Anda di halaman 1dari 161

FARMASI FI SI

FARMASI FISIK K
Suwarmi, M.Sc., Apt
FARMASI FISIKA

 Farmasi fisika adalah bidang ilmu yang


mempelajari aplikasi dari sifat-sifat fisika kimia
suatu zat aktif untuk pembuatan sediaan farmasi,
agar menghasilkan bentuk sediaan obat yang
baik dan memenuhi persyaratan.
FARMASI FISIKA
 “Dalam tubuh manusia, perjalanan obat
memerlukan beberapa tahapan,  mulai dari
pelepasan obat dari bentuk sediaannya, pelarutan,
absorbsi, distribusi ke dalam jaringan atau organ,
metabolisme dan kemudian diekskresikan ke luar
tubuh, “
 Banyak hal yang mempengaruhi pelepasan zat aktif
dari bentuk sediaannya. 
1. pelepasan  obat dari sediaan tablet konvensional
tergantung pada kekerasan, porositas, dan sifat
permukaan tablet yang akan memfasilitasi masuknya
air ke dalam tablet  sehingga tablet bisa pecah.
2. proses melarutnya zat aktif yang sudah dilepaskan
dari tablet tersebut dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika-
kimia  zat aktif dan pH cairan saluran pencernaan.  
2.Pada tahap absorpsi kemampuan suatu zat
aktif  melintas membran biologi  menuju sirkulasi
darah tergantung oleh permeabilitas  zat tersebut
yang  dipengaruhi oleh difusitas, koefisien partisi
lemak air, dan ketebalan membran.
Peranan Ilmu Farmasi Fisika
 Bagaimana obat itu dapat aman dan berkhasiat
untuk menyembuhkan penyakit? Disinilah, letak
peranan penting dari keilmuan Farmasi Fisika .
 Ilmu Farmasi
Fisika  mengintegrasikan  pengetahuan dasar
farmasi dan membantu seorang farmasis untuk
usahanya memprediksi  hubungan antara
kelarutan, kecepatan disolusi, stabilitas,
ketercampuran bahan dengan mutu suatu produk
obat.
SILABI
1. Fenomena antar muka, energi bebas permukaan, kerja kohesi dan
adhesi, adsorpsi gas pada permukaan zat padat dan aplikasinya
dalam penentuan luas permukaan dan antar muka, kelarutan
melalui pendekatan struktur molekul, titik leleh dan titik didih,
tekanan dalam (pi), pengaruh garam-garam elektrolit pada
kelarutan, hubngan kelarutan partikel terhadap kelarutan.

2. Sistem dispersi zat padat dalam zat cair, zat cair dalam zat cair,
zat padat dalam zat padat, muatan listrik pada antarmuka, gaya
tarik-menarik dan tolak menolak antar partikel (potensial zeta),
stabilitas dan destabilitas sistem dispersi koloid, Rheologi.

3. Viskositas serta hubungannya dalam farmasi, mikromiretik,


metode pengukuran, variabel pengukuran, analisis hasil,
hubungan ukuran dan bentuk partikel dengan luas permukaan,
osmosis
KOLOID
SISTEM DISPERSI
SISTEM TERDISPERS TERDIRI DARI PARTIKEL KECIL YANG DISEBUT FASE
TERDISPERS , TERDISTRIBUSI DLM MEDIUM KONTINU ( MEDIUM
PENDISPERSI)
FASE TERDISPERS

SISTEM DISPERSI

FASE PENDISPERS (FASE KONTINU)


BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL FASE DISPERS

DISPERSI MOLEKULER

DISPERSI KOLOIDAL

DISPERSI KASAR
Penggolongan sistem dispersi berdasarkan ukuran partikel
Golongan Jangkauan Sifat Sistem Contoh
Ukuran partikel
Dispersi Kurang dari 1, Partikel tidak terlihat dlm Molekul oksigen,
Molekule 0 nm mikroskop Elektron, dpt Ion-ion umumnya
r melewati ultra filtrasi dan dan glukosa
membran semipermeabel,
Mengalami difusi cepat.

1 nm sampai Partikel bisa dilihat dengan Sol. Perak


Dispersi 0,5 µm mikroskop elektron, dpt koloidal, polimer
koloid melewati kertas saring, tidak alam dan polimer
dpt melewati membran sintetis
semipermiabel, difusi
berlangsung sangat lambat
Lebih besar Emulsi, suspensi
Dispersi dari 0,5 µm Partikel bisa terlihat dibawah farmasetik
kasar mikroskop, tidak bisa melewati umumnya, sel
kertas saring normal, darah merah,
mendialisis melalui membran butiran pasir
A B C

D E F
UKURAN DAN BENTUK PARTIKEL KOLOID

UKURAN LUAS PERMUKAAN 1. KELARUTAN


PARTIKEL TOTAL PARTIKEL 2. PERMEASI LEWAT MEMBRAN

BENTUK EFEK BIOLOGIS


PARTIKEL STABILITAS
Contoh :
1.Belerang bentuk partikel kasar sulit diabsorpsi dlm sal. Cerna,
tapi setelah ukuran partikel diperkecil sampai jangkauan
koloidal absorpsinya sangat cepat sampai terjadi efek toksik
2.Platina sangat efektif sebagai katalis dalam bentuk koloidal
dibanding bentuk dispersi kasar
3.Tembaga koloidal sangat efektif digunakan sebagai obat
kanker.
2. Koloid Liofobik
Tipe koloid yang tidak suka pelarut, Fase dispers
memiliki afinitas yg lemah dengan medium pendispersi.
Contoh, emas, perak belerang, arsen sulfida dan perak
iodida dlm air.
Sol liofob/ hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit
penambahan elektrolit, tetapi menjadi lebih stabil jika
ditambahkan koloid pelindung yaiut koloid liofil.

Cara pembuatan :
1. Dispersi : partikel kasar direduksi ukurannya
2. Kondensasi : partikel subkoloid diagregasi
3. Koloid Amfifilik (Gabungan Liofilik dgn Liofobik)

Amfifil/ zat aktif permukaan ini mempunyai dua daerah


yang berbeda yang melawan afinitas larutan dalam molekul
dan ion yg sama.
Jika dalam medium cair konsentrasi rendah, amfifil
terpisah dan berbentuk subkoloid, bila konsentrasi
ditingkatkan terjadi agregasi dpt membentuk 50
monomer/ lebih yg disebut misel yg berukuran koloid.
Konsentrasi dimana misel ini terbentuk disebut Critical
micelle concentration (CMC)
a. liofilik > liofobik
b. liofilik < liofobik
c. liofilik = liofobik
MENINGKATKAN
KOLOID GABUNGAN AFINITAS KOLOID LIOFOBIK

MEKANISME KERJA
SAMA SPERTI SURFAKTAN
PENGGOLONGAN KOLOID GABUNGAN
Sifat zat aktif yang menunjukkan
perubahan yang terjadi sccara
drastis pada critical micelle
concentration (cmc)
(dimodifikasi dari Preston, J.
Phys Coll.Chem, 52,85
1948. Hak cipta, the William &
Wilkins

Tegangan permukaan
turun sampai CMC, diatas
CMC teg permukaan
konstan, antarmuka
menjadi jenuh dan
terbentuk misel
KOLOID

Berdasarkan fasa zat pendispersi dan zat


terdispersinya, dibagi menjadi :

a. Aerosol yang memiliki zat pendispersi berupa gas.


Bila zat terdispersinya Cair ( aerosol cair) contoh :
kabut, awan. Bila zat terdispersinya padat disebut
aerosol padat, contoh ; asap dan debu dalam udara.

b. Sol, sistem koloid daripartikel padat yang


terdispersi dalam zat cair, contoh : Air sungai, sol
sabun, sol tinta dll.
c. Emulsi, sistem koloid dari partikel zat cair
yang terdispersi dalam zat cair lain, namun
kedua zat
cair tersebut tidak saling melarutkan.
contoh : santan, susu, mayonaise, minyak ikan.

d. Buih ; sistem koloid dari gas yang


terdispersi dalam zat cair,
contoh: buaih pd pengolahan biji logam,
Isi alat pemadam kebakaran, foam dlm
kosmetika.

e. Gel: sistem koloid kaku atau setengah padat


dan setengah cair, contoh : agar-agar, lem, kanji.
SIFAT-SIFAT OPTIK KOLOID

1.Efek Faraday-Thyndall
Bila seberkas cahaya yg kuat dilewatkan melalui sol
koloid, akan terlihat suatu kerucut yg dihasilkan dari
pemendaran cahaya oleh partikel-partikel koloid.

Terjadi karena Hamburan cahaya oleh partikel – partikel


koloid, sehingga jalannya sinar yang melewati koloid
dapat terlihat. Partikel dalam sistem koloid dapat berupa
molekul atau ion yang berukuran cukup besar akan
menghamburkan cahaya ke segala arah. Larutan sejati/
larutan tidak menunjukkan efek Tyndall, karena ukuran
partikelnya terlalu kecil untuk menghamburkan cahaya.
 Di lingkungan kita sering terjadi efek Tyndall,
diantaranya :
 1. Sorot lampu proyektor di gedung bioskop akan
tampak jelas ketika ada asap rokok.
 2. Sorot lampu mobil tampak jelas pada malam
yang berkabut.
 3. Berkas sinar matahari yang melalui celah daun
pepohonan pada pagi hari yang berkabut.
Sebagai contoh, jika kita melewatkan seberkas cahaya pada larutan pati atau
larutan koloid, maka lintasan cahaya tersebut akan tampak melewati larutan
karena dihamburkan oleh partikel-partikel pati dalam larutan tersebut.
Sebaliknya, ketika percobaan yang sama dilakukan pada larutan garam atau
larutan sejati, berkas cahaya tidak akan tampak.
2. Pemendaran cahaya ( Light Scattering)
Sifat ini digunakan untuk mengetahui :
a. Berat molekul koloid
b. Bentuk dan ukuran partikel

Tingkat Kekeruhan

τ adalah kekeruhan, c konsentrasi zat terlarut (g/cm3),


M berat molekul, B konstanta Interaksi dan H adalah
konstanta suatu sistem

n; indeks refraksi larutan dg konsentrasi c pd suatu


panjang gelombang dalam cm-1, dn/dc: perubahan
indeks refraksi, N : bilangan Avogrado
SIFAT KINETIS KOLOID

Gerak Brown
gerak acak, gerak tidak beraturan atau gerak zig zag partikel
koloid. Gerakan ini terjadi karena benturan tidak teratur
antara partikel koloid terdispersi dan medium pendispersi.
Benturan ini mengakibakan partikel koloid bergetar dengan
arah tidak beraturan dan jarak yang pendek.
Faktor yang mempengaruhi :
1.Temperatur
2.Ukuran Partikel
3.Viskositas Medium Pendispersi
DIFUSI
Gerak Brown OSMOTIK
SEDIMENTASI
Adanya gerak Brown mengakibatkan partikel-partikel koloid
dalam sistem koloid menjadi relatif stabil karena gerakan
yang terus-menerus akibat tumbukan dari partikel koloid
akan mengurangi pengaruh gaya gravitasi.
 Kecepatan gerak partikel koloid dinyatakan
berbanding terbalik dengan ukuran partikel koloid.
Jadi, Makin besar partikelnya makin
kecepatannya akan semakin berkurang.
 Gerak Brown juga dipengaruhi suhu sistem
koloid. Dimana jika terjadi kenaikan suhu dari
sistem koloid, maka akan meningkatkan
kecepatan gerak partikel pendispersi dan
akibatnya gerakan partikel koloid juga akan
semakin cepat.
ADSORSPSI KOLOID

Peristiwa penyerapan partikel/ ion/ senyawa lain pd permukaan


partikel koloid yang disebabkan luasnya ukuran partikel. Bila
partikel sol padat ditempatkan pd zat cair/ gas mk partikel zat
cair/ gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat
tersebut.
MUATAN KOLOID

Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid.


Semua partikel koloid memiliki muatan sejenis positif/
negatif. Maka terjadi gaya tolak- menolak antar partikel
koloid shg tidak dpt bergabung dan terjadi kestabilan
pada sistem koloid.

Sumber muatan koloid


Partikel koloid mendapatkan muatan listrik melalui 2
Cara :
1. Adsorpsi, partikel koloid mengadsorpsi partikel
bermuatan dari fase pendispersinya. Jenis muatan
tergantung dari jenis muatan partikel yang bermuatan.
 Bila permukaan partikel koloid menyerap ion yang
bermuatan positif, maka koloid tersebut akan menjadi
bermuatan positif. Contohnya adalah koloid Fe(OH)3 yang
bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+.
 Sebaliknya, jika permukaan partikel koloid menyerap ion
yang bermuatan negatif, maka koloid tersebut menjadi
bermuatan negatif. Contohnya, koloid As2S3 bermuatan
negatif karena permukaannya menyerap ion S2-.

 Sifat adsorbsi digunakan dalam proses:


 Pemutihan gula tebu.
 Norit.
 Penjernihan air.
Sol AgCl dalam medium pendispersi dg kation Ag+
berlebihan akan mengadsorpsi Ag+ sehingga
bermuatan +. Jika anion Cl- berlebihan, maka sol
AgCl akan mengadsorpsi ion Cl- sehingga
bermuatan -

2. Proses ionisasi gugus permukaan partikel


Yaitu Proses ionisasi pada permukaan koloid.
Contohnya
adalah koloid protein dan koloid sabun/ detergent
Koagulasi Koloid

Koagulasi koloid adalah penggumpalan koloid karena


elektrolit yang muatannya berlawanan. Contoh: kotoran
pada air yang digumpalkan oleh tawas sehingga air
menjadi jernih. Faktor-faktor yang menyebabkan koagulasi:
1.Perubahan suhu.
2.Pengadukan.
3.Penambahan ion dengan muatan besar (contoh: tawas).
4.Pencampuran koloid positif dan koloid negatif.

.
Koloid akan mengalami koagulasi dengan cara:

1. Mekanik
Cara mekanik dilakukan dengan pemanasan, pendinginan
atau pengadukan cepat.

2. Kimia
Dengan penambahan elektrolit (asam, basa, atau garam).
Contoh Koagulasi Koloid

Dengan mencampurkan 2 macam koloid dengan muatan


yang berlawanan. Contoh : Fe(OH)3 yang bermuatan
positif akan menggumpal jika dicampur As2S3 yang
bermuatan negatif.
 B. Kestabilan koloid
Terdapat beberapa gaya pada sistem koloid yang menentukan
kestabilan koloid, yaitu sebagai berikut :
1.Gaya gaya tarik – menarik ( gaya London – Van der Waals).
Gaya ini menyebabkan partikel – partikel koloid berkumpul
membentuk agregat dan akhirnya mengendap.

2.Gaya tolak menolak. Gaya ini terjadi karena pertumpang


tindihan lapisan ganda listrik yang bermuatan sama. Gaya tolak
– menolak tersebut akan membuat dispersi koloid menjadi
stabil.

3.Gaya tarik – menarik antara partikel koloid dengan medium


pendispersinya. Terkadang, gaya ini dapat menyebabkan
terjadinya agregasi partikel koloid dan gaya ini juga dapat
meningkatkan kestabilan sistem koloid secara keseluruhan.
 Salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas koloid
ialah muatan permukaan koloid.

 Besarnya muatan pada permukaan partikel dipengaruhi


oleh konsentrasi elektrolit dalam medium pendispersi.
Penambahan kation pada permukaan partikel koloid yang
bermuatan negatif akan menetralkan muatan tersebut
dan menyebabkan koloid menjadi tidak stabil.
 Banyak koloid yang harus dipertahankan dalam bentuk
koloid untuk penggunaannya. Contoh: es krim, tinta, cat.
 Untuk itu digunakan koloid lain yang dapat membentuk
lapisan di sekeliling koloid tersebut. Koloid lain ini
disebut koloid pelindung. Contoh: gelatin yang digunakan
pada pembuatan es krim untuk mencegah pembentukan
kristal es yang keras dan kasar.
 Untuk koloid yang berupa emulsi dapat digunakan
emulgator yaitu zat yang dapat tertarik pada kedua
cairan yang membentuk emulsi. Contoh: sabun deterjen
sebagai emulgator dari emulsi minyak dan air.
Tidak Tergantung Gradien Konsentrasi DIFUSI AKTIF

DIFUSI Hukum Fick


Pertama
Tergantung Gradien Konsentrasi DIFUSI PASIF

dq: zat yg mendifusi dlm waktu dt,


D : koef.difusi, jumlah bahan yang
berdifusi persatuan waktu,dc/dx ;
perubahan konsentrasi, S : luas bidang

Partikel Koloid Sutherland & Einstein


Bulat
D : koef difusi,R:konstanta molar gas, T: temp
absolut, r : jari-jari partikel, N: bil.Avogadro
N (Bilangan Avogadro), R (Konstanta Molar Gas), r (Jari-Jari
Partikel), η (Viskositas Pelarut), T (Temperatur Absolut),
M Berat Molekul dan ν (Volume Spesifik Parsial)
DIFUSI :
Proses perpindahan/Pergerakan molekul zat/ gas dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah.

