Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH TOKSIKOLOGI

TOKSISITAS GANJA

Dosen:
Apt. Jenny Pontoan, M.Farm

Disusun oleh:
Kelompok 1 kelas D

1. Indri Yulianti Hidayah (18330039)


2. Citra Rahmawati (18330047)
3. Anisa Brahmanda Sari (18330063)
4. Aldila Putri (19330735)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dan atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah Toksikologi dengan judul “Toksisitas Ganja”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Terimakasih
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Depok, Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................... 2
1.3 Tujuan........................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat...................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 3


2.1 Definisi dan Klasifikasi Ganja................................................................................... 3
2.1.1 Definisi Ganja................................................................................................. 3
2.1.2 Klasifikasi Ganja............................................................................................ 4
2.2 Mekanisme Toksisitas Ganja..................................................................................... 5
2.3 Toksikokinetik Ganja................................................................................................. 6
2.3.1 Absorbsi Ganja............................................................................................... 6
2.3.2 Disposisi dalam Tubuh................................................................................... 8
2.3.3 Eksresi............................................................................................................ 8
2.4 Toksikodinamik Ganja............................................................................................... 9

2.5 Penatalaksanaan Toksisitas Ganja ............................................................................. 10

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 13


3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 13
3.2 Saran........................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ganja adalah tanaman Cannabis sativa yang diolah dengan cara mengeringkan dan
mengompres bagian tangkai, daun, biji dan bunganya yang mengandung banyak resin. Ganja
juga dikenal dengan nama lain yaitu cannabis, herb, mariyuana, weed, ataupun grass. Ganja
termasuk salah satu narkotika golongan I yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek
ketergantungan.
Ganja telah menjadi narkotika yang paling banyak diproduksi, diperdagangkan dan
dikonsumsi di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir. Menurut Badan Kesehatan
Dunia, dengan mengonsumsi ganja secara teratur maka seseorang akan mengalami
ketergantungan dan disebut sebagai pecandu, sehingga dapat dikatakan bahwa mantan
pecandu ganja merupakan orang yang sudah tidak mengonsumsi ganja secara teratur dan
tidak menunjukkan tanda-tanda ketergantungan. Ganja dapat dikonsumsi dengan berbagai
cara. Dengan cara dihirup atau dihisap baik dengan dilinting kemudian dihisap seperti
rokok, melalui pipa biasa, ataupun melalui pipa air yang biasa disebut dengan bong dan
dengan cara dimakan ataupun diminum. Namun, cara menghisap atau menghirup ganja
merupakan cara yang paling populer dan paling sering digunakan karena lebih praktis serta
dapat menimbulkan efek lebih cepat.
Di dalam ganja terdapat 400 substansi aktif atau semi aktif, diantaranya adalah lebih dari
60 substansi bahan kimia aktif yang disebut dengan cannabinoid. Delta-9-
tetrahydrocannabinol (THC) merupakan salah satu cannabinoid yang paling penting dan
memiliki sifat psikoaktif. Tanaman Cannabis sativa pada umumnya mengandung 150 mg
THC.8-10 Kandungan THC juga bervariasi sesuai dengan cara pengolahannya, di dalam
ganja terdapat sekitar 4–8 % THC dari total cannabinoid. Efek THC dalam tubuh
bergantung pada dosis yang diterima seseorang, dosis penggunaan THC yaitu 5–25 mg.
Ganja yang disalahgunakan dan dikonsumsi lebih dari dosisnya akan menimbulkan
masalah kesehatan dan mempengaruhi struktur dan fungsi otak, sistem kardiovaskular,
sistem pernafasan, serta sistem reproduksi. Ganja mempengaruhi sistem tubuh manusia

1
melalui ikatan THC dengan reseptor cannabinoid (CB). Reseptor cannabinoid memiliki
konsentrasi yang tinggi pada otak sehingga efek akut dari mengonsumsi ganja adalah
terjadinya perubahan emosional seseorang seperti halusinasi, euforia dan relaksasi. Bahkan
setelah berhenti mengonsumsi ganja, para mantan pecandu ganja masih mengalami defisit
fungsi fisiologis dan psikologis yang keparahannya bergantung pada usia ketika
mengonsumsi ganja, lamanya mengonsumsi ganja, dan jumlah ganja yang digunakan.
Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk menulis makalah tentang toksikologi dari
ganja.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan ganja dan klasifikasinya
2. Bagaimana mekanisme toksisitas ganja
3. Bagaimana toksikokinetik ganja
4. Bagaimana toksikodinamik ganja
5. Bagaimana penatalaksanaan toksisitas ganja

