Oleh
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
kehendak-Nya makalah yang berjudul “Absorpsi” dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Penulisan laporan ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari konsep
kimia permukaan dan kimia padatan beserta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari,
seta untuk memenuhi tugas penulisan makalah untuk mata kuliah Kimia Fisika.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Setiadi S.T., M.T. selaku dosen
pengampu yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada penulis
dalam menyusun laporan pemicu 1 serta atas pemberian arahan dan bimbingannya,
serta terima kasih penulis ucapkan kepada sesama rekan mahasiswa dan pihak terkait
atas dukungan dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Dalam penulisan laporan ini, penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh
dari kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan
pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang positif dalam mengembangkan laporan ini menjadi lebih baik dan berguna bagi
penulis dan pembaca serta menjadi acuan penulis dalam membuat laporan yang lebih
baik di masa yang akan datang. Penulis berharap laporan yang sederhana ini dapat
menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai absorpsi beserta penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
BAB II KONSEP TEORI 3
2.1 Definisi Umum 3
2.2 Jenis-jenis Koloid & Emulsi 4
2.3 Sifat-sifat Koloid & Emulsi 5
2.4 Aplikasi Koloid & Emulsi 7
BAB III PEMBAHASAN PERMASALAHAN
3.1 Sistem Campuran Heterogen dan Bidang Kontak Antar Fasa 10
3.2 Parameter Fenomena Permukaan 11
3.3 Stabilitas Koloid/Emulsi 15
3.4 Emulsifier/Pengemulsi 16
3.5 Gaya Elektrostatik dan Gaya Gravitasi Antar Partikel Koloid 17
yang Terdispersi
3.6 Gaya Elektrostatik dan Gravitasi pada Koagulasi, Flokulasi, 18
dan Pengendapan
BAB IV PENUTUP 20
4.1 Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 21
2
Gambar 7 Metode Menghasilkan Potensial Elektrokinetik 13
Gambar 8 Flokulasi dan Sedimentasi Partikel Koloid 15
Gambar 9 Struktur emulsifier 16
Gambar 10 Perbandingan mayonaise dengan pengemulsi dengan mayonaise 17
tanpa pengemulsi
Gambar 11 Skema tolakan elektrostatik antara dua partikel 18
3
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini kita sudah mengenal ada dua macam campuran dalam dunia kimia,
yaitu ada yang campuran homogen dan juga campuran heterogen. Campuran
heterogen adalah campuran yang mana campuran yang tidak tercampur secara
sempurna dan masih dapat dibedakan pemisahan antar fasa secara visual. Hal ini
terjadi karena partikel padat pada campuran heterogen ini memiliki ukuran yang
cukup besar bahkan jauh lebih besar dari molekul partikel pelarut yang berupa
cairan. Campuran pada jenis ini hanyalah satu yaitu suspensi.
Campuran homogen adalah larutan yang mana ketika padatan dan cairan
dicampur maka tidak akan terlihat batas-batas yang membedakan antar komponen
campuran atau lebih tepatnya kita dapat mengatakan bahwa larutan tersebut
tercampur secara merata. Larutan yang bersifat homogen terdiri dari dua jenis
yaitu larutan dan koloid. Larutan adalah suatu campuran yang terdiri dari fasa
padat dan cair yang tercampur secara merata sehingga tidak dapat dibedakan mana
fase pendispersi dan mana fase terdispersi. Koloid adalah suatu campuran
pertengahan antara larutan dan suspensi. Memiliki sifat campuran yang homogen
namun dapat dibedakan antara fasa 2 terdispersi dan fasa pendispersinya.
Pengemulsi adalah senyawa yang biasanya memiliki bagian polar atau
hidrofilik (yaitu larut dalam air) dan bagian non-polar (yaitu hidrofobik atau
lipofilik). Karena itu, pengemulsi cenderung memiliki kelarutan lebih atau kurang
baik dalam air atau minyak. Pengemulsi termasuk ke dalam jenis surfaktan,
biasanya dengan bagian yang menyukai minyak (lipofilik) dan menyukai air
(hidrofilik), yang dapat bersarang di sekitar lapisan batas antara bagian berair dan
berminyak. Lemak dan air akan saling menolak, membuat emulsi tanpa
pengemulsi mudah menjadi tidak stabil. Pengemulsi bekerja dengan mencegah
1
terjadinya penolakan ini karena memposisikan sisi yang menyukai air ke arah air
dan sisi yang menyukai lemak ke arah lemak.
a. Bagaimanakah sistem campuran heterogen dan bidang kontak antar fasa bisa
dijelaskan?
b. Bagiamanakah menerangkan berbagai parameter fenomena permukaan:
surface potential, electric double layer, Zetta potential, isoelectric point, stern
potential, diffuse layer?
c. Bagaimanakah memahami kestabilan dan ketidakstabilan emulsi (stable
dispersion, unstable dispersion) atau koloid dengan menggunakan parameter
Zetta potential
d. Bagaimanakah struktur molekul emulsifier dan fungsi-fungsinya yang terkait
e. Bagaimanakah konsep gaya elektrostatik dan gaya gravitasi antar partikel
koloid yang terdispersi bisa dijelaskan
f. Bagaimanakah cara mengubah peran gaya elektrostatik antar partikel dengan
peran gaya gravitasi sehingga terjadi koagulasi, flokulasi dan terjadi
pengendapan
2
BAB II
KONSEP TEORI
3
untuk menstabilkan sistem emulsi ini. Apabila sudah terdapat zat pengemulsi tersebut,
maka antara zat terdispersi dan zat pendispersinya tidak akan pecah atau terpisah,
melainkan dapat menyatu.
2.2 Jenis-jenis Koloid dan Emulsi
● Koloid
Fase terdispersi maupun fase pendispersi dalam suatu sistem koloid
dapat berupa gas, cair, atau padat. Berikut jenis-jenis koloid beserta contohnya
● Emulsi
Emulsi terbagi menjadi dua jenis, diantaranya:
a. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air)
Emulsi ini merupakan jenis emulsi dimana air terdispersikan di
dalam minyak kemudian minyak tersebut terdispersikan kembali di
dalam air. Hal ini menyebabkan jenis emulsi ini juga disebut sebagai
emulsi air-dalam-minyak-dalam-air.
b. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minyak)
Emulsi ini merupakan merupakan jenis emulsi dimana minyak
terdispersikan di dalam air kemudian air tersebut didispersikan kembali
ke dalam minyak. Hal ini menyebabkan jenis emulsi ini juga disebut
sebagai emulsi minyak-dalam-air-dalam-minyak.
4
Gambar 1 Emulsi tipe O/W dan Emulsi tipe W/O
b. Gerak Brown
Partikel koloid terlalu kecil dan tidak terlihat jika diamati dengan
mikroskop biasa, tetapi dapat diamati dengan menggunakan mikroskop ultra.
Dengan menggunakan mikroskop ultra partikel-partikel koloid tampak
5
senantiasa bergerak lurus dan arahnya tidak menentu. Gerakan partikel koloid
ini disebut gerak Brown.
c. Adsorpsi
d. Koloid pelindung
e. Dialisis
6
Gambar 4 Proses Dialisis
● Sifat Emulsi
a. Partikel-partikel emulsi tak terhindarkan membentuk struktur tak
homogen yang dinamis dalam skala kecil.
b. Emulsi adalah sistem yang sangat tidak stabil dan memerlukan zat
pengemulsi atau pengemulsi (Ini biasanya merupakan zat aktif
permukaan yang juga dikenal sebagai “surfaktan”).
c. Emulsi dibuat dengan pencampuran kontinu atau agitasi dari dua fase
d. Ketika disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama atau dalam kasus
tidak adanya zat pengemulsi, fase dalam emulsi cenderung terpisah,
menghasilkan “retak emulsi” atau “fase inversi”
● Koloid
a. Pemutihan Gula
b. Penggumpalan Darah
7
Gambar 5 Ilustrasi penggumpalan sel darah
8
● Emulsi
a. Penerapan energi pada campuran minyak, air, dan pengemulsi.
Pengemulsi (yaitu, surfaktan atau protein amfifilik) bertindak untuk
menstabilkan lapisan antarmuka antara fase kontinu dan terdispersi
yang dihasilkan melalui penambahan energi ke sistem.
b. Konsentrasi bijih dalam metalurgi
c. Dalam pengobatan (jenis air-dalam-minyak emulsi)
d. Membersihkan sabun.
e. Susu, yang merupakan bagian penting dari makanan kita, merupakan
emulsi lemak dalam air.
f. Pencernaan lemak di usus melalui emulsifikasi.
9
BAB III
PEMBAHASAN PERMASALAHAN
● Dapat dibedakan antara partikel penyusun yang satu dengan yang lainnya.
● Memiliki warna yang tidak sama (terdapat degradasi)
● Cenderung memiliki rasa yang tidak sama dalam setiap lapisan.
● Perbandingan zat yang tercampur tidak sama.
● Konsentrasi tidak sama.
● Wujud dapat berupa cairan, padatan, dan gas.
● Dapat dipisahkan menggunakan cara mekanis seperti filtrasi (penyaringan)
biasa.
Sistem koloid dianggap memiliki karakter heterogen, terdiri dari dua fase. Zat
yang didistribusikan sebagai partikel koloid disebut fase dispersi. Fase kontinyu
kedua dimana partikel koloid terdispersi disebut medium dispersi. Misalnya, untuk
larutan koloid tembaga dalam air, partikel tembaga merupakan fasa terdispersi dan
menyirami media dispersi. Fase terdispersi mengacu pada fase yang membentuk
partikel. Media dispersi adalah media tempat terjadinya dispersi partikel. Seperti
dinyatakan di atas, sistem koloid dibuat dari fase terdispersi dan media dispersi.
Karena fasa terdispersi atau medium dispersi dapat berupa gas, cair atau padat, ada
delapan jenis sistem koloid yang mungkin. Dispersi koloid dari satu gas ke gas
lainnya tidak dimungkinkan karena kedua gas akan menghasilkan campuran molekul
yang homogen.
10
antara benda padat dan benda cair disebut dengan: sudut kontak. Titik X antara ketiga
fase tersebut berada di pada tiga ketegangan antar-fasa: ɣL-V, ɣLS, ɣS-V. Deskripsi
teoritis kontak muncul dari pertimbangan kesetimbangan termodinamika antara tiga
fasa: fasa cair (L), fasa padat (S), dan fasa gas atau uap (G) (yang dapat merupakan
campuran dari suasana sekitar dan konsentrasi kesetimbangan uap cair).
11
2. Lapisan luar: counterions (bermuatan berlawanan dengan muatan
permukaan), tertarik ke permukaan partikel dan melekat erat padanya
oleh gaya elektrostatis.
3. Lapisan difus: film dari media dispersi (pelarut) yang berdekatan
dengan partikel. Lapisan difus mengandung ion bebas dengan
konsentrasi counterions yang lebih tinggi. Ion-ion dari lapisan difus
dipengaruhi oleh gaya elektrostatis dari partikel bermuatan.
Potensial listrik pada lapisan ganda listrik memiliki nilai maksimum
pada permukaan partikel (lapisan Stern). Pada lapisan Stern terdapat ion-ion
yang memiliki muatan berlawanan dengan partikel koloid sehingga
partikel-partikel tersebut teradsorpsi secara kuat pada permukaan partikel yag
mengakibatkan partikel-partikel tersebut tidak dapat bergerak. Potensial listrik
turun dengan bertambahnya jarak dari permukaan dan mencapai 0 pada batas
lapisan ganda listrik.
b. Potensial Zeta
Potensial zeta adalah potensial listrik dalam lapisan ganda antarmuka
dari partikel atau tetesan terdispersi versus titik dalam fase kontinu yang
menjauhi antarmuka. Dengan kata lain, potensial zeta adalah perbedaan
potensial antara media dispersi bergerak dan lapisan diam dari media dispersi
yang menempel pada partikel terdispersi.
Nilai potensial zeta dapat dikaitkan dengan stabilitas emulsi jangka
pendek dan jangka panjang. Emulsi dengan potensial zeta tinggi (negatif atau
positif) distabilkan secara elektrik sementara emulsi dengan potensial zeta
rendah cenderung membeku atau berflokulasi, kemungkinan menyebabkan
stabilitas fisik yang buruk. Secara umum, ketika potensial zeta dari sebuah
emulsi tinggi, gaya tolak melebihi gaya tarik sehingga menghasilkan sistem
yang relatif stabil.
Potensial zeta dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
1. Derajat pH Sistem Koloid
Pada medium larutan, pH sampel mempengaruhi nilai potensial
zeta. Pada kondisi asam atau pH yang rendah maka kurva akan
memiliki gradien positif dan pada kondisi basa atau pH tinggi kurva
akan memiliki tren turun atau gradien negatif. Pada kurva potensial
zeta terhadap nilai pH memiliki titik isoelektrik dimana nilai potensial
zeta menjadi nol dan digunakan untuk kegiatan praktis.
2. Ketebalan Electrical Double Layer
Ketebalan electrical double layer pada sebuah partikel
dipengaruhi konsentrasi ion yang terdapat pada medium pendispersi
dan dapat dihitung dari kekuatan ionic pada medium. Semakin besar
kekuatan ionik maka electrical double layer pada partikel koloid
semakin terkompresi. Valensi ion juga mempengaruhi ketebalan
electrical double layer.
12
3. Konsentrasi Koloid
Konsentrasi komponen pada sistem koloid mempengaruhi
electrical double layer yang terbentuk pada partikel koloid sehingga
memperbesar nilai potensial zeta.
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur potensial zeta,
diantaranya metode elektroforesis, elektro-osmosis, dan streaming potential.
Masing-masing metode memiliki cara kerja yang berbeda dan pengolahan
perhitungan yang beragam.
c. Isoelectric Point
Titik isoelektrik (pI, pH (I), IEP), adalah pH di mana sebuah molekul
tidak membawa muatan listrik bersih atau secara elektrik netral dalam rata-rata
statistik. Nomenklatur standar untuk mewakili titik isoelektrik adalah pH(I),
namun pI juga tetap digunakan. Muatan bersih pada molekul dipengaruhi oleh
pH lingkungan sekitarnya dan dapat menjadi lebih bermuatan positif atau
negatif karena bertambah atau berkurangnya proton (H+).
Permukaan secara alami mengisi untuk membentuk lapisan ganda.
Dalam kasus umum ketika ion-ion penentu muatan permukaan adalah H+/
OH-, muatan permukaan netto dipengaruhi oleh pH zat cair dimana padatan
terendam. Nilai pI dapat mempengaruhi kelarutan molekul pada pH tertentu.
Molekul semacam itu memiliki kelarutan minimum dalam air atau larutan
garam pada pH yang sesuai dengan pI-nya dan sering mengendap dari larutan.
Titik isoelektrik erat kaitannya dengan protein (asam amino).
Berdasarkan pada struktur molekulnya, asam amino merupakan senyawa yang
bermuatan ganda atau zwitter ion, keadaan ini mudah berubah karena
dipengaruhi oleh keadaan sekitar atau pH lingkungan. Sehingga setiap jenis
13
protein memiliki titik isoelektrik yang berbeda beda pada pH tertentu. Pada pH
rendah atau asam, yaitu pH di bawah titik isoelektrik maka asam amino
bermuatan positif sedangkan pada pH tinggi atau basa, yaitu saat pH di atas
titik isoelektrik maka akan bermuatan negatif. Pada pH 4,8 – 6,3 (pH
isoelektrik) asam amino akan berada pada keadaan dipolar atau ion zwitter.
Pada keadaan ini larutan protein dalam air sangat kecil sehingga protein akan
menggumpal dan mengendap, serta protein akan bersifat hidrofobik. Pada titik
isoelektrik, protein akan berikatan antara muatannya sendiri membentuk
lipatan ke dalam sehingga terjadi pengendapan yang relatif cepat. Dapat
dikatakan juga bahwa titik isoelektrik adalah ketika jumlah kation dan
anionnya sama banyak.
Salah satu penerapan dari titik isoelektrik adalah pembentukan isolat
protein. Isolat protein merupakan bentuk protein yang paling murni, yaitu
minimal mengandung protein sekitar 90% berdasarkan berat kering. Isolasi
protein pada prinsipnya didasarkan atas dua proses utama yaitu ekstraksi dan
koagulasi (penggumpalan). Isolat protein dibuat dengan cara mengendapkan
protein pada titik isoelektriknya. Dengan cara ini, protein dapat diisolasi dan
dipisahkan dari bahan lainnya yang tidak diinginkan. Koagulasi dan
pengendapan dilakukan dengan cara pemanasan dan penambahan asam, agar
mencapai pH tertentu (pH isoelektrik), terjadi penggumpalan, dan endapan
(protein) dipisahkan dari cairan (pati).
d. Muatan Partikel Koloid
Partikel koloid pada dasarnya memiliki muatan berupa positif atau
negatif. Muatan pada partikel koloid selalu akan berbeda dengan muatan
partikel pendispersi atau pelarutnya namun memiliki besar muatan (q) yang
sama dimana muatan partikel pendispersi akan selalu tertarik pada permukaan
partikel koloid (teradsorpsi) membentuk suatu sistem koloid yang bermuatan
netral. Sumber muatan partikel koloid disebabkan karena adanya adsorpsi
preferensial terhadap muatan yang berlebih dalam suatu sistem koloid.
Sebagai contoh koloid besi hidroksida (Fe(OH)3) merupakan partikel koloid
yang bermuatan positif sedangkan partikel pendispersi memiliki muatan
negatif. Berdasarkan jenis muatannya partikel koloid memiliki dua jenis
muatan yaitu partikel koloid bermuatan negatif dan bermuatan positif.
Muatan positif dan negatif yang terdapat pada partikel koloid dan
medium pendispersi selalu memiliki besar yang sama sehingga membentuk
sistem koloid dengan muatan yang netral. Pada umumnya, partikel koloid
mendapatkan muatannya dari proses adsorpsi selektif muatan tertentu pada
sistem koloid. Namun terdapat beberapa cara lain mengenai bagaimana
kemungkinan partikel koloid memiliki sebuah muatan positif atau negatif.
14
3.3 Stabilitas Koloid/Emulsi
Stabilitas koloid merupakan kemampuan partikel koloid untuk
mempertahankan bentuk dan posisinya. Koloid pada dasarnya memiliki dua
jenis stabilitas yaitu stabilitas koloidal dan stabilitas gravitasional. Stabilitas
koloidal merupakan stabilitas partikel koloid untuk mempertahankan
bentuknya dengan mengurangi terjadinya kemungkinan koagulasi atau
flokulasi dan stabilitas gravitasional mempengaruhi partikel koloid untuk
mencegah terjadinya sedimentasi ke dasar akibat pengaruh gaya gravitasi.
Flokulasi merupakan penggabungan partikel koloid yang tidak stabil menjadi
flokulus besar yang dapat tersedimentasi. Semakin besar gaya tolak-menolak
dari potensial listrik pada partikel koloid maka partikel semakin stabil dan
kecil kemungkinannya untuk mengalami flokulasi.
