DOSEN PEMBIMBING :
Di Susun Oleh:
FAKULTAS FARMASI
JAKARTA – 2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... vi
ii
Tujuan percobaan .................................................................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 13
Teori dasar ............................................................................................................................. 13
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ................................................................................. 15
Alat dan Bahan ...................................................................................................................... 15
Prosedur kerja ........................................................................................................................ 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 19
HASIL ................................................................................................................................... 19
PEMBAHASAN .................................................................................................................... 20
BAB V PENUTUP .................................................................................................................... 23
KESIMPULAN ..................................................................................................................... 23
SARAN.................................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 24
iii
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 34
iv
HASIL ................................................................................................................................... 50
PEMBAHASAN .................................................................................................................... 51
BAB V PENUTUP .................................................................................................................... 53
KESIMPULAN ..................................................................................................................... 54
SARAN.................................................................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 55
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan karunia-
Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan hasil Praktek
Farmakoligi dengan baik.
Laporan ini disusun untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Praktek Farmakologi, dan
juga sebagai bahan referensi bagi para pembaca dan sebagai bahan referensi tambahan bagi
penulis sendiri. Saya merasa bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan shingga masih
terdapat kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya, oleh karena itu saya menerima saran
dan kritik oleh pembaca yang sifatnya membangun. Kami juga menyadari bahwa laporan yang
kami susun ini masih kurang sempurnya. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat
kami butuhkan demi kesempurnaan laporan ini.
Melalui laporan ini juga, saya sebagai penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih
untuk para dosen pembimbing dan semua asisten yang telah membantu dan membimbing saya
maupun para praktikum lainnya pada saat praktikum sehingga membuat laporan ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan apabila ada kesalahan
dalam penulisan laporan ini kami mohon maaf sebesar-besarnya.
Penyusun
vi
MINGGU PERTAMA
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. Judul Percobaan:
Pengaruh obat kolinergik dan antikolinergik terhadap kelenjaar saliva dan mata
System syaraf otonom yang dikenal juga dengan nama system syaraf vegetatife, system
syaraf visera atau system syaraf tidak sadar, system mengendalikan dan megatur
keseimbangan fungsi-fungsi intern tubuh yang berada di luar pengaruh kesadaran dan
kemauan. System syaraf ini terdiri atas serabut syaraf-syaraf, ganglion-ganglion dan
jaringan syaraf yang mengsyarafi jantung, pembuluh darah, kelenjar-kelenjar, organ-
organ dalam dan otot-otot polos. Meskipun tata penghantaran impuls syaraf di system
syaraf pusat belum diketahui sempurna, namun ahli-ahli farmakologi dan fisiologi
menerima bahwa impuls syaraf dihantar oleh serabut syaraf melintasi kebanyakan sinaps
dan hubungan dengan neuroefektor dengan pertolongan senyawa-senyawa kimia khusus
yang dikenal dengan istilah neurohumor-transmitor. Obat-obat yang sanggup
mempengaruhi fungsi system syaraf otonom, bekerja berdasarkan kemampuannya untuk
meniru atau memodifikasi aktivitas neurohumor-transmitor tertentu yang dibebaskan oleh
serabut syaraf otonom di ganglion atau sel-sel (organ-organ) detector.
2
1. Parasimpatikomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ yang
dilayani saraf parasimpatis dan meniru efek perangsangan oleh asetilkolin,
misalnya pilokarpin dan fisostigmin.
2. Parasimpatikolitika (antikolinergika) justru melawan efek-efek kilonergika,
misalnya, atropine, alkaloida, belladona dan propantelin.
Tujuan Percobaan :
- Menghayati secara lebih baik pengaruh berbagai obat system saraf otonom dalam
mengendalikan fungsi vegetative tubuh
- Mengenal teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat kolinergik atau antikolinergik pada
neuroefektor parasimpatis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Teori dasar
System saraf otonom yang lebih dikenal juga dengan nama sistem saraf
vegetative, sistem saraf viesera atau sistem saraf tidak sadar, sistem mengendalikan dan
mengeatur keseimbangan fungsi-fungsi intern tubuh yang berada diluar pengaruh
kesadaran dan kemauan. Sistem saraf ini terdiri atasnserabut saraf-saraf, ganglion-
ganglion dan jaringan saraf yang mensyarafi jantung, pembuluh darah, kelenjar-kelenjar,
organ-organ dalam dan otot-otot polod. Obat-obat yang sanggup mempengaruhi fungsi
sistem saraf otonom, bekerja berdasarkan kemampuannya untuk meniru atau
memodifikasi aktifitas neurohormon transmitor tertentu yang dibebaskan oleh serabut
saraf otonom diganglion atau sel-sel (organ-organ) detector. Perjalanan SSO dimulai dari
persarafan sistem saraf pusat (selanjutnya disebut SSP). Neuron orde pertama berada di
SSP, baik di sisi lateral medulla spinalis maupun di batang otak. Akson neuron orde
pertama ini disebut dengan serabut preganglion. Serabut ini bersinaps dengan badan sel
neuron orde kedua yang terletak di dalam ganglion. Serabut pascaganglion menangkap
sinyal dari serabut preganglion melalui neurotransmiter yang dilepaskan oleh serabut
preganglion. Seperti yang telah diketahui, ganglion merupakan kumpulan badan sel yang
terletak di luar SSP. Akson neuron orde kedua, yang disebut dengan serabut
pascaganglion muncul dari ganglion menuju organ yang akan diinervasi. Organ efektor
menerima impuls melalui pelepasan neurotransmiter oleh serabut pascaganglion. Kecuali
untuk medulla adrenal, baik sistem saraf simpatis dan parasimpatis mengikuti pola seperti
yang telah dijelaskan di atas (Regar, 2010). Didalam sistem saraf otonom terdapat obat
otonom. Obat otonom adalah obat yang bekerja pada berbagai bagian susunan saraf
otonom, mulai dari sel saraf sampai dengan sel efektor. Banyak obat dapat
mempengaruhi organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara spesifik dan
bekerja pada dosis kecil. Obat-obat otonom bekerja mempengaruhi penerusan impuls
dalam susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan,
pembebasan atau penguraian neurohormon tersebut dan khasiatnya atas reseptor spesifik
(Pearce, 2002).
4
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
II. perhitungan
- prlo = 1,9 kg x 5mg = 9,5 mg
0,0095 𝑔𝑟
Volume = 𝑥 100 𝑚𝐿 = 0,475𝑚𝐿/ 0,5 mL
2𝑔𝑟
5
- Atho = 1,9 x 0,25 mg= 0,475 mg
0,000475 𝑔𝑟
Volume = 𝑥 100 𝑚𝐿 = 0,0475𝑚𝐿/ 0,5 mL
1𝑔𝑟
6
9. Catat dan tabelkan pengamatan
10. Setelah percobaan diatas selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada
kedua mata kelinci.
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
I. HASIL
II. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yang menggunakan obat pilokarpin HCL dan atropine SO4
dimana untuk mengetahui kadar atau jumlah sekresi saliva pada kelinci dan pembesaran atau
perubahan pupil mata kelinci. Menurut teori kerja pilokarpin sebagai obat golongan agonis
muskarinik (agonis kolinergik yang sifatnya menyerupai asetilkolin) yang dapat menurunkan
kontraksi otot siliaris dan tekanan introakuler bola mata. Obat golongan kolinergik seperti
pilokarpin dapat menimbulkan penurunan kontraksi otot siliaris mata sehingga menimbulkan
efek miosis dengan cepat, serta merupakan pemacu sekresi kelenjar yang terkuat pada kelenjar
keringat, air mata, dan saliva. Sedangkan atropine menghasilkan efek yang sebaliknya dari
pilokarpin yaitu terjadi efek midrasi (dilates pupil mata) sehingga diameter pupil mata kelinci
yang mengecil kembali membesar. Kepekaan reseptor muskarinik terhadap antimuskarinik
berbeda antara organ. Pada dosis kecil atropine hanya menekan sekresi air liur, muskus bronkus
dan keringat. Pada praktikum ini hasil yang didapat pada uji sekresi saliva yang didapat yaitu
untuk obat pilokarpin HCL dengan volume obat 0,5 mL menghasilkan 1.2 mL air liur atau saliva
dalam waktu 5 menit. Sedangkan untuk uji coba mata dengan meneteskan obat pada mata
dengan obat yang sama pada pengujian kelenjar saliva dimana pilokarpin2 tetes dan atropine 2
tetes menghasilkan untuk pilokarpin yaitu 0,9 cm dan atropine yaitu 1.2 cm. dari data diatas
dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan kali ini sesuai dengan teori yang ad dimana pada uji
kelenjar saliva menghasilkan untuk obat pilokarpin lebih banyak menghasilkan sekresi air liur
daripada obat atropine sedangkan untuk uji mata menghasilkan obat atropine lebih besar pada
pembesaran pupil mata dibandingkan obat pilokarpin.
8
BAB V
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Pada percobaan kali ini untuk uji sekresi saliva yaitu obat pilokarpin menghasilkan sekresi
saliva paling banyak dalam waktu 5 menit dibandingkan obat atropine. Sedangkan untuk uji mata
yaitu bat atropine yang mengalami pembesaran atau perubahan pupil mata menjadi lebih besar
dibandingkan obat pilokarpin.
II. SARAN
Kurangnya ketelitian saat praktikum menyebabkan hasil yang di dapat tidak semuanya
sama dengan yang terdapat pada teor yang mana sebelumnya sudah di uji coba oleh orang lain
maka dari itu ketelitian saat percobaan sangat diperlukan agat tidak menghasilkan galat.
9
DAFTAR PUSTAKA
- Tan, Hoan, Tjai & Kirana R (2002). Obat-Obat Penting Edisi Kelima Cetakan Kedua.
Jakarta : Gramedia
10
MINGGU KE DUA
11
BAB I
PENDAHULUAN
I. Judul percobaan
Metode anastesi lokal
II. Latar belakang
Anastesi local adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa
disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi local merupakan aplikasi atau injeksi
obat anestesi pada daerah spesifik di tubuh. Hal ini merupakan kebalikan dari anestesi
umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Anestesi okal memblok secara
reversible pada sistem konduksi saraf pada daerah tertentu sehingga terjadi
kehilangan sensasi dan aktivitas motoric.( Budenz AW.)
Penggunaan anestesi khususnya anestesi lokal merupakan prosedur yang paling
sering dilakukan dalam prosedur perawatan. Sebelum melaksanakan prosedur
tersebut, dokter gigi harus mengetahui obat-obatan yang mungkin sering dikonsumsi
oleh pasien dengan penyakit sistemik dan mengetahui cara pemilihan bahan anestesi
lokal. Untuk menjaga keselamatan pasien selama perawatan, diperlukan adanya
riwayat medis pasien secara keseluruhan yang dapat diambil dari data dental dan
riwayat kesehatan terbaru dari pasien sebelum dilaksanakan perawatan gigi dan
mulut. Penggunaan anestesi lokal dengan vasokonstriktor pada perawatan merupakan
alasan penting mengapa dibutuhkan adanya riwayat medis dan kesehatan pasien. Hal
ini sangat penting karena informasi-informasi tersebut akan digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pemilihan bahan anestesi lokal, dosis yang diberikan untuk
meminimalkan komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang sehat biasanya hanya
diberikan anestetikum yang standar. Tetapi untuk pasien dengan penyakit sistemik,
pemilihan anestetikum harus lebih hati-hati. (Budenz AW, Logothetixs DD.)
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Teori dasar
Anastesika local atau zat penghilang rasa setempat adalah obat yang pada
penggunaan local merintangi secara reserible penerusan impuls saraf ke SSP dan
dengan demikian menghlangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa paas
atau dingin. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang
digunakan sebagai anastesikum local, diantaranya:
- Tidak merangsang jaringan
- Tidak iritatif / merusak jaringan secara permanen
- Toksisitas sistem rendah
- Efektf dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir
- Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama
- Dapat larut dalam air dan menghhasilkan larutan yang stabil, juga
terhadap pemanasan (sterilisasi) (Tjay, Tan dan Rahardja, Kirana 2007)
Beberapa teknik untuk menyebabkan anastesi lokal pada hewan coba diantaranya:
13
rasa nyeriakibat luka bakar dan suppositoria untuk penderita
ambeien/wasir.akibat luka bakar dan suppositoria untuk penderita
ambeien/wasir.
Anestetika infiltrasi
Anestetika infiltrasi, yaitu suntikan yang diberikan pada atau
sekitar jaringan, yaitu suntikan yang diberikan pada atau sekitar
jaringanyang akan dianestetisir, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di
kulit dan diyang akan dianestetisir, sehingga mengakibatkan hilangnya
rasa di kulit dan di jaringan jaringan yang yang terletak terletak lebih
lebih dalam, dalam, misalnya misalnya pada pada praktek praktek THT
THT (Telinga,(Telinga,Hidung, Tenggorokan) atau daerah kulit dan gusi
(pencabutan gigi).Hidung, Tenggorokan) atau daerah kulit dan gusi
(pencabutan gigi).
14
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
15
- Spidol
- gunting
o Bahan
- Larutan Prokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara sc
- Lautan Prokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000) sebanyak 0,2 ml
secara sc
- Larutan Lidokain HCl 1% sebanyak 0,2 ml secara sc
- Larutan Lidokain HCl 1% dalam adrenalin (1:50.000) sebanyak 0,2 ml
secara sc
16
o Msts kiri: tetes mata Lidokain HCl 2% sebanyak 1-2 tetes
4) Tutup masing-masing kelopak mata kelinci selama satu menit
5) Sek ada/tidaknya respon reflex ocular mata (mata berkedip) dengan menggunakan
aplikator pad kornea mata secara tegak lurus pada menit ke- 5, 10, 20, 30, 45, 60
6) Catat dan tabelkan pengmatan
7) Setelah percobaan diatas selesai, teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada kedua
mata kelinci.
17
c) Jumlah respon reflex okuer negative dimulai dari menit ke-8 hingga menit ke 60.
Jumlah ini menunjukan angka regnier dimana efek anastetika local dicapai pada
angka regnier menimal 13 dan maksimal 800.
7) Setelah percobaan diatas selesai. Teteskan larutan fisiologis NaCl 0,9% pada mata
kanan dan kiri kelinci
8) Catat dan tabelkan pengamatan.
18
BAB IV
I. HASIL
0 8 15 20 25 30 40 50 60 0 8 15 20 25 30 40 50 60
Mata + 1 1 1 1 1 1 1 1 + 1 1 1 1 1 1 1 1
Anastesi NaCl
kanan
local Lidokain
Mata + 100 100 100 57 25 20 4 1 + 100 100 100 74 42 37 4 1
metode HCl 2%
kiri
19
Kelompok 5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 60
Anastesi local metode Punggung NaCl + + + + + + + + + +
kelinci
kanan
Punggung Lidokain + + + - - - - - - - -
kelinci HCl 2%
kiri Lidokain + - - - - - - - - - +
+
adrenalin
II. PEMBAHASAN
Pada percobaan kai ini menggunakan obat tetes mata Lidokain dengan NaCl
sebagai pembanding. Dimana menurut teori Lidokain merupakan anestetiskum local
golongan amida dengan anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat dan lebik ekstensif.
Obat ini mempunyai kemampuan untuk menghambat konduksi disepanjang serabut
saraf seara refersible, baik serabut sasraf sensorik, motoric maupun otonom.
20
Durasinya sendiri untuk obat tees mata yaitu 5-30 menit sedangkan untuk NaCl yaitu
hanya bersifat sebagai larutan control negative sehingga tidak memberikan efek yang
spesifik dan NaCl yang tidak berfungsi sebagai anastesika local sehingga tidak akan
menghambat penghantar impuls saraf. Hasil ynag didapat pada percobaan ini yaitu
sesuai dengan teori dimana untuk kelompok 1 durasi yng didapat yaitu 30 menit
sedangkan kelompok 2 yaitu 25 menit untuk obat lidokain sedangkan untuk NaCl
untuk kelompok 1 maupun 2 tidak menghasilkan efek anastesika. Karena NaCl tidak
berfungsi sebagai anastesika local tidak seperti Lidokain yang dapat digunakan
sebagai obat anastesika local.
Untuk metode regnier yaitu untuk mengetahui respon reflex okuler dimana pada
percobaan kali ini menghasilkan angka regnier pada kelompok 3 yatu NaCl 8 dan
Lidokain HCl 2% yaitu 407 sedangkan untuk kelompok 4 yaitu NaCl 8 dan Lidokain
458. Menurut teori yang didapat angka reagen yaitu menunjukan bahwa obat tersebut
berefek untuk efek anastesika local ataupun tidak dengan angka minimal yaitu 13 dan
maksimal 800 dan data tersebut menunjkan bahwa Lidokain HCl 2% baik digunakan
untuk anastesi local sedangkan NaCl tidak. Untuk metode infiltrasi dimana bertujuan
untuk mengetahui ada atau tidaknya getaran otot punggung kelinci akibat efekanastesi
local dengan obat Lidokain, Lidokain dan adrenalin dan NaCl sebagai perbandingan
menurut teori respon suatu organ otonom terhadap obat andrenergik tidak hanya oleh
efek langsung obat tersebut tetapi juga oelh reflex homeostatic tubuh. Rangsangan
adrenergic α1 mwnimbukna vaasokontriksi yang meningkatkan tekanan darah
sehingga akan mempertpanjang waktu anastesi, mengurangi kecepatan absoprsi
anastesi local sehingga akan mengurangi toksisitas sistemiknya. Pada percobaan kali
ini hasil yang didapat tidak sesuai teori Karena untuk obat lidokain + andrenalin
menghasilkan efek rangsang yang lebih cepat dibandingkan Lidokain sedangkan
menurut teori yang didapat peambahan adrenalin pada larutan anastesi local akan
memperpanjang dan memperkuat kerja anastesi local, sedangkan pada kelompok 5
tidak seperti teori, hal tersebut kemungkinan terjadi karena jumlah obat yang di
berikan tidak semuanya masuk atau terabsobsi sehingga menghasilkan obat Lidokain
berefek lama dbandingkan yang telah diberikan tambahan adrennalin. Sedangkan
untuk metode konduksi dimana tujuannya untunmengetahui ada tidaknya respon
21
Haffner atau reflex mencit apabila ekornya dijepit maka terjadi repon angkat ekor
atau mencit bersuara. Pada percobaan kali ini mengahasilkan hasil yang sesuai teori
dimana obat lidokain + adrenalin menghasilkan efek yang lebih lama dbandingkan
lidokain dan NaCl.
