Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

“EFEK DIURETIKA
(UJI POTENSI DIURETIKA)”

Dosen : Putu Rika Veryanti, S. Farm., M. Farm-klin., Apt

DISUSUN OLEH :
Nama : Indri Yulianti Hidayah
Nim : 18330039
Kelas : B

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air seni merupakan zat yang tidak berguna atau sampah sehingga harus dibuang oleh
tubuh. Apabila pengeluaran air seni terhambat, maka akan menimbulkan banyak masalah di
dalam tubuh, contohnya adalah penyakit darah tinggi. Kelancaran pengeluaran air seni akan
mempengaruhi tekanan darah. Sebaliknya tekanan darah tinggi bisa dipengaruhi atau diobati
dengan peningkatan pengeluaran air pada darah atau urin (diuretik). Salah satu cara
menurunkan tekanan darah adalah menurunkan jumlah air yang ada dalam plasma darah.
Dengan berkurangnya air maka tekanan darah akan menurun (Permadi, 2006).
Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekresi urin yang lebih banyak. Jika
pada peningkatan ekskresi garam-garam, maka diuretika ini dinamakan saluretika atau
natriuretika (diuretika dalam arti sempit). ( Mutsceh, 1991)
Diretik adaah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urine. Diuretik adalah
obat-obat yang dapat meningkatkan produksi dan eksresi urin sehingga dengan demikian dapat
menghilangkan cairan berlebihan yang tertimbun dijaringan, misalnya pada oedim dengan
demikian memulihkan keseimbangan elektrolit dan ebberapa metabolit, jika ginjal sendiri
tidak sanggup memelihara haemostatis.
1.2 Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa dapat :
1. Memahami kerja farmakologi dari berbagai kelompok diuretika.
2. Memperoleh gambaran tentang cara evaluasi potensi diuretika.
1.3 Prinsip Percobaan
Pengujian aktivitas obat diuretik berdasarkan pengeluaran urin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


Diuretik adalah zat yang dapat memperbanyak pengeluaran urin (diresis) akibat pengaruh
langsung terhadap ginjal. Zat lain yang meskipun juga menyebabkan diuresis tetapi tidak
mempengaruhi ginjal secara langsung, adalah :

1. Obat yang memperkuat kontraksi jantung, misalnya Digitalis dan Teofilin.


2. Zat yang memperbesar volume darah, seperti plasma dan dekstran.
3. Zat yang merintangi sekresi hormone antidiuretic, misalnya air, alcohol, dan larutan
hipotonik.

Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan semua
zat asing dan sisa metabolisme dalam darah. Disamping itu, ginjal juga berperan dalam
memelihara homeostatis, yaitu keseimbangan dinamis antara cairan intra dan ekstraselular, serta
memelihara volume total dan susunan cairan ekstra sel.
Proses diuresis dimulai dengan proses filtrasi yang terjadi di glomerulus, yang hasilnya berupa
utltra filtrate (mengandung air, dan elektrolit) dan ditampung pada kapsul bowman yang terdapat
disekeliling glomerulus. Kemudian ultra filtrate tersebut disalurkan ke kandung kemih dengan
melintasi saluran – saluran seperti tubulus proksimal, lengkung henle, tubulus distal dan saluran
pengumpul (duktus colligens). Pada setiap saluran yang dilewati, terjadi reabsorbsi zat tertentu.
Penggolongan diuretic. Diuretic dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu :

1. Diuretic dengan kerja umum


Berdasarkan daya diuresisnya, diuretic kerja umum dapat dibagi tiga golongan, yaitu :
a. Berdaya kerja kuat (diuretic loop), misalnya furosemide, bumetamida dan asam
etakrinat. Diuretic ini bekerja cepat tetapi singkat, hanya 4 – 6 jam. Lebih kurang 20%
dari jumlah ion Na+ dalam filtrate diekskresikan. Digunakan dalam keadaan akut,
misalnya pada edema otak atau paru – paru.
b. Berdaya kerja sedang (saluretic), misalnya hidroklorothiazid, klortalidon, klopamida
dan indapamida. Mengeksresikan 5 – 10% ion Na+ dalam tubus distal bagian depan.
Digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi atau bermacam – macam edema.
c. Berdaya kerja lemah (diuretic hemat kalium), misalnya spironolakton, amilorida dan
traimteren. Obat golongan ini sedikit mengeksresikan ion Na+ (kurang dari 5%) pada
tubulus distal bagian atas.
2. Diuretic dengan kerja khusus
Diuretic ini dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
a. Diuretic osmotic, misalnya manitol, sorbitol, gliserol dan ureum. Reabsorbsinya
bersifat non elektrolit dan tidak lengkap sehingga tekanan osmotic ultra filtrate
dipertinggi dan kadar Na+ menurun dalam cairan tubuh. Kekurangan diuret ini adalah
• Ureum : daya kerja lemah, rasa tidak enak, menyebabkan gangguan usus
• Manitol dan sorbitol : hanya dapat digunakan secara parenteral (IV) dan dapat
menyebabkan edema paru
• Penggunaan kelompok diuretic ini sudah jarang digunakan karena penggunaan
Furosemid.
b. Perintang karboanhidrase misalnya asetazolamida dan diklofenamida, bekerja dengan
merintangi enzim karboanhidrase di sel – sel tubuli ehingga ion – ion HCO3-, Na+, dan
K+ di ekskresikan bersama air. Penggunaan sekarang hanya pada glaucoma, untuk
mengurangi produksi cairan dalam mata.
BAB III
ALAT, BAHAN, DAN METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan


Hewan coba : Tikus putih, jantan (jumlah 6 ekor), bobot tubuh 200-300 g
Obat : - CMC Na 1% secara PO
- Furosemid 20 mg/ 70 kgBB manusia secara IV
- Spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara IV
- Air hangat 50 ml/ kgBB tikus
Alat : Spuit injeksi 1 ml, sonde, timbangan hewan, kandang diuretic, beaker
glass, gelas ukur

3.2 Prosedur Kerja


1. Puasakan tikus selama 12-16 jam, tetapi tetap diberikan air minum.
2. Sebelum pemberian obat, berikan air hangat per oral sebanyak 50 ml/ kg BB tikus.
3. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 2 ekor mencit
dengan perbedaan dosis obat yang diberikan:
Kelompok I : CMC Na 1% secara PO
Kelompok II : furosemide 20 mg/ 70 kgBB manusia secara IV
Kelompok III : spironolakton 100 mg/ 70 kgBB manusia secara
4. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing mencit.
5. Berikan larutan obat sesuai kelompok masing-masing.
6. Tempatkan tikus ke dalam kandang diuretic.
7. Kumpulkan urine selama 2 jam, catat frekuensi pengeluaran urine dan jumlah urine setiap kali
diekskresikan.
8. Catat dan tabelkan pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Percobaan Bahan Obat Efek Diuretik
Tikus CMC Na Frekuensi 40’ 52’ 61’ 94’ 120’
Potensi 1% secara Urinasi
Diuretika PO (menit
ke-)
Volume 1 0,6 0,3 0,8 0,2
Urine
(ml)
Volume 2,9 ml
Urine
Kumulatif
selama 2
jam (ml)
Volume 5 ml
Air yg
Diberikan
secara PO
(ml)
Potensi 58%
Diuretika
(%)
CMC Na Frekuensi 36’ 49’ 75’ 88’ 100’ 120’
1% secara Urinasi
PO (menit
ke-)
Volume 0,5 0,2 0,5 0,7 0,5 0,2
Urine
(ml)
Volume 2,6 ml
Urine
Kumulatif
selama 2
jam (ml)
Volume 5 ml
Air yg
Diberikan
secara PO
(ml)
Potensi 52%
Diuretika
(%)
Furosemide Frekuensi 36’ 52’ 67’ 75’ 84’ 96’ 110’ 119’
20 mg Urinasi
(manusia (menit
70 kg) ke-)
secara PO Volume 1 0,8 0,5 1,2 1 1 1,8 2
Urine
(ml)
Volume 9,3 ml
Urine
Kumulatif
selama 2
jam (ml)
Volume 5 ml
Air yg
Diberikan
secara PO
(ml)
Potensi 186%
Diuretika
(%)