Potensial zeta adalah salah satu sifat utama dari partikel yang dapat
mempengaruhi stabilitas partikel serta adhesi selnya. Nilai potensial zeta
(positif atau negatif) memiliki peran penting dalam menstabilkan suspensi
partikel. Hal ini disebabkan tolakan elektrostatis antara partikel dengan
muatan listrik yang sama yang menyebabkan pemisahan partikel
15
Selain itu, untuk mempromosikan mukoadhesi partikel dengan
interaksi muatan listrik, nilai potensial zeta positif karena gugus bermuatan
positif pada partikel sangat penting untuk adhesi dengan sel lapisan lendir
bermuatan negatif yang disebabkan oleh adanya polielektrolit anionik pada pH
netral.
3.4 Emulsifier (Pengemulsi)
Pengemulsi (juga dikenal sebagai "emulgent") adalah zat yang
menstabilkan emulsi dengan meningkatkan stabilitas kinetiknya. Pengemulsi
dapat membuat suatu emulsi menjadi lebih stabil dengan membuat tetesan
minyak bertahan di air untuk waktu yang lebih lama. Salah satu jenis
pengemulsi dikenal sebagai "surface active agents", atau surfaktan.
Pengemulsi adalah senyawa yang biasanya memiliki bagian polar atau
hidrofilik (yaitu larut dalam air) dan bagian non-polar (yaitu hidrofobik atau
lipofilik). Karena itu, pengemulsi cenderung memiliki kelarutan lebih atau
kurang baik dalam air atau minyak.
16
seringkali mengandung pengemulsi untuk mendistribusikan sebagian minyak
ke dalam air. Tanpa pengemulsi, minyak akan mengapung di atas air. Contoh
pengemulsi yang digunakan dalam produk kosmetik adalah gliseril
monostearat, Polysorbate 20, acacia, agar tragacanth, dan pektin. Selain itu,
pengemulsi juga seringkali digunakan dalam teknologi pangan, misalnya
untuk menjaga produk tetap lembab atau berminyak (seperti kue dan roti) atau
untuk mencampur zat yang larut dalam lemak dengan air, seperti margarin.
3.5 Gaya Elektrostatik dan Gaya Gravitasi Antar Partikel Koloid yang
Terdispersi
a. Gaya Elektrostatik
Stabilitas suspensi koloid tergantung pada kesetimbangan gaya
tarik dan gaya tolak, yang merupakan jenis-jenis gaya dalam sistem
koloid. Gerakan gaya ini seringkali terjadi karena adanya interaksi
elektrostatik (gaya tolak-menolak) dan juga gaya van der Waals (gaya
tarik-menarik). Menurut teori DLVO, salah satu teori yang
menjelaskan gaya antar partikel koloid, interaksi antara dua partikel
dalam koloid dianggap sebagai kombinasi potensial tarik Van der
Waals dan potensial tolakan listrik.
Potensial tarik van der Waals, potensial tolakan listrik, dan
kombinasi dari dua potensial yang berlawanan sebagai fungsi jarak
dari permukaan partikel bola. Pada jarak yang jauh dari permukaan
padat, potensial tarik van der Waals dan potensial tolakan elektrostatik
berkurang menjadi nol. Energi minimum potensial yang dihasilkan
oleh tarik-menarik van der Waals berada pada permukaan, sedangkan
maksimumnya terletak sedikit lebih jauh dari permukaan. Energi
maksimum potensial ini juga dikenal sebagai penghalang repulsive.
Jika penghalang lebih besar dari l0 kT, dengan k adalah konstanta
Boltzmann, tumbukan dua partikel yang dihasilkan oleh gerakan
Brown tidak akan melewati penghalang dan aglomerasi tidak akan
terjadi. Potensial listrik bergantung pada konsentrasi dan keadaan
valensi ion penghitung, sedangkan potensial tarikan van der Waals
hampir tidak tergantung pada konsentrasi dan valensi ion counter
17
sehingga potensi keseluruhan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan
keadaan valensi ion counter.
18
pada permukaan koloid. Gaya tarik menarik antar partikel yaitu gaya van der
waals mengakibatkan koloid tersebut bergabung karena gaya tolak
dinetralisasi. Gaya ini akan berpengaruh apabila partikel saling mendekati,
sedangkan gaya tolak menolak disebabkan oleh adanya gaya coulomb antar
partikel bermuatan sejenis.
Pembentukan gumpalan oleh koagulasi yang tidak merata akan
membentuk flokulasi, Flokulasi dapat terjadi karena kurangnya zat emulsifier.
Hal ini mengakibatkan kedua fase tidak tertutupi oleh lapisan pelindung
sehingga terbentuk flok-flok atau agregat-agregat. Flok yang terbentuk akan
membesar seiring waktu yang diakibatkan dari menyatunya flok-flok kecil
oleh flokulan. Flokulan umumnya merupakan bahan polimer organic yang
bersifat kationik, anionic, dan juga non-ionik. Jenis flokulan yang umum
digunakan adalah polyacrylamide karena sifatnya yang anionik dan memiliki
Panjang rantai yang tinggi yang membuatnya memiliki berat molekul yang
tinggi pula, besarnya berat molekul ini akan membantu membentuk flok yang
besar, mudah untuk diendapkan, dan stabil.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau
lebih dimana partikel-partikel zat yang berukuran koloid tersebar secara
merata di dalam zat lain. Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang terdiri dari
dua cairan yang tidak dapat saling bercampur (immiscible fluid)
2. Sistem heterogen didefinisikan sebagai sistem yang terdiri dari dua atau lebih
bagian homogen atau fase.
3. Fenomena permukaan berkaitan erat dengan beberapa parameter seperti
surface potential, electric double layer, zeta potential, isoelectric point, stern
potential, dan diffuse layer
4. Nilai potensial zeta berbanding lurus dengan gaya repulsif partikel koloid.
Semakin besar nilai zeta maka semakin besar gaya tolak menolak partikel
koloid meningkatkan stabilitas koloid dan mencegah terjadinya flokulasi.
5. Kestabilan partikel koloid dipengaruhi gaya tarik menarik van der waals dan
repulsif dari energi potensial listrik akibat adanya electrical double layer.
6. Gaya elektrostatik dan gravitasi mempengaruhi partikel koloid yang
terdispersi dan menyebabkan proses koagulasi, flokulasi, dan pengendapan
7. Pengemulsi adalah senyawa yang biasanya memiliki bagian polar atau
hidrofilik (yaitu larut dalam air) dan bagian non-polar (yaitu hidrofobik atau
lipofilik). Pengemulsi bekerja dengan mencegah terjadinya penolakan ini
karena memposisikan sisi yang menyukai air ke arah air dan sisi yang
menyukai lemak ke arah lemak.
20
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P., Trapp, C. and De Paula, J., 2010. Physical Chemistry. Oxford: Oxford
Univ. Press.
Anton Paar. 2020. Zeta Potential :: Anton Paar Wiki. [online] Available at:
<https://wiki.anton-paar.com/en/zeta-potential/>
Barron, A. and Raja, P., 2020. 2.5: Zeta Potential Analysis. [online] Chemistry
LibreTexts. Available at:
<https://chem.libretexts.org/Bookshelves/Analytical_Chemistry/Book%3A_P
hysical_Methods_in_Chemistry_and_Nano_Science_(Barron)/02%3A_Physic
al_and_Thermal_Analysis/2.05%3A_Zeta_Potential_Analysis>
Ben Mya, O., 2020. Easy Way To Understand SURFACE PHENOMENA And
SOLID CATALYSTS A Polycopie Addressed To Students Of Process
Engineering & Petro Chemistry. [online] ResearchGate. Available at:
<https://www.researchgate.net/publication/340062722_Easy_way_to_understa
nd_SURFACE_PHENOMENA_and_SOLID_CATALYSTS_A_Polycopie_a
ddressed_to_students_of_Process_Engineering_Petro_chemistry>
21
Waresindo, W., 2019. Sifat Kimiawi dan Fisika Permukaan Zat Padat. [online]
Available at:
<https://www.researchgate.net/publication/335986320_Sifat_Kimiawi_dan_
Fisika_Permukaan_Zat_Padat>
22