22
BAB V
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Pada percobaaan kali ini untuk metode permukaan, metode regnier dan metode
konduksi menghasilkan hasil yang sesuai dengan teori dimana obat Lidokain dapat
menghasilkan efek anastesi dibandingkan NaCl dan Lidokain + adrenalin
menghasilkan efek yang lebih lama dibandingkan Lidokain saja sedangkan untuk
metode infiltrasi sebaliknya dimana Lidokain + adrenalin menghasilkan efek kembali
lebih cepat dibandingkan Lidokain saja.
II. SARAN
Kurangnya ketelitian saat praktikum menyebabkan hasil yang di dapat tidak
semuanya sama dengan yang terdapat pada teor yang mana sebelumnya sudah di uji
coba oleh orang lain maka dari itu ketelitian saat percobaan sangat diperlukan agat
tidak menghasilkan galat.
23
DAFTAR PUSTAKA
- Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, kirana. 2007. Obat-obatan penting hal 407 jakarta : CV.
Permata
- Mutscler. E. 1991. Dinamika Obat Edisi V. Bandung: ITB
- STOELting rk. Hiller SC. LOCAL ANASTESICS. In : stoelting rk. Hiller sc. Edotor
- Ganiswarna, Sulistia G. 1995 Anestesi Umum. Dalam: Farmakologi Dan Terapi, Edisi
IV. Jakarta : Bagian Farmakologi FKUI, hal 116
- http://repository.usu.ac.id/bitsream/handel/123456789/42/663/chapter%2011.pdf?sequen
ce=3&15allowed:y
- Goodman & Gilman. Manual Farmakologi Dan Terapi. Jakarta: EGC 2011
24
MINGGU KETIGA
25
BAB I
PENDAHULUAN
I. Judul percobaan
Uji kadar glukosa dan antidiabetes
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Teori dasar
Diabetes militus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan
pada metabolism glukosa, disebabkan kerusakan proses pengaturan sekresi insulin
dari sel-sel beta. Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pancreas sangat penting untuk
menjaga keseimbangan adar glukosa darah. Kadar glukosa darah normal pada waktu
puasa antara 60-120 mg/dl dan dua jam sesudah makan dibawah 140 mg/dl. Bila
terjadi gangguan pada kerja insulin, baikmsecara kualitas maupun kuantitas,
keseimbangan tersebut akan terganggu dan kadar glukosa darah cenderung naik
(hiperglikemia) (kee dan Hayes, 1996: Ijokroprawiro, 1993)
Kelainan metabolism yang paling utama ialah kelainan metabolism karbohidrat.
Oleh karena itu, diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan kadar gukosa dalam
plasma darah (Herman, 1993. Adam.2000)
Penyebab diabetes:
- Usia diatas 45 tahun
- Obesitasnatau kegemuan
- Pola makan
- Riwayat diabetes melitus pada keluarga
- Kurangnya berolahraga atau beraktivitas (Waspadji, 2002).
Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel β pulau Langerhans dalam
pankreas. Berbagai stimulus melepaskan insulin dari granula penyimpanan dalam sel
β, tetapi stimulusyang paling kuat adalah peningkatan glukosa plasma
(hiperglikemia). Insulin terikat pada reseptor spesifik dalam membran sel dan
memulai sejumlah aksi, termasuk peningkatan ambilan glukosa oleh hati, otot, dan
jaringan adipose (Katzung, 2002).
Insulin adalah polipeptida yang mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam
dua rantai (A dan B) dan dihubungkan oleh ikatan disulfida. Suatu prekursor, yang
disebut proinsulin, dihidrolisis dalam granula penyimpan untuk membentuk insulin
27
dan peptida C residual. Granula menyimpan insulin sebagai kristal yang mengandung
zink dan insulin.
Glukosa merupakan stimulus paling kuat untuk pelepasan insulin dari sel-sel β
pulau Langerhans. Terdapat sekresi basal yang kontinu dengan lonjakan pada waktu
makan. Sel-selβ memiliki kanal K + yang diatur oleh adenosin trifosfat (ATP)
intraselular. Saat glukosa darah meningkat, lebih banyak glukosa memasuki sel β dan
metabolismenya menyebabkan peningkatan ATP intraselular yang menutup kanal
ATP. Depolarisasi sel Depolarisasi sel β yang diakibatkannya mengawali influks ion
Ca 2+ melalui kanal Ca2+ yang sensitif tegangan dan ini memicu pelepasan insulin
(Katzung, 2002).
28
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
II. Perhitungan
28𝑔
1. BB mencit =1000 = 0,028
29
2. BB mencit =1000 = 0,029 𝑘𝑔
32
3. BB mencit =1000 = 0,0032 𝑘𝑔
29
III. Prosedur kerja
1) Puasakan mencit selama 12-16 jam, tetapi tetap diberikan ar minum
2) Cek kadar glucose darah mencit sebelum pemberian glucose pada menit ke-0 dengan
cara bagian ujung ekor mencit dipotong kemudian darah diteteskan kebagian ujung
strip dan setelah 5 detik kadar glucose darah akan terlihat pada monitoe glucometer.
Kadar glucose darah ini dicatat sebagai kadar glucose darah puasa (GDP)
3) Berikan larutan glucose 1g/kgBB mencit
4) Cek kadar glucose darah mencit setelah pemberian glucose pada menit ke-5 dengan
cara bagian ujung ekor mencit dipotong, kemudian darah diteteskan kebagian ujung
strip dan setelah 5 detik kadar glucose darah akan terlihat pada monitor glucometer.
Kadar glucose darah ini dicatat sebagai kadar glucose darah setelah pembebanan.
5) Mencit dibagi menjadi 3 kelompo dimana masing-masing kelompok terdiri dari 2
ekor mencit dengan perbedaan dosis obat yang diberikan:
Kelompok 1 : CMC Na 1% secara PO
Kelompok 2: Glibenklamid 5mg/70kgBB manusa secara PO
KELOMPOK 3: Metformin 500mg/70kgBB manusia secara PO
6) Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing mencit
7) Berikan larutan obat sesuai kelompok masing-msing
8) Cek kadar glucose darah mencit setelah pemberian glucose pada menit ke- 20, 40,
60,80, 100 dan 120
9) Catat dan tabelkan pengamatan
10) Data yang diperoleh dianalisa secara statistic berdasarkan analisis variasi dan
bermakna perbedaan kadar glukosa darah antara kelompo control negative, positif
dan kelompok uji, kemudian dianalisa dengan student test. Data disajikan dalam
bentuk table dan grafik.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
I. HASIL
percobaan bahan Obat kelompok Kadar glukosa darah g/dl X
(menit ke)
0(puasa) 5 60 menit
menit sesudah
perlakuan
Uji kadar glukosa darah mencit CMC Na 1% 1 1 149 180 110 72,5%
dan antidiabetes secara PO 2 47 169 -
3 152 208 133
Glibenklamid 2 1 114 134 77 68,67
5mg/70kgBB 2 143 170 50 mg/dl
manusia secara 3 160 170 121
PO 3 1 179 227 107 117,5
2 164 222 107 mg/dl
3 - - -
Metformin 4 1 197 204 154 38,5
500mg/70kgBB 2 172 191 164 mg/dl
manusia secara 3 163 201 -
PO 5 1 155 180 158 34,3
2 165 190 146 mg/dl
3 177 197 163
II. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yaitu menggunakan obat CMC Na, Glibanklamid dan
Metformin dimana menurut teori CMC Na merupakan sebagai kontrok negative yang
31
tidak memiliki efek antidiabetik dan merupakan selulosa yang tergolong polisakrida
sehngga dapat semakin meningkatkan kadar gula dalam darah. Gibenklamid
merupakan obat antidiabetik yang efektif dimana bekerja dengan cara menstimulasi
sekresi insulin setiap pemakaian glukosa insulin yng dihasilkan akan mengubah
glukosa dalam darah menjadi glikogen yang akan disimpan dalam jaringan otot atau
jaringan adipose. Glibenklamid akan menjadi metabolit kurang aktif didalam hati
karena terjadi first pass efek effect, sedangkan Metformin sama dengan Glibenklamid
yaitu obat antidiabetik dimana farmakodinamknya yaitu kerjanya untuk menurunkan
glikosa darah tidak tergantung pada adanya fungsi pancreatik sel β glukosa tidak
menurun pada subjek normal setelah puasa satu malam tetapi kadar glukosa darah
pasca prandial mereka menurun selama pemberian buquanin, mekanisme kerja yang
di usulkan adalah stimulasi glikolisis secara langsung dalam jaringan dengan
peningkatan eliminasi glukosa dari darah, penurunan gluconeogenesis hati.
Melibatkan absorbs glukosa dari saluran cerna dengan peningkatan perubahan
glukosan menjadi laktat oleh enteros dan penurunan kdar glukosa plasma metformin
memiliki paruh waktu 1,5-3 jam sedangkan Glibenklamid yaitu 3-5 jam.
Pada percobaan kali ini hasil yang didapat yaitu untuk obat Na CMC yaitu
mengalami penurunan yang drastic dimana seharusnya menurut teori tidak karena Na
CMC yang sebagai control negative. Sedangkan Glibenklamid dan Metformin
menghasilkan hasil seperti teori yang mana berfungsi sebagai obat antidiabetik.
Faktor kesalahan yang terjadi kamungkinan dapat terjadi akibat dari kurangnya waktu
puasa mencit ataupun kesalahan praktikum yang tidak disadari oleh praktika tersebut.
32
BAB V
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Pada percobaaan kali ini dimana hasil yang didapat sesuai teori dimana obat
Glibenklamid dan Metformin mengalami penurunan sedangkan Na CMC tidak sesuai
teori dimana hasil pada praktikum yaitu menurunnya kadar glukosa darah.
II. SARAN
Kurangnya ketelitian saat praktikum menyebabkan hasil yang di dapat tidak
semuanya sama dengan yang terdapat pada teor yang mana sebelumnya sudah di uji
coba oleh orang lain maka dari itu ketelitian saat percobaan sangat diperlukan agat
tidak menghasilkan galat.
33
DAFTAR PUSTAKA
- Katzung, G.B. 2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Salemba Medika: Jakarta
- Thay, Tan Hoon 2010. Obat-Obat Oenting Gramedia: Jakarta
- Neal. M.J.2006.A Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima PT. Gelora Aksara Pratama:
Jakarta
- Herman F. 1993. Penggunaan Obat Hipoglikemik Oral Pada Penderita Diabetes Militus
Pharos Bulletin No. J
- Kee, J.L. dan Hayes E. R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Alih
Bahasa : Dr. Peter Anugrah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
34
MINGGU KEEMPAT
35
BAB I
PENDAHULUAN
I. Judul percobaan
Pengaruh Obat Terhadap Membran Dan Kulit Mukosa
36
yang menutupi prosesus alveolaris kedua rahang dan mengelilingi leher gigi
(Newman dkk., 2002).
37
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Teori dasar
Anastetik local ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan sacara
oral pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekrja pada tiap bagian susunan
saraf. Sebagai contoh bila anastesik local dikenakan pada korteks motoris, impuls
ysng dislirksn dsri serh tersebut terhenti dan bila disuntikan kedalam kulit maka
transmisi impuls sensorik dihambat. Pemberian anastetik local pada batang saraf
menyebabkan paralisis sensorik dan motoric di daerah yang dipersyarafinya banyak
macam zat yang dapat mempengaruhi hantaran syaraf, tetapi umumnya tidak dapat
dipakai karena menyebabkan kerusakan permanen pada sel saraf. Paralisis saraf oleh
anastetik local bersifat reversible, tanpa merusak serabut atau sel saraf.
Anastesi permukaan/anastesi local digunakan pada manusia atau permukaaan luka
atau dari sana berdifusi keorgan akhir sensorik dank e percabangan saraf terminal.
Pada epidermis yang utuh (tidak terluka) maka anastestika local hampir tidak
berkhasiat karena tidak mampu menembus lapis tanduk.
38
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Menggugurkan bulu
o Alat
- Kertas saring
- Gunting bedah
- Batang pengaduk
- Gelas arloji
- Stop watch
o Bahan
- Tikus puth
- Veet cream
- NaOH 20%
- Na2S 20%
Korosif
o Alat
- Kertas saring
- Gunting bedah
- Batang pengaduk
- Gelas arloji
- Stop watch
o Bahan
- Tikus putih
- AgCl2 5%
- NaOH 10%
- Fenol 5%
- H2SO4 pekat
- HCL pekat
- AgNO3 1%
39
Efek local etanol
o Alat
- Gelas arloji
- Stop watch
o Bahan
- Fenol 5%
- Air
- Gliserin 25%
- Etanol
- Minyak lemak
Menggugurkan bulu
1) Siapkan tikus yang terlebih dahulu dikorbankan
2) Ambil kulitnya lalu dibuat tiga potongan : masing-masing berukuran 2,5 x 2,5
cm
3) Letakan potongankulit tersebut diatas gelas arloji yang telah diberi alas kertas
saring
4) Catat bau asli/awal dari obat yang digunakan
5) Oleskan / teteskan larutan obat pada bagian atas potongan kulit tikus tersebut
6) Amati selama 30 menit efek menggunakan bulu setelah pemberian obat dengan
bantuan batang pengaduk
7) Catat dan tabelkan pengamatan
Menggugurkan bulu
1) Siapkan tikus yang terlebih dahulu dikorbankan
2) Ambil ususnya lalu dibuat enam potongan: masing-masing berukuran 4-5 cm
3) Letakan potongan usus tersebut diataas gelas alroji yang telah diberi alas kertas
saring
4) Teteskan larutan obat pada potongan usus tikus tersebut hingga terendam
5) Rendam selama 30 menit
6) Setelah 30 menit, amati efek korosif / kerusakan jaringan setelah pemberian
obat dengan bantuan batang pengaduk
7) Catat dan tabelkan pengamatan
40
Menggugurkan bulu
1) Celupkan 4 jari tasngan selama 5 menit kedalam larutan fenol yang tersedia
2) Rasakan jenis sensasi yang dialami jari tangan (rasa tebal, dingin, panas)
3) Jika jari terasa nyeri sebelum 5 menit. Angkat segera dan bilas dengan etanol
4) Catat dan tabelkan pengamatan
41
BAB IV
I. HASIL
Menggugurkan bulu
Percobaan bahan obat efek
Bau awal Gugur bulu
Menggunakan Kulit tikus Veet cream Amis 11.50-12.05
bulu Lar. NaOH Amis 11.50-12.01
20%
Lar. Na2S Amis 11.50-12.13
20%
Korosif
Percobaan bahan Obat Efek
Sifat korosi Kerusakan
pada jaringan
Korosif Usus tikus Lar. AgCl2 Memutih Mengkerut
pucat
5%
NaOH 10% Menguning Mengembang
pucat
Fenol 5% Putih pucat Kaku dan
menghilang
H2SO4 pekat Hitam Mengkerut
HCL pekat Hitam Mengkerut
kecoklatan hancur
AgNO3 1% Memutih Melebat, pucat
pucat
42
II. PEMBAHASAN
Pada percobaan kai ini melakukan 3 uji eprcoban yaitu uji menggugurkan bulu
dengan bahan veet cream, larutan NaOH 20%, dan larutan Na2S 20%, uji koroseit
dengan bahan larutan AgCl2 5%, NaOH 10% Fenol 5%, H2SO4 pekat, HCL pekat,
AgNO3 1% dan uji efek local etanol dengan bahan larutan Fenol 5% dalam air larutan
larutan Fenol 5% dalam etanol. Dimana hasil yang di dapat yitu untuk uji menggugurkan
bulu veet crsm selama 15 menit,, NaOH 20% 11 menit dengan gugur bulu yang banyak
sedangkan untuk Na2S 23 menit. Menurut teori yang ada dimana NaOH 20% bekerja
dengan cara memecah ikatan S-S pada keratin kulit, sehingga bulu akan rusak dan mudah
gugur. Sedangkan veet cream dapat menghasilkan gugur bulu yang cepat hanya saja tidak
sebanyak dan secepat NaOH 20% hal itu dikarenaka kandungan yang terdapat dalam
veetcream banyak dmana untuk pengguguran bulu sendir sedikit sedangkan Na2S 20%
bukan obat atau bahan yang dapat menggugurkan gulu karena tida memiliki kandungan
untuk menggugurkan bulu sepert NaOH 20% dan veet cream.
Selanjutnya untuk uji korosif dimana bahan yang digunakan dengan hasil yang di
dapat pada percobaan kali ini yaitu Lar. AgCl2 5% berwarna memutih pucat, mengkerut
NaOH 10% berwarna menguning pucat, mengembang , Fenol 5% berwarna putih pucat,
kaku dan menghilang , H2SO4 pekat menjadi berwarna hitam, mengkerut, HCL pekat
berwarna hitam kecoklatan, mengkerut hancur, dan AgNO3 1% berwarna memutih pucat
melebat, pucat. Hasil tersebut membuktikan bahwa efek korosi dapat terjadi pada usus
tikus dengan bahan tersebut dengan adanya perubahan pada setiap bahan saat di teteskan
kepada usus tikus. Dan yang terakhir yaitu uji efek local fenol dimana bahan yang di
gunakan engan hasil uji yaitu Lar. Fenol 5% dalam air dengan hasil yang di rasa pada jari
tangan kebas, dingin, panas dan larutan Fenol 5% dalam etanol dengan hasil yang aitu
kebas, dingin, nyeri. Menurut teori Fenol 5% dalam air merupakan pelarut yang efektif
dimana hasil percampuran bahan tersebut tidak mengurangi sedangkan larutan Fenol 5%
dalam etanol dapat bersifat toksik dan memiliki kelarutan yang rendah. Fenol dan etanol
sama-sama memiliki gugus-OH sehingga saat fenol di reaksikan dengan etanol, terbentuk
ester etil etanoat, yang menimbulkan sensasi dingin dan juga nyeri tersebut.
43
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada percobaan kai ini melakukan 3 uji eprcoban yaitu uji menggugurkan bulu dengan
bahan veet cream, larutan NaOH 20%, dan larutan Na2S 20%, uji koroseit dengan bahan larutan
AgCl2 5%, NaOH 10% Fenol 5%, H2SO4 pekat, HCL pekat, AgNO3 1% dan uji efek local
etanol dengan bahan larutan Fenol 5% dalam air larutan larutan Fenol 5% dalam etanol. Dimana
hasil yang di dapat yitu untuk uji menggugurkan bulu veet crsm selama 15 menit, NaOH 20% 11
menit dengan gugur bulu yang banyak sedangkan untuk Na2S 23 menit. Selanjutnya untuk uji
korosif dimana bahan yang digunakan dengan hasil yang di dapat pada percobaan kali ini yaitu
Lar. AgCl2 5% berwarna memutih pucat, mengkerut NaOH 10% berwarna menguning pucat,
mengembang , Fenol 5% berwarna putih pucat, kaku dan menghilang , H2SO4 pekat menjadi
berwarna hitam, mengkerut, HCL pekat berwarna hitam kecoklatan, mengkerut hancur, dan
AgNO3 1% berwarna memutih pucat melebat, pucat. Dan yang terakhir yaitu uji efek local fenol
dimana bahan yang di gunakan dengan hasil uji yaitu Lar. Fenol 5% dalam air dengan hasil yang
di rasa pada jari tangan kebas, dingin, panas dan larutan Fenol 5% dalam etanol dengan hasil
yang aitu kebas, dingin, nyeri.
SARAN
Kurangnya ketelitian saat praktikum menyebabkan hasil yang di dapat tidak semuanya
sama dengan yang terdapat pada teor yang mana sebelumnya sudah di uji coba oleh orang lain
maka dari itu ketelitian saat percobaan sangat diperlukan agat tidak menghasilkan galat.
44
DAFTAR PUSTAKA
- Anonym, 2004. Farmakologi Jilid II, Anastestika Lokal. Departemen Kesehatan RI (Hal:
120-121)
- Unaryo. Kokain dan Anastetik Lokal Sintetik Dalam: Ed. Ganiswarna SG. Farmakologi
dan Terapi Jakarta:Gaya Baru, 1995: 234-47
- Ditejan POM.1979. Farmakope Indonesia Ediai III. Jakarta. DEPKES. RI
- Guyton. A.C dan Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
- file:///C:/Users/user/Downloads/S1-2014-296425-introduction.pdf.pdf
- Mutschler. E. 1991. Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, terjemahan
M. B. widianto dan A. S. Ranti, Penerbit ITB, Bandung. Hal 223
45
BAB I
PENDAHULUAN
I. Judul percobaan
Uji potensi deuretika
Diuretik adalah suatu agen obat yang dapat meningkatkan volume urin atau laju
aliran urin dengan cara meningkatkan ekskresi air dan Na+ serta digunakan untuk
meregulasi volume atau komposisi cairan tubuh pada beberapa keadaan contohnya
edema.
Pada abad ke-16, Obat-obat diuretik telah diperkenalkan oleh Paracelsus sebagai
terapi edema. Kemudian pada tahun 1930, Swartz menemukan bahwa sulfanilamide
(antimikrobial) dapat mengobati pasien gagal jantung, yaitu dengan meningkatkan
ekskresi dari Na+. Sejak diketahui bahwa obat-obat antimikroba seperti sulfanilamide
memiliki efek samping terhadap perubahan komposisi dan jumlah ekskresi urin,
dilakukan berbagai penelitian terhadap obat-obat diuretik kembali.
46
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Teori dasar
Deuretik adalah suatu obat yang dapat meningkatkan jumlah urin (diuresis)
dengan jalan menghambat reabsorpsi air dan natrium serta mineral lain pada tubulus
ginajl dengan demikian bermanfaat untuk menghilangkan edema dan mengurangi free
load. Kegunaan diuretic terbanyak adalah untuk antihipertensi dan gagal jantung.
Pada ggal jantung deuraetik akan mengurangi atau bahkan menghilankan cairan yang
terakumulasi di jaringan dan paru-paru. Disamping itu berkurangnya volume darah
akan mengurangi kerja jantung.
Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut
Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan
reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak
dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara
pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana
dalam tubulus menjadi menjadi meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine,
dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi
lebih banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan volume urine dan sering
mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan darah (Halimudin, 2007).
Mekanisme Kerja Diuretik ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon
diuretik ini. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada
daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan diure-tik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium
banyak. Kedua, status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis
hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap
diuretik. Ketiga, interaksi antara obat dengan reseptor. Sebagaimana umumnya
diketahui, diuretik digunakan untuk merangsang terjadinya diuresis. Penggunaan
diuretik sudah demikian luas (Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P. Sidabutar , 2008).
47
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Menggugurkan bulu
o Alat
- Sonde
- Spuit injeksi 1ml
- Timbangan hewan
- Kandang diuretic
- Beaker glass
- Gelas ukur
o Bahan
- Tikus putih
- CMC Na 1%
- Furosemide 20mg
- Spironolakton 100 ml
II. Perhitungan
BB = 178 g
Tikus =20 mg x 0,018 = 0,036 mg
28178 𝑔
Dosis = 𝑥0.36 = 0,3204 𝑚𝑔
200𝑔
0,3204𝑚𝑔
Volume = 𝑥50𝑚𝑙 = 0,80𝑚𝑙 / 0,8 ml
20𝑔
48
4) Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing-masing mencit
5) Berikan larutan obat sesuai kelompok masng-masing
6) Tempatkan tikus kedalam kandang diuretic
7) Kumulkan urin selama 2 jam, catat frekuensi pengeluaran urine dan jumlah urin
setiap kali dieksresikan
8) Catat dan tabelkan engamatan
9) Hitung persentase volume kumulatif urin yang diekskresikan:
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑢𝑟𝑖𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑟𝑒𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 2 𝑗𝑎𝑚
𝑥 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑟𝑎𝑙
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
I. HASIL
Percobaan Bahan obat Efek diuretic
Potensi Tikus CMC Na Frekuensi Utinasi 43 63 83
diuretika 1% secara (Menit Ke-)
PO Volume Urin (ml) 0,5 0,8 0,5
(kelompok Volume Urin 1,8 ml
3) Kumulatif Selama
2 Jam (ml)
Volume Air Yang 5 ml
Diberikan Secara
PO (ml)
Potensi Diuretika 30 %
()%
CMC Na Frekuensi Utinasi 60 83 91 120
1% secara (Menit Ke-)
PO Volume Urin (ml) 0,5 0,3 0,3 -
(kelompok Volume Urin 1.1 ml
4) Kumulatif Selama
2 Jam (ml)
Volume Air Yang 5 ml
Diberikan Secara
PO (ml)
Potensi Diuretika 1,1
72% = 5𝑚𝑙 𝑥100% = 22%
()%
Furosemide Frekuensi Utinasi 54 79 90 120
20 mg (Menit Ke-)
(manusia 70 Volume Urin (ml) 1.8 0,5 3 2
kg) secara Volume Urin 7,3 ml
PO Kumulatif Selama
(kelompok 2 Jam (ml)
1) Volume Air Yang 5 ml
Diberikan Secara
PO (ml)
Potensi Diuretika 7,3
()% 𝑥100% = 146%