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi ganja
2. Untuk mengetahui mekanisme toksisitas ganja
3. Untuk mengetahui toksikokinetik ganja
4. Untuk mengetahui toksikodimanik ganja
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan toksisitas ganja

1.4. Manfaat
Agar pembaca mengetahui dan memahami tentang toksisitas ganja

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi Ganja
2.1.1 Definisi Ganja

Marijuana adalah suatu bahan berbentuk bubuk (powder) kering berwarna putih
kehijauan dan abu – abu yang diekstrak dari bunga dan daun tanaman Cannabis Sativa.

(a) (b)
Gambar 1.1 serbuk marijuana (a) dan tanaman Cannabis sativa (b)

Cannabis Sativa biasa disebut dengan ganja atau marijuana. Marijuana mengandung
sejenis bahan kimia yang disebut delta-9-tetra-hidro-kannabinol (THC) yang dapat
mempengaruhi suasana hati manusia dan cara orang tersebut melihat serta mendengar hal –
hal yang disekitarnya. Marijuana disebut juga sebagai obat depresan karena dapat
mempengaruhi sistem saraf dengan cara membuat lambat sistem saraf. Ganja termasuk salah
satu narkotika golongan I yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek ketergantungan. Jika
menggunakan marijuana, maka pikiran akan menjadi lambat, dan membuat seseorang
terlihat bodoh. Marijuana dapat mempengaruhi konsentrasi dan ingatan, meningkatkan

3
denyut nadi, keseimbangan dan koordinasi tubuh yang buruk, ketakutan dan rasa panic,
depresi, kebingungan dan halusinasi.

Gambar 1.2 Struktur Kimia THC

Tetra hidro cannabinol atau THC (delta-9-tetra-hidro-kannabinol) adalah senyawa


aktif yang terdapat dalam tanaman marijuana. Ketika THC digunakan, baik dikonsumsi atau
diinhalasi, ia mengikat reseptor spesifik yang ada di dalam otak manusia yang disebut
reseptor kannabinoid. Dalam dosis rendah, senyawa tersebut dapat mengurangi rasa sakit,
mengurangi agresi, merangsang nafsu makan dan dapat membantu mengurangi rasa mual.
Dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan “giting” atau “tinggi” (high), yaitu suatu
perasaan dan persepsi yang berubah antara ruang dan waktu yang menciptakan rasa
kebahagiaan.

THC diproduksi dalam bentuk kimia di beberapa negara dimana penggunaan ganja
masih legal. Obat dengan resep dokter bernama Marinol® adalah salah satu produk kimia
yang mengandung THC. Marinol digunakan untuk mengobati gangguan makan, membantu
meringankan efek samping dari kemoterapi, dan untuk membantu melawan efek merusak
dari full-blown AIDS. Senyawa ini juga telah diteliti bermanfaat dalam mengurangi tics
yang dialami orang – orang yang mengalami Sindrom Tourette.

2.1.2 Klasifikasi Ganja


Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta

4
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Hamamelididae
Ordo : Urticales
Famili : Cannabaceae
Genus : Cannabis
Spesies : Cannabis sativa L.

2.2 Mekanisme Toksisitas Ganja

Ganja mengandung zat psikoaktif yang disebut dengan THC (Tetrahydrocannabinol)


yang merupakan faktor utama penyebab halusinasi. THC ini akan cepat meninggalkan
plasma dan masuk ke jaringan yang mengandung lemak, terutama otak. THC dimetabolisasi
di hati dan dikeluarkan terutama melalui tinja dan air seni. Dampak yang ditimbulkan oleh
ganja adalah kegembiraan, cerewet dalam bicara, dan rileks. Pengaruh ganja akan bertahan
kira – kira 2 – 4 jam.

THC bersifat sangat larut lemak, sehingga THC akan sangat mudah terdistribusi ke
seluruh jaringan dan akan terdeposisi di jaringan lemak, oleh sebab itu THC memiliki
volume distribusi yang relative besar (4-14 L/Kg). karena kelarutannya yang tinggi, hal
itupun menyebabkan THC sangat lama terlambat di jaringan lemak, dan ini akan
memperlambat laju eliminasi THC.

THC sebagai salah satu zat psikoaktif yang utama dalam ganja mengikat reseptor
anandamide di otak, memiliki efek stimulant, sedative, atau halusinogen, tergantung pada
dosis dan waktu setelah konsumsi. Pengeluaran katekolamin (yang mengakibatkan
takikardia) dan penghambatan reflex simpatis (yang mengakibatkan hipotensi ortostatik)
dapat diamati secara langsung. Efek THC saat dihirup dalam rokok ganja, masuk ke paru –
paru dan terbawa aliran darah hingga sampai ke otak. Di otak, jika THC sampai pada
“tempat” yang disebut reseptor kannabinoid, akan menghilangkan beberapa reaksi seluler
yang seharusnya terjadi. Beberapa daerah pada otak mempengaruhi rasa senang, daya ingat
berpikir, konsentrasi, cara pandang dan koordinasi gerak. Pada akhirnya, orang yang biasa
menggunakan rokok marijuana akan kehilangan kemampuan intelektualnya.

5
THC diserap melalui paru – paru (atau perut) ke dalam aliran darah dan dibawa ke otak,
tempat zat itu membanjiri reseptor dengan bahan kimia yang membangkitkan rasa senang di
otak. Pada umumnya, menghisap marijuana memberikan efek santai pada si pengguna.
Marijuana juga meningkatkan nafsu makan, dalam bahasa sehari – hari dikenal dengan
sebutan menjadi “kelaparan”.

2.3 Toksikokinetik Ganja


2.3.1 Absorbsi

1. Merokok

Alur dari pemberian dan formulasi ganja menentukan alur dari absorbsi ganja.
Merokok, alur utama dari pemberian ganja, menyediakan jalan yang cepat dan efisien
dari pengiriman obat dari paru-paru ke otak, berkontribusi terhadap potensi
penyalahgunaannya. Rasa menyenangkan yang intens dan amat sangat kuat dapat
dihasilkan pada hampir semua paparan obat langsung ke susunan saraf pusat (SSP).
Puncak dari sedikit konsentrasi THC dapat dicapai setelah merokok jika dibandingkan
dengan pemberian intravena. Bioavaibilitas setelah merokok dilaporkan sebanyak 2-
56%, karena bagian dari intra- dan inter- subjek dalam dinamika merokok, yang
memberikan kontribusi terhadap ketidakpastian dalam pemberian dosis. Jumlah,
dusrasi, lamanya tiupan, waktu menahan, dan volume inhalasi atau topografi merokok
berpengaruh besar terhadap dejarat paparan obat. Ekspektasi dari apa yang diberikan
ganja tersebut juga dapat mempengaruhi dinamia merokok.

Sebuah pompa darah yang terus-menerus, mengumpulkan darah rata-rata 5


ml/menit, dapat menangkap absorpsi THC yang cepat saat merokok untuk  pertama
pertama kalinya. kalinya. Formasi Formasi dari 11-OH-THC dan THC-COOH lambat,
lambat, dan konsentrasi puncaknya jauh lebih rendah. Rata-rata konsentrasi THC
adalah 7,0±8,1 ng/ml dan 18,1±12,0 ng/ml pada sekali hisapan dari dosis rendah
(1,75% THC, canabis 16 mg) atau dosis tinggi (3,55% THC, canabis 34 mg) rokok,
berturut-turut, sebagai sebagaimana ditentukan dari kromatografi gas/spektrometri
massa (GC/MS). THC yang ditemukan pada plasma segera setelah hisapan rokok
pertama, disertai dengan onset dari efek ganja. Konsentrasi meningkat secara cepat,
mencapai rataan puncak sebanyak 84,3 ng/ml (jarak 50-129) dan 162 ng/ml (jarak 76-

6
267)) unutk diatas dua batang rokok, berturut-turut. Konsentrasi puncak muncul saat 9
menit, sebelum memulai tiupan akhir pada 9,8 menit.

2. Oral

Terdapat beberapa beberapa studi mengenai mengenai sifat dari THC dan
metabolismenya setelah pemberian oral dari ganja dibandingkan dengan merokok.
THC mudah diabsorpsi karena koefisien bagian oktanol/air yang tinggi (P), kira-kira
antara 6.000 sampai 9x106 tergantung daripada penentuan caranya. Keuntungan dari
merokok ganja ditutupi dengan efek bahaya daripada rokok ganja; oleh karena itu
merokok umumnya tidak disarankan untuk kepentingan pengobatan. thcsintetis, yaitu
preparat dronabinol (Marinol®), biasanya digunakan per oral, namun juga  bisa
digunakan digunakan per rektal. Dan juga, penyalahgunaan ganja melalui melalui oral
juga cukup lazim. Absorpsi lebih lambat jika ganja tertelan, dengan konsentrasi
puncak THC yang rendah dan tertunda. Dosis, jalur pemberian, pembawa, dan faktor
psikologis  psikologis seperti seperti absorpsi absorpsi dan tingkat tingkat metabolisme
metabolisme dan ekskresi ekskresi dapat mempengaruhi konsentrasi obat di sirkulasi. 

Bioavailabilitas dari THC oral dilaporkan ral dilaporkan menjadi menjadi 10-
20%. Partisipan diberikan dosis 15 mg (wanita) dan 20 mg (pria) yang larut dalam
minyak wijen dan yang terkandung dalam kapsul gelatin. Konsentrasi plasma THCN
mencapai puncak pada puncak pada 4-6 jam setelah mengkonsumsi 15-20 mg THC
yang dilarutkan dalam minyak wijen.

Saat ini, THC (Marinol®) disetujui di Amerika Serikat untuk mengurangi mual
dan muntah dalam kemoterapi kanker, dan meningkatkan nafsu makan pada penderita
HIV-wasting syndrome. Indikasi baru yang berpotensial termasuk pengurangan
spastisitas, analgesia, dan berbagai farmakokinetik dari THC oral sangat penting bagi
keberhasilan penggunaan dari pendekatan terapetik terbaru. Dalam sebuah studi dari
konsentrasi plasma dari THC, 11-OH-THC dan THC-COOH pada 17 sukarelawan yang
mengkonsumsi 1 kapsul THC (berkisar 1,1-12,7 ng/ml) 3,4 ng/ml 11-OH-THC
(berkisar 1,2-5,6 ng/ml), dan 26 ng/ml THC-COOH (berkisar 14-46 ml) ditemukan 1-2
jam setelah dikonsumsi. Konsentrasi THC fan 11-OH-THC yang sama diamati dengan
konsentrasi THC-COOH labih relatif tinggi. Onset tertunda, konsentrasi puncak lebih

7
renda, dan durasi efek farmakodinamik umumnya diperpanjang, ketika THC diberikan
secara oral dibandingkan dengan pemberian rokok.

3. Rektal

Beberapa formulasi suppositoria berbeda telah dievaluasi pada monyet untuk


menjelaskan matriks yang memaksimalkan bioavailabilitas dan mengurangi  First
pass metabolisme. THC-hemisusinat menyediakan bioavailabilitas terbesar dengan
13,5%. Pemberian rektal sebanyak 2,5-5 mg THC menghasilkan konsentrasi plasma
maksimum sebanyak 2,1-16,9 ng/ml selama 2-8 jam. Bioavailabilitas dari cara
pemberian pemberian rektal kira-kira dua kali dari jalan  pemberian  pemberian oral
dikarenakan oral dikarenakan absorpsi yang lebih tinggi dan tinggi dan  first-pass
metabolism yang lebih rendah

2.3.2 Disposisi dalam tubuh

D9-THC diserap dari saluran pencernaan tapi penyerapannya lambat dan tidak teratur.
Namun, D9-THC dapat diukur dalam plasma dalam hitungan detik setelah menghirup asap
ganja pertama. D9-THC bersifat lipofilik dan terdistribusi secara luas di dalam tubuh. D9-
THC dioksidasi menjadi metabolit aktif 11-hidroksi-D9-THC dan 8bhidroksi-D9-THC oleh
enzim cytochrome P450 hati. Zat tidak aktif 8a-hidroksi-D9-THC dan 8a, 11-dihidroksi-D9-
THC juga terbentuk. Dapat terjadi sirkulasi metabolit enterohepatik. Metabolit asam mayor,
11-nor-∆-9-tetrahydrocannabinol-9-carboxylic acid (9-carboxyTHC) diubah menjadi
konjugat mono dan di-glukoronida yang merupakan bentuk terbanyak yang dikeluarkan
dalam urin. Sehingga identifikasi 9-carboxy-THC dalam urin merupakan indikator terbaik
untuk mendeteksi konsumsi kanabis.

Waktu paruhnya panjang dapat lebih dari 20 jam sehingga THC terdapat dalam tubuh
dalam waktu lama sampai 12 hari setelah konsumsi terakhir. Pada pengguna yang jarang,
metabolit dapat terdeteksi dalam urin dalam 1-3 hari tergantung dari metode pemeriksaan,
pada pengguna kronis, metabolit dapat terdeteksi 1 minggu atau lebih. Jalur metabolic THC

2.3.3 Eksresi

8
Hampir 25% dari dosis diekskresikan melalui urin dalam 3 hari, terutama sebagai
glucuronide asam 11-nor-D9-THC-9-carboxylic, bersama-sama dengan bentuk karboksilat
dalam bentuk bebas dan terkonjugasi. D9-THC-O-glucuronide juga terdeteksi dalam urin.
Ditemukannya asam karboksilat dalam urin menunjukkan indikasi positif penggunaan
kanabis yang baru saja dilakukan. Rute ekskresi utama adalah melalui faeces, sampai sekitar
65% dari dosis diekskresikan dalam 5 hari, terutama sebagai 11-hidroksi-D9-THC dan
karboksilat dalam bentuk terkonjugasi. Metabolit D9-THC terdeteksi dalam urin hingga 12
hari setelah dosis oral tunggal. Senyawa ini dapat melintasi plasenta dan didistribusikan ke
dalam ASI.

2.4 Toksikodinamik Ganja

Bahan aktif marijuana adalah delta-9-tetra-hidro-kannabinol (THC) dan diperkirakan


untuk mengerahkan efeknya dengan mengikat reseptor kannabinoid CB1 pada terminal saraf
presinaptik di otak. THC bekerja agonis dan berikatan pada reseptor kannabinoid CB1 yang
berada  pada sistem saraf pusat. THC mengikat reseptor CB1 mengaktifkan G-protein yang
juga mengaktifkan atau menghambat sejumlah jalur transduksi sinyal. G-protein secara
langsung menghambat N dan tegangan tipe P atau Q (tergantung dari kanal kalsium dan
kanal natrium) dan secara tidak langsung menghambat kanal kalsium tipe A melalui
penghambatan adenilat siklase. THC mengikat dan mengaktivasi G-protein yang juga
mengaktifkan kanal kalium dan  jalur sinyal MAP kinase. Efek kumulatif dari jalur ini adalah
perasaan euforia.

THC juga bekerja agonis pada reseptor CB2 yang bekerja dalam supresi sel-sel imun
sehingga aktivitas THC pada reseptor ini dapat menyebabkan penurunan kemampuan sel
imun (imunosupressan). Penggunaan THC atau paparan langsung (inhalasi, gas, asap, serbuk
kering, residu bakaran abu, dan sebagainya) dapat menurunkan kemampuan sistem imun
terutama pada individu yang memiliki kelainan pada sistem imunnya. Didalam tubuh
manusia terdapat senyawa alami yang memiliki efek mirip dengan THC yaitu
endokannabinoid yang alaminya dilepaskan oleh tubuh dalam rangsang respon emosi
alamiah seperti keadaan senang atau tenang dikarenakan sebab tertentu yang jelas. Sepeti
tertawa dan rasa senang karena suatu humor atau lawakan, atau euforia pada saat keadaan

9
yang sangat menyenangkan seperti sebuah kejutan atau hal-hal yang dapat memberikan
perasaan senang lainnya.

Penggunaan marijuana dalam waktu jangka panjang dapat mengurangi kemampuan


reseptor-reseptor kannabinoid untuk mengenali senyawa endokannabinoid tubuh karena kerja
agonis THC pada sistem saraf pusat sehingga menurunkan respon yang dihasilkan oleh
senyawa endokannabinoid. Hal ini dapat menyebabkan penurunan respon emosi atau
presepsi emosi yang salah pada penggunan kronik.

