dengan CMC Na ini menunjukkan efek diuretic yang negative karena presentase
kumulatif urin yang dieksresikan kedua tikus tersebut tidak mencapai 75 %.

Pada pengujian kelompok II, mencit diberikan obat furosemide secara PO, mencit
dengan bobot 230 gr ditotal volume yang dihasilkan sebanyak 9,3 ml dengan presntase volume
kumulatif sebesar 186 %. Kemudian pada mencit dengan bobot 270 gr dan dihitung total
volume yang dihasilkan sebanyak 8,6 ml dengan presentase volume kumulatif sebesar 172 %.
Dilihat dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa furosemide menunjukkan efek diuretic
positif karena presentase kumulatif urin yang di eksresikan kedua tikus tersebut diatas 75%.
Hal ini dikarenakan obat furosemide memiliki efek diuresis kuat. Obat furosemide mudah
diserap melalui saluran cerna. Biovaibilitas furosemide 65% diuretic kuat terikat pada protein
plasma secara ekstensif sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat dieksresi melalui
system transport asam organic di tubulus proksimal.

Pengujian diuretic pada kelompok III, mencit diberikan obat spironolakton secara PO,
mencit dengan bobot 250 gr selama 2 jam didapatkan total volume kumulatif sebanyak 5,5 ml
dengan presntase volume kumulatif sebesar 110 %. Kemudian pada mencit dengan bobot 260
gr dan didapatkan total volume sebanyak 5,5 ml dengan presentase volume kumulatif sebesar
146 %. Dilihat dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa spironolakton menunjukkan efek
diuretic positif karena presentase kumulatif urin yang di eksresikan kedua tikus tersebut diatas
75%. Menurut literature, spironolakton berkerja pada segemen yang berespon terhadap
aldosteron pada nefron distal, dimana homeostatis K dikendalikan. Dengan mekanisme kerja
yaitu berkompetensi dengan aldosteron pada reseptor di tubulus ginjal distal, meningkatkan
NaCl dan ekskresi air selama konversi ion kalium dan hydrogen, juga dapat memblok efek
aldosteron pada otot polos arterioles. Aquadest disini hanya digunakan sebagai control
sehingga tidak memberikan efek.

Dari hasil pengamatan diatas, menunjukkan bahwa furosemide menghasilkan volume


urin terbanyak dibanding CMC Na dan Spironolakton. Menurut literature, furosemide
merupakan obat diuretic yang bekerja pada bagian ansa henle asenden dengan efek cepat dan
volume urin yang banyak. Mekanisme kerja obat furosemide yaitu dengan menghilangkan air
dan garam dari dalam tubuh. Pada ginjal bahan-bahan seperti garam, air dan molekul kecil
lainnya akan disaring keluar dari darah dan masuk ke dalam tubulus ginjal, dan cairan akan di
saring menjadi air seni. Sebagian besar natrium, klorida dan air yang disaring dari darah
disererap kedalam darah sebelum cairan disaring menjadi air kencing dan eksresikan dari
dalam tubuh. Furosemide bekeja menghalangi penyerapan natrium, klorida, dan air dari cairan
yang disaring dalam tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan signifikan terhadap eksresi urin.

Sedangkan pada obat spironolakton walaupun termasuk kedalam obat diuretic tetapi ia
mensekresikan urin lebih sedikit daripada furesemid karena mekanisme kerja obat tersebut
yaitu sebagai penghambat kompetiif efektimbal-balik alfesteron-reseptor, jadi pada percobaan
ini tikus tidak cepat mengeluarkan urin karena obat yang diinduksikan efeknya menghambat.
Dan pada CMC Na mengasilkan eksresi urin paling sedikit karena CMC Na dalam pengujian
ini adalah plasebo atau obat kosong yang tidak mengandung zat aktif dan tidak memberikan
efek apapun sehingga pada pengujian efek diuretic CMC Na adalah negatif

Pada praktikum kali ini didapatkan hasil yang sesuai karena menurut literature
disebutkan bahwa tikus yang diberikan furosemide secara peroral akan memberikan efek
diuresis yang lebih besar daripada tikus yang diberikan spironolakton.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Percobaan ini sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa furosemide adalah
diuretic kuat sehingga paling banyak dalam mensekresikan urin.
2. Mekanisme kerja obat diuretic yaitu dengan menghambat reabsorpsi elektrolit Na+ pada
bagian-bagian nefron, akibatnya Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam
jumlah yang banyak dibandingkan bila dalam keadaan normal bersama dengan air, untuk
mempertahankan keseimbangan osmotic sehingga meningkatkan volume urin.
3. Obat diuretic berfungsi untuk meningkatkan volume urin yang dieksresikan dari dalam
tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Sulistia Gan Gunawan. 2016. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: UI


Mutschler Ernst. 1991. Dinamika Obat. Bandung: ITB
Ganiswarna .S,. 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Jakarta : Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia.
Tan Hoan, Tjay, Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Edisi 6. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo
Mycek, M. J., Harvey, R,A., Champe, P.C., 1997, Farmakologi Ulasan Bergambar
Edisi Kedua, Jakarta : Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai