Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM II

STABILITAS EMULSI
(Mata Kuliah Pengendaliab Mutu)

Disusun Oleh:
Kelompok A

Alisah Fitriani 1802301064


Deni Rizki Pratama 1802301033
Ermalia Rosalinda 1802301006
Muhamad Firdaus 1802301042

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


POLITEKNIK NEGERI TANAH LAUT
PELAIHARI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Farmasi fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat fisikokimia molekul
obat, kinetika dan orde reaksi, kelarutan dan faktor yang mempengaruhinya, difusi
dan disolusi, stabilitas, sistem dispersi (koloid, emulsi, dispersi padat),
mikromeritik, viskositas dan rheologi, emulsifikasi, serta fenomena antar
permukaan dan penentuan tegangan permukaan yang banyak dijumpai dalam
bidang kefarmasian (Moechtar, 1990).
Salah satu materi dalam farmasi fisika adalah emulsifikasi. Emulsifikasi
merupakan proses terbentuknya emulsi,dimana emulsi adalah sediaan berupa
campuran terdiri dari dua fase cairan dalam system dispers; fase cair yang satu
terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya; umumnya
dimantapkan oleh zat pengemulsi (Depkes RI, 1978).
Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak sediaan farmasi yang berupa
emulsi, sebab eulsi memiliki banyak kelebihan diantaranya dapat menyatukan 2
fase berbeda, mengurangi rasa pahit dari zat aktif obat, dan tentunya mempercepat
absorbs secara oral dalam tubuh (Jufri. M, 2004).
Dalam pembuatan emulsi pemilihan emulgator sangat penting, karena
mempengaruhi mutu dan kestabilan suatu emulsi. Salah satu emulgator yang
banyak digunakan adalah surfaktan. Mekanisme kerja emulgator semacam ini
berdasar atas kemampuannya menurunkan tegangan permukaan air dan minyak
serta membentuk lapisan monomolekuler pada permukaan globul fase terdispersi.
Disamping itu juga HLB butuh minyak juga perlu kita ketahui. (Rowe,R.C,
2009). Setelah mengetahui pentingnya mempelajari emulsifikasi, maka perlu
dilakukanlah percobaan ini, untuk menguji dan menentukan HLB butuh minyak
yang digunakan dalam pembuatan emulsi, mengevaluasi ketidakstabilan emulsi,
mengamati laju peisahan,volume sedimentasi, waktu redispersi serta penentuan tipe
emulsi.
1.2 Tujuan
Untuk membantu mahasiswa dalam memahami stabilitas emulsi, mengetahui
factor – factor yang dapat menggangu stabilitas emulsi, dan menguji serta
mengukur nilai stabilitas emulsi beberapa produk emulsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang
mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu
diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Sistem dibuat
stabil dengan dengan adanya suatu zat pengemulsi.Diameter partikel dari fase
terdispersi umumnya berkisar dari 0,1 – µm, walaupun partikel terkecil 0,01 µm
dan sebesar 100µm bukan tidak biasa dalam beberapa sediaan (Martin, A. 1990).
Tipe emulsi, salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar
(sebagai contoh : air ), sedangkan lainnya relatif nonpolar ( sebagai contoh :
minyak). Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu
air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w). Bila fase
minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai produk air
dalam minyak (w/o). Emulsi obat untuk pemberian oral biasanya dari tipe o/w dan
membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi o/w.
Zat pengemulsi tipe ini termasuk zat sintetik yang aktif pada permukaan dan
bersifat nonionik, akasia, (gom), tragacanth, dan gelatin. Tetapi tidak semua emulsi
yang dipergunakan termasuk tipe o/w. Makanan tertentu seperti mentega dan
beberapa saus salad merupakan emulsi tipe w/o (Lachman, L. 1994).
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi di kenal 4 macam teori yang
melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandan yang berbeda. Teori tersebut
diantaanya :
1. Teori tegangan permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik-menarik antara molekul yang sejenis yang
di sebut daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik-menarik
antara molekul-molekul yang tidak sejenis, yang disebut daya adesi. Daya
kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan
terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi.
Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan Tegangan
permukaan. Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya terjadinya
perbedaan tegangan budan batab 2 cairan yang tidak dapat bercampur
(immiscisble liquid). Tegangan yang terjadi antar dua cairan tersebut
dinamakan tegangan bidang batas (interfacial tension). Semakin tinggi
perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan semakin sulitnya
kedua zat tersebut untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan
bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa
elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu
antara lain sabun. Dalam teori ini dikatan bahwa peambahan emulgator akan
menurunkan, menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga
antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur (Tungadi, R.
2014).dinamakan tegangan bidang batas (interfacial tension). Semakin tinggi
perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan semakin sulitnya
kedua zat tersebut untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan
bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa
elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu
antara lain sabun. Dalam teori ini dikatan bahwa peambahan emulgator akan
menurunkan, menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga
antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur (Tungadi, R. 2014).
2. Teori orietasi bentuk biji (orientasi wedge).
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi2 kelompok yakni :
a. Kelompok hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka pada air.
b. Kelompok lipofilik, yaitu bagian yang suka pada minyak. Masing-masing
kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya. Kelompok
hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil kedalam minyak. Dengan demikian
emulgator seolah-oleh menjadi tali pengikat antara air dan minyak dan antara
kedua kelompok tersebut akan membuat suatu keseimbangan. Setiap jenis
emulgator memiliki harga keseimbangan yang bersarnya tidak sama. Harga
keseimbangan itu dikenal dengan istilah HLB (hydrophyl lipophyl balance)
yaitu angka yang menunjukan perbandingan antara kelompok lipofil dan
kelompok hidrofil. Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak
kelompok yang suka pada air, itu artinya emulgator tersebut lebih mudah larut
dalam air dan demikian sebaliknya (Rowe. R 2009).
3. Teori interfacial film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan di serap pada batas antara
air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan fil yang akan membungkus partikel
fase dispersi. Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara
partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain
fase dipersi menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada
emulsi,syarat emulgator yang di pakai adalah :
a. Dapat membuat lapisan film yang kuat tapi lunak. Jumlahnya cukup untuk
menutup semua permukaan partikel fase disperse.
b. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispersi
c. Dapat membentuk lapisan film denhan cepat dan dapat menutup semua
permukaan partikel dengan segera.