Difusi melalui membran dapat melalui tiga mekanisme:


a. Difusi sederhana (simple difusion)
melalui membran langsung krn molekul bergerak/berpindah mll
membran yang larut dalam lemak spt, hormon steroid, vitamin A,
D, E dan K atau bahan organik larut lemak. Selain itu membran
sel sgt permeable thd molekul organik spt O, CO2, HO dan H2O
b. Difusi yg mll saluran yang terbentuk oleh protein transmembran
(simple difusion by chanel form)
Molekul kecil khusus yg terlarut, dan ion-ion tertentu dpt menembus
membran mll MK ini. Saluran ini dibentuk dr protein
transmembran berupa pori dg diameter tertentu.
c. Difusi yg difasilitasi (fasilitated difusion)
Proses masuknya molekul besar yang melibatkan transporter yg
berupa protein transmembran yg memiliki tempat pelekatan ion/
molekul yg akan ditransfer ke dlm sel.
Tekanan Osmotik

Cg gram zat per liter larutan


Pada larutan yg sangat encer

Larutan Koloid Ideal yakni koloid yg mengandung koloid bula


(spherocolloid) dgn konsentrasi rendah
KOLOID LIOFILIK Molekul pelarut mensolvasi molekul solut

Konsentrasi molekul pelarut bebas berkurang

Penyimpangan
III a = RT/M

II

cg
GAYA GRAVITASI

SEDIMENTASI

GERAK BROWN

Pada ukuran partikel yang sangat kecil (< 0,5 µm) kisaran ukuran
koloid Gerak Brown lebih dominan

Sedimentasi Sangat Sulit

Peningkatan gaya gravitasi


(Sentrifuge)
Contoh :
Suatu benda berotasi pada 1500 rpm. Titik tengah sek yang
mengandung sampel Ditempatkan 7,5 cm dari pusat rotor.
Berapakah kecepatan sudut rata-rata

= 1,851 x 105 cm/detik2


LIOFILIK

Berpengaruh

VISKOSITAS Pengaruh Konsentrasi Zat Terdispersi

Tidak Berpengaruh

Pers. Einstein
Koloid encer & Bulat LIOFOBIK
SIFAT-SIFAT ELEKTRIS KOLOID

POTENSIAL ZETA POTENSIAL NERNST


( elektrokinetis ) Elektrotermodinamis

Penurunan Potensial Zeta

AGREGASI
PARTIKEL KOLOID
Contoh soal
1.Koefisien difusi untuk protein bulat pd 20oC adalah 7,0x
10-7 cm2/detik dan volume spesifik parsial 0,75 cm3/g.
Viskositas pelarut 0,01 poise (0,01g/cm detik).
Hitung : a. Berat molekul
b. jari-jari partikel protein
a.

M= 1 1 2 (8,31x10-7) x 293 3

162 x 0,75 3,14x (6,02x1023) (7,0x10-7 ) x 0,01

M = 100.000 g/mol
b. D = R T r= R T
6πηrN 6πηND

r = (8,31x10-7) x 293
6 x 3,14 x 0,01 x (6,02x1023) x (7,0x10-7 )
= 31 x 10 -8 cm = 31 A

2. Berat molekul suatu protein bulat 20.000 dan volume


spesifik parsial 0,80 cm3/g pd 20oC. Viskositas pelarut 0,
01 poise, Hitung koef. Difusi pd temperatur ini!
D = 11,6 x 10-7 cm2/detik
3. Tentukan berat molekul albumin telur dari data berikut
pd 20oC konstanta svedberg, s = 3,6x 10-13 detik, D=7,8
x 10-7 cm2/detik, v= 0,753/g dan kerapatan air pada
20oC adalah 0,998.
M = 44,700
4. Suatu bahan plastis diketahui mempunyai yield value
5200 dyne cm-2. Pada shearing stress di atas yield
value, F ditemukan meningkat secara linear dengan
meningkatnya G. Jika rate of shear 150 dt-1 pada saat
F = 8000 dyne cm-2, hitung viskositas plastis sampel
tsb !
U =( F- f) = (8000-5200)/ 150 = 18,67 poise
G
5. Dengan viskometer Ostwald, didapat viskositas
aseton 0,313 cp pada 250C. Kerapatan aseton (250C) =
0,788 g/cm3. Berapa viskositas kinematis aseton?
Jika diketahui viskositas air (250C) = 0,8904 cp. Berapa
viskositas aseton relatif terhadap air pada 250C?
1. Dialisis
Koloid dipisahkan dari dispersi molekular dengan
menggunakan membran kolodion/ selofan, ukuran pori
yang kecil akan mencegah koloid lewat, tapi molekul kecil
dan ion dapat melaluinya.
2. Ultrafiltrasi
metode untuk memisahkan/ memurnikan koloid, filtrasi
dilakukan dibawah tekanan negatif melalui suatu
membran dialisis yang disangga dengan suatu corong
buchner
3. Electrodialisis
proses dialisis/ ultrafiltrasi yang dipercepat dengan
menggunakan suatu potensial listrik di seberang membran.
RHEOLOGI
Rheologi Ilmu tentang Aliran

Semi padat Cairan Padatan

Karakteristik Aliran

VISKOSITAS
Peran rheologi

Pencampuran dan Aliran bahan


Pengeluaran sediaan dr Tube

Pelewatan Pd Jarum Suntik

Pemasukkan dlm wadah

Pemindahan Sediaan
Pengaruh Rheologi dan Viskositas

Pemilihan Alat Produksi

Penerimaan Konsumen

Stabilitas Fisika

Availabilitas
Jarak Antar Kartu (r)

F A

Prubahan Kecepatan (dv)

Pd Tiap Kartu
Berbanding Terbalik
Dengan Jarak
SISTEM NEWTON

Hukum Aliran Newton

A
F’
Viskositas Absolut
Faktor Yg Mempengaruhi Viskositas

1. Temperatur

2. Konsentrasi
Sistem Newton
Sistem yang konsistensi/viskositasnya tidak tergantung
pada Shearing Stress
Rate of shear

m = 1/
η
η = 1/
m

Shearing Stress
Pseudoplastis Dilatan Plastis Thiksotropi Rheopeksi

Bingham

Casson
1. Plastis

Rate Of Shear
A B

U = Viskositas plastis

Yield
Value
Shearing Stress

A. Bingham ( bodi plastik ideal )


Jika prilaku aliran adalah kekentalan ideal
B. Casson ( Bodi plastik tidak ideal)
Jika sampel menunjukkan aliran kekentalan struktur
1. Pseudoplastis
Rate of Shear

Pada sistem ini tidak bisa ditentukan harga


Viskositas pasti.
η3
Contoh :
1.Gom Alam
η2 2.Dispersi cair tragakan
3.Natrium alginat
4.Metilselulosa
η1 5.CMC-Na
Shearing Stress

Pelengkungan pseudoplastis disebabkan :


Shearing pd molekul-molekul bahan berantai panjang spt. Polimer-polimer linier. Peningkat
Shearing stress pd molekul-molekul yg secara normal tidak beraturan mulai menyusun sum
Pangjang ke arah aliran. Pengarahan ini mengakibatkan penurunan tahanan dalam shg ca
Lebih mudah menhalir.
3. Dilatan
Rate of shear

Sifat alir ini ditandai dengan peningkatan viskosita


η1 η2 η3 Jika shearing stress ditingkatkan.
Contoh :
Suspensi dengan konsentrasi zat terdispersi tingg
(diatas 50%)

Shearing stress

1. Peningkatan viskositas pada sistem ini disebabkan karena pada


pemberian shearing stress Tinggi akan mengakibatkan hilangnya lapisan
solven pada permukaan zat padat yang bersifat Sebagai pelumas.
Hilangnya lapisan ini akan meningkatkan gaya gesek sehingga tahanan
Dalam meningkat dan sistem sulit mengalir.
2. Zat terdispersi (Bulk) akan mengembang atau memuai (dilate) sehingga rua
Antar partikel akan semakin longgar, sedangkan volume solvent tetap. Akibatn
Solvent volumenya tidak cukup untuk mengisi semua ruang atar molekul bulk.
Gaya gesek antar molekul bulk akan meningkat dan menghambat aliran sedia

Peningkatan
Shear stress
4. THIKSOTROPI
Perubahan konsistensi yang terjadi akibat peningkatan shearing str
yang bersifat reversibel dengan proses pemulihan yang lebih Lama
pada saat sediaan didiamkan.

1. Thiksotropi Positif
Konsistensi pada saat pendiaman setelah pemberian
Shearing stress lebih encer dibandingkan pada saat pemberian
Shearing stress

THIKSOTROPI

2. Thiksotropi Negatif
Konsistensi pada saat pendiaman setelah pemberian
Shearing stress lebih besar dibandingkan perubahan konsistensi
pada saat dibrikan Shearing stress
Thiksotropi Bentuk Kembung
Ciri khas dari rheologi ( kurva Hesteresis)
Dari bentonit
Rate Of Shear

Shearing Stress
Kurva Histeresis bentuk taji
Rate Of Shear

Shearing Stress
Thiksotropi Negatif

Contoh : Magma Magnesia


Rate Of Shear

Shearing Stress
Thiksotropi Dalam formulasi

1. Korelasi tingkat thiksotropisitas dengan laju sedimentasi pada


sediaan suspensi.
2. Tingkat thiksotropisitas sebagai pembentuk depot obat dalam
otot.
Contoh : Sediaan Injeksi yang mengandung prokain Pinisilin G
dlm air 40 – 70 % w/v.
3. Sediaan topikal. Korelasi tingkat thiksotropisitas basis dengan
daya sebar sediaan pada permukaan kulit

Catatan.
Derajat thiksotropi sediaan bisa berubah setelah periode waktu tertentu dan
Mengakibatkan formulasi sediaan tidak memadai.
5. RHEOPEKSI
Sifat alir yang karakteristiknya kebalikan dari sifat alir thiksotropi
Rate Of Shear

Shearing Stress
PENENTUAN SIFAT RHEOLOGIS

1. ALAT YG BEROPERASI PD RATE OF SHEAR TUNGGAL


Hanya untuk zat yang bersifat Newtonian
Contoh : Viskosimeter Ostwald
Penentuan Nilai Viskositas (Viskometer Oswald

Pada percobaan uji viskositas didapatkan data sebagai berikut:


Waktu

 
Bahan
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rata-Rata

Air 2,4 Menit 2,4 Menit 2,4 Menit 2,4 Menit

Alkohol 4,14 Menit 4,31 Menit 4,16 Menit 4,20 Menit


    
                   
Gliserin 26,32 detik 26,72 detik 26,78 detik 26,61 detik

Propilen Glikol 1,9 detik 1,82 detik 1,88 detik 1,87 detik
Viskometer Ostwald
                   η1 = t1 ρ1
     η2 = t2 ρ2
Diketahui :
η Air : 0,89 cp (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 6th edition)
v  Viskositas Alkohol
ηaqua = t1 ρ1  , 0,89 cp = 2,4 x 1
ηalkohol = t2 ρ2    η2 = 4,20 x 0,8041
ηalkohol = t2 ρ2   
ηaqua t1 ρ1
 
ηalkohol = t2 ρ2. ηaqua
t1 ρ1
 
η2 = 4,20 x 0,8041x 0,89 cp
                  2,4 x 1
 
Ηalkohol = 1,25 cp
2. ALAT YG BEROPERASI PD RATE OF SHEAR LEBIH DARI SATU KALI
Untuk zat yang bersifat non Newton
Contoh :
Viskometer Stomer
Viskometer Hoeppler
Viskometer Cup dan Bob
Viskometer Haake Rotovisco
VISKOMETER HOEPPLER

η = t ( Sb – Sf ) B

T = waktu alir bola melewati skala


Sb = Garvitasi jenis dr bola
Sf = Gravitasi Jenis cairan
B = Konstanta Bola

Pada Kestimbangan
Gaya Keatas = Gaya kebawah
G (detik-1 )

200

A
B
C
D

2000 3200 4000 F (dyne. Cm3 )


Area Farmasi di Mana Rheologi Bermakna

Cairan
1.Pencampuran Semisolid
2.Pengurangan Ukrn Partikel 1.Penyebaran & pelekatan
3.Pemindahan, pemompaan 2.Pemindahan/pengeluaran
Dan pengaliran 3.Homogenitas
4.Stabilitas Fisik 4.Pelepasan obat

Padatan Pemrosesan
1.Aliran Serbuk 1.Kapasitas produksi
2.Pengemasan 2.Efisiensi Pemrosesan
Alat dan Metode Pengukuran Viskositas

1. Viskosimeter kapiler
PENGANTAR
STABILITAS OBAT 

SUWARMI, M.Sc., Apt


Menurut Attwood dan Florence,
(2008)

Stabilitas adalah kemampuan


suatu produk untuk
mempertahankan sifat dan
karakteristiknya agar sama dengan
yang dimilikinya pada saat dibuat
(identitas, kekuatan, kualitas,
kemurnian ) dalam batasan yang
ditetapkan sepanjang periode
Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas
produk farmasi, yaitu :
1. stabilitas dari bahan aktif,
2. interaksi antara bahan aktif dan bahan
tambahan
3. proses pembuatan
4. Proses pengemasan
5. kondisi lingkungan selama pengangkutan,
penyimpanan, dan penanganan, dan jangka waktu
produk antara pembuatan hingga pemakaian
(Vadas, 2000).
EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN
DARI KETIDAKSTABILAN PODUK
FARMASI
1.Hilangnya atau berkurangnya konsentrasi bahan aktif
2. Naiknya konsentrasi bahan aktif
3.Bahan aktif berubah
4.Hilangnya keseragaman kandungan
5.Menurunnya status mikrobiologis
6.Pembentukan hasil urai yang toksik
7. Hilangnya kekedapan kemasan
8. Hilangnya elegansi produk
Stabilitas produk obat dibagi menjadi stabilitas
secara kimia dan stabilitas secara fisika.
Faktor-faktor fisika seperti panas, cahaya, dan
kelembapan,

mungkin akan menyebabkan atau


mempercepat reaksi kimia, maka setiap
menentukan stabilitas kimia, stabilitas fisika
juga harus ditentukan.
Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan
sifat fisika dari suatu produk yangtergantung
waktu (periode penyimpanan). Contoh dari
perubahan fisika antara lain

migrasi(perubahan) warna, perubahan rasa,


perubahan bau, perubahan tekstur atau
penampilan.

Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi:


pemeriksaan organoleptis, homogenitas, pH,
bobot jenis
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu
suatu obat untuk mempertahanakan integritas
kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada
etiket dalam batas waktu yang ditentukan.

Pengumpulan dan pengolahan data merupakan


langkah menentukan baik buruknya sediaan yang
dihasilkan, meskipun tidak menutup kemungkinan
adanya parameter lain yang harus diperhatikan.
Data yang harus dikumpulkan untuk jenis sediaan
yang berbeda tidak sama, begitu juga untuk jenis
sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain. Jadi
sangat bervariasi tergantung pada jenis sediaan,
cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-lain
(Attwood dan Florence, 1988).
Stabilitas mikrobiologi
Keadaan tetap di mana sediaan bebas dari
mikroorganisme atau memenuhi syarat batas
miroorganisme hingga batas

waktu tertentu.
Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu
sediaan farmasi untuk menjaga atau
mempertahankan jumlah dan menekan
pertumbuhan mikroorgansme yang terdapat
dalam sediaan tersebut hingga jangka waktu
tertentu yang diinginkan (WHO, 1977)
Penyebab kerusakan bahan aktif
Kerusakan bahan aktif dapat terjadi melalui beberapa
cara :
1). Hidrolisis
Obat yang mengandung ester, amida, laktam,

amida atau golongan karbamat adalah bahan-bahan yang


mudah terhidrolisis.
Hidrolisis dapat dikatalisis oleh ion-ion hidrogen
(specific acid catalysis) atau ion hidroksil (specific base
catalysis). Larutan dapat distabilkan dengan
memformulasi pada pH stabilitas maksimumnya.
Solusi :
formulasi obat pada pH stabilitas optimum
penambahan pelarut non air
mengontrol kadar air
obat dibuat dalam sediaan solid
 
2). Oksidasi
Oksidasi mempengaruhi perpindahan suatu
elektropositif/ radikal atom atau elektron atau

penambahan suatu elektronegatif atau radikal


atom.
Oxidative degradation dapat terjadi karena
autooksidasi, reaksi ini tidak dikatalisis dan
terjadi perlahan-lahan karena dipengaruhi
molekul oksigen atau dapat dipengaruhi proses
inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi ini
biasanya terjadi pada senyawa fenol, amin
aromatik, aldehid, eter dan senyawa alifatik
tidak jenuh.
 
3) Isomerisasi
Isomerisasi adalah proses konversi obat menjadi
isomer optik atau geometrik yang seringkali
menurunkan aktifitas terapeutik.

 
4). Fotodegradasi
Cahaya dapat menyebabkan penguraian atau
degradasi. Reaksi ini dapat terjadi tidak hanya
selama penyimpanan, tetapi juga selama produk
digunakan. Sebagai contoh cahaya matahari dapat
berpenetrasi ke kulit sampai kedalaman tertentu
yang cukup untuk menyebabkan degradasi obat
pada permukaan kapiler atau mata pasien yang
menggunakan obat.
 
5). Polimerisasi
Polimerisasi adalah proses bergabungnya dua
atau lebih molekul membentuk suatu kompleks
molekul. Sebagai contoh polimerisasi amino-
penisilin

yaitu ampisilin, natrium di larutan dalam air dan


juga formaldehid.
(Attwood dan Florence, 2008)
Istilah- istilah dalam Stabilitas obat
Waktukadaluwarsa (Expiration date)
waktu yang tertera pd kemasan yang
menunjukkan batas waktu diperbolehkannya
obat tsb dikonsumsi karena diharapkan masih
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

Shelf-life (waktu simpan):


Periode penggunaan dan penyimpanan yaitu
wakt dimana suatu produk tetap memenuhi
spesifikasinya jika disimpan pada wadahnya
yang sesuai.
Aspek stabilitas khemis dari suatu formulasi
mencakup stabilitas zat aktif, kompatibilitasnya
dengan eksipien lain, dan bahan pengemas
sediaan tersebut.
 Dalam ilmu kimia persamaan laju reaksi hanya dapat
dinyatakan berdasarkan data hasil percobaan. Dari
data tersebut akan didapat cara untuk menentukan
orde reaksi dan konstata laju reaksi. Persamaan laju
reaksi ditentukan berdasarkan konsentrasi awal
setiap zat dipangkatkan orde reaksinya.

 LAJU REAKSI
Laju reaksi menunjukan perubahan konsentrasi zat
yang terlibat dalam reaksi setiap satuan waktu.
Konsentrasi pereaksi dalam suatu reaksi kimia
semakin lama semakin berkurang, sedangkan hasil
reaksi semakin lama semakin bertambah (Anderton,
1997).
Dinyatakan dalam term pengurangan konsentrasi
ORDE REAKSI
Jumlah atom atau molekul yang terlibat dalam reaksi
yang konsentrasinya menentukan laju reaksi.

1). Orde nol


 

C = Co- kot  
 
 
C
  Slope =-k
t(1/2) = 0,5Co/ ko

t 90 = 0,1Co/ ko
t
 
 
2). Orde pertama

(-dC/dt) = k1.C
C = Co e-kt

ln C/Co= -kt
log C = log Co – (k1/2,303) t
 
Plot Log C vs t linear dengan slope –(k1)/ 2,303)
maka ; Slope =-k/2,303
Log C
t(1/2) = 0,693/ k1
 
t 90 = 0,105/ k1 t
3. Orde kedua

(-dC/dt) = k (C)2
setelah diintegralkan diperoleh :

1/C = 1/Co + k . t

 
Slope= k
t(1/2) = 1/ k2. Co
1/C

t 90 = 0,111/ Co.k2
  t
CARA MENENTUKAN ORDE REAKSI
1. Dengan mensubstitusikan konsentrasi obat yang
diperoleh ke dalam persamaan orde reaksi, bila
diperoleh harga k yang relatif konstan berarti
reaksi berjalan pada orde tersebut.

Orde nol: –d[A]/dt= k k = mol L-1s-1


Orde I : –d[A]/dt= k[A] k = 1/waktu= s-1
Orde II : –d[A]/dt= k[A]2 k= Lmol -1s -1

Orde reaksi ke n mempunyai satuan: (konsentrasi)


1-n (waktu) -1
Tetapan k adalah tetapan laju spesifik sehingga
tiap perubahan kondisi seperti suhu, pelarut akan
mempunyai tetapan k yang berbeda
2. Dengan membuat grafik hubungan antara konsentrasi
yang diperoleh terhadap t. Jika sesuai dengan salah
satu grafik maka reaksi berjalan pada orde tersebut
Grafik orde nol : c vs t

Grafik orde satu : log c vs t


Grafik orde dua : 1/c vs t

3. Dengan menentukan harga koefisien korelasi (r) dari


masing-masing orde reaksi. Harga koefisien korelasi
(r) yang mendekati +1 atau -1 adalah menunjukan
reaksi berjalan pada orde tersebut.
Tipe degradasi obat yapaling umum adalah reaksi
degradasi obat orde nol ( 0 ) ng dan orde satu.

1.      Degradasi orde nol

Tipe degradasi orde nol ini merupakan tipe degradasi


hidrolisis obat pada sediaan suspensi atau tablet yang
mana obat pada awalnya berada dalam bentuk padat
lalu secara perlahan-lahan melarut. Oleh karena itu
kecepatan degradasinya kurang lebih sama dengan
degradasi dalam larutan bebas karena konsentrasi obat
pada keadaan setimbang adalah konstan.
2.      Degradasi orde I
Reaksi degradasi orde I merupakan tipikal reaksi
hidrolisis obat dalam larutan. Reaksi orde I semu
merupakan reaksi degradasi sejenis reaksi orde I yang
melibatkan air.

Karena air dalam jumlah berlebih sehingga dianggap


konstan.
PENGARUH SUHU
PERSAMAAN ARRHENIUS
Beberapa metode untuk mengkaji pengaruh suhu,
kelembaban dan cahaya terhadap stabilitas bahan aktif
merupakan ketentuan
dalam studi stabilitas sediaan farmasi. Bila yang
mempengaruhi

stabilitas adalah suhu maka mengikuti persamaan


Arrhenius :
 
k = Ae –Ea/RT
log k = log A – Ea/RT/ 2,303
Dimana :
k : tetapan laju kecepatan reaksi kimia
A : tetapan yang dinamakan faktor persamaan.
Ea : energi aktivasi Arrhenius
log k – Ea/2,303 R

1/T

- Energi aktivasi adalah energi kinetik minimum


yang diperlukan untuk partikel-partikel pereaksi
untuk membentuk kompleks teraktivasi.
Persamaan ini dapat digambarkan dalam
bentuk grafik seperti disajikan pada gambar 5
(Atwood dan Florence, 2008).
 
 
  
 
 

Gambar 5. Kurva hubungan suhu terhadap


kecepatan reaksi kimia
Energi aktivasi merupakan istilah yang
diperkenankan oleh Svante Arhenius yang
didefinisikan sebagai energi yang harus
dilampaui agar reaksi kimia dapat terjadi. Energi
aktivasi biasa juga diartikan sebagai energi
minimum yang dibutuhkan agar reaksi kimia
tertentu dapat terjadi.
Enrgi aktivasi sebuah reaksi biasanya
dilambangkan dengan Ea, dengan satuan kilo
joule per mol .
- Laju reaksi naik 2-3x setiap kenaikkan suhu
10oC.
Dengan menentukkan harga k pada berbagai
suhu dan menggambarkan 1/T vs log k,
diperoleh Ea dari kemiringan garis dan A dari
intertersep.
Metode Pengujian Stabilitas
1. Uji stabilitas jangka panjang
Untuk produk baru, biasanya pengujian
dilakukan pada suhu kamar yang dikendalikan
30oC±2 oC dengan

kelembaban nisbi ruangan 75% ±5%, kecuali


untuk obat yang peka terhadap suhu dialakukan
pada suhu rendah (5 oC±2 oC ) dengan rentang
waktu pengujian pada bulan ke 0, 3, 9,12, 18, 24,
36,48 dan 60. Biasanya pengujian dilakukan
samapi bulan ke 36 tapi kalau masih memenuhi
syarat dilakukan sampai bulan ke-60.
2. Uji Stabilitas Dipercepat
Untuk produk baru biasanya pengujian
dilakukan pada suhu ekstrim yang dikendalikan
40oC±2 oC dengan kelembaban nisbi ruangan
60% ±5%, kecuali untuk obat

yang peka terhadap suhu dilalakukan pada suhu


ruangan
(25 oC±2 oC ) dengan rentang waktu pengujian
pada bulan ke 0, 1. 2, 3 dan 6. Pengujian bulan
ke 6 untuk senyawa baru
Pengujian stabilitas dipercepat menggunakan
alat “Climatic Chamber” untuk menjaga suhu
ekstrim dan kelembaban tetap terjaga.
Persamaan regresi linier dari Y terhadap X
dirumuskan sebagai berikut:
Y=A+BX

Keterangan:
Y = variabel terikat
X = variabel bebas
A = intersep
B = koefisien regresi/slop
Pengaruh pH
pH adalah suatu ukuran keasaman suatu air (larutan).
Pengertian pH dalam aplikasinya berbeda-beda. Di
dalam sistem yang sering digunakan ( NBS sistem,
NBS = National Bureau of Standards),

pH digambarkan dalam persamaan pH = -log aH,


dimana aH adalah aktivitas ion hidrogen dalam
suatu larutan..
Laju reaksi dalam larutan berair sangat mudah
dipengaruhi oleh adanya pH sebagai akibat adanya
proses katalisis. Untuk mengetahui pengaruh pH
maka faktor-faktor lainnya yang berpengaruh seperti
suhu, kekuatan ionik dan komposisi pelarut harus
dibuat tetap (Connors et al, 1986). Pengaruh pH
Dari profil tersebut dapat diketahui pH yang
stabil, katalisis reaksi dan persamaan laju reaksi
hipotetiknya yang memberikan informasi praktis
stabilitas suatu obat (Connors et al, 1986).

Terkadang profil pH laju degradasi mengikuti


bentuk Sigmoid (S). bentuk ini terjadi jika obat
mengalami disosiasi asam basa 1 kali.
Keuntungan profil log k Vs k dalam bentuk
sigmoid ini adalah bahwa plot log k Vs pH
dapat berubah menjadi bentuk sebaliknya
(Connors et al, 1986).
Bentuk parabola memiliki dua titik infleksi yang
terjadi karena asam basa mengalami disosiasi 2
kali. Seperti bentuk sigmoid, bentuk ini bisa
terjadi dari kombinasi bentuk parabola dengan
bentuk V pada profil pH laju degradasi yang

sama (Connors et al, 1986).


Jika memungkinkan secara fisiologis, larutan obat
harus diformulasikan sedikit mungkin ke pH
stabilitas optimumnya. Jika penguraian hidrolisis
obatnya terkatalisis asam dan basa umum, yaitu
penguraian terkatalisis oleh bagian asam dan
basa dari garam dapar disamping H+ dan OH- ,
konsentrasi dapar harus dibuat minimum
b. Jenis pelarut Penggantian air sebagian atau
seluruhnya dengan pelarut yang konstanta
dielektriknya lebih rendah, umumnya
menyebabkan kecepatan hidrolisis menurun
secara berarti.

Contoh pelarut bukan air adalah : etanol, glikol,


glukosa, larutan manitol, dan amida
tersubstitusi (Lachman, et al., 1986).

c. Kompleksasi Laju hidrolisis dapat


dipengaruhi oleh pembentukan kompleks
dengan dua cara, yaitu oleh efek sterik atau
polar (Lachman, et al., 1986) 
Beberapa prinsip dan laju yang berkaitan
dikaitkan dengan peristiwa :
1.      Kestabilan dan tak tercampurkan, proses
laju umumnya adalah sesuatu yang
menyebabkan ketidak aktifan

obat melalui penguraian obat, atau melalui


khasiat obat melalui penguraian obat, atau
melalu ikhasiat obat karena perubahan bentuk
fisik dan kimia yang kurang di inginkan dari obat
tersebut.
2.      Disolusi, kecepatan berubahnya obat
dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk
larutan molekular.
3.      Proses absorbsi, distribusi, daneliminasi.
Proses ini berkaitan dengan laju absorbsi obat
kedalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh
dan laju pengeluaran obat setelah proses
distribusi dengan berbagai faktor.

4.      Kerja obat pada tingkat molekuler, obat


dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan
menganggap timbulnya respon dari obat
merupakan suatu proses dari laju.
TERIMAKASIH
Dasar Teori
 Stabilitas suatu obat atau bahan obat merupakan
salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan bentuk sediaan farmasi. Agar suatu
obat dapat digunakan secara aman, maka obat
tersebut harus stabil. Stabil selama penyimpanan
dalam jangka waktu yang cukup lama. Untuk
mengetahui stabilitas suatu bahan obat dapat
dilakukan dengan cara mengamati peruraiannya.
Demikian pula dengan senyawa obat golongan
analgetika, selain efektivitasnya untuk menghilangkan
rasa nyeri, kestabilanan juga menjadi prioritas yang
harus diperhatikan, karena bila senyawa obat
tersebut sudah terurai selama proses penyimpanan,
maka efektivitasnya menjadi kurang optimal.
 Asam o-asetilsalisilat atau yang lebih sering
dikenal dengan asetosal, adalah salah satu
contoh obat analgetika non narkotik dari
kelompok obat antiinflamasi non steroid (AINS).
Asam o-asetilsalisilat merupakan senyawa ester
aromatis, senyawa ini relatif tidak stabil dan
terurai oleh adanya transfer gugus asil. Dalam hal
ini reaksi yang paling memberikan konstribusi
dalam ketidakstabilan asetosal adalah hidrolisis.
Kinetika dan mekanisme hidrolisis asam o-
asetilsalisilat (asetosal) disebabkan oleh adanya
ionisasi pada gugus asam karboksilat.
 Reaksi hidrolisis asetosal menghasilkan senyawa
asam salisilat dan asam asetat.
 Alat dan Bahan
- klem statif - labu takar
- kaki tiga - beaker glass
- asbes - pipet volume
- bunsen - tabung reaksi
- filler - termometer
- corong kaca- spektrofotometri
Alat & Bahan

 Bahan
- FeCl3
- Asetosal
- Asam Salisilat
CARA KERJA
PEMBUATAN BAKU ASAM SALISILAT DAN PENGUKURAN
ABSORBANSI Ditimbang asam salisilat 50 mg

Di masukkan ke labu takar, larutkan dengan etanol q.s

Ad dengan aqua dest. hingga 50 ml

Dipipet 10,0 ml baku asam salisilat, dilakukan pengenceran 10x dengan aqua
dest. Ad 100 ml

Buat deret baku ( 5 seri pengamatan ) dalam labu takar

Dipipet masing-masing FeCl 5% 2,0 ml

Baca absorbansinya di spektrofotometer pada λ = 525 nm


CARA KERJA
Hidrolisis asetosal pada suhu inkubasi
Ditimbang 100 mg asetosal , dilarutkan dengan 15 ml etanol, ad dengan
aqua dest. Hingga 250 ml

Ditambahkan 2,0 ml FeCl 5% pada setiap tabung reaksi

Baca absorbannya pada spektrofotometer λ = 525 nm


CARA KERJA

Pembuatan blanko
Dipipet aqua dest. 10,0 ml, ditambah 2,0 ml FeCl 5%

Masukkan ke dalam kuvet


Data Pengamatan

 Penimbangan Baku Asam Salisilat


50mg Asam Salisilat dalam 50ml
Rentang penimbangan 5% = 47,5mg – 52,5mg

(kertas+zat) – (kertas+sisa) = berat zat


0,5044g – 0,4539g= 0,0505g = 50,5mg

konsentrasi sesungguhnya
mg penimbangan = 50,5 mg = 101 ppm
L volume 0,05 L
 Rentang Absorbansi (0,2 – 0,8)

R1 = 0,2 x 101 Rentang Absorbansi = 20,240 ppm


– 80,962 ppm
0,998
= 20,240ppm Absorbansi = 0,507Ω = 529,5 nm
Rentang deret baku = 30 ppm, 40
ppm, 50 ppm, 60 ppm, 70 ppm
R2 = 0,8 x 101 Deret baku tengah = 50,50ppm
0,998 Absorbansi baku tengah = 0,507
= 80,962ppm Ω max baku tengah = 530,55 nm
 Absorbansi Deret Baku Asam Salisilat

No. Kadar (ppm) Absorbansi


1. 30,30 ppm 0,309
A = -0,0081
B = 0,0102
2. 40,40 ppm 0,402
r = 0,9974
3. 50,50 ppm 0,507
y = bx + a
4. 60,60 ppm 0,595 y = 0,0102x + 0,9974
5. 70,70 ppm 0,729
 Deret Baku
Deret Penetapan Koreksi
Kadar Kadar
30 ppm V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
V1 . 101 = 10 . 30 3 . 101= 10 . C2
V1 = 2,97 ~ 3 ml C2 = 30,30 ppm
40 ppm V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
V1 . 101= 10 . 40 4 . 101 = 10 . C2
V1 = 3,96~ 4 ml C2 = 40,40 ppm
50 ppm V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
V1 . 101 = 10 . 50 5 . 101 = 10 . C2
V1 = 4,95~ 5 ml C2 = 50,50 ppm
60 ppm V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
V1 . 101 = 10 . 60 6 . 101 = 10 . C2
V1 = 5,94~ 6 ml C2 = 60,60 ppm
70 ppm V1 . C1 = V2 . C2 V1 . C1 = V2 . C2
V1 . 101 = 10 . 70 7 . 101 = 10 . C2
V1 = 6,93~ 7 ml C2 = 70,70 ppm
 Penimbangan Asetosal
50mg Asetosal dalam 250ml
Rentang penimbangan 5% = 47,5mg – 52,
5mg
(kertas+zat) – (kertas+sisa) = berat zat
0,0518g – 0,0018g = 0,05g = 50mg

konsentrasi sesungguhnya
mg penimbangan = 50 mg = 200 ppm
L volume 0,25 L
 Data Absorbansi Asetosal
T Waktu Suhu 40⁰C Suhu 55⁰C Suhu 70⁰C
(menit)

T0 0’ 0,366 0,357 0,469

T1 10’ 0,349 0,383 0,527

T2 20’ 0,362 0,399 0,612

T3 30’ 0,358 0,425 0,664

T4 40’ 0,368 0,440 0,727


 Perhitungan Konsentrasi (y = bx+a )
T Suhu 40⁰C Suhu 55⁰C Suhu 70⁰C
T0 y = 0,0102x – 0,0081 y = 0,0102x – 0,0081 y = 0,0102x – 0,0081
0,366 = 0,0102x – 0,0081 0,357 = 0,0102x – 0,0081 0,469 = 0,0102x – 0,0081
x = 36,6765 ppm x = 35,7941 ppm x = 46,7745 ppm

T1 y = 0,0102x – 0,0081 y = 0,0102 – 0,0081 y = 0,0102x – 0,0081


0,349 = 0,0102x – 0,0081 0,383 = 0,0102x – 0,0081 0,527 = 0,0102 – 0,0081
x = 35,0098 ppm x = 38,3431 ppm x = 52, 4608 ppm

T2 y = 0,0102x – 0,0081 y = 0,0102x – 0,0081 y = 0,0102x – 0,0081


0,362 = 0,0102x – 0,0081 0,399 =0,0102x – 0,0081 0,612 = 0,0102 – 0,0081
x = 36,2843 ppm x = 39,9118 ppm x = 60,7941 ppm

T3 y = 0,0102x – 0,0081 y = 0,0102x – 0,0081 y =0,0102x – 0,0081


0,358 = 0,0102x – 0,0081 0,425 = 0,0102x – 0,0081 0,664 = 0,0102x – 0,0081
x = 35,8922 ppm x = 42,4608 ppm x = 65,8922 ppm

T4 y = 0,0102x – 0,0081 y = 0,0102x – 0,0081 y = 0,0102x – 0,0081


0,368 = 0,0102x - 0,0081 0,440 = 0,0102 – 0,0081 0,727 = 0,0102x - 0,0081
x = 36,8725 ppm x = 43,9314 ppm x = 72,0686 ppm
PERHITUNGAN BAHAN
t Ct (ppm)
0 152,1602 ppm
1 154,3342 ppm
2 152,6717 ppm
3 153,1832 ppm
4 151,9045 ppm
 Orde 1 (t Vs log Ct)
A = 5,0316
B = - 0,0011
r = -0,2695

 Orde 2 (t Vs 1/Ct)
A = 0,0065
B = 7,09 x 10-6
r = 0,2726
 Degradasi Asetosal pada pemanasan suhu
40 derajat mengikuti orde 0 karena harga
r-nya paling mendekati -1.
C = Co- kot  
 Sehingga slope = B= - k
 Maka laju reaksi (k) = 0,01662 ppm/ menit
 t1/2 = 0,5 Co/ k =(0,5x200 ppm)/ 0,01662
t1/2 = 6015,3994 menit =4,....hari=........th
 t90 = 0,1 Co/ k = (0,1x200ppm)/0,01662
t90 = 1203,3694 menit = ...... hari.
t Ct (ppm)
0 153,311 ppm
1 149,9863ppm
2 147,9401ppm
3 144,6153 ppm
4 142,6971ppm
 Degradasi Asetosal pada pemanasan suhu 55 derajat
mengikuti orde 2 karena harga r-nya paling mendekati
-1.
 
 1/C = 1/Co + k . t

   
 Plot 1/ C vs t linear dengan slope (B) = k
maka ; k = 0,0001218 ppm/ menit
 t(1/2) = 1/ k. Co

t1/2 = .....................
 t 90 = 0,111/ Co.k2

t90 =............................
t Ct (ppm)
0 199,886 ppm
1 131,5715ppm
2 120,7018ppm
3 114,052ppm
4 105,9957ppm
 Degradasi Asetosal pada pemanasan suhu 70
derajat mengikuti orde 1 karena harga r-nya
paling mendekati -1.
 
 log C = log Co – (k1/2,303) t
 
 Plot Log C vs t linear dengan slope (B) = –(k1)/
2,303
maka ; k=-B x2,303
k = 0,14115 x 2,303 = 0,3251 ppm/
menit
 t(1/2) = 0,693/ k1
t1/2= 2,13 menit
 t 90 = 0,105/ k1
Arrhenius

K40 (mg/ hari) K55 (mg/ hari) K70 (mg/ hari)


1,32 x 10-3 2,05 x 10-3 4,17 x 10-3

k = Ae –Ea/RT
log k = log A – Ea/RT/ 2,303
Dimana :
k : tetapan laju kecepatan reaksi kimia
A : tetapan yang dinamakan faktor persamaan.
Ea : energi aktivasi Arrhenius
R : tetapan gas (8,3143 J/Mol.K) atau (1,987 kal/ mol)
T : suhu absolut
 Carilah Ea, k pada suhu kamar (25 derajatCelcius)
, waktu paruh dan waktu kadaluwarsa bila reaksi
mengikuti orde 1!
 log k = log A – Ea/RT/ 2,3 03 atau
 Ln k = ln A – Ea/RT
 Y = A + Bx
 Maka Regresikan 1/T vs log k atau 1/T vs ln k
Suhu oC k (mg/ hari) Suhu o K Ln k
40 1,32 x 10-3 313 - 6,630
55 2,45 x 10-3 328 - 6,011
70 4,07 x 10-3 343 -5,504

A = 6,263
B = -4032,82
r = -0,9995
A = 6,263
B = -4032,82
r = -0,9995

a. B = -Ea/R
Ea = -B x R = 4032,82 x 1,987 kal/ mol
= 8013,21 kal/mol

 b. ln k25 =ln A – Ea/ R. (1/T)


= A + Bx = 6,263 + (-4032,82 x 1/(25+273) = - 7,2699

k25 = 6,961 x 10-4 mg/ hari

c. t1/2 = 0,693/ k25 = 994,75 hari = 2,7 th


d. t90 = 0,105/ k25 = hari = 03 th
 Tablet asetosal 500 mg disimpan pada
suhu kamar selama 5 bulan, kadar
asetosal menjadi 467,55 mg. Berapakah
laju reaksinya bila reaksi mengikuti orde 0?
 C = C0- k.t
 467,55 = 500- k. (5x30)
 k = (C0-C)/ t =( 500-467,55)/ 150 = 0,2163
mg/ hari
Kesimpulan

 Stabilitas Asetosal dipengaruhi oleh suhu.


Semakin tinggi suhu maka stabilitas obat
akan menurun.
 Lamanya pemanasan juga semakin
menurunkan stabilitas suatu obat
sehingga mudah rusak atau terdegradasi
 .................................................................
 ....................................................................
SUWARMI, MSc, Apt

1
Koefisien Partisi (P atau Log P)
Perbandingan konsentrasi senyawa dalam campuran
dua fase yang saling tak larut pada  saat
kesetimbangan.
Perbandingan ini merupakan ukuran perbedaan 
kelarutan senyawa dalam dua fase tersebut.
Koefisien partisi umumnya mengacu pada
perbandingan konsentrasi senyawa tidak
terionisasi sedangkan koefisien distribusi mengacu
pada perbandingan konsentrasi semua spesi
senyawa (terionisasi dan yang tidak terionisasi).

2
 Koefisien partisi adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh. Setelah
obat sampai ke peredaran darah, obat harus
menembus sejumlah sel untuk mencapai reseptor.
Dimana koefisien partisi juga menentukan jaringan
mana yang dapat dicapai oleh suatu senyawa.
Senyawa yang sangat mudah larut dalam air
(hidrofilik) tidak akan sanggup melewati membran
lipid untuk mencapai organ yang kaya akan lipid,
misalnya otak (Nogrady, 1992).

3
 Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke
dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat
itu akan mendistribusi diri di antara kedua fase
sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu
ditambahkan ke dalam pelarut tidak tercampur
dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan
larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi di
antara kedua lapisan dengan perbandingan
konsentrasi tertentu (Martin, dkk, 1990).
 Jika C1 dan C2 adalah konsenntrasi kesetimbangan
zat dalam pelarut1 dan pelarut2, persamaan
kesetimbangan menjadi : C1/C2 =K .

4
 Tetapan kesetimbangan K dikenal sebagai perbandingan
distribusi atau koefisien partisi. Persamaan tersebut
dikenal dengan hukum distribusi, jelas hanya dapat
dipakai dalam larutan encer di mana koefisien keaktifan
dapat diabaikan (Martin, dkk, 1990).
 Menurut Nernst, koefisien partisi dapat disederhanakan
sesuai dengan persamaan:
 
 P = Co/Cw atau
   Log P = log Co – log Cw
 
 Co adalah kadar molal dalam fase non-air dan Cw adalah
kadar molal dalam air, setelah mengalami
kesetimbangan partisi (Sardjoko, 1993).

5
 Semakin besar nilai P maka semakin banyak senyawa
dalam pelarut organik. Nilai P suatu senyawa tergantung
pada pelarut organik tertentu yang digunakan untuk
melakukan pengukuran.
 Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan
menggunakan partisi air dan n-oktanol, karena n-oktanol
dalam banyak hal menyerupai membran biologis, dan
juga merupakan model yang baik pada kromatografi fase
terbalik (Gandjar, dkk, 2007).
 Nilai P seringkali dinyataka dengan nilai log P. Sebagai
contoh nilai log P1 setara dengan nilai P10. Nilai P = 10
merupakan nilai P untuk senyawa tertentu yang
mengalami partisi ke dalam pelarut organik tertentu.
Partisi dilakukan dengan air dan pelarut organik dalam
jumlah yang sama. P = 10 berarti bahwa 10 bagian
senyawa berada dalam lapisan organik dan 1 bagian
berada dalam lapisan air (Gandjar, dkk, 2007).

6
 Kecepatan absorbsi obat sangat dipengaruhi oleh
keofisien partisi. Hal ini disebabkan oleh komponen
dinding usus yang sebagian besar terdiri dari lipida.
 Dengan demikian obat-obat yang mudah larut dalam
lipida akan dengan mudah melaluinya. Sebaliknya
obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan sukar
diabsorpsi.
 Obat-obat yang larut dalam lipida tersebut dengan
sendirinya memiliki koefisien partisi lipida-air yang
besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam
lipid akan memiliki koefisien partisi yang sangat kecil
(Anonim, 2012).

7
 Koefisien partisi minyak – air adalah suatu petunjuk
sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat.
 Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi
dengan makromolekul pada reseptor kadang-kadang
berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol /
air dari obat (Martin, dkk, 1990).
 Lipofilitas molekul diukur dari nilai log P dengan P
dinyatakan sebagai koefisien partisi kelarutan dalam
lemak/ air yang mempunyai rentang nilai -0,4 sampai
5 dan optimal pada nilai log P – 3 (Husniati, dkk,
2008).

8
 Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau
basah lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air,
sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang
terionkan tergantung pH larutannya.
 Obat-obat yang tidak terionkan (unionized) lebih
mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam
bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis
tidak larut, dengan demikian pengaruh pH terhadap
kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah
atau basa lemah sangat besar (Anonim, 2012).

9
Beberapa obat mengandung gugus – gugus yang mudah
mengalami ionisasi. Oleh karena itu, koefisien partisi obat-obat
ini pada pH tertentu sulit diprediksi terlebih jika melibatkan lebih
dari satu gugus yang mengalami ionisasi daripada gugus yang
lain pada pH tertentu.

Persamaan Henderson-Haselbach yang menunjukkan perkiraan


konsentrasi yang terion pada suatu pH tertentu.
1). Untuk senyawa yang bersifat asam lemah

(H)= ka. asam , maka pH = pka + log (obat bentuk ion)


garam ( obat bentuk molekul)
 
2). Untuk senyawa yang bersifat basa lemah
pH = pka + log (obat bentuk molekul)
( obat bentuk ion)
 
(Kim, 2004) 

10
Hipotesis pH-partisi
 Menyatakan bahwa : senyawa atau obat yang dapat
terionisasikan akan menembus membran biologi,
terutama dalam bentuk takterionkan (netral)
sehingga obat yang bersifat asam akan lebih baik
absorbsinya dalam suasana asam yaitu pada pH
yang lebih kecil dari pKa dan obat yang bersifat basa
akan lebih baik absorbsinya dalam suasana basa.

11
Jika suatu senyawa, asam atau basa mengalami ionisasi sebesar
50% (pH=pKa) maka koefisisen partisinya setengah dari koefisien
partisi obat yang tidak mengalami ionisasi (Gandjar, dkk, 2007).

Ada dua macam koefisien partisi.


1.  Koefisien partisi sejati atau TPC (True Partition Coefficient)
Untuk koefisien partisi ini pada percobaan harus memenuhi syarat
kondisi sebagai berikut :
a. Antara kedua pelarut benar-benar tidak dapat campur satu sama
lain.
b. Bahan obatnya (solute) tidak mengalami asosiasi atau disosiasi.
c.  Kadar obatnya relatif kecil (<0,01 M).
d.  Kelarutan solute pada masing-masing pelarut kecil.
Jika semua persyaratan tersebut dipenuhi, maka berlaku persamaan :
TPC = C1/C2
Dengan : C1 = kadar obat dalam fase lipid.
             C2 = kadar obat dalam ase air.

12
13
2.  Koefisien partisi semu atau APC (Apparent
Partition Coefficient)
Apabila persyaratan TPC tidak dapat dipenuhi, maka hasilnya
adalah koefisien partisi semu. Biasanya yang sering
digunakan sebagai fase lipid adalah oktanol,
kloroform, sikloheksan, isopropil miristat. Fase air yang
biasanya digunakan adalah larutan dapar. Pada keadaan ini
berlaku persamaan :
Dengan : (C1⁰-C2ʹ) a / C2ʹ . b
C20       = Kadar obat salam fase air mula-mula.
C2’       = Kadar obat dalam fase air setelah mencapai
kesetimbangan.
a          = Volume fase air.
b          = Volume fase lipid.
Suhu yang digunakan : 30⁰C , 37⁰C.
                                                 

14
Pada percobaan penentuan koefisien partisi
digunakan obat yang bersifat asam lemah yaitu
asam salisilat.
Asam salisiat bersifat sukar larut dalam air dan
dalam benzene, mudah larut dalam etanol dan dalam
eter, larut dalam air mendidih, dan agak sukar larut
dalam klorofom.
Asam salisilat dilarutkan dalam air dibuat dengan pH
yang berbeda, kemudian ditambahkan pelarut
kloroform sebagai fase lipid, dihitung konsentrasi
asam salisilat yang terdistribusi dalam air dan
kloroform pada saat kesetimbangan.

15
 TERIMAKASIH...

16

Anda mungkin juga menyukai