PENDAHULUAN
Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) adalah tanaman asli Indonesia
yang berasal dari pulau Banda. Tanaman ini dikenal sebagai tanaman rempah yang
memiliki nilai ekonomi dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat
dimanfaatkan dalam berbagai industri. Maluku yang dikenal sebagai Kepulauan
Rempah-rempah memiliki potensi pala yang cukup melimpah. Namun, umumnya
pala diperdagangkan hanya dalam bentuk biji dan fuli (Bustaman, 2008).
Sedangkan daging buah pala yang merupakan bagian terbesar dari buah pala yaitu
77,8 % (Rismunandar, 1990), kurang dimanfaatkan sehingga menjadi limbah.
Minyak pala merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang sangat diminati
di pasar internasional dikarenakan penggunaannya sangat luas, seperti bahan baku
dalam industri parfum, kosmetika, farmasi, makanan dan minuman, penyedap
alami, selain untuk pengobatan bahkan digunakan untuk mengobati penyakit-
penyakit kronis seperti kanker. Selain itu juga memiliki aktivitas antioksidan,
antimikroba, antifungal. Minyak pala yang dikenal di pasar dunia adalah minyak
pala yang diolah dari biji dan fuli. Padahal selain biji dan fuli, daging buah pala
juga mengandung minyak atsiri sekitar 1,1 % dengan komponen utama
monoterpen hidrokarbon (61 - 88 % seperti -pinene, -pinene), asam
monoterpene (5 - 15 %), aromatik eter (2 - 18 % seperti myristicin, safrole)
(Nurdjannah, 2007). Penelitian Sipahelut, S (2010) menunjukkan bahwa minyak
dari daging buah pala memiliki keunggulan dibandingkan minyak dari biji dan fuli
pala karena banyak mengandung persenyawaan teroksigenasi. Senyawa ini
merupakan penyebab utama bau wangi dan lebih stabil terhadap proses oksidasi.
Mutu minyak daging buah pala sangat ditentukan oleh sifat-sifat kimianya.
Perlakuan pengeringan mempunyai pengaruh pada sifat kimia minyak atsiri karena
minyak yang berasal dari bahan tanaman segar dengan bahan tanaman kering
memperlihatkan perbedaan pada sifat kimianya. Demikian juga metode distilasi
yang berbeda akan mempunyai pengaruh yang berbeda sifat kimianya.
Pada penelitian ini dilakukan uji sifat kimia meliputi bilangan asam dan
bilangan ester terhadap minyak daging buah pala yang diperoleh melalui beberapa
cara pengeringan dan distilasi. Penentuan bilangan asam dari minyak atsiri
bertujuan untuk mengetahui kandungan asam organik pada minyak tersebut.
Nilai bilangan asam dapat digunakan untuk menentukan kualitas minyak
(Ketaren, 1985). Sedangkan penentuan bilangan ester suatu minyak atsiri
mengindikasikan intensitas bau dan aroma minyak atsiri tersebut. Adanya
bilangan ester pada minyak dapat menandakan bahwa minyak tersebut mempunyai
aroma yang baik.
1. Cara Pemetikan
Buah pala dapat dipetik langsung dari pohon bila sudah masak petik dan
dapat pula dipungut dari buah yang sudah berjatuhan. Buah pala yang sudah jatuh
hendaknya diambil sedini mungkin karena dapat dicemari hama bubuk biji Poecilips
myristiceae dan cendawan yang dapat menyebabkan busuknya biji pala.