4. Teori electrik double layer (lapisan listrik rangkap)


Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan
dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan
berikutnya akan mempunya muatan yang berlawanan dengan lapisan di
depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak dilindungu oleh
dua batang lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan
menolak setiap usaha dari partikel minyak yang akan mengadakan
penggabungan menjadi satu molekul yang besar, karena susunan listrik yang
menyekubungi setiap partikel minyak mempunya susunan yang sama. Dengan
demikian antara sesama partikelakan tolak-menolak dan stabilitas emulsi akan
bertambah. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh sala satu dari ketiga cara
dibawah ini :
a. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
b. Terjadinnya absorbsi ion oleh partikel dari cairan di sekitarnya.
c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan di sekitarnya.
BAB III
METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 9 September 2019 pada pukul 09:30
WITA – selesai bertempat dilaboratorium Pangan Teknologi Industri Pertanian
Politeknik Negri Tanah Laut.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan yaitu gelas piala, tabung reaksi, gelas ukur,
buret, timbangan, blender, pemanas, dan freezer. Sedangkan bahan yang digunakan
aquades, minyak nabati, dan putih telur.

3.3 Prosedur Kerja


1. Dicampur bahan dengan perbandingan minyak : air, 1: 2 dengan volume 100
ml.
2. Kuning telur 10 ml dicampurkan dengan minyak dan air, kemudian dikocok
menggunakan blender.
3. Diambil kuning telur sebanyak 10 ml.
4. Ditambahkan kuning telur kedalam larutan minyak dan air.
5. Dimixer campuran yang terbentuk hingga menyatu , kemudian sampel
dimasukan ketabung reaksi hingga mencapai ketinggian 10 ml.
6. Dilakukan pengamatan terhadap waktu yang diperlukan sampel terpisah dan
tinggi total sampel dalam tabung reaksi dan tinggi lapisan yang rusak.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1 Kestabilan Emulsi
No Sampel Waktu Tinggi Tinggi Kestabilan
(menit) Lapisan Total (cm) Emulsi (%)
Atas (cm)
1 Sampel 2:1 7 menit 0,4 cm 10 cm 96 %
2 Sampel 1:1 5 menit 0,5 cm 10 cm 95 %
3 Sampel 1:2 9 menit 0,7 cm 10 cm 93 %
4 Sampel 1:3 3 menit 6,5 cm 10 cm 45 %
5 Sampel 1:5 10 menit 1 cm 10 cm 90 %

Tabel 2 Faktor Penyebab Kerusakan Emulsi


Pemanasan Perubahan
No Sampel Waktu Perubahan yang Setelah
Terjadi Pembekuan
1 Sampel 2:1 5 menit, 30 detik Bagian atas Warnanya
terdapat minyak menjadi
dan bagian dasar pucat dan
beku beku
2 Sampel 1:1 8 menit, 02detik Mengental dan Warnanya
struktur agak pucat dan
sedikit pecah membeku
3 Sampel 1:2 5 menit, 08 detik Terbentuknya Membeku di
lapisan di bagian bagian atas
atas dan mengetal
4 Sampel 1:3 4 menit, 22 detik Bagian atas Membeku
terbentuk minyak dibagian atas
dan bawah pecah
5 Sampel 1:5 7 menit, 33 detik Strukturnya Sampelnya
pecah cair dan
warnanya
pucat