Percobaan Bahan Obat Efek Diuretik


Furosemide Frekuensi 39 50 74 89 106’ 120’
20 mg Urinasi
(manusia 70 (menit ke-)
kg) Volume 1 0,5 0,8 1,5 2 2,8
secara PO Urine (ml)
Volume 8,6 ml
Urine
Kumulatif
selama 2
jam (ml)
Volume Air 5 ml
yg
Diberikan
secara PO
(ml)
Potensi 172%
Diuretika
(%)
Spironolakton Frekuensi 45’ 66’ 80’ 96’ 120’
100 mg Urinasi
(manusia 70 (menit ke-)
kg) Volume 0,3 0,8 1,3 1,1 2
secara PO Urine (ml)
Volume 5,5 ml
Urine
Kumulatif
selama 2
jam (ml)
Volume Air 5 ml
yg
Diberikan
secara PO
(ml)
Potensi 110%
Diuretika
(%)
Spironolakton Frekuensi 26’ 47’ 60’ 92’ 108’ 120’
100 mg Urinasi
(manusia 70 (menit ke-)
kg) Volume 0,8 1 1 0,6 1 ,5 2,4
secara PO Urine (ml)
Volume 5,3 ml
Urine
Kumulatif
selama 2
jam (ml)
Volume Air 5 ml
yg
Diberikan
secara PO
(ml)
Potensi 146%
Diuretika
(%)

4.2 Perhitungan Dosis dan Volume


• Kelompok I : CMC Na 1%
1% x 50 ml = 0,5 ml
• Kelompok II : Furosemide
Dosis furosemide manusia 70 kg = 20 mg
Sediaan furosemide di lab = 20 mg/50 ml
Konversi tikus 200 g (x 0.0018)
Tikus 200 g = 20 mg x 0.018 = 0.36 mg
230 𝑔
1. Tikus 3 = 230 g = 200 𝑔 𝑥 0.36 𝑚𝑔 = 0.414 𝑚𝑔
0.414 𝑚𝑔
Volume pemberian = 𝑥 50 𝑚𝑙 = 1.035 𝑚𝑙
20 𝑚𝑔
270 𝑔
2. Tikus 4 = 270 g = 200 𝑔 𝑥 0.36 = 0.486 𝑚𝑔
0.486 𝑚𝑔
Volume pemberian = 𝑥 50 𝑚𝑙 = 1.215 𝑚𝑙
20 𝑚𝑔

• Kelompok III : Spironolakton


Dosis spironolakton manusia 70 kg = 100 mg
Sediaan spironolakton di lab = 50 mg/50 ml
Konversi tikus 200 g (x 0.0018)
Tikus 200 g = 100 mg x 0.0018 = 1.8 mg
250 𝑔
1. Tikus 5 = 250 g = 𝑥 1.8 𝑚𝑔 = 2.25 𝑚𝑔
200 𝑔
2.25 𝑚𝑔
Volume pemberian = 𝑥 50 𝑚𝑙 = 2.25 𝑚𝑙
50 𝑚𝑔
260 𝑔
2. Tikus 6 = 260 g = 200 𝑔 𝑥 1.8 𝑚𝑔 = 2.34 𝑚𝑔
2.34 𝑚𝑔
Volume pemberian = 𝑥 50 𝑚𝑙 = 2.34 𝑚𝑙
50 𝑚𝑔

4.3 Pembahasan
Praktikum kali ini merupakan pengujian obat – obat yang berkhasiat sebagai diuretik.
Diuretic adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin sehingga mempercepat
pengeluaran urin dari dalam tubuh. Berdasarkan mekanisme kerjanya, secara umum diuretik dapat
dibagi dua golongan besar yaitu diuretic osmotic yaitu yang bekerja dengan cara menarik air ke
urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorbs ion dalam ginjal dan penghambat mekanisme
transport elektrolit dalam tubuli ginjal, seperti diuretiktiazid (menghambat reabsobsi natrium dan
klorida pada ansa Henle parsacendens), Loop diuretic (lebih poten dari pada tiazid dan dapat
menyebabkan hypokalemia), diuretic hemat kalium (meningkatkan ekskresi natrium sambil
menahan kalium).
Obat – obatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah, Furosemide, Spironolakton,
dan control negatifnya menggunakan CMC Na. sebagaimana halnya yang diketahui bahwa
furosemide merupakan obat diuretic golongan diuretic kuat. Spironolakton merupakan golongan
diuretic hemat kalium dengan mekanisme kerjanya berkompetisi dengan aldosterone pada reseptor
di tubulus ginjal distal, meningkatkan natrium klorida dan eksresi air selama konversi ion kalium
dan hydrogen, juga dapat memblok efek aldosteronpada otot polos asteriolar.
CMC Na sebagai control dengan jumlah frekuensi urin komulatif selama 2 jam yaitu 2,9
ml dan 2,6 ml dengan potensi diuretiknya 58% dan 52%. Furosemide menghasilkan volume urin
komulatif 9,3 ml dan 8,6 ml dengan potensi diuretiknya 186% dan 172%. Sementara spironolakton
menghasilkan jumlah urin 5,5 ml dan 5,3 ml. dengan potensi diuretikanya 110% dan 146%.
Sebenarnya diantara keempat sediaan yang paling baik digunakan yaitu furosemide. Karena
furosemide bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi ion Na pada lengkung henle. Mekanisme
kerja furosemide adalah inhibisi reabsorbsi natrium dan klorida pada lengkung henle menaik dan
tubulus distal ginjal, mempengaruhi sistem konstranspor ikatan klorida, selanjutnya meningkatkan
eksresi Na-, Cl-, Mg, kalsium dan air.
Seharusnya tikus yang diberikan furosemide secara per oral memberikan efek yang diuresis
yang lebih besar daripada tikus yang diberikan hidroklortiazid dan spironolakton. (Mycek, 1997).
Pertanyaan :

