PERCOBAAN 7
DI SUSUN OLEH :
Nama : Sintia
NIM : 170106044
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Prinsip
2
BAB II
TEORI DASAR
3
tebal lengkung henle bagian asenden, oleh karena itu golongan obat ini disebut
juga sebagai loop diuretic. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah
furosemid, toremid, asam etakrinat, dan bumetanid (Sulistia, 2016).
Furosemid merupakan loop diuretic yang bekerja secara reversibel
dengan melekat pada situs pengikat klorida kotransporter Na+Cl-K+ di
membran sel luminal pada segmen tebal ansa henle. Kotransporter ini
bertanggung jawab untuk transpor natrium dari saluran kemih ke dalam sel
tubulus melalui perbedaan konsentrasi. Efek utama penutupan kotransporter
ini adalah mengurangi reabsorbsi sodium sebanyak 20- 30%, sehingga
akhirnya terjadi diuresis. Furosemid juga berperan sebagai penghambat
reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal melalui blokade karbonik
anhydrase (Utami dan Taralan, 2017).
Mekanisme kerja obat diuretic loop adalah meningkatkan aliran
natrium ke tubulus distal sehingga memungkinkan ekskresi kalium. Hal ini
bermanfaat untuk menurunkan komplikasi hiperkalemia pada Penyakit ginjal
kronik terutama pasien dengan agen antihipertensi ACEI atau ARB. Efek
samping penggunaan diuretic loop antara lain hiperurisemia dan gout,
hiperglikemia dan peningkatan LDL kolesterol (Fajriansyah dan Nisa, 2017).
Furosemid dapat digunakan untuk edema paru, gagal jantung
kongestif, serta penyakit ginjal. Efek yang tidak diharapkan dari furosemid
adalah gangguan elektrolit, hipovolemia dan hipotensi, tinitus hingga ketulian.
Efek samping furosemid adalah gangguan saluran cerna, pankreatitis,
ensefalopati hepatik, hipotensi postural, hiperglikemia, retensio urin,
gangguan elektrolit (hiponatremia, hipokalemia), peningkatan ekskresi
kalsium, nefrolitiasis, hipokloremia, hipomagnesemia, alkalosis metabolik,
depresi sumsum tulang, hiperurisemia, gangguan penglihatan, ruam dan
fotosensitivitas (Utami dan Taralan, 2017).
4
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.1 Alat
5
3.1.2 Bahan
3.2 Prosedur
6
BAB IV
4.1 Hasil
7
4.2 Pembahasan
8
pada hewan uji (Tikus) yaitu fenobarbital dan furosemide dengan melihat
bagaimana kerja dan efek obat diuretik pada hewan uji melalui urin yang
dihasilkan dan diamati selama 6 jam.
Tikus dikelompokkan menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama
merupakan kelompok negatif yang hanya diberikan Suspensi CMC 1%.
Sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok uji yang diberikan induktor
yaitu fenobarbital dan obat diuretik yaitu furosemide.
Furosemid merupakan loop diuretic yang bekerja secara reversibel
dengan melekat pada situs pengikat klorida kotransporter Na+Cl-K+ di
membran sel luminal pada segmen tebal ansa henle. Kotransporter ini
bertanggung jawab untuk transpor natrium dari saluran kemih ke dalam sel
tubulus melalui perbedaan konsentrasi. Efek utama penutupan kotransporter
ini adalah mengurangi reabsorbsi sodium sebanyak 20- 30%, sehingga
akhirnya terjadi diuresis. Furosemid juga berperan sebagai penghambat
reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal melalui blokade karbonik
anhydrase (Utami dan Taralan, 2017).
Na-CMC diberikan pada tikus kelompok negatif karena tidak memiliki
pengaruh terhadap hewan uji dan tidak memiliki efek diuretika.
Fenobarbital diberikan pada tikus kelompok uji karena sebagai
induktor yang bekerja dengan menekan neuron abnormal secara selektif,
menghambat penyebaran dan rangsangan depolarisasi dengan cara menyekat
kanal Ca2+, memperlama pembukaan kanal Cl- dan menyekat respon
eksikatorik yang diinduksi oleh glutamat sehingga tikus mengalami diuretis.
Prosedur pertama untuk kelompok negatif, disiapkan alat dan bahan.
dilakukan penimbangan hewan uji dan perhitungan dosis obat yang perlu
diberikan kepada hewan uji agar dapat mengetahui berat serta dosis obat yang
perlu diberikan pada tikus. Lalu pada kelompok 1 diberikan CMC 2 mL/200 g
tikus secara per oral dengan cara memasukkan ke dalam mulut tikus
menggunakan sonde oral. Setelah itu dilakukan pengamatan dalam tiap jam
volume urin yang ditampung pada tiap kelompok tikus selama 6 jam.
Selanjutnya dilakukan pendataan volume urin dilakukan analisa efek diuretik
yang terjadi.
9
Prosedur kedua untuk kelompok uji, disiapkan alat dan bahan.
dilakukan penimbangan hewan uji dan perhitungan dosis obat yang perlu
diberikan kepada hewan uji agar dapat mengetahui berat serta dosis obat yang
perlu diberikan pada tikus. Lalu pada kelompok 2 diinduksi dengan induktor
fenobarbital 0,1 mL/200 g tikus secara intra muscular menggunakan spuit dan
diberikan obat furosemid 2 mL/200 g tikus secara per oral dengan cara
memasukkan ke dalam mulut tikus menggunakan sonde oral. Setelah itu
dilakukan pengamatan dalam tiap jam volume urin yang ditampung pada tiap
kelompok tikus selama 6 jam. Selanjutnya dilakukan pendataan volume urin
dilakukan analisa efek diuretik yang terjadi.
10
dengan reabsorbsi pasif dari dan tetapi pengeluaran air juga diperbanyak.
Awal tindakan setelah oral adalah dalam waktu satu jam, dan diuresis
berlangsung sekitar 6-8 jam, waktu paruhnya tergantung pada fungsi ginjal
biasanya waktu paruh obat ini 2 hari. Obat furosemid mudah diserap melalui
saluran cerna. Bioavabilitas furosemid 65% diuretik kuat terikat pada protein
plasma secara ekstensif sehingga tidak difiltrasi di glomerolus tetapi cepat
sekali disekresi melalui system transport asam organik ditubuli proksimal.
Dengan cara ini obat ini terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali di
tempat kerja di daerah yang lebih distal lagi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat diuretik yaitu dosis
yang diberikan tepat/sesuai dan berat badan kedua tikus yang bertujuan untuk
meminimalisir hasil yang tidak diinginkan atau tidak sesuai dengan literatur
seperti pada saat akan dilakukan pemberian obat secara oral dan intramuskular
sebisa mungkin apa yang akan diberikan pada tikus baik itu Na-CMC,
Fenobarbital dan Furosemid tidak tumpah sehingga tidak akan mengurangi
dosis serta tercapai efek atau hasil yang diharapkan dalam percobaan ini.
11
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
13