Hitungan Tabel 1:
S−A
 Kestabilan Emulsi 1 = X 100 %
S
10 − 0,4
= X 100 %
10
9,6
= 100 %
10
= 96 %
S−A
 Kestabilan Emulsi 2 = x 100 %
S
10 − 0,5
= x 100%
10
9,5
= x 100 %
10
=95 %
S−A
 Kestabilan Emulsi 3 = x 100 %
S
10 − 0,7
= x 100%
10
9,3
= x 100 %
10
=9,3 %
S−A
 Kestabilan Emulsi 4 = x 100 %
S
10 − 6,5
= x 100%
10
4,5
= x 100 %
10
=45 %
S−A
 Kestabilan Emulsi 5 = x 100 %
S
10 − 1
= x 100%
10
9
= 10 x 100 %
=90 %

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan dua pengamatan tentang kestabilan emulsi
dan Faktor penyebab kerusakan emulsi. Pada tabel 1 kestabilan emulsi diatas di
dapat hasil kestabilan emulsi yang berbeda-beda, dimana untuk sampel no 1 sampel
2:1 didapat hasil kestabilan emulsi sebesar 96%, untuk sampel no 2 sampel 1:1 di
dapat hasil kestabilan emulsi sebesar 95%. Sampel no 3 sampel 1:2 kestabilan
emulsinya 93%, sampel no 4 sampel 1:3 hasil kestabilan emulsinya sebesar 45%,
dan untuk sampel 5 sampel 1:5 kestabilan emulsinya sebesar 90%.
Faktor penyebab kerusakan emulsi pada table 2 diatas di dapat hasil :
Pada sampel 1 sampel 2:1 setelah dipanaskan terjadi perubahan Bagian atas
terdapat minyak dan bagian dasar beku dalam waktu 5 menit, pada perubahan
setelah pembekuan warnanya berubah menjadi pucat dan membeku.
Pada sampel berikutnya sampel 2 sampel 1:1 setelah dipanaskan terjadi perubahan
sampel mengental dan struktur agak sedikit pecah dalam waktu 8 menit, pada
perubahan setelah pembekuan warnanya berubah menjadi pucat dan membeku.
Pada sampel 3 sampel 1:2 setelah dilakukan pemanasan perubahan yang terjadi
terbentuknya lapisan dibagian atas dan mengental, dalam waktu 5 menit dan
perubahan setelah dilakukannya pembekuan terjadi pembekuan dibagian atas.
Pada sampel 4 sampel 1:3 setelah dilakukan pemanasan terjadi perubahan bagian
atas terbentuk minyak dan bawah pecah pada waktu 4 menit, dan perubahan setelah
dilakukan pembekuan terjadi pembekuan pada bagian atas.
Dan pada sampel 5 sampel 1:5 setelah dilakukan pemanasan terjadi perunahan
strukturnya pecah, pada waktu 7 menit, dan perubahan setelah dilakukan
pembekuan sampel mencair dan warnanya berubah menjadi pucat.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan untuk menguji kestabilan emulsi dan faktor
penyebab kerusakan emulsi. Untuk hasil pada kestabilan emulsi pada sampel no 1
di dapat hasil 96%, sampel no 2 di dapat hasil 95%, sampel no 3 di dapat hasil 93%,
sampel no 4 di dapat hasil 45%, dan untuk sampel no 5 di dapat hasil 90%.

5.2 Saran
Disarankan kepada praktikan untuk lebih teliti dalam melakukan percobaan
agar di dapatkan hasil yang sesuai serta alat dan bahan yang akan digunakan agar
dilengkapi untuk menunjang jalannya percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2007. Farmasetika. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Jenkins, G.L.1957).Scoville’s;The Art Of Compounding Ninth Edition. McGraw-Hill Book


Company Inc:New York, Toronto.
Jufri. M, 2004. Formulasi Gameksan Dalam Bentuk Mikroemulsi. Departemen Faemasi FMIPA-
UI: Depok

Lachman, L. 1994, “Teori dan Praktek Farmasi Industri”, UI-Press, Jakarta

Martin, A. 2008. Farmasi Fisika Edisi Keempat Jilid II. UI Press : Jakarta

Martin, A. 1990. Farmasi Fisika Edisi Ketiga Jilid I. UI Press : Jakarta

Martin, Alfred, 1994, “Farmasi Fisik”, UI-Press, Jakarta

Rowe,R.C, J.Sheskey, Paul. E Quinn, Marian. 2009. Handbook of Pharmaceutical


Excipients Six The Edition. American: Pharmaceutical Press and American

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Farmasi Edisi V. Gadjah Mada Press: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai