Anda di halaman 1dari 16

SIFAT FISIKA DAN KIMIA KOSMETIK

Bab ini menjelaskan sifat fisika kimia dari kosmetik; sifat fisika kimia adalah studi
tentang sifat material dan perubahan sifat-sifat tersebut. Kosmetik adalah campuran dari banyak
bahan dan pemahaman sifat fisika kimia yang sangat penting dalam merancang, membuat, dan
memastikan kestabilan kosmetik. Sifat fisika kimia dapat dibagi dalam banyak bidang, namun
bagian ini berfokus pada koloid, antarmuka, dan reologi.

7.1. Koloid dan antarmuka pada kosmetik

Seperti yang dijelaskan di bab lain pada buku ini, kosmetik memiliki banyak
sekali bahan dan bentuk. Untuk mempelajari berbagai bentuk kosmetik diperlukan pengetahuan
sifat fisika kimia. Jika berbicara tentang kosmetik, merupakan campuran bahan dalam keadaan
laru dan tidak larut. Koloid dan antarmuka menerangkan sifat dan perubahan kosmetik, dan
kesimpulanya bahwa sifat fisika kimia kosmetik berarti pengetahuan koloid dan antarmuka
kosmetik. Setelah memberikan definisi koloid yang sederhana, serta menentukan antarmuka, bab
ini menjelaskan sejumlah item yang berkaitan dengan kosmetik.

7.1.1. Koloid dan antarmuka

7.1.1.1. Koloid

Pernyataan kosmetik yang dijelaskan diatas didefinisikan dalam sifat fisika kimia sebagai
system dispersi atau hanya sebagai dispersi. Koloid merupakan sistem dispersi walaupun sangat
sulit untuk menentukan koloid secara tepat.

Sistem disperse adalah sistem dimana partikel-partikel terdispersi secara acak dalam
medium kontinyu yang seragam. Medium merupakan media dispersi dan partikel terdispersi
disebut fase dispersi. Media dispersi dapat berupa fase gas, cair, atau padat, namun fase
penyebaran dapat mencakup molekul dan ion tunggal, selain dari tiga fase ini.

Sistem disperse dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis: disperse molekuler, dan disperse
kasar, tergantung pada ukuran partikel yang terdispersi.

Dalam sistem disperse molekuler, fase penyebaran terbentu dari molekul tunggal atau ion
sekitar 1 nm. Hal ini dapat digambarkan sebagai larutan atau larutan padat. Ukuran partikel yang
terdispersi melebihi sekitar 1000 nm (1m) dalam dispersi kasar, yang tidak bersifat homogeny
secara makroskopis dan terpisah dari waktu ke waktu. Dalam dispersi koloid, ukuran partikel
yang terdispersi dari molekul kasar dapat dari 1 sampai 1000 nm.

Dispersi koloidal berkisar antara keadaan yang stabil (dispersi molekuler) dan keadaan
tidak stabil (dispersi kasar). Sebagai kesimpulan, disperse koloid dibagi menjadi tiga jenis
berdasarkan sifat partikel terdispersi.

(1) Molecular colloids. Dalam koloid molekul, makromolekul dilarutkan dalam ruang yang
membentuk larutan makromolekul. Sistem larutan yang sesuai dan stabil secara
termodinamika. Saat ini, larutan makromolekul tidak menggambarkan koloid molekul.
Senyawa makromolekul adalah subjek polimerensi.
(2) Association colloids. Koloid in terbentuk dari asosiasi molekul yang relatif kecil dan ion
dalam larutan. Asosiasi semacam ini disebut micelle dan ada didalam keseimbangan
termodinamika. Association colloids sistemnya benar-benar stabil.
(3) Disperse colloids. Dua sistem yang dijelaskan diatas ada dalam keseimbangan
termodinamika dan sistemnya benar-benar stabil dan fase tunggal. Sebaliknya, disperse
colloids bersifat tidak stabil dalam termodinamika, sistem multiphase dimana medium
dispersi dan fase disperse memiliki fase yang berbeda, bahkan disperse colloid terlihat
homogen secara makroskopis. Umumnya disperse colloid tidak terbentuk secara spontan.
Namun, meskipun ada perbedaan tingkat stabilitas antara koloid tergantung pada
kehalusan partikel yang terdispersi dan antarmuka, dll, dapat distabilkan sebagai
tambahan, disperse colloid dapat diklarifiasikan seperti pada table 7.1 berdasarkan
hubungan antara medium disperse dan fase dispersi.

Saat ini, fokus utama koloid adalah association colloids dan disperse colloids, namun
banyak pokok yang sama seperti ilmu kosmetik. Sebagai contoh, lotion adalah association
colloids, milky lotion merupakan emulsi dan enamel kuku merupakan suspensi. Namun,
banyak kosmetik bukanlah sistem koloid yang sederhana; seperti emulsi foundation, krim
dan sabun cuci rambut, merupakan sistem yang sangat kompleks.
7.1.1.2 Antarmuka

Antarmuka adalah batas antara dua fase; daam kasus antarmuka antara fase gas dan
cairan, atau antara fase gas dan padat, biasanya disebut permukaan. Dalam disperse colloids
(termasuk dispersi kasar), antarmuka sangat besar karena kehalusan partikel yang sangat penting
dalam sifat fisika kimia.

Molekul antarmuka berhubungan dengan molekul yang berbeda dibagian dalam dan luar,
berbeda dari keadaan molekul di bagian dalam. Sehingga, ada kelebihan energy bebas pada
antarmuka dibandingkan dengan bagian dalam. Kelebihan energi bebas per satuan luas adalah
tegangan antarmuka. Dalam disperse colloids, ada antarmuka antara mefium disperse dan
partikel yang menyebar, dan ini jauh lebih besar daripada antarmuka dalam keadaan terpilah
sepenuhnya. Akibatnya, koloid disperse memiliki kelebihan energi bebas yang sangat besar
sehingga membuat tidak stabil secara termodinamika.

Sebuah fenomena yang disebut adsorpsi juga terjasu pada antarmuka; sebagai contoh,
adsorpsi surfaktan pada antarmuka merupakan elemen penting dari fenomena seperti
emulsifikasi, pembasahan dan pembusaan, yang sangat penting dalam kosmetik.

7.1.2. Sifat surfaktan

Bagian ini menjelaskan surfaktan, bahan baku kosmetik yang erat kaitannya dengan
koloid dan antarmuka.

Bahan yang diadsorpsi pada antamuka dan yang mengurangi tegangan antarmuka disebut
surfaktan atau agen permukaan-aktif. Disebut juga pengemulsi, pelarut, bahan pembasah dan
detergen sesuai dengan aplikasi. Meskipun ada banyak jenis surfaktan, mereka memiliki struktur
kimia yang sama dalam 2 kelompok: kelompok hidrofilik dengan afinitas untuk air, dan
kelompok hidrofobik dengan keengganan untuk air. Kelompok yang terakhir disebut lipofilik
karena afinitasnya untuk minyak. Kelompok hidrofobik merupakan pembentuk utama tetapi juga
ada kelompok fluorocarbon dan kelompok silicon. Kelompok hidrofilik dapat dibagi menjadi
bentuk ion dan non-ionik yang selanjutnya dapat dibagi lagi.

7.1.1.2. HLB

Surfaktan memiliki gugus hidrofilik dan lipofilik dan faktor yang menentukan apakah
surfaktan bersifat hidrofilik atau lipofilik ditentukan oleh kekuatan sifatnya. Konsep ini sudah
lama dipahami, dan disebut hydrophile-lipophile balance (HLB).

Griffin dkk., melakukan uji emulsifikasi ekspansi untuk menyelidiki HLB dari masing-
masing jenis surfaktan dan memberi nilai pada masing-masing surfaktan.

Sebuah metode juga telah diusulkan untuk menghitung nilai HLB dari komposisi kimia
surfaktan.

Selanjutnya, J.T. Davies mengklasifikasi molekul surfaktan menjadi kelompok kimia


sederhana dan menentukan nilai intrinsik untuk masing-masing yang ditujukan pada tabel 7.2. Ia
mengusulkan sebuah metode untuk menentukan HLB dan nilai-nilai ini dengan menggunakan
persamaan (1).
Selain itu, Kawakami telah mengajukan persamaan (2) sebagai metode untuk
menentukan nilai HLB surfaktan non-ionik dari komposisi molekuler.

Dimana, Mw adalah berat molekular gugus hidrofilik dan Mo adalah berat molekuler
gugus lipofilik.

Selain itu, karena nilai HLB bersifat aditif, mudah untuk menghitung nilai HLB dari
campuran surfaktan.

Dalam emulsifikasi berbagai minyak, surfaktan yang sesuai untuk setiap minyak
memiliki nilai HLB yang disebut juga HLB yang dibutuhkan. Tabel 7.3 menunjukan HLB yang
dibutuhkan untuk setiap jenis minyak. HLB yang dibutuhkan untuk campuran minyak dapat
dihitung karena aditif. Sebagai contoh, HLB yang dibutuhkan untuk emulsi O/W 10%, beeswax
(HLB 15), 53% paraffin cair (ringan), 37% petrolatum ditemukan sebagai berikut:

Ini menunjukkan bahwa pengemulsi dengan nilai HLB 10 11 diperlukan untuk


mengemulsi komponen minyak ini.

Nilai HLB adalah indikator efektif dan sifat mudah dari surfaktan. Tabel 7.4
menunjukkan hubungan antara nilai HLB dan pengunaan surfaktan. Namun nilai HLB dan HLB
yang dibutuhkan telah ditentukan secara empiris tanpa dasar ilmiah yang memadai dan
menganggapnya sebagai pedoman terbaik untuk keefektifan surfaktan.
Meskipun HLB dan nilai HLB sering digunakan secara bersamaan, keduanya harus
dipertimbangkan secara terpisah.

HLB adalah konsep yang pada dasarnya menjelaskan sifat surfaktan dan nilai HLB
adalah suatu index HLB.

Untuk memperkirakan HLB surfaktan secara lebih teoritis daripada menggunakan nilai
HLB, Shinoda mengusulkan suhu HLB. HLB surfaktan nonionic berubah (lihat bagian 7.1.2.4).
Suhu HLB adalah suhu dimana hidrofilisias dan lipofilisitas surfaktan hanya seimbang dalam
surfaktan minyak-air. Pada suhu diatasnya, emulsi W/O terbentuk.

HLB hanya mengekspresikan kekuatan relative dari sifat hidrofilik dan lipofilik namun
kekuatan absolut mutlak akan dipahami dari sifat dan fungsi surfaktan yang dijelaskan dibawah
ini:
7.1.2.2 Pembentukan micelle dan critical micelle concentration

Larutan encer dari surfaktan menunjukkansifat yang sama dengan larutan normal, namun
jika konsentrasinya meningkat secara perlahan, molekul atau ion surfaktan membentuk agregasi
yang disebut micelle untuk menghasilkan association colloids yang dijelaskan sebelumnya.

Micelle membentuk agregasi gugus hidrofobik pada permukaan bagian dalam, sehingga
menyebabkan jumlah gugus hidrofobik bersentuhan dengan air (reaksi hidrofobik). Bentuk
micelle dan jumah agregasi ditentukan oleh kekuatan relatif kelompok hidrofobik dan hidrofilik
(HLB) dan kekuatan absolut. Gambar 7.1 menunjukkan berbagai macam micelle.

Konsentrasi surfaktan dimana micelle terbentuk disebut critical micelle concentration


atau cmc. Karena cmc adalah batas dimana kondisi kelarutan surfaktan berubah dari larutan
murni ke association colloid, maka sifat fisiko-kimia larutannya berubah, seperti tegangan
permukaan sifat koligatif (sifat yang berkaitan dengan jumlah zat terlarut molekul, seperti
tekanan osmotic dan penurunan titik beku) sangat berubah. Gambar 7.2 menunjukkan hasil
penyelidikan terhadap berbagai sifat fissiko-kimia dari larutan encer dari surfaktan ionic pada
konsentrasi yang berbeda. Angka tersebut tidak menunjukkan kekeruhan (hamburan cahaya) dan
pelarutan.

Cmc dapat ditentukan dengan mengubah konsentrasi surfaktan dan mengukur sifat-sifat
ini untuk menemukan konsentrasi dimana sifatnya tiba-tiba berubah. Cmc ditentukan oleh
kekuatan absolut gugus hidrofobik dan hidrofilik dalam surfaktan.

Sejauh ini, kita telah membahas lauratan surfaktan dalam air, namun surfaktan juga
membentuk micelle serupa dalam larutan minyak. Dalam kasus ini, struktur dibalik dengan
kelompok hidrofilik dibagian dalam (micelle terbalik)
Ada banyak contoh dimana fungsi surfaktan ditunjukkan pada konsentrasi diatas cmc dan
banyak surfaktan yang digunakan dalam kosmetik pada konsentrasi diatas cmc.

7.1.2.3 Kristal cair

Keadaan antara kristal dan cairan, dengan kata lain, keadaan dimana molekul tidak diatur
seperti yang ditemukan dalam Kristal atau seperti cairan, disebut Kristal cair atau mesophase.
Umumnya Kristal cair mudah diidentifikasi dengan fluiditas antara padatan dan cairan dan
anisotropi optiknya. Namun, ada juga Kristal cair isotropik optik. Kristal cair dapat
diklasifikasikan secara luas menjadi Kristal cair termotropika dan Kristal cair liotropika. Pada
awalnya, sebagian hancur oleh panas sedangkan pada yang terakgir kisi tersebut sebagain
dihancurkan oleh medium.

Kristal cair liotropik sangat erat kaitannya dengan surfaktan; umumnya, keduanya dapat
dibentuk dengan mencampur surfaktan dan air pada konsentrasi tinggi. Gambar 7.3
menunjukkan struktur Kristal cair khas. Kristal cair juga terdiri dari agregat surfaktan seperti
micelle, namun diyakini bahwa dalam Kristal cair, agregasi tumbuh dalam bentuk tanapa batas.
Agregat seperti batang dengan gugus hidrofilik dibagian luar terisi secara hexagonal dan
membentuk fase hexagonal, atau fase tengah dan bila tata letak surfaktan terbalik, fase ini
disebut fase hexagonal terbalik; agregat lamellar diisi lapisan dan membentuk fase lamellar.
7.1.2.5 Krafft point

Kelarutan surfaktan ionik dalam air tiba-tiba meningkat pada suhu di atas titik tertentu.
Suhu ini disebut titik Krafft. Secara sederhana, titik lebur Krafft dalam air kristal terhidrasi dari
surfaktan. Kristal hidrat dari surfaktan pertama mencair pada suhu ini, kemudian membentuk
micelle , dan larut tiba-tiba dalam air. Dengan demikian, titik Krafft lebih rendah pada surfaktan
dengan struktur kimia dimana titik lebur kristal terhidrasi lebih rendah. Tabel 7.5 mencantumkan
poin Krafft dari berbagai surfaktan ionik.

Umumnya, surfaktan berfungsi di atas titik Krafft, jadi titik Krafft harus dipertimbangkan
saat digunakan dalam kosmetik.