5𝑚𝑙
Furosemide Frekuensi Utinasi 50 75 84 104 110 116 120
20 mg (Menit Ke-)
(manusia 70 Volume Urin (ml) 1 1 0,4 0,6 0,4 0,4 0,3
kg) secara Volume Urin 4.6 ml
PO Kumulatif Selama
(kelompok 2 Jam (ml)
50
2) Volume Air Yang 5ml
Diberikan Secara
PO (ml)
Potensi Diuretika 92%
()%
Spironolakt Frekuensi Utinasi 48 53 73 112
on 100mg (Menit Ke-)
(manusia 70 Volume Urin (ml) 0,7 0,4 0,3 1,1
kg)secara Volume Urin 2,5 ml
PO Kumulatif Selama
(kelompok 2 Jam (ml)
5) Volume Air Yang 5ml
Diberikan Secara
PO (ml)
Potensi Diuretika 50%
()%
Spironolakt Frekuensi Utinasi 42 49 59 64 75
on 100mg (Menit Ke-)
(manusia 70 Volume Urin (ml) 0,9 0,8 0,6 0,8 1
kg)secara Volume Urin 4,1 ml
PO Kumulatif Selama
(kelompok 2 Jam (ml)
5) Volume Air Yang 5 ml
Diberikan Secara
PO (ml)
Potensi Diuretika 82%
()%
II. PEMBAHASAN
Pada percobaan kai ini menggunakan obat CMC Na 1%, furosemide 20 mg dan
spironolakton 20mg dimana menurut teori yang ada Diuretika adalah zat-zat yang
dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap
ginjal. Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal
secara tidak langsung tidak termasuk dalam defenisi ini, misalnya, zat-zat yang
memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin),memperbesar volume darah
(dekstran), atau merintangi sekresi hormon anti diuretik ADH. Untuk obat furosamid
adalah obat yang berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Mekanisme
kerjanya pada lengkungan henle dengan cara mereabsorsi kurang lebih 25% semua
ion yang telah difiltrasi secara aktif kemudian disusul dengan reabsorbsi pasif dari
51
dan tetapi pengeluaran air juga diperbanyak. Awal tindakan setelah oral adalah
dalam waktu satu jam,dan diuresis berlangsung sekitar 6-8 jam, waktu paruhnya
tergantung pada fungsi ginjal biasanya waktu paruh obat ini 2 hari. Obat furosemid
mudah diserap melalui saluran cerna. Bioavabilitas furosemid 65% diuretik kuat
terikat pada protein plasma secara ekstensif sehingga tidak difiltrasi di glomerolus
tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam organik ditubuli
proksimal. Dengan cara ini obat ini terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali
ditempat kerja didaerah yang lebih distal lagi.
Sedangkan obat spironolakton adalah obat diuretic hemat kalium dimana bekerja
pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif
(sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida). Efek obat-obat ini
lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretika lainnya untuk menghemat
kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat
secara kompetitif oleh antagonis aldosteron. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan
bertahan sampai beberap hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agak
lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Readsorpsinya di usus
tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi
metabolit aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam
metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam. Sedangkn CMC
Na adalah obat control negative yang tidak menghasilkan atau mengandung obat
diuretic sendiri.
Pada percobaan kali ini hasil yang di dapat untuk volume urin kumulatif selama 2
jam (ml) yaitu untuk kelompok yang menggunakan obat CMC Na !% oleh kelompok
3 dan 4 menghsilkan kelompok 3 1,8 ml sedangkan kelompok 4 yaitu 1,1 ml dan
untuk kelompok yang menggunakan obat furosemide yaitu kelompok 1 dan 2 dimana
hasil yang di dapat untuk kelompok 1 yaitu 7,3 ml sedangkan kelompok 2 yaitu 4,6
ml sedangkan untuk obat spironolakton oleh kelompok 5 dan 6 dimana untuk
kelompok 5 menghasilkan 2,5 ml dan kelompok 6 yaitu 4.1 ml. untuk semua
kelompok menghasilkan hasil yang sesuai dengan teori sedangkan hanya kelompok 5
saja ynag tidak sesuai teori dimana hasilnya seharusnya dapat lebih dari 2.5 ml. hal
52
tersebut dapat terjadi kemungkinan dikarenakan ketikad telitian saat praktikum
ataupun terdapat kesalahan yang tidak disadari oleh praktika itu sendiri.
53
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada percobaaan kali ini dimana hasil yang didapat yaitu untuk CMC Na 1%
yaitu kelompok 3 volume urin kumulatif selama 2 jam yaitu 1.8 ml edangkan untuk
kelompok 4 yaitu 1.1ml. untuk obat furosemide oleh kelompok 1 dan 2 menghasilkan
volume urin kumulatif selama 2 jam untuk kelompok 1 sebanyak 7,3 ml sedangkan
kelompok 2 sebanyak 4,6 ml. sedangkan untuk obat spironolakton oleh kelompok 5
dan 6 menghasilkan volume urin kumulatif selama 2 jam yaitu untuk kelompok 5
sebanyak 2.5 ml sedangkan kelompok 6 yaitu 4.1 ml.
SARAN
Kurangnya ketelitian saat praktikum menyebabkan hasil yang di dapat tidak
semuanya sama dengan yang terdapat pada teor yang mana sebelumnya sudah di uji
coba oleh orang lain maka dari itu ketelitian saat percobaan sangat diperlukan agat
tidak menghasilkan galat.
54
DAFTAR PUSTAKA
- Anonym, 2004. Farmakologi Jilid II, Anastestika Lokal. Departemen Kesehatan RI (Hal:
120-121)
- Ditejan POM.1979. Farmakope Indonesia Ediai III. Jakarta. DEPKES. RI
- Guyton. A.C dan Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
- Aidan, 2008, Penggolongan Diuretik.
- Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P. Sidabutar, 2008, Masalah Penggunaan Diuretika.
www.kalbe.co.id, Diakses pada 14 Juni 2015 Pukul 21:52.
- Halimudin, 2007, Terapi Diuretik Osmotik (Manitol) Pada Gangguan Sistem Persarafan.
55