Pemetikan buah pala dapat dilakukan dengan menggunakan galah yang
dilengkapi dengan keranjang penampung buah pada ujungnya.Selain itu dapat pula
dilakukan dengan memanjat dan memilih serta memetik buah pala yang sudah
matang dan dimasukkan ke dalam keranjang. Panen buah dengan cara dijatuhkan
akan mengurangi kualitas biji. Buah yang telah dipetik segera dibelah, dipisahkan
daging buah, biji dan fulinya
2. Waktu panen
Umumnya pohon pala mulai berbuah pada umur 7 tahun dan pada umur 10
tahun telah berproduksi secara menguntungkan. Produksi pada akan terus meningkat
dan pada umur 25 tahun mencapai produksi tertinggi. Pohon pala terus berproduksi
sampai umur 6070 tahun. Buah pala dapat dipetik (dipanen) setelah cukup masak
(tua), yakni yaitu sekitar 67 bulan hal ini ditandai oleh warna buah yang berwarna
kuning kecoklatan, dimana beberapa buah sudah mulai merekah (membelah) melalui
alur belahnya, kulit biji (tempurung) berwarna coklat tua sampai hitam dan
mengkilat, warna fuli memerah. Namun fuli ada pula yang berwarna putih, misalnya
yang berasal dari Tidore. Buah yang sudah mulai membelah sebaiknya segera
dipanen karena jika dibiarkan tetap di pohon selama 2-3 hari, pembelahan buah
menjadi sempurna (buah terbelah dua) sehingga bijinya akan jatuh ke tanah. Selain
itu kalau kena hujan buah akan membusuk.
3. Penyebaran tanaman pala
Pala (Myristica Fragan Houtt) merupakan tanaman buah berupa pohon tinggi
asli Indonesia, karena tanaman ini berasal dari Banda dan Maluku. Tanaman pala
menyebar ke Pulau Jawa, pada saat perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang
melewati pulau Jawa pada tahun 1271 sampai 1295 pembudidayaan tanaman pala
terus meluas sampai Sumatera dan sekarang sudah menyebar ke daerah-daerah lain
Indonesia, bahkan sampai di Granada, Amerika Tengah dan lain-lain. Jenis ini
sampai sekarang masih merupakan jenis yang unggul utama di Indonesia, tumbuh
baik di daerah pegunungan dengan ketinggian kurang dari 700 meter dari permukaan
laut.Jenis ini membentuk pohon yang tingginya lebih dari 18 meter dan berdiameter
30-45 cm (Ditjen Perkebunan, 2006).
Tanaman ini merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga
lebih dari 100 tahun.Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis, selain di
Indonesia terdapat pula di Amerika, Asia dan Afrika. Pala termasuk famili
Myristicaceae yang terdiri atas 15 genus (marga) dan 250 species (jenis). Dari 15
marga tersebut 5 marga di antaranya berada di daerah tropis Amerika, 6 marga di
tropis Afrika dan 4 marga di tropis Asia (Rismunandar 1990).
2. Tahapan Penelitian
1) Perlakuan Bahan
Daging buah pala segar yang telah dikeluarkan biji dan fulinya
ditimbang sebanyak 6 kg kemudian dirajang dan dipisahkan menjadi 3 bagian,
masing-masing 2 kg untuk tujuan tanpa pengeringan (segar), pengeringan dengan
kering- angin, dan pengeringan di bawah sinar matahari. Pengeringan dengan cara
kering-angin dan kering matahari dilakukan pada keranjang pengeringan yang
berukuran panjang 30 cm, lebar 25 cm dan tinggi 5 cm. Pengeringan daging
buah pala dilakukan pada keranjang yang ada lubang- lubangnya di sisi kiri kanan
maupun sisi bawah keranjang dimaksudkan untuk mempermudah sirkulasi udara
masuk ke dalam rajangan daging buah pala. Proses pengeringan rajangan daging
buah pala dilakukan selama sehari dan setiap 2 jam dilakukan pembalikkan.
2) Penyulingan
Rajangan daging buah pala yang telah d i k e r i n g k a n d i m a s u k k a n k e d
a l a m k e t e l penyulingan dan diatur agar tidak terlalu padat dan merata. Cara
penyulingan yang digunakan adalah distilasi air dan distilasi air-uap. Air yang
digunakan 4 liter per perlakuan. Suhu penyulingan 95 C dengan lama
penyulingan 6 jam. Minyak daging buah pala yang dihasilkan ditampung dalam
botol-botol penampung yang bersih. Setelah itu, dilakukan pemisahan air dengan
minyak menggunakan corong pemisah.
PENENTUAN SIFAT KIMIA MINYAK DAGING BUAH PALA
S a m p e l d i t i m b a n g l e b i h k u r a n g 20 g, dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer, dan ditambahkan 50 ml alkohol 95 % netral. Setelah ditutup dengan
pendingin balik, dipanaskan sampai mendidih dan digojog kuat-kuat untuk
melarutkan asam lemak bebasnya. Setelah dingin, larutan dititrasi dengan 0,1 N
larutan KOH standar memakai indicator phenolphthalein (PP). akhir titrasi tercapai
apabila terbentuk warna merah muda yang tidak hilang selama menit. Bilangan
asam dinyatakan sebagai mg KOH yang dipakai untuk menetralkan asam lemak
bebas dalam 1 g minyak.
Gambar 1. Rendaman minyak daging buah pala yang diperoleh dari beberapa cara
pengeringan dan destilasi
Gambar 1. menunjukkan bahwa rendemen minyak yang paling tinggi dihasilkan dari
perlakuan kering-angin dan distilasi air-uap (1,65 g/2000 g bahan basah), sedangkan
rendemen minyak terendah dihasilkan dari perlakuan kering-angin dan distilasi air
(0,90 g g/2000 g bahan basah). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, cara
pengeringan, cara distilasi serta kombinasi dari kedua perlakuan ini berpengaruh
sangat nyata terhadap berat minyak daging buah pala. Hasil uji beda nyata jujur pada
alpha 0,05 menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap berat minyak
antara cara pengeringan dan cara distilasi rajangan daging buah pala.
Pada rajangan daging buah pala segar, rendemennya lebih sedikit karena
pada bahan segar kandungan airnya masih tinggi (88,00%), sehingga
pengeluaran minyak atsiri pada waktu distilasi tidak sempurna. Panas yang
berasal dari uap lebih banyak digunakan untuk menguapkan air daripada untuk
menaikkan suhu bahan, sehingga suhu bahan relatif rendah. Akibatnya minyak
yang menguap akan berjalan lambat sehingga minyak yang keluar hanya sedikit.
Selain itu, minyak yang dihasilkan dari bahan segar belum sempurna karena
distilasi dilakukan selama 6 jam, baik untuk bahan segar maupun yang dikeringkan.
Untuk bahan segar, masih memerlukan waktu yang lebih lama agar minyak yang
terdapat di dalam sel-sel bahan dapat diuapkan semua.
Gambar 2. Bilangan asam minyak daging buah pala yang diperoleh dari
beberapa cara pengeringan dan distilasi
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, cara pengeringan dan cara distilasi
yang berbeda serta kombinasi cara pengeringan dengan cara distilasi berpengaruh
tidak nyata terhadap bilangan asam dari minyak daging buah pala yang
dihasilkan. Walaupun demikian, Gambar 2 menunjukkan bahwa bilangan asam yang
tertinggi dihasilkan dari perlakuan rajangan daging buah pala segar dan distilasi air
(4,38 %), sedangkan bilangan asam terendah dihasilkan dari perlakuan rajangan
daging buah pala segar dan distilasi air- uap (3,71 %).
Semakin kecil kandungan asam dalam suatu minyak atsiri, semakin baik.
Asam tidak dikehendaki dalam minyak atsiri, karena asam sangat mudah berubah
oleh reaksi oksidasi dari udara dan menyebabkan suatu minyak berubah aromanya
(Mamun, 2006). Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi
kualitas minyak atsiri. Semakin besar bilangan asam akan merubah bau minyak
atsiri Menurut Guenther (1990), minyak atsiri dengan bilangan asam yang rendah
lebih stabil selama penyimpanan.
Gambar 3. Bilangan Ester Minyak Daging Buah Pala yang Diperoleh dari
Beberapa Cara Pengeringan dan Distilasi
Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai bilangan ester yang tertinggi
dihasilkan dari perlakuan rajangan daging buah pala kering-angin dan distilasi air-
uap (22,32 %), sedangkan nilai bilangan ester terendah dihasilkan dari perlakuan
rajangan daging buah pala segar dan distilasi air (14,67 %). Berdasarkan hasil
analisis sidik ragam, cara pengeringan dan cara distilasi yang berbeda serta dan
kombinasi cara pengeringan dengan cara distilasi berpengaruh nyata terhadap nilai
bilangan ester dari minyak daging buah pala yang dihasilkan.
Dari hasil analisis diperoleh bahwa minyak daging buah pala melalui
distilasi air-uap mempunyai bilangan ester tertinggi, sedangkan minyak daging buah
pala melalui distilasi air menghasilkan bilangan ester terendah. Hal ini
dikarenakan pada distilasi air, komponen- komponen penyusunnya terutama
komponen dari ester-esternya lebih banyak mengalami hidrolisa menjadi asam dan
alkohol.
Bilangan ester merupakan penunjuk penting dalam menentukan kualitas
minyak atsiri, namun tidak bias dijadikan acuan mutu suatu minyak atsiri, karena
mungkin saja ester yang terdapat dalam minyak atsiri tidak termasuk dalam
komponen kimia minyak atsiri tersebut atau ester tersebut merupakan bahan
pemalsu yang ditambahkan kedalam minyak atsiri (Suyanti, 2005).
RUMUS BANGUN ESTER
pinen
Limonene
-pinen
Eugenol
DAFTAR PUSTAKA
Bustaman, S. 2008. Prospek Pengembangan Minyak Pala Banda sebagai Komoditas Ekspor Maluku.
Artikel Jurnal Litbang Pertanian. paketiklan.com/.../ prospek+ Pengembangan+minyak+
pala+banda+sebagai+komoditas+ekspor+maluku -.
Djajeng Sumangat & Edy Mulyono, 2005. Pengaruh Lama Penyulingan dan Kondisi Bahan Pada
Proses Penyulingan Terhadap Rendemen dan Karakteristik Mutu Minyak Kapulaga Lokal
(Amomum cardamomum) dan Kapulaga Sabrang (Elletaria cardamomum). Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen Untuk Pengembangan Industri Berbasis
Pertanian.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri (Jilid I). Penerjemah S. Ketaren. Universitas Indonesia (UI-
Press), Jakarta
Guenther, E. 1990. (terjemahan : S. Ketaren) Minyak Atsiri (jilid IV-B). UI-Press, Jakarta
Ketaren, S., 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta.
Mamun, 2006. Karakteristik Beberapa Minyak Atsiri Famili Zingiberaceae Dalam Perdagangan.
Artikel Buletin Littro Vol. XVII No. 2, 2006, 91-98.
Novalny D., 2006. Pengaruh Ukuran Rajangan Daun dan Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan
Karakteristik Minyak Sirih (Piper betle. L). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Nurdjanah N., 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Bogor.
Rismunandar, 1990. Budidaya dan Tata Niaga Pala. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Sipahelut S. dan I. Teluussa, 2010. Karakteristik Minyak Atsiri dari Daging Buah Pala Melalui
Beberapa Teknologi Proses. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian ISSN : 1979-0309. Vol. IV
No. 2 Agustus 2011
Sudarmadji S., Bambang Haryono, Suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Suyanti, Sulusi Prabawati, Yulianingsih, Setyadjit dan Astu Unadi, 2005. Pengaruh Cara Ekstraksi
dan Musim Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Bunga Melati. Jurnal Pascapanen 2(1)
2005: 18-23
http://manfaat.co.id/manfaat-buah-pala
https://www.pertanianku.com/membuat-minyak-dari-tanaman-pala/
http://syaifurrohman01.blogspot.co.id/2014/03/panen-buah-pala_5.html
http://sangaji-ahkam.blogspot.co.id/2015/12/mengenal-tanaman-pala.html
http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2014/04/perkebunan_warta-vol19No3-
2013-5.pdf