7.1.3. Pelarutan dan mikroemulsi

7.1.3.1 Pelarutan

Larutan encer dari surfaktan mampu menghilangkan zat terlarut secara sempurna dan
transparan yang sulit larut dalam air. Fenomena ini disebut pelarutan. Solubilisasi tidak dapat
terjadi pada konsentrasi surfaktan di bawah cmc. Bahan seperti minyak yang tidak larut dalam
air dilarutkan dengan penggabungan ke dalam micelle. Meskipun sistem solubilisasi transparan,
namun juga menunjukkan fenomena Tyndall dan dapat dikenali dengan mudah karena berbeda
dari larutan sebenarnya. Sistem solubilisasi adalah larutan micellar, yaitu association colloids,
sehingga stabil secara termodinamika. Jumlah minyak yang dapat dilarutkan dalam sistem
pelarut jelas tergantung pada jumlah surfaktan namun sangat mungkin dengan jumlah surfaktan
yang sama tergantung pada HLB. Gambar 7.5 menunjukkan ketergantungan suhu dari jumlah
heksadesan yang dilarutkan dengan larutan encer dari surfaktan non-ionik. Daerah pelarutan
adalah rentang yang dibatasi oleh kurva titik awan dan batas pelarutan. HLB surfaktan non-ionik
menjadi lipofilik dengan kenaikan suhu (lihat Bagian 7.1.2.4). Jumlah perubahan minyak yang
dilarutkan sangat sesuai dengan perubahan HLB ini, dan pelarutan maksimum diproduksi pada
HLB surfaktan yang paling sesuai (pada keseimbangan antara lipofilisitas dan hidrofilisitas, atau
suhu HLB).

Juga jelas bahwa untuk surfaktan dengan HLB serupa, jumlah minyak yang dilumasi
meningkat dengan bertambahnya panjang rantai alkil, dengan membandingkan solubilisasi yang
dihasilkan oleh dua surfaktan seperti heksaethylene glycol monododecyl ether (C12E6) dan
oktacthylene glycol monohexadecyl ether (C16E8) . Juga dapat dilihat bahwa HLB surfaktan yang
paling tepat juga berubah sesuai dengan struktur (sifat) minyak yang akan dilarutkan. Untuk
melarutkan jumlah maksimum minyak, jelas sebaiknya menggunakan surfaktan dengan HLB
yang paling sesuai yang memiliki rantai alkil panjang jika memungkinkan.

Fenomena pelarutan ini juga ditunjukkan oleh larutan surfaktan non-air, dan dalam hal
ini, micelle balik terbentuk dalam larutan tidak berair dan larutan berair dilarutkan.
7.1.3.2. Mikroemulsi

Shulman dkk., mengamati bahwa ketika minyak, air, surfaktan ionik dan alkohol rantai
menengah dicampur bersama, sistem yang transparan terbentuk secara spontan: mereka
menyebutnya mikroemulsi. Baru-baru ini, di bidang ilmu koloid, mikroemulsi telah didefinisikan
sebagai sistem fase tunggal termodinamika stabil dengan minyak, air dan amphiphile (s) yang
transparan atau semi transparan dan dispersi dengan micelle yang besar. Oleh karena itu, pada
dasarnya sama dengan sistem pelarutan yang dijelaskan di atas namun ditandai oleh sejumlah
besar minyak atau air terlarut; solubilisasi yang ditunjukkan pada Gambar 7.5 dapat disebut
mikroemulsi.

Istilah mikroemulsi tidak selalu digunakan secara ketat sesuai dengan definisi ini dan
kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan emulsi transparan atau semi transparan dengan
partikel yang sangat kecil namun bukan sistem pelarut.

7.1.4 Emulsi

Sistem dispersi dari dua cairan yang saling tidak larut disebut emulsi dan proses
pembuatan sistem ini disebut emulsifikasi. Meskipun emulsi termasuk dalam golongan koloid
dispersi atau dispersi kasar, namun bersifat termodinamika - tidak stabil dan akhirnya terpisah.
Emulsi biasanya keruh. Hal ini karena indeks bias medium dispersi berbeda dari fase dispersi;
diameter partikel biasanya lebih besar dari 0,1 nm. Jika indeks bias sama, bahkan emulsi dengan
diameter partikel besar transparan.