2.5 Penatalaksanaan Toksisitas Ganja

Penatalaksanaan cannabis use disorder dilakukan sesuai dengan manifestasi klinis,usia


pasien,dan ada tidaknya substance use disorder lainnya. Pemberian medikamentosa bersifat
suportif, terutama diberikan pada fase akut. Selanjutnya, tata laksana psikiatri diperlukan
untuk membantu pasien berhenti menggunakan ganja.

1. Tata laksana akut

Pada tata laksana akut, pasien yang datang dilakukan pemeriksaan menyeluruh
secara cepat. Prinsip penanganan kegawatdaruratan harus dilakukan penilaian jalan
napas, pernapasan dan pencegahan terjadinya aspirasi pada pasien. Jika pasien
mengalami penurunan kesadaran, singkirkan penyebab penurunan kesadaran lainnya,
misalnya cedera otak traumatik atau gangguan elektrolit. Identifikasi kegawatdaruratan
yang terjadi dan laukan penatalaksanaan yang sesuai,misalnya resusitasi jantung paru
untuk pasien dengan henti jantung.

2. Medikamentosa

Sampai saat ini belum ada terapi farmakologis yang menunjukan hasil yang
efektif untuk cannabis use disorder. Studi yang dilakukan oleh levin et al, menggunakan
dronabinol sebagai terapi untuk penyalahgunaan ganja. Dronabinol 20 mg 2 kali sehari,
diberikan kepada 156 orang dengan penyalahgunaan ganja secara double –blind, placebo
controlled selama 12 minggu. Walau demikian,studi ini menunjukan hasil yang kurang
signifikan.

10
Medikamentosa dapat dipertimbangkan sebagai terapi simtomatik untuk
mengatasi gejala withdrawal pasien. Obat yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
- Gangguan tidur, gelisah, iritabilitas; benzodiazepine
- Nyeri perut ; hiosin
- Nyeri kepala atau nyeri lainnya;paracetamol,obat antiinflamasi nonsteroid/OAINS

- Mual ; promethazine, metoclopramide

Dokter harus berhati-hati terhadap kemungkinan terjadinya benzodiazepine use


disorder pada pasien yang mendapat benzodiazepine dan melakukan tindakan
pencegahan yaitu dengan memberikan edukasi mengenai penggunaan yang aman serta
membatasi peresepan hanya untuk jangka pendek (2-4 minggu)

3. Terapi suportif

Terapi suportif pada penyalahgunaan ganja adalah terapi perilaku. Terapi perilaku
yang disarankan adalah cognitive behavioural therapy (CBT).

a. Cognitive Behavioural Therapy

Berfokus dengan mengajarkan orang yang ketergantungan keahlian yang relevan


untuk dapat membuatnya berhenti dan mencegah kekambuhan. Pasien diajarkan
untuk dapat menganalisis penggunaan ganja dan cara untuk dapat menghindari
keinginan untuk menggunakan ganja. CBT biasa dilakukan selama 45-60 menit per
minggu dalam bentuk individu atau berkelompok.

b. Motivational Enhancement Therapy

Adalah pendekatan konseling yang membantu individu untuk mengatasi masalah


yang telibat dalam perawatan dan menghentikan penggunan obat. Pendekatan ini
bertujuan untuk membangkitkan dengan cepat perubahan motivasional dalam diri.
MET dilaporkan sukses untuk membantu orang dengan penyalahgunaan ganja ketika
dikombinasikan dengan CBT.

c. Contingency Management

11
adalah sebuah terapi perilaku dimana sebuah perilaku diubah dengan menerapkan
“reward” untuk setiap perubahan perilaku yang dilakukannya ( reward and
reinforced). Dengan terapi ini diharapkan terjadi perubahan perilaku yang bersifat
sukarela . CM umumnya digunakan sebagai terapi perilaku ajuvan. Walau
demikian,studi menemukan bahwa penggunaan metode ini tidak menunjukan hasil
perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan CBT saja.

4. Rawat inap untuk Cannabis Withdrawal

Pasien dengan cannabis withdrawal yang gagal terapi rawat jalan,rawat inap
selama 1-2 minggu dapat dipertimbangkan selain untuk memonitor dan mengatasi gejala
withdrawal pada pasien, tetapi terutama untuk menjauhkan pasien dari sumber ganja dan
memberikan dukungan psikososial pada pasien. Rawat inap juga dapat dipertimbangkan
pada kondisi berikut ini:

1. Pasien memiliki gangguan psikiatri lainnya seperti schizophrenia atau gangguan


bipolar
2. Riwayat kekerasan atau agresi berat
3. Memiliki ketergantungan beberapa obat sekaligus

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ganja adalah tanaman yang termasuk dalam family Cannabaceae, kadang dikenal
sebagai Cannabinaceae. Marijuana mengandung sejenis bahan kimia yang disebut delta-
9-tetra-hidro-kannabinol (THC), ketika THC digunakan, baik dikonsumsi atau diinhalasi,
ia mengikat reseptor spesifik yang ada di dalam otak manusia yang disebut reseptor
kannabinoid. THC sebagai salah satu zat psikoaktif yang utama dalam ganja mengikat
reseptor anandamide di otak, memiliki efek stimulant, sedative, atau halusinogen,
tergantung pada dosis dan waktu setelah konsumsi. Marijuana juga meningkatkan nafsu
makan, dalam bahasa sehari – hari dikenal dengan sebutan menjadi “kelaparan”.
Fase toksokinetik ganja meliputi proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan
eliminasi atau eksresi. Proses absorbsi ganja dipengaruhi dari alur dan pemberian seperti:
merokok, rute oral dan rute rektal.
Dalam fase toksodinamik THC bekerja agonis dan berikatan pada reseptor
kannabinoid CB1 yang berada  pada sistem saraf pusat. THC mengikat reseptor CB1
mengaktifkan G-protein yang juga mengaktifkan atau menghambat sejumlah jalur

13
transduksi sinyal. THC juga bekerja agonis pada reseptor CB2 yang bekerja dalam
supresi sel-sel imun sehingga aktivitas THC pada reseptor ini dapat menyebabkan
penurunan kemampuan sel imun (imunosupressan).
Penatalaksanaan toksisitas ganja dapat dilakukan dengan berbagai macam cara
seperti: medikamentosa, terapi suportif dan rawat inap.

3.1 Saran
Diharapkan banyaknya penelitian di Indonesia tentang toksisitas dari ganja,
mengingat Indonesia sendiri masih banyak pengguna / pemakai ganja yang umumnya
disalahgunakan dan juga indonesia merupakan salah satu produsen ganja terbesar
didunia. Sehingga tidak mengetahui efek toksisitas dari ganja yang dapat
membahayakan diri sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Budney AJ, Roffman R, Stephens RS, Walker D. 2014. Marijuana Dependence and Its
Treatment . Addiction Science & Clinical Practice ;4(1)4-16

Carrol KM, Nich C, Lapaglia DM, Peters E, Easton CJ, Petry NM. Combining Cognitive
Behavioral Therapy And Contigency Management To Enhance Their Effects In
Treating Cannabis Dependence ; Less Can Be More, More Or Less. Society for the
Study Addiction. 2012.

Gurney, S. M. R., Dkk. 2014. Pharmacology, Toxicology, and Adverse Effects of Synthetic
Cannabinoid Drugs. USA: Forensic Science Review Volume 26 No. 1

Mcpartland, John M. 2018. Cannabis Systematics at the Levels of Family, Genus, and
Species. United Kingdom: Cannabis and Cannabinoid Research Volume 3.1

Miller, Norman S. dan Oberbarnscheidt, Thersilla. 2017. Pharmacology of Marijuana. USA:


Journal of Addiction Research & Therapy.

Pertwee, Roger G. 2014. Handbook of Cannabis. United Kingdom: Oxford University Press.

14
Rahayu, Muji dan Solihat Moch. Firman. 2018. Toksikologi Klinik. Jakarta: Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Wilkinson, S.T., Yarnell, S., Radhakrishnan, R., Ball, S.A. and D'Souza, D.C., 2016.
Marijuana Legalization: Impact on Physicians and Public Health. Annual review
of medicine, 67, pp.453-466.

15

Anda mungkin juga menyukai