1. Apa tujuan dilakukan pengujian efek diuretik?


Jawab : agar dapat memahami kerja farmakologi dari berbagai kelompok diuretika dan
memperoleh gambaran tentang cara evaluasi potensi diuretika.

2. Bagaimana mekanisme farmakologi obat yang digunakan dalam pengamatan sehingga


dapat memberikan efek diuresis pada tikus?
Jawab : Mekanisme kerja furosemide adalah inhibisi reabsorbsi natrium dan klorida pada
lengkung henle menaik dan tubulus distal ginjal, mempengaruhi sistem konstranspor ikatan
klorida, selanjutnya meningkatkan eksresi Na-, Cl-, Mg, kalsium dan air. Mekanisme kerja
spironolakton yaitu berkompetisi dengan asdosteron pada reseptor di tubulus distal ginjal,
meningkatkan NaCl dan eksresi air selama konversi ion kalium dan hydrogen, juga dapat
memblok efek aldosterone pada otot polos arteriol.

3. Berdasarkan hasil pada tabel pengamatan, tentukanlah uji (CMC-Na, Furosemide, dan
Spironolakton) tersebut apakah positif atau negatif memiliki efek diuretika!
Jawab : uji pada CMC Na negatif memiliki efek diuretika karena digunakan sebagai control
negative. Uji pada Furosemide dan Spironolakton positif memiliki efek diuretika karena
memiliki potensi diuretika diatas 100%.

4. Interpretasikan data hasil percobaan berdasarkan tabel pengamatan dan bandingkan dengan
teori yang ada!
Jawab : dari hasil data pengamatan praktikum, potensi diuretika yang paling kuat adalah
Furosemide daripada Spironolakton, hal ini membuktikan sesuai dengan teori bahwa
furosemide memiliki efek yang lebih kuat daripada spironolakton.
BAB V
PENUTUP

Dari hasil percobaan diatas, dapat dismpulkan bahwa :

1. Efek utama dari obat diuretic ialah meningkatkan volume urin yang di produksi serta
meningkatkan jumlah pengeluaran zat – zat terlarut dan air.
2. Mekanisme kerja obat diuretic yaitu menghambat reabsorbsi elektrolit Na+ pada bagian –
bagian nefron yang berbeda, akibatnya Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam
julmah yang banyak dibandingkan bila dalam keadaan normal bersama – sama air, yang
mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic sehingga
meningkatkan volume urin.
3. Obat spironolakton efeknya lebih lemah dibanding furosemide.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Nila, Aster, S. Si., M. Farm., Apt., Dkk. 2016. Farmakologi Bidang Keahlian Kesehatan Jilid II.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Adi Permadi. 2006. Tanaman obat Pelancar Air Seni. Depok : Penebar Swadaya. p5-15, 23-24
Mycek, M. J., Harvey, R. A., Champe, P. C. 1997. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi Kedua.
Jakarta : Penerbit Widya Medika.
Tan hoan, tjay. Kirana rahardja. 2007. Obat – Obat Penting Edisi 6. Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.
Tim Dosen Praktikum Farmakologi. 2018. Petunjuk dan Paket Materi Praktikum Farmakologi.
Jakarta : Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional.

Anda mungkin juga menyukai