Masalah yang paling penting dalam emulsi adalah bagaimana membuat emulsi yang
stabil dalam jangka panjang. Emulsi merupakan teknologi penting dalam produksi kosmetik dan
dijelaskan secara rinci pada bagian berikut.

7.1.4.1. Jenis emulsi

Emulsi terbentuk dari dua fase: medium dispersi (fase kontinyu) dan fase dispersi
(partikel emulsi). Mereka dikelompokkan menjadi dua jenis: minyak dalam emulsi air (O/W),
dan air dalam emulsi minyak (W/O). Umumnya, dalam pengemulsi hidrofilik, fasa air adalah
fasa kontinyu yang membentuk emulsi O/W; Dalam kasus lipofilik, minyak adalah fasa kontinyu
yang membentuk emulsi W/O. Apakah emulsi O/W atau W/O terbentuk ditentukan dari dua jenis
emulsi mana yang lebih stabil.

Singkatnya, jika micelle terbentuk dalam fasa air, emulsi O/W terbentuk; Jika micelle
terbalik terbentuk dalam fase minyak, emulsi W/O terbentuk. Orientasi surfaktan yang diadsorpsi
pada permukaan air minyak mudah menjadi sama dengan orientasi surfaktan pada micelle dalam
sistem yang stabil. Dengan kata lain, jika micelle terbentuk di dalam air (berorientasi pada
kelompok hidrofilik pada kelompok luar dan lipofilik di dalam), emulsi O/W dianggap stabil
karena surfaktan bahkan setetes emulsi berorientasi pada kelompok hidrofilik di bagian luar dan
kelompok lipofilik di dalam.

Tipe emulsi itu O/W atau W/O dapat dilihat dari perbedaan sifat fase kontinyu dengan
menggunakan metode yang diuraikan di bawah ini.

(1) Konduktivitas listrik. Konduktivitas listrik emulsi O/W lebih tinggi dari pada emulsi W/O

(2) Metode pengenceran. Metode ini mengevaluasi jenis emulsi dari kasus dispersi pada
pengenceran dengan air.

(3) Metode pewarna. Metode ini mengevaluasi jenis emulsi dengan melarutkan pewarna larut air
dan larut dalam minyak dalam emulsi.

Selain emulsi O/W dan W/O yang sederhana, ada juga beberapa emulsi atau emulsi
ganda seperti emulsi W/ O/W dan O/W/ O. Bila jenis emulsi ini diamati di bawah mikroskop,
lebih banyak partikel dapat dilihat di dalam partikel emulsi.

7.1.4.2 Metode persiapan

Metode pembuatan emulsi pada dasarnya sama seperti pembuatan koloid: metode
kondensasi, dan metode dispersi. Yang pertama, keadaan jenuh dibentuk oleh beberapa metode
dari keadaan terlarut dan kemudian fase dispersi didepositkan. Dalam metode yang terakhir,
agregat fase dispersi besar dipecah secara paksa menjadi partikel yang lebih halus; Metode ini
membutuhkan energi untuk meningkatkan antarmuka.

Emulsi umumnya dibuat dengan metode dispersi. Sebagai contoh, satu metode sederhana
menggunakan gaya geser mesin pengemulsi; Metode lain menggunakan ilmu antarmuka untuk
mencapai hasil yang sama tanpa memerlukan input energi yang besar. Seperti peralatan
emulsifikasi yang diuraikan di bagian peralatan untuk pembuatan kosmetik, hanya metode ilmu
antarmuka yang dijelaskan di sini (termasuk metode kondensasi untuk emulsi sangat halus).

Untuk menghasilkan emulsi O/W menggunakan karakteristik kimia antarmuka, secara


sederhana, emulsi halus diperoleh dengan menurunkan tegangan antarmuka dan melakukan
emulsifikasi. Dengan kata lain, partikel dibuat sekecil mungkin dengan menggunakan jumlah
energi terkecil dengan memanfaatkan proses antarmuka-kimia. Namun, dalam stabilitas emulsi
menjadi lebih buruk saat tegangan antarmuka rendah, beberapa prosedur digunakan setelah
emulsifikasi untuk berubah ke sistem yang stabil. Berbagai prosedur dan proses untuk mencapai
hasil ini telah dilaporkan termasuk metode pengemulsi suhu HLB (penguapan suhu inversi fase),
emulsifikasi tidak berair, pengubah emulsifikasi inversi fase, surfaktan (D), emulsifikasi cair
kristal, dll.

Metode yang dibahas sejauh ini adalah untuk memproduksi emulsi O/W dengan ukuran
partikel pada tingkat submikron atau lebih besar dari 0,1 m. Namun, ada juga metode untuk
memproduksi emulsi transparan dan semitransparan (emulsi sangat halus) dengan ukuran
partikel di bawah 0,1 nm. Dalam penampilan luar, emulsi ini tampak sama dengan mikroemulsi
yang dijelaskan sebelumnya, namun diagram fase keseimbangan menunjukkan sistem fase cair
ganda dan emulsi semacam itu hanya memiliki ukuran partikel yang sangat kecil daripada emulsi
normal. Emulsi ini dapat diproduksi dengan mendinginkan mikroemulsi yang terbentuk dalam
sistem air-surfaktan non-ionik pada suhu tinggi (Gambar 7.5). Prosedur ini termasuk dalam
metode kondensasi yang dijelaskan di atas.

Namun, karena partikel emulsi sangat kecil, emulsi semacam itu lebih mudah dibuat tidak
stabil oleh pematangan ostwald (dijelaskan pada Bagian 7.1.4.3) daripada emulsi normal.
Stabilitas yang baik dapat diperoleh dengan memilih minyak yang sesuai untuk digunakan.
Dalam metode produksi ini, karena ada hubungan linier antara rasio minyak dan surfaktan dan
diameter partikel emulsi, keuntungannya adalah kemampuan untuk mengendalikan diameter
partikel dengan mengubah rasio minyak dan surfaktan.

Ada sedikit laporan lebih sedikit pada emulsi W/O daripada emulsi O/W. Ada metode
emulsifikasi gel dan metode emulsifikasi menggunakan mineral tanah liat. Dalam metode
sebelumnya, larutan berair asam amino atau garamnya dan larutan encer rendah gula seperti
sorbitol dan multitol ditambahkan dengan diaduk menjadi surfaktan hidrofobik yang terdiri dari
ester parsial asam lemak dari alkohol polivalen dengan tiga atau lebih gugus hidroksil. Untuk
membuat gel stabil termasuk larutan berair di surfaktan. Saat minyak dan kemudian air
ditambahkan ke gel ini, emulsi W/O diproduksi. Metode yang menggunakan asam amino
dilaporkan secara rinci. Metode pembentukan emulsi W/O menggunakan mineral lempung air
adalah sebagai berikut. Pertama, kation organik amonium kuestioner dan surfaktan non-ionik
dikompres menjadi mineral lempung air mengembang untuk membentuk senyawa klatrat baru.
Senyawa kompleks ini tidak mengembang sama sekali dalam air tetapi mudah mengembang
dalam minyak untuk membentuk gel minyak kental. Bila air dicampur ke dalam gel seperti itu,
emulsi W/O yang sangat stabil terbentuk. Ini adalah emulsi normal yang sangat berbeda yang
diproduksi dengan menggunakan surfaktan biasa sejauh ini dan partikel emulsi dianggap
mikrokapsul yang terbentuk dengan kompleks tanah liat.

Anda mungkin